These couple of short ficts is dedicated to my-our beloved hero, Tateyama Ayano.
Warning for unstable writing style. This warning probably will adds more every chaps.
Disclaimer : Kagepro is not mine. I only have this melancholic fict. Wish I have more awesome story to give the readers tho
Cast : Kuroha, because why not
POV : Orang ketiga serba tahu, bukan tempe /lelucon garing/
Italic untuk yang bukan bahasa Indonesia.
Mohon beritahu jika ada yang janggal, atau typo. Skill menulis saya yang cetek semakin berkarat karena lama tidak digunakan.
Now, Happy reading.
Even the Villain had Time to Remember the Hero's Birthday
'Tuk.'
Suara antukkan pelan menggema dalam ruangan itu. Entah tempat itu memang ruangan atau apa, sulit dipastikan karena tidak adanya cahaya. Tidak ada bentuk nyata yang menyusun tempat itu.
'tik, tok, tik, tok,'
Namun, ada suara itu. Detik jarum dari segala penjuru, penanda adanya benda penghitung waktu dalam jumlah banyak. Entah bagaimana rupanya, entah ada dimana tempatnya, yang jelas benda yang bernama jam itu ada.
Satu dari sedikit keterangan tentang tempat itu.
Sesuatu, seseorang, sekali lagi entah apa tepatnya, bergerak di sudut. Siluet itu mengecil, lalu terlihat tegak dan tinggi. Persis seperti gerakan makhluk yang bergelung melingkar, lalu menggeliat untuk berdiri. Tidak ada detil lain yang bisa terlihat selain bentuknya yang timbul tenggelam dalam kegelapan.
Siluet itu mengangkat bagian dari dirinya yang terlihat seperti tangan kanannya. Bayangan berupa tangan kiri menyusul, bersama tangan kanan menggenggam sesuatu.
'Tuk,'
Lagi-lagi bunyi itu.
'Klik,'
Eh? Bunyi baru—
'DOR!'
Ledakan, tembakan, entah apalah itu. Suara meletup yang berasal dari banda dalam genggaman tangan siluet itu berdentum, menyebar dengan cepat ke mana-mana. Benda itu, adalah senjata api yang cukup umum, pistol.
Mungkin tembakan pistol tersebut bisa diumpamakan sebagai tindakan menyalakan lampu. Entah semburat merah yang mengusir kegelapan itu berasal dari mana, yang jelas kini isi tempat itu terlihat lebih jelas.
Tempat itu memang sebuah ruangan. Ruang kelas mungkin lebih tepat, melihat adanya papan tulis hijau untuk kapur, juga jejeran kursi dan meja.
Jejeran meja yang dihiasi vas dan sekuncup bunga pertanda bela sungkawa, mungkin lebih tepat.
Detak jarum jam yang masih terdengar sedari tadi rupanya berasal dari luar ruangan tersebut. Di luar, berdiri dengan kokoh sebuah menara jam besar. Tiap incinya dihiasi layar yang menunjukkan hitungan waktu. Ada juga jam biasa, benda bulat dengan tiga jarum penunjuk waktu. Belasan jam digital terpampang, lampu led nya yang berwarna merah berkedip tiap berganti detik. Bahkan ada tabung berisi pasir yang dalam waktu berkala membalik dirinya sendiri.
Masih berdiri di tempat yang sama, sosok ternyata berupa manusia itu mengulas seringai lebar.
Perlu dijelaskan kah, siapa orang itu?
Hitam mewarnai pakaian pemuda itu, dengan panah-panah kuning melintas di beberapa tempat. Kelereng kuningnya berkilat keji saat melihat menara jam di luar jendela, mengingatkan siapapun pada reptil melata yang gemar mendesis.
Kenapa dia ada di situ? Di dimensi tak bernama itu?
Karena dia menunggu. Menunggu waktu yang tepat untuk menyeruak keluar tubuh albino yang kini dia tinggali. Menunggu sang ratu menciptakan tragedi yang dia nantikan.
Tangan kirinya kini tersampir di pinggang, sementara tangan kanannya masih mengongkang pistol. Matanya terpancang pada penghitung waktu yang bukannya menampilkan jam, menit ataupun detik, melainkan tanggal yang berlaku di dimensi lain.
Seringai yang sama masih terlukis di wajah pucatnya, jari telunjuknya menarik pelatuk pistol sebelum berkata;
"Happy Birthday, Dead Hero~"
Hari itu, tanggal 22 November.
Kuroha hanya bisa menghancurkan untuk mengusir rasa bosan.
Hai hai, Megu is back~
Anyone miss me? No? /headshot
Anyway, thanx for reading! I'll update this in 10 minutes!
