copyright © crownacre, 2016
proudly present
CHIVALRY IS DEAD
Just cause I'm a gentleman,
don't mean I ain't taking you to bed
Cast
Min Yoongi, Jeon Jungkook (Main)
Kim Seokjin, Kim Namjoon, Jung Hoseok, Park Jimin, KimTaehyung (Slight)
Pairing
JungkookxYoongi
Genre
Romance, lil bit drama, lil bit humor (maybe)
Rate
T to M
Summary
Jeon Jungkook hanya mahasiswa baru sungguh sialan yang sebenarnya berada dalam posisi harus diabaikan jika saja Yoongi tidak ingat sikap kurang adat di balik senyuman lugunya yang membuatnya meradang hingga sumsum tulang belakang.
Min Yoongi hanya ketua senat mahasiswa galak yang sebenarnya berada dalam posisi mengerikan jika saja Jungkook tidak ingat pernah membuat kakak tingkatnya itu merona habis hingga telinganya yang putih.
[[ WARNING ]]
Mengandung ucapan kasar, tindakan yang tidak pantas ditiru, dirty talk, dan mungkin hal berbahaya untuk dibaca. Jangan dibaca kalau tidak sanggup atau tidak suka, segera tinggalkan page tanpa tinggalkan komentar tidak menyenangkan setelah membacanya jika Anda tidak suka dengan alur yang saya angkat.
You've been warned!
Prologue
Suasana lapangan di siang yang panas kali ini terasa menegangkan. Seorang ketua senat sedang turun ke lapangan dan meneliti kegiatan berjalannya masa orientasi di hari ke dua ini jadi terasa menakutkan karena setelah beberapa anak bercanda sang ketua berteriak nyaring sambil menunjuk dua orang itu. Semua bergidik, wajah manis itu ternyata menyembunyikan sikap sungguhan menyeramkan seperti serigala berbulu domba—bukan dalam makna kiasan tapi memang nyatanya seperti itu.
Namanya Min Yoongi, orangnya tidak memiliki tinggi berarti dengan kulit putih pucat dan mata sendu. Senyumannya terkenal manis seperti gula namun matanya tajam seperti pisau. Awalnya semua berpikir sebutan setajam pisau itu karena ia yang punya perlindungan penuh lewat matanya, menghalangi orang-orang mengusiknya terlalu banyak, tapi nyatanya semua karena orang itu memang sangat mengerikan dalam segi apapun. Semua orang mengenalnya berbahaya seperti amanitin dari jamur, juga mengerikan seperti medusa dengan bisa di ujung rambutnya.
"Kalian pikir kalau kalian terus bercanda di kegiatan seperti ini kalian mau jadi apa?!" Suaranya terdengat penuh penekanan dan desisan mengerikan. Semua terdiam, mengulum senyuman karena meski suaranya semenyeramkan gelegar petir, wajahnya dengan kerutan tidak suka tetap terlihat menggemaskan. "Ini Konkun University, salah satu universitas terbaik di Korea Selatan. Kalau kalian mentalnya rusak begitu, apa kata orang nanti setelah tahu lulusan Konkuk bersikap buruk?"
Seseorang menepuk bahu Yoongi, yang ditepuk pun menoleh dengan desisan kata apa yang mengerikan. Orang itu tersenyum canggung, "sudahlah, mereka berdua yang tadi kau marahi memang suka bercanda, aku sudah hapal dengan mereka."
"Harusnya kau melapor padaku, Namjoon!" Suara itu meninggi, ia menatap yang beberapa senti lebih banyak panjang tubuhnya tetapan berbahaya. Ia lalu menoleh pada para mahasiswa baru yang terlihat menahan gerakan karena sempat salah satu dari mereka mendapat pukulan menyakitkan dari sang ketua senat. "Aku pergi, tetep jaga sikap! Terutama kalian, dua makhluk berisik di ujung sana."
Semua ramai-ramai menghela napas setelah Yoongi menghilang di belokan gedung, pergi menuju ruang senat yang menjadi tempatnya berdiam diri.
Namjoon yang memang menjadi pengurus mahasiswa baru kali ini menepuk tangannya untuk kembali membuat semuanya tertib, ia berdiri di paling depan dan menyiapkan barisan yang sempat bubar karena pasukannya yang sibuk mengeluh. "Sekarang kalian boleh istirahat, jangan ulangi lagi atau kalian akan berdiri lebih lama di sini dengan Yoongi sebagai yang mengawasi. Mengerti?"
"Siap, mengerti!" Jawaban kompak dari semua yang berbaris membuat Namjoon tersenyum senang dan setelah itu membubarkan pasukan.
"Min Yoongi beraksi lagi, hm?" Semua menggoda Yoongi yang baru saja masuk ke dalam ruang senat, beberapa tertawa riang melihat delikan tajam dari yang baru masuk.
"Namjoon mengatakan semuanya ribut, jadi aku pikir aku perlu membantunya," jawab Yoongi santai dan mengambil tempat botol baru berisi air mineral untuk ia minum. "Lagipula lama aku tidak turun langsung, 'kan?"
Seokjin yang ada di sebelah Yoongi tertawa kecil, "aku yakin anak-anak nakal itu sekarang sudah takut setengah mati padamu!"
"Mereka tidak seharusnya takut, mereka harusnya jadi lebih menghargaiku."
Hoseok yang ada di ujung menggerakkan tangannya dan menggeleng tidak setuju. "Mana mungkin hanya menghormatimu? Kau yang berteriak itu mengerikan!"
Botol air mineral yang ada di tangan Yoongi kini mendarat pada kepala Hoseok. "Sialan kau!"
Semua tertawa melihat Hoseok yang merengut sambil mengelus kepalanya yang menjadi korban kekerasan; menahan sakit.
Esoknya Yoongi terbangun di hari Minggu yang cerah dengan senyuman merekah, ia meregangkan ototnya yang terasa pegal-pegal karena terpaksa lembur bersama anggota inti dewan senat untuk mengerjakan laporan bulanan yang kemarin hilang karena flash disk sang sekretaris utama dirusakkan oleh Namjoon, ditambah laporan orientasi yang memang harus dibuat tiap hari setelah orientasi berlangsung.
Yoongi melongok lewat jendela kamarnya, melihat ke apartemen di samping kamarnya dan mencari seseorang yang ia kenali tubuhnya. Kegiatan yang akhir-akhir ini jadi hal rutin yang ia pikir perlu dilakukan. Ia mendesah kecewa saat tidak mendapati sosok itu untuk kesekian kalinya seperti pertama apartemen itu diisi orang, mendengus merasa kurang beruntung untuk kesekian kalinya.
"Bukan masalah, Yoongi, kau akan segera melihatnya lagi," ia menggumam sambil meloncat dari kasurnya. Setelah itu berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berpikir jika ia ke luar dari apartemen untuk sekedar berjalan-jalan ia bisa bertemu tetangga barunya yang membuatnya penasaran setengah mati.
Saat selesai memilih pakaian yang sekiranya terlihat manis, ia pun melangkah ke luar dari apartemennya. Sekali lagi ia melongok melihat ke arah tetangga barunya, berpikir mungkin secara tidak sengaja mereka keluar dalam waktu bersamaan. Sayangnya ia harus menelan lagi rasa kecewa karena pintu apartemen itu masih tertutup rapat, seperti pintu-pintu yang lain.
"Mungkin nanti," ia bergumam lagi, berharap banyak pada waktu yang kira-kira bisa membantunya untuk bertemu dengan sosok itu.
Ia membawa langkahnya ke luar dari apartemen, mengunci pintu dan setelah itu melangkah turun untuk berjalan-jalan di taman apartemennya. Ia berlari-lari kecil sambil menyenandungkan beberapa lirik lagu yang terlintas di otaknya yang akhir-akhir ini sering ia dengarkan, sesekali juga menyapa tetangganya yang ia kenal dengan memanggil mereka atau sekedar tersenyum dan membungkukkan sedikit badan.
"Oh, Yoongi–hyung!" seseorang yang ia kenal bernama Jimin dari universitas yang sama dengannya berlari menghampirinya, ia tersenyum riang dengan mata berbinar lucu. "Selamat pagi Yoongi–hyung! Senang melihatmu di pagi yang cerah ini. Tumben sekali aku bisa melihatmu berjalan-jalan."
Yoongi terkekeh kecil, ia lalu mengangguk. "Aku sedang tidak sibuk dengan urusan senat, jadi selagi free aku mau menikmati udara segar dengan pemandangan menyegarkan."
"Geurae! Kau harusnya melihat pemandangan seindah langit atau sesegar pepohonan, bukan kertas atau orang yang itu-itu saja di ruang senat. Benar 'kan?"
"Benar," mereka berdua tertawa. "Aku sampai muak dengan wajah kusut Namjoon atau suara berisik Seokjin yang bernyanyi tiap ia bosan."
Jimin tersenyum riang, ia lalu mengedarkan pandangannya untuk mencari bangku yang kosong supaya bisa duduk dan mengobrol. "Oh, hyung, itu ada bangku kosong. Ayo temani aku ke sana dan menunggu adik kelasku yang baru pindah ke sini!"
