Treat You Better

Jaemin Na, Jeno Lee

Mark Lee, Donghyuck Lee

NoMin, MarkMin, MarkHyuck

Boys Love, Friendship

. . .

"Nana!"

Pria manis pemilik nama Na Jaemin itu menoleh pada sosok tetangga seberang rumahnya. "Oh, Jeno. Belum berangkat?"

Jeno menggeleng dan tersenyum simpul yang tetap saja menunjukan eye smile-nya. "Aku bangun terlambat. Kau sendiri? Mana Mark?"

Jaemin meringis kecil. "Aku juga terlambat bangun. Mark Hyung pasti sudah sampai sekolah." Jaemin masih ingat alasan ia bangun terlambat adalah karena ia terlalu asik Video Call bersama Mark. Mereka sama-sama tak dapat berhenti bercerita hingga tidak sadar jika waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi. Tentu saja hal itu berpengaruh pada Jaemin yang terbiasa tidur lebih dari enam jam permalam.

Jeno mengangguk mengerti. "Ayo, berangkat bersamaku saja. Sepuluh menit lagi pelajaran pertama akan di mulai."

"Apa tidak apa-apa?"

"Ada apa? Bukankah dulu kita sering berangkat bersama? Atau kau ingin melewatkan pelajaran Pak Kang dan berlari keliling lapangan?"

"Tidak. Eum, baiklah. Maaf merepotkanmu, Jeno." Jaemin segera menaiki Scooter milik Jeno.

"Tidak masalah." Jeno segera menyalakan mesin scooter-nya dan membawanya membelah jalanan.

Jaemin memeluk pinggang Jeno dengan erat. Bukan tanpa sebab, dulu ia pernah terjatuh dari atas sepeda motor bersama Ayahnya hingga menyisakan sedikit trauma. Maka, tak peduli pada siapapun, Jaemin akan selalu memeluk erat pelaku pemboncengan.

Jaemin merasa bersyukur karena pagi ini tidak harus berlari-lari dan berdesakan di bus. Juga ia tidak perlu melaksanakan hukuman wajib siswa yang terlambat. Perjalanan ke Sekolah memakan waktu dua puluh menit jika menggunakan kendaraan umum.

Diam-diam, Jaemin mengeratkan pelukannya pada Jeno. Wangi khas milik Jeno yang sejak dulu selalu berhasil membuatnya nyaman seolah memanggilnya untuk menghirup wangi itu sepuasnya. Padahal jika mau, ia bisa meminta wangi itu pada Jeno dan memakainya.

Kalau diingat lagi, rasanya sudah lama sekali semenjak terakhir ia berangkat dan pulang bersama Jeno. Semenjak dari Taman Kanak-Kanak mereka selalu bersama, hingga Jaemin menemukan orang lain dan tugas menjemput dan mengantar pulang Jaemin berpindah pada Mark. Lima atau enam bulan yang lalu mungkin?

Sebetulnya mereka tidak pernah ada masalah. Mereka masih sering berkomunikasi di dalam kelas. Dan bahkan makan siang bersama. Namun, Jaemin selalu merasa segan pada Jeno semenjak ia dan Mark mulai berpacaran. Entahlah, ia hanya merasa bahwa ia harus menjaga perasaan Mark atau mungkin Jeno.

Jaemin baru saja turun dari scooter Jeno saat bel jam pertama berbunyi. "Aku benar-benar berterima kasih. Kita selamat." Jaemin tersenyum begitu manis. Senyum khas milik Jaemin yang membuat siapapun pasti akan merasa gemas melihatnya. Tak terkecuali Jeno. Pria jangkung itu mencubit pelan pipi jaemin hingga menimbulkan desisan pelan dari Jaemin.

"Ayo, Pak Kang pasti sudah dalam perjalanan ke kelas." Tanpa sadar Jeno meraih jemari Jaemin dan Menggenggamnya. Menarik lengan itu, dan berjalan dengan langkah cepat. Tak menyadari seseorang yang sejak kedatangan mereka menahan emosinya di lantai dua sana.

. . .

Jaemin berlari kecil menuju Kantin. Mark baru saja mengirim pesan dan menyuruhnya untuk menyusul ke kantin. Jaemin tersenyum saat melihat mark yang duduk membelakanginya. Ia menghentikan larinya dan mulai berjalan normal ke arah Mark. Senyumnya mendadak luntur saat menyadari jika Mark tidak duduk sendirian disana. Lee Donghyuck, Jaemin tidak pernah membenci pria itu. Hanya saja, ia selalu merasa tidak nyaman jika Donghyuck berada di sekitar Mark.

Lee Donghyuck, satu angkatan dengannya hanya berbeda kelas. Pria itu satu club basket dengan mark, menyebabkan mereka lebih akrab. Sementara Jaemin tidak begitu menyukai olahraga. Ia juga hanya sesekali menemani Mark latihan. Jaemin selalu merasa terasing jika Mark dan Donghyuck mulai asik membicarakan masalah latihan ataupun basket.

Jaemin menimbang pilihan yang ada. Antara kembali ke kelas dan membiarkan perutnya kosong hingga jam pulang nanti, atau bergabung bersama duo maniac basket. Dan ketika perutnya berbunyi, Jaemin jelas memilih pilihan kedua. Lagipula, Mark itu kan kekasihnya, sudah sepatutnya ia bersama Mark. Bukan Donghyuck.

"Hyung." Jaemin menempatkan dirinya tepat di samping Mark. "Hai Donghyuck!" Sedikit berbasa-basi dan tersenyum canggung pada Donghyuck. Jaemin menatap Mark saat pria itu mengusak rambutnya.

"Ayo pesan, kau belum makan kan?"

Jaemin melempar pandangannya pada piring-piring kosong di atas meja. Secara refleks menggigit bibir bawahnya. Bukankah itu artinya, Mark dan Donghyuck sudah semenjak tadi makan bersama? Lantas, kenapa Mark baru menghubunginya lima menit yang lalu?

Jaemin menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menyunggingkan senyum terpaksanya. "Hyung, bisa belikan aku makanan? Aku lemas sekali karena harus berlari kesini."

Mark mengangguk lantas segera beranjak.

Sepeninggal Mark, Jaemin dan Donghyuck terkukung dalam kesunyian. Jaemin sering mendengar bahwa Donghyuck adalah pribadi yang hangat dan selalu dapat membuat orang nyaman untuk berteman dengannya. Namun, sejauh ini jaemin tidak pernah merasakan sikap hangat dan bersahabat dari Donghyuck. Seringkali mereka terjebak dalam kesunyian tak berujung. Dan salah satu dari mereka akan melarikan diri pada ponselnya demi menghindari pembicaraan.

Jaemin jadi merasa salah langkah. Lebih baik ia memesan sendiri makanannya dari pada terkurung bersama Donghyuck dalam keadaan seperti ini. Akan tetapi, membiarkan Donghyuck dan Mark berduaan lebih lama membuat perasaannya semakin tidak nyaman.

Jaemin tersenyum saat Mark membawa nampan berisi makanannya. Ia bergumam terima kasih sebelum menyantap makanannya.

"Makan yang banyak. Kau terlihat semakin kurus."

Jaemin menyantap makanannya hingga pipinya menggembung lucu. Membuat Mark terkekeh dan mengusap rambutnya pelan. Jaemin tidak tahu sejak kapan Mark dan Donghyuck mulai kembali larut dalam pembicaraan mereka. Ia bahkan tidak dapat masuk dalam percakapan mereka karena tidak begitu paham tentang apa yang mereka bicarakan. Apalagi jika bukan tentang basket. Perut Jaemin tiba-tiba saja terasa penuh, padahal ia belum separuh memakan makanannya.

. . .

"Maaf aku lupa memberitahu mu kalau hari ini aku harus latihan gabungan di sekolah lain."

Dua meter di belakang Mark, Jaemin dapat melihat siluet Donghyuck. Sepertinya, Mark akan berangkat bersama Donghyuck. Jaemin juga melihat beberapa anggota club Basket yang lain sudah bersiap berboncengan satu sama lain. Hanya Donghyuck yang belum mendapat pasangan. Tidak-tidak, bukan pasangan yang seperti itu.

"Mark Hyung kita bisa terlambat!"

Itu suara Donghyuck. Baik Mark maupun Jaemin sama-sama menolehkan kepalanya. Mark mengangguk ke arah Donghyuck. "Hati-hati, oke? Aku akan menelpon jika sudah sampai rumah."

Jaemin segera menahan lengan Mark saat pria itu akan beranjak meninggalkannya. 'Hyung, tidak bisakah jika Donghyuck bersama yang lain?" Jaemin mencicit pelan. Pandangannya begitu berharap pada Mark.

Mark tertawa pelan dan menangkup pipi Jaemin. "Apa kau sedang cemburu?"

Jaemin menepis kedua tangan Mark. "Lupakan saja!" Jaemin segera berbalik dan meninggalkan Mark. Apakah merasa cemburu itu adalah sesuatu yang lucu, hingga Mark menertawakannya? Beberapa detik kemudian, ia dapat mendengar suara motor Mark. Jaemin kembali berbalik, ia tak dapat mengelak saat pemandangan Donghyuck memeluk Mark dengan erat melintas di hadapannya.

Dadanya terasa sesak. Mark bahkan tidak berusaha meredakan kecemburuannya dan malah pergi begitu saja.

"Nana, kau belum pulang?"

