Astral projection

Story © Vio

Chara: Monsta

Warn: AU, Typo(s) , tidak berdasarkan EYD, No segalanya, elemental Scool, JHS story, dll

For FI.

DLDR

Happy Reading...

Hari semakin mendung. Awan-awan hitam mulai berjejeran di langit. Nampak burung-burung pipit sedang menikmati cuaca mendung sertaya menunggu hujan turun. Tapi tidak bagi anak bertopi terbalik berlambang tanah.

Ya, anak itu bernama Gempa. Gempa, anak SMP Pulau Rintis yang selalu memakai topi terbalik setiap hari, beriris mata keemasan sedang gusar di depan gerbang sekolahnya. Ia cemas melihat cuaca yang mendung dan ia lupa membawa payung. Ia memutuskan lari sekencang mungkin, berharap hujan turun setelah ia sampai di rumah.

'Cepat cepat cepat' batinnya sambil berlari. Tetapi nasib berkata lain, hujan turun dengan deras saat ia baru mencapai setengah jalan.

"Oalaah hujannya deras sekali" Gempa menggerutu karena sepertinya hujan turun bak badai karena petir menyambar-nyambat dan angin yang sangat kuat nyaris membawa dirinya terbang.

Gempa tiba di rumah dalam keadaan basah kuyup, tas dan bukunya basah dan terpaksa ia mengeringkannya. Ia tiba di rumahnya saat magrib. Maklum, ia adalah ketua OSIS dan memiliki banyak tugas yang harus dilaksanakan.

"Huachinn" Gempa bersin dengan dahsyatnya. Sepertinya ia demam karena kehujanan. Gempa segera mandi dan melaksanakan shalat magrib, lalu mulai melanjutkan tugasnya.

"Ugh, kepalaku pusing sekali." ucap Gempa sembari berjalan dengan sempoyongan dan nyaris terjatuh. Orang tuanya sedang berada di luar kota selama dua hari kedepan, jadi Gempa terpaksa mandiri mengurus dirinya sendiri yang memang anak tunggal.

" Lebih baik aku makan dulu." Gempa pun makan dengan makanan yang ia masak sendiri. Setelah itu ia memutuskan untuk tidur karena kepalanya semakin berdenyut. Gempa pun mematikan seluruh lampu rumahnya-tetapi masih mendapat penerangan dari cahaya bulan-supaya kepalanya tidak tambah berdenyut.

'Kenapa aku tidak bisa tidur?' Batinnya. Ia berusaha tertidur dengan membalik-balikkan badannya. Tetapi tetap saja ia susah untuk tidur. Mungkin karena ia terbiasa tidur larut malam. Jadi tidur lebih cepat itu sangat sulit walaupun kepalanya sangat sakit. Tetapi Gempa tetap berupaya untuk tidur dengan mengucapkan kata 'tidurlah tidurlaah tiduuur' ke otaknya.

Tetapi ada yang aneh menurut Gempa. Tubuhnya serasa mati rasa yang menurutnya enak. Dan badannya mulai bergetar seperti kesemutan karena tegangan listrik kecil, tetapi itu mengenakkan.

Dan mulai sesuatu yang dirasakannya. Seperti sesuatu yang memaksa keluar. Sepertinya rohnya mulai memberontak. Gempa panik. Tetapi ia penasaran apa yang akan terjadi. Jadi ia mulai konsentrasi dan menerima getaran tersebut. Gempa menutup matanya, sesuatu dari dalam tubuhnya kembali memaksa ingin keluar. Karena konsentrasi pemuda itu yang tinggi, hal itu mudah dilaksanakan.

Gempapun membuka matanya.

"Ya tuhan!" Gempa terperanjat ketika berbalik kebelakang dan melihat dirinya sedang tertidur. " Ya tuhan apa yang terjadi?!" Pekik pemuda bermanik emas.

Ia sangat cemas. Takut. Membuat dirinya kembali memasuki tubuhnya dan terbangun.

"Hah hah hah." Gempa menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia sangat takut akan hal yang dialaminya tadi. Ngeri, pikirnya.

Akhirnya Gempa tertidur dengan sendirinya, dengan rasa cemas dalam dirinya.

.

Gempa terbangun di pagi hari. Dengan keadaan yang sangat kacau. Rambut berantakan dan mata hitam dengan kantung mata melingkar seperti mata panda. Akibat dari ia yang terbangun dan memikirkan hal yang terjadi padanya tadi malam. Gempa segera mandi dan sarapan, lalu segera berangkat ke sekolah lengkap dengan topi terbaliknya.

.

Di sekolah...

Gempa berjalan lesu di sepanjang koridor sekolah. Ia terlihat buruk sekali tidak seperti biasanya. Sebagai contoh murid teladan, ia seharusnya tidak seperti ini; berwajah murung dan sedikit berantakan. Sesekali helaan napas keluar dari mulutnya

"GEMPAA!" tiba-tiba seseorang memanggil namanya dengan sangat keras, teriaknya membuat murid-murid, guru, burung, pencuri(?), satpam dam sebagainya melihat ke orang yang membuat keributan.

"Apaan sih? Ganggu aja." pemuda yang dipanggil tidak terlalu menggubris anak yang memanggilnya itu. Memakai topi kesamping dengan setelan pakalian berwarna biru, kontras dengan topinya. Yap, dia adalah Taufan. Pemuda pembuat onar sahabatnya.

"Hehehe habis kulihat kau termenung sih."

"Yaah, begitulah Fan." Gempa menghela nafas. " Sebaiknya kita cepat, kalau tidak bisa terlambat."

Mereka berdua berjalan dalam keheningan. Sesekali Taufan melirik ke arah Gempa, lalu menolehkan pandangannya kembali.

Setiba di kelas, mereka melihat sahabatnya, memakai topi ke depan dengan normal, dengan seragam merah senada dengan topinya. Yaitu Halilintar.

" Pagi Halii." mereka menyapa serempak.

"Hn." Jawab Halilintar dingin.

"Kau tetap dingin Hali. Sekali-sekali ramah kek dengan sahabatmu ini?" Taufan pura-pura memohon dengan wajah jailnya.

"Apa urusanmu?!" Halilintar menjawab ketus tetapi tetap datar.

"Oi sudahlah. Aku tidak mau mendengar pertengkaran pagi ini." Gempa berkata sambil melipat tangannya di meja dan meletakkan kepalanya di atasnya.

Halilintar melihat ke arah Taufan seolah-olah mengatakan 'kenapa dia?' yang dibalas tidak tahu oleh Taufan dengan menaikkan bahunya.

Setelah Gempa sudah mulai tenang, ia ingin memberi tahukan kejadian semalam kepada kedua sahabatnya.

"Hei kalian." Gempa memanggil dengan suara pelan. Entah mereka berdua akan dengar atau tidak.

"HOI!" Pemuda bertopi terbalik itumulai menaikkan suaranya. Tetapi mereka tidak juga mendengar. Karena kehiruk pikukan kelasnya yang sangat berisik. Gempa mulai jengkel sekarang.

"KACANG!" Gempa berteriak di dekat telinga mereka yang membuat keduanya terlonjak kaget. Gempa memalingkan wajahnya.

"Hei Gempa ada apa?"

"Hhmmpp" Gempa tetap memalingkan wajahnya. "Tidak jadi." Gempa ngambek.

"Ooh ayolah Gempa, jangan membuat kami kepoo." Taufan setengah memohon.

"Huh yasudah kalau tidak ada apa-apa." Halilintar berkata sedatar-datarnya triplek datar yang paling datar.

"Ah iya iya. Kalian tau nggak?"

"Tahu apa?" Taufan mulai penasaran.

"Nggak tahu." Halilinta menjawab seadanya yang membuat Gempa menggembungkan pipinya ngambek tetapi tetap melanjutkan ceritanya.

"Kemarin aku mengalami hal yang aneh. Seperti rohku mau keluar gitu."

Napas Taufan tercekat, terpaku menatap sahabatnya itu. "Benarkah?" Tanyanya.

Sedangkan Halilintar tetap dengan wajah datarnya.

"Iya. Waktu itu aku tidak bisa tidur. Dan tiba-tiba mengalami hal itu. Kalian tau itu apa?" Tanya Gempa.

"Kurasa kau sedang melakukan astral projection." Jawab Hali.

"Hah? Darimana kau tahu itu?" Tanya Taufan. Yang tahu bahwa temannya yang satu ini 'lumayan' takut dengan hantu. Tetapi bagaimana ia tahu apa itu astral projection?

"Oh, Aku sering mendengar teman-teman clubku membicarakan itu. Apa kau merasa seperti mati rasa dan kesemutan seperti tegangan listrik kecil?"

Gempa terpaku. Ciri-ciri yang Halilintar beri tahu sama dengan yang dialaminya.

"Aku kira itu hanya omong kosong belaka. Jadi aku tidak terlalu mempercayainya. Tapi karena kau yang mengatakan langsung padaku, aku mulai percaya." Hali menyambung kata-katanya.

"Tapii, apakah it-"

KRING KRING KRING

Tiba-tiba bell berbunyi nyaring tanda kelas akan segera dimulai. Jadi terpaksa Gempa mengundur perkataannya.

"Sebaiknya kita segera belajar." Halilintar mengakhiri obrolan singkat tersebut.

"Selamat pagi anak-anak." Seorang guru berpakaian seperti super hero masuk ke kelas.

"Selamat pagi Cikgu." Jawab mereka serempak.

"Baiklah anak-anak muridku. Kita akan memulai pembelajaran kita pada pagi hari ini. Kumpulkan PR kalian."

Kelas Gempa kembali menjadi hiruk pikuk dengan suara gaduh anak-anak. Ada yang sedang mengambil bukunya di dalam tas sambil bertanya pada temannya jawaban yang tidak ia ketahui, ada juga yang gusar dan panik mengetahui bahwa ia lupa mengerjakan PRnya. Untung saja Gempa, Taufan, dan Halilintar mengerjakan PR ini dengan berkelompok sejak jauh-jauh hari. Jadi mereka tidak perlu repot-repot mengangkat ember berisi air di luar ruangan kelas seperti Gopal, teman sekelas Gempa yang lupa mengerjakan PR dari guru nyentrik tersebut.

Sebaiknya kita ngeskip hal ini.

"Huuuh akhirnya istirahat juga" Desah Taufan sambil goyang kaki.

"Iya nih. Ntah apalah cikgu sebleng itu." Sindir Gopal tiba-tiba berada di belakang Taufan.

"Uaaaa kenapa kau tiba-tiba di belakangku?!" Taufan menjerit dan hampir terjatuh dari kursi dengan tidak elitnya.

"Hehehe memangnya kenapa? Masalah?!" Gopal balik bertanya.

Gempa yang mendengarkan debatan kedua temannya itu cuma bisa terdiam. Sedangkan Halilintar menatap mereka dengan tampang datarnya.

"Oh iya Hali, aku mau tanya." Bisik Gempa ke Hali.

"Hn?"

"Apakah melakukan astral projection itu berbahaya?"

"Hhmm... Menurut yang aku dengar sih tidak. Tapi katanya kalau tali perak yang menghubungkan roh dengan tubuh kita putus, maka roh akan terjebak selamanya." Jelas Halilintar.

"Tapi aku tidak mengerti maksud mereka. Karena sebelumnya aku tidak mempercayainya. Jadi aku acuhkan saja." Halilintar kembali berdialog. Gempa hanya termenung mendengarkan. Jika itu tidak berbahaya, maka ia bisa ngengulanginya lagi nanti malam. Itulah yang dipikirannya.

.

.

Sesampainya di rumah jam 5 sore, Anak beriris keemasan itu langsung menuju kamarnya untuk mandi, dan makan malam. Setelah itu langsung menunaikan shalat wajibnya. Setelah menyelesaikan PR untuk besok, ia membuka laptop dan memasang modem. Setelah nerwork laptopnya hidup, Ia menuliskan kata 'Astral Projection' di Google.

'Wau banyak sekali.' Gumamnya dalam hati.

Sangat banyak ulasan terntang astral projection, bahkan tata cara melakukannya. Gempa pun ngeklik blok tersebut.

Setelah membaca dari berbagai ulasan mengenai astral projection, ia mulai menaiki ranjang untuk tidur.

Inilah yang akan dilakukannya.

Gempa tertidur, tetapi pikirannya ia usahakan untuk terbangun. Rasanya lebih sulit dari kemarin yang dilakukan secara tidak sengaja.

Setelah menunggu sebentar, akhirnya Gempa merasakan apa yang dirasakannya lemarin. Badannya mati rasa dan kesemutan. Lalu ada suara-suara yang menakutkan terdengar. Gempa tetap menutup matanya. Membiarkan suara itu berlalu. Karena menurut di internet itu tahap yang memang harus dilalui. Lalu inilah saatnya tiba.

Ia mulai menggerakkan tangan dan kakinya melalui pikiran seperti yang diperintah oleh blok tersebut. Lalu membayangkan sesuatu yang ringan seperti gelembung.

Dan sekarang ia merasakan sesuatu mulai naik. Semakin tinggi.

Saat Gempa membuka mata, ia kembali mendapati dirinya sedang tertidur.

"Aku, berhasil lagi." Ucap Gempa terpaku.

.

.

TBC...

Halooo Vio balik lagiiii.

Kali ini sempat-sempatnya nulis padahal mau ujian :v

Dipersembahkan untuk First Imperestion...

Cerita ini terinspirasi saat membaca fanfic Friend of Another Dimention. Waktu itu memang bingung mo cari ide apa. Jadi ini aja deh. Ga tau ini masuk peraturan apa nggak. Yang penting udah bikin. Ini TwoShoot kok ga panjang-panjang. Okelah Vio ngundurin diri dulu

Leave your review please *-*