Yoongi menurut saja saat tangan dibawa menuju bangku yang kosong, mereka mengobrol banyak sambil tertawa-tawa. Jimin memang salah satu orang yang asik untuk diajak berbincang meski mereka memiliki kepribadian yang bertentangan. Jimin pintar mencari topik sedangan Yoongi pintar mengembangkannya, jadi tidak ada topik yang akan berakhir cepat jika sudah berbicara satu sama lain.
"Jimin–hyung!" Suara seseorang dari kejauhan membuat yang dipanggil namanya dan yang tengah mengobrol dengan yang dipanggil menoleh, mendapati seseorang dengan senyuman riang dan mata berbinar manis membuat aura lugu yang ketara.
Jimin sendiri tersenyum sumringah setelah itu, ia melambai dan menyuruh orang itu datang. "Kemari, Jungkook-ah!"
Yang bernama Jungkook itu melangkah riang seperti kelinci yang melompat-lompat lucu, wajahnya berbinar seperti cahaya lampu taman di malam hari. Ia lalu memeluk tubuh Jimin erat untuk beberapa saat dan setelah itu melepasnya begitu mengingat ada orang lain.
"Teman Jimin–hyung, ya?" Jungkook bertanya sambil tetap mempertahankan senyumnya, ia menatap Yoongi yang terlihat terpaku memperhatikannya. "Halo?"
"Yoongi–hyung!" Jimin memanggil kakak tingkatnya yang melamun tiba-tiba sambil menyenggol lengannya. Saat Yoongi tersadar dan mengerjap, Jimin terkekeh. "Ada apa hyung? Kenapa melamun?"
"Ah—," Yoongi menggatuk tengkuknya gugup, ia berdahem sebentar untuk menetralkan suaranya. "Bukan apa–apa. Ini orang yang kau tunggu, Jimin-ah?"
"Baiklah kalau tidak apa-apa," senyuman tipis menghiasi wajah Jimin. "Ini Jungkook, hyung. Dia adik kelasku di sekolah menengah atas dan sekarang menjadi adik tingkatku di Konkuh. Dia mahasiswa baru, hyung."
"Mahasiswa baru?" Suara Yoongi sedikit meninggi, ia menatap tidak percaya sosok di sebelah Jimin. "Oh—kau pasti mengenalku, 'kan?"
Yang ditatap Yoongi itu tertawa kemudian mengangguk jujur. "Sangat! Kau yang meneriaki kami di lapangan saat salah satu dari kami berisik atau bercanda. Senang mengenalmu, sunbae. Semoga hubungan kita berjalan dengan baik."
Jimin tertawa mendengar pengakuan jujur Jungkook, "aku juga korban teriakannya waktu itu, Kook-ah. Tapi tenang saja, Yoongi–hyung yang sebenarnya tidak sekejam itu kok."
Jungkook tertawa, manis namun begitu tampan di saat yang bersamaan. "Wajahnya saja manis, aku yakin dia sebenarnya tidak bisa berteriak seperti tadi kecuali tuntutan peran."
"Hey!" Yoongi menatap tidak suka dua orang yang lebih muda darinya, memberi delikan mengancam yang siap membunuh mereka berdua jika tidak menarik kembali ucapannya. "Jaga mulut kalian bocah sialan, bagaimanapun itu aku punya hubungan baik dengan hampir semua rektor. Kalian mau nilai kalian terancam buruk?"
"Wow—," Jungkook tergagap, ia mengerjap sebentar lalu tersenyum canggung. "Ternyata memang galak," bisiknya pada Jimin. Ia membungkukkan badan sebentar dan lalu tersenyum tipis, "maaf sunbae-nim, aku hanya bercanda."
Yoongi membuang muka dan setelah itu melirik Jimin sebentar, "aku rasa aku harus ke mini–market di sana. Ada beberapa hal yang ingin kulkasku makan, jadi aku harus mengisinya hingga penuh. Sampai jumpa lain kali, dah, Jimin-ah!" Ia berlalu sambil melambai pada sosok Jimin; hanya Jimin karena matanya tidak melirik sedikitpun pada Jungkook.
Setelah Yoongi pergi, Jimin tertawa sambil menepuk bahu Jungkook. "Yang kuat ya, Kook-ah. Dia memang suka jual mahal, kau harus bersabar menghadapinya."
.
Tidak ada yang tahu bahwa Min Yoongi sekarang telah melonjak sana–sini seperti orang gila sambil menggerutu lucu dengan wajah mengkerut. Ia baru saja menyadari dan benar-benar menyakini bahwa sosok bernama Jeon Jungkook yang tadi ia temui adalah tetangganya yang tidak sengaja ia lihat lekuk tubuhnya. Bukan, bukan itu masalah Yoongi, tapi Jungkook yang ternyata adik kelasnya adalah masalah terbesar karena ia salah satu korban amukannya di masa orientasi. Mana sudi Yoongi menunjukkan sisi jatuh cinta atau bahkan secara gamblang mendekati sosok itu? Tidak akan! Yoongi masih cukup waras untuk tidak menyerahkan diri begitu saja pada Jeon Jungkook yang ternyata adik tingkatnya.
"Aku harus apa kalau begini?" Yoongi mendengus, badannya ia jatuhkan ke kasur dan matanya menerawang menatapi langit-lagit kamarnya yang berwarna putih. Kepalanya memikirkan bagaimana caranya untuk mengenyahkan sosok Jeon Jungkook dan sialnya otaknya justru memutar kembali bagaimana sosok itu bersantai di balkon kamarnya tanpa malu-malu tidak menggunakan pakaian. Sekarang ia meroba hingga pipinya terasa terbakar. "Tetangga sialan!"
Yoongi memang memegang teguh prinsip menjadi sosok kaku yang kuat tanpa cela sedikitpun di kampusnya. Muak dengan semua orang yang memberi tatapan gemas dan senyuman lapar pada dirinya tiap ia lewat, merasa dirinya harus dihargai seperti orang yang bergidik melihat Kim Namjoon—sahabatnya yang sejak masa high school menjadi sosok menakutkan. Jadi karena dikaruniai wajah manis, ia memilih jalan menjadi seseorang berkuasa seperti diktaktor namun bijaksana—hanya mengambil sisi di mana posisi memimpinnya adalah mutlak. Tentu saja mencoba membiarkan dirinya jatuh pada Jeon Jungkook bukan sebuah ide baik. Tidak ada dalam kamusnya memperlihatkan sisi jatuh cinta pada orang di kampus, apalagi adik kelas yang menjadi korbannya. Tidak mungkin dan tidak akan pernah!
Jungkook sendiri yang berada di sisi lain kini sibuk memandangi bintang di luar lewat jendela kamarnya, memperhatikan taburan cahaya yang menggantung indah di langit gelap. Sesekali ia bersenandung sambil melirik–lirik balkon apartemen sebelahnya yang bisa ia lihat samar-samar dari jendela. Ia menghela napas tiap pintu balkon itu tetap tertutup rapat, padahal ia berharap banyak tetangga di sebelah kanannya itu mau ke luar untuk sekedar melongok langit malam dan membuat matanya segar kembali.
Ia baru saja menyadari bahwa sunbae manis di kampus yang ia perhatikan sejak lama adalah tetangganya, menyalahkan diri sendiri setelah itu karena tidak mau mendengarkan ibunya yang mengatakan ia perlu berkenalan dengan tetangga baru jika baru saja pindah sejak jauh hari. Menyesal tidak mencoba keluar dari kamar lebih sering dan melongok ke apartemen sebelahnya yang mungkin saja si manis Yoongi akan keluar dengan wajah setengah mengantuk atau baru saja selesai mandi—itu pasti akan sangat menggemaskan!
"Oh astaga keluarlah barang sedetik saja, apa itu sulit?!" Jungkook berteriak frustasi, mengacak rambutnya gemas karena orang yang ia tunggu sejak tadi tidak juga membawa tubuhnya yang mungkin sudah berbalut piama tidur untuk diperlihatkan cuma-cuma padanya. Masih setengah sembilan, seharusnya orang sepekerja keras Min Yoongi belum tidur dan masih berkutat dengan hal-hal penting, Jungkook jadi penasaran dan ingin meloncat ke apartemen sebelahnya untuk sekedar mengetahui apa yang orang itu lakukan di dalam sana. Ia bisa gila kalau hanya bisa melongok ke arah pintu yang tertutup; bahkan tidak memperlihatkan isinya sedikit pun.
—kkeut.
Gimana? Prolognya sedikit bikin kepo engga nih? Aku tunggu tanggapan memuaskan yang nanti bisa aku pertimbangin buat lanjutin ini setelah selesaiin fiksi aku yg He Changed My World.
Mungkin ini mau aku buat chaptered pendek, sekitar 3 sampe 5 aja sih biar engga terlalu jenuh juga bacanya. Banyak-banyaknya ya sekitar 7 chapter mungkin.
Aku ambil KookGa karena aku pikir Jungkook lebih pantes punya image adik kelas ga sopan ke kakak kelas yang galak daripada Jimin yang keliatannya punya jiwa treat you well daripada act rude gitu hahahaha.
Jadi mungkin kalian bisa meninggalkan sesuatu berarti macam dukungan di kotak review-ku? Thanks!