Jaemin segera mengusap air mata yang sempat menetes di pipinya. Ia menoleh dan mendapati Jeno berdiri di belakangnya. "Yak! Kau mengagetkanku!" refleksnya bertindak lebih cepat dengan memukul bahu Jeno. Membuat Jeno mengaduh pelan.

Jeno segera melingkarkan tangannya di bahu Jaemin. "Nana, aku membutuhkan bantuanmu."

Jaemin membiarkan saja tangan Jeno bertengger indah di bahunya. Rasanya sudah lama mereka tidak sedekat ini. "Aku?"

Jeno mengangguk. "Ibuku ulang tahun besok. Aku belum menemukan sesuatu yang tepat untuk di berikan padanya."

"Ya Tuhan! Bagaimana bisa aku melupakan ulang tahun Bibi!" Jaemin memekik kuat hingga Jeno mentutup kedua telinganya. Bermaksud menggoda. "Baiklah, sekalian aku juga ingin membelikan sesuatu untuk Bibi."

. . .

Jeno tidak pernah berpikir untuk jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Ia tidak pernah memandang Jaemin dengan cara yang spesial. Ia juga tidak pernah merasa marah atau cemburu saat Jaemin mengatakan jika ia sudah memiliki kekasih. Lalu, ketika Jaemin mulai memberikan batas di antara persahabatan mereka, Jeno mulai merasakan kehilangan. Ia masih dapat bertemu dan banyak berbincang dengan Jaemin di Sekolah. Namun, ada sesuatu yang hilang dari hatinya ketika Jaemin begitu berhati-hati saat bersamanya. Ketika Jaemin menolak skinship yang dirasanya cukup berlebihan. Padahal dulu mereka sering melakukannya. Seperti saling mengusap, saling berpegangan atau saling merangkul.

Jeno mengerti, Jaemin begitu menjaga perasaan Mark. Dan hari ini, Jeno tidak dapat menahan dirinya untuk kembali merajut tali persahabatannya dengan Jaemin. Ia melihatnya, bagaimana ketika Jaemin berusaha menjaga perasaan Mark. Akan tetapi, pria itu seolah tidak peduli dengan perasaan Jaemin. Ia melihatnya, bagaimana ketika Jaemin mencicit penuh harap agar Mark tidak bersama Donghyuck.

Jeno tidak lagi peduli. Selama ini ia hanya diam menyaksikan hubungan percintaan sahabatnya itu. Sejujurnya, bukan kali ini saja ia mendapati Mark yang begitu acuh terhadap Jaemin. Sering kali, ia mendapati Mark lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Donghyuck ataupun anggota club Basket yang lain.

Pernah sekali Jeno memergoki Jaemin, yang terduduk sendirian di koridor Sekolah. Sementara Mark duduk melingkar tertawa-tawa bahagia bersama anggota lain, tak jauh dari tempat Jaemin berada. Jaemin hanya menunduk mengayunkan kakinya membunuh rasa bosan.

Esoknya, Jeno mendapati Jaemin yang tertidur di dalam kelas saat pelajaran Bahasa Inggris. Beruntung, Pak Lee saat itu hanya memberikan tugas sehingga Jaemin terbebas dari omelan Pak Lee. Begitu Jaemin terbangun, Jeno tidak lagi dapat menahan rasa penasarannya.

"Kami baru pulang dari Sekolah pukul 8 malam. Setelah itu, kami mencari makan dan baru sampai rumah pukul setengah 10. Lalu aku tidak tidur karena mengerjakan tugas kliping dari Pak Kang dan pak Kim. Untung saja saat menunggu Mark Hyung aku sempat mengerjakan tugas matematika."

Jeno begitu merutuki kebodohan Jaemin kala itu. Namun, itu bukan sepenuhnya salah Jaemin, Jeno paham sekali karena itu satu bulan jaemin dan Mark berpacaran. Jaemin pasti masih merasa ragu untuk meminta ini itu. Mark saja yang kelewat tidak peka.

Dan kali ini tekad Jeno begitu kuat. ia tidak ingin lagi, melihat Jaemin yang terbodohi oleh cintanya untuk Mark. Jeno bertekad untuk merebut kembali Jaemin ke sisinya. Jaemin layak mendapatkan perlakuan yang lebih baik.

To Be Continue

I dunno kenapa bikin beginian. Ini terlintas saat saya mau tidur siang. Sayang aja kalo gak dibikin Haha. Dan saya gak paham, kenapa karakter Jaemin kayanya ena buat dibikin tersakiti kaya begini /dor

Maaf saya belum sempet melanjutkan Hidden Feeling, saya kehilangan arah /flip table. Tapi saya akan coba untuk membangun kembali romansa saya dengan Hidden Feeling.

Terima kasih untuk semua yang sudah review, favorite dan follow di FF lain. Kalian luar biasa~~

See ya on the next chapter