Kuroko no Basuke Tadatoshi Fujimaki
Warning:
AU, Vamp!Fic, OC, OOC, Typo(s), Straight, GaJe, etc.
Akashi x OC
.
.
.
"Sei-kun~!" Seorang gadis kecil bersurai merah berseru memanggil nama depan seorang anak lelaki dengan warna surai yang sama. Rambut panjangnya bergoyang mengikuti sang empunya yang berlari ke sana kemari. Gadis itu sedang berusaha mengejar kupu-kupu yang barusan hinggap di kepala merahnya.
Anak lelaki yang dipanggil kemudian menatap sang ibu yang berdiri di sebelahnya —yang menggenggam tangannya dengan lembut. Sang ibu kemudian mengangguk disertai senyuman yang terulas di wajah cantiknya.
Anak lelaki itu beranjak dari tempatnya, bermaksud menghampiri si gadis kecil. Namun, gadis kecil tadi berlari menghampiri anak lelaki itu terlebih dahulu dengan tawa disela napasnya yang terengah.
"Sei-kun!" Dia menyodorkan setangkai bunga putih yang menyerupai kapas. Ah, bukankah itu dandelion? Si anak lelaki tersenyum tipis, dia tahu, tentu saja. Ini halaman belakang rumahnya dan sang ibu pernah memberi tahunya perihal bunga itu.
"Aku tidak berhasil menangkap kupu-kupunya, tapi aku menemukan ini!" seru gadis itu riang. Bibir mungilnya melengkung, membentuk sebuah senyuman.
Si anak lelaki mengangkat tangan kecilnya untuk mengambil bunga itu. Tetapi, sebelum jemarinya berhasil menyentuh bunga itu, hembusan angin sudah lebih dulu menerbangkan kelopak ringannya.
"…" Keheningan datang untuk beberapa saat.
"Maaf… bunganya juga terbang," lirih gadis dengan iris hijau itu. Kekecewaan tampak jelas di matanya, membuat si anak lelaki bingung harus berkata apa.
Iris merah anak lelaki itu melirik ke sana kemari, berusaha menemukan sesuatu yang bisa menghilangkan kekecewaan si gadis bersurai merah.
Merah?
Pandangan matanya berhenti pada sekumpulan mawar yang selalu dirawat oleh ibunya. Mawar dengan kelopak berwarna merah, persis seperti rambut gadis kecil yang berdiri di depannya.
"Ah, aku punya sesuatu yang lebih bagus," ujarnya sambil menatap iris hijau milik si gadis kecil sebelum mengalihkan pandangannya pada mawar yang tumbuh beberapa langkah di belakang gadis kecil itu berdiri. Yang menjadi fokus si anak lelaki kali ini adalah daunnya yang sewarna dengan iris si gadis kecil.
"Uh?" Gadis kecil itu mengedipkan kedua matanya. Ia kemudian memutar tubuhnya saat jari si anak lelaki menunjuk sesuatu di belakangnya.
Mata gadis kecil itu berkedip.
"Aku tidak suka," ucapnya tiba-tiba.
Dia memperlihatkan jari telunjuknya yang tergores. Sebelum menemukan dandelion tadi, dia menemukan mawar itu terlebih dahulu. Mawar itu memang indah, tapi durinya membuat si gadis kecil terluka. Walaupun tidak begitu sakit, tetap saja dia tidak suka. "Bunga itu jahat," lanjutnya sambil menggembungkan pipi dengan sebal.
"Aku rasa bukan jahat," gumam si anak lelaki.
"—?"
"Mawar itu hanya berusaha melindungi dirinya sendiri."
.
.
.
Seorang gadis melenguh pelan ketika seberkas cahaya menerobos matanya yang baru saja terbuka separuh. Ia kembali memejamkan matanya, kemudian mencoba membukanya sekali lagi.
'Yang tadi itu… mimpi?' Walaupun kurang jelas, gadis itu menyadari kalau kini dirinya ada di tempat yang berbeda dengan yang tadi. Kelopak matanya terasa sangat berat, tapi dia ingin bangun. Kerongkongannya terasa kering dan panas. Dia… haus.
Kriet—!
Bersamaan dengan suara pintu yang terbuka, mata gadis itu akhirnya dapat terbuka juga –walau sesekali dia masih berkedip untuk menyesuaikan cahaya yang tertangkap iris hijaunya.
"Kau sudah bangun," sebuah suara menyapa pendengarannya. Suara seorang lelaki.
Gadis beriris hijau itu ingin menoleh untuk sekedar melihat orang yang mengeluarkan suara barusan, tapi tubuhnya terlalu lemas.
Lelaki tadi berjalan menghampirinya. Dia kemudian duduk di pinggir kasur putih tempatnya terbaring.
'Siapa?'
Lelaki itu berambut merah, matanya juga merah. Untuk sesaat pandangan sang gadis terkunci pada mata merah itu.
'Sei… -kun?' Nama itu melintas begitu saja di kepalanya ketika memandang dua iris berwarna merah yang kini tertuju padanya. Mulut gadis itu terbuka. Ia ingin memanggil lelaki beriris merah itu, tapi suaranya tak kunjung keluar.
Menghiraukan itu sang lelaki melonggarkan dasi yang dikenakannya. Beberapa saat kemudian dasi itu terlepas, disusul oleh blazer dan kemeja yang sebelumnya melekat di tubuhnya.
Sang lelaki kemudian meraih tubuh sang gadis pelan, menempatkan kepala gadis itu pada pundak kirinya, lalu berkata, "minumlah."
Sekilas terlihat kilatan di mata hijau sang gadis ketika penciumannya menangkap aroma yang rasanya tak asing lagi.
Lehernya berdenyut panas.
Ah, benar… dia—
Gadis itu kemudian membuka mulutnya perlahan. Sepasang taring muncul dari sana.
—haus.
Dan taring itu menancap, menembus permukaan kulit sang lelaki. Padahal tadi untuk berbicara saja rasanya sulit. Tapi begitu mencium aroma ini, entah kenapa...
"—Kkh," Akashi –lelaki dengan rambut merah itu— memejamkan sebelah matanya karena gadis yang tengah dipeluknya kini menghisap darahnya dengan begitu rakus.
Akashi menyeringai tipis, sangat tipis. "Kau benar-benar haus…"
Tangan kanannya lalu bergerak menggapai helaian merah milik sang gadis, lalu mengelusnya perlahan.
"… Shiina?"
.
.
.
TBC/? ._.)
.
.
.
Ini apaaaaa? Udah pendek, gajelas lagi xD
Setelah nonton Orange Marmalade tiba-tiba pengen bikin beginian ._.
Ng— ._.) review? .w.
