Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
[summer, summer!]
Seperti biasa, cuaca terasa begitu panas—menyengat, membuat siapa saja memilih untuk berdiam diri di rumah daripada keluar tak tentu arah (tentu saja, buat apa?). Janji pertemuan antar kawan semasa sekolah terasa berat untuk dilakukan, seakan kedua kaki terpaku di sofa, ditemani televisi dan sekotak es krim vanila. Malas. Kuroko mau duduk-duduk saja, menonton drama tidak jelas.
Tapi yang demikian itu tak mampu dilakukannya. Sebab, ponsel tak henti menyala-redup, panggilan masuk, pesan singkat, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kontak. Momoi mengancam akan menciumnya kalau ia tidak datang. Kurang ajar sekali. Lihat, pipi siapa yang kini merona tatkala membaca pesan ancaman aneh dan tak masuk akal itu. Ah. Menyebalkan. Musim panas adalah musim bermalas-malasan. Tidak perlu keluar rumah, tidak perlu liburan, tidak perlu, tidak perlu! Ia cuma butuh waktu untuk duduk manis, bermanja-manja (atau memanjakan diri?), dan novel baru. Itulah musim panas ideal. Tentu saja, baginya.
"Yo, Tetsu."
Aha, sekarang tidak hanya ponsel yang menghalanginya untuk bersantai, tapi juga seorang tamu. Siapa lagi kalau bukan Aomine Daiki, si jangkung hitam yang sering dikira pimpinan yakuza (padahal hanya lelaki biasa, hobinya main basket dan kini statusnya cuma pegawai di perusahaan kecil dengan gaji yang juga kecil). Rasanya semakin ingin bergelung sendiri, menyatu bersama sofa, tak dapat terpisahkan seperti kulit dan daging—seperti Aomine dan senyum menyebalkannya. Senyum mesum. Dasar hentai.
"Seharusnya kau memencet bel pintu dulu, Aomine-kun."
"Dengan begitu kau bisa bersembunyi saat aku masuk, begitu?"
Kok tahu.
"Sudah, jangan membuat orang lain menunggu. Aku tidak mau Momoi menciummu."
"Cemburu."
"Iya. Makanya aku cepat-cepat kemari. Perempuan selalu begitu, menyebalkan, bikin repot. Harusnya kalau bikin ancaman dipikir-pikir dulu. Midorima sampai tersendak mendengarnya."
Aih. Jujur sekali. Pipinya jadi lebih merona, lebih, lebih merah. Seperti tomat rebus.
"Sepertinya kau senang sekali mau dicium Momoi."
"Tidak."
"Kalau begitu, ayo."
"Mm-hmm."
Aomine menaikkan sebelah alis. "Kau mau aku cium ya?"
Memangnya kau tidak mau menciumku ya.
Kuroko menggeleng. Ia lantas berdiri, melangkah menuju lemari pendingin—menyimpan sisa es krim vanila. Aomine duduk mengangkang di sofa, memindahkan saluran televisi ke acara kartun anak spons berbulu—atau berlubang? Berbulu dan berlubang. Ia memperhatikan sekilas. Muka lelaki itu tetap datar, seperti aspal hitam arang. Oh, Aomine juga hitam. Kebetulan. Hmm. Ia mengganti pakaian, atasan kaos V-neck longgar berwarna putih dengan celana pendek motif loreng. Ditambah topi anti-matahari.
"Kau seperti bocah mau kemping."
Komentar pedas Aomine membuatnya kembali masuk ke kamar, mengganti pakaian lagi. Kali ini kaos biasa bergambar anjing pomeranian dan celana pendek berwarna coklat tanpa motif. Topi anti-matahari tetap bertengger cantik di atas kepala. Alis Aomine berkedut.
"Y-Ya, sudahlah. Ayo."
Yang membuat Kuroko seperti bocah mau kemping sebetulnya akibat si topi anti-matahari. Aomine tidak bilang. Soalnya lucu.
"Sepertinya aku memang tidak salah."
Giliran alis Kuroko yang terangkat sebelah.
"Kau memang mau aku cium ya."[]
12:34 AM – 5 January 2017
thanks for reading! review, maybe? c:
