Disclamer © Masashi Kishimoto - Konsep cerita, sepenuhnya milik Sang Author :v
.
WARNING !
TYPO / GAJE / AU / SLIGHTLY OOC / FLUFF
Don't Like, then might as well Don't Read it!
.
.
SIDE EFFECT :
Mampu membuat pembaca sakit perut, terpingkal-pingkal, terdiam di tempat, tersenyum dan tertawa sendiri, pegel linu, nyeri otot, bersin, dan muntaber(?)
.
.
.
AlmaSiMangaka (previously OtakuCrush10) proudly present
OCEAN BLUE
Ketika seseorang berani mencintai..
.
.
.
.
.
.
Mereka bilang, air laut memiliki sejuta makna. Makna yang tersembunyi di kedalaman airnya. Seorang teman pernah berkata, lautan mempunyai banyak ekspresi dan kesan tersendiri. Coba kalian perhatikan saat terjadinya tsunami. Tsunami sendiri merubah suasana yang awalnya tenang dan damai, menjadi kacau dan menakutkan. Dan saat semua itu berakhir, kesedihan pun melanda. Kesedihan akan kehilangan orang-orang yang kau sayangi. Tapi coba lihat sisi positifnya, laut yang jernih membuahkan hasil yang menguntungkan. Seperti para nelayan yang membawa pulang hasil tangkapannya, dan juga menjadi tempat tujuan untuk liburan musim panas. Pasti menginggalkan kesan yang menyenangkan, bukan?
Ya, layaknya lautan, hidup juga menyimpan sejuta makna dan rahasia. Dalam kehidupan, seseorang belajar dari kesalahannya. Belajar menghargai pengorbanan dan selalu menggunakan waktu sebaik mungkin bersama dengan orang-orang tersayang.
Ironisnya, kau tidak pernah menyadari apa yang kau punya sampai kau kehilangan semuanya. Itulah yang kurasakan. Sebagai seorang single parent di abad ke-21 ini.
Meskipun aku seorang pria berkepala tiga yang terbilang cukup sukses dengan karierku, aku tidak bisa mengobati kekosongan yang kurasakan. Tapi aku harus tegar; demi Boruto! Aku harus bisa belajar menghargainya, menyayanginya, memberinya nasihat yang baik layaknya seorang ayah.
Entah berapa lama aku harus menahan semua ini.
Tapi kurasa, satu per satu lubang di hatiku mulai tertutup. Tak kusangka, bahwa gelombang laut yang selama ini kucari, ada padanya..
...
Matahari begitu licik. Sinarnya menyelinap masuk ke dalam kamarku lewat celah-celah jendela. Dasar, siapa yang membiarkan jendela terbuka? Apakah seorang Uzumaki tidak boleh tidur dengan damai? Kau pasti bergurau!
Aku berdecak gusar dan melempar selimut yang membalut tubuhku. Et, tunggu..selimut atau sarung yang sedang kugenggam? Bentuknya sih seperti selimut, namun bermotif bintang-bintang dan terdapat gambar Winnie the Pooh besar di sudut kanannya. Ups, mulut emberku. Ternyata ini adalah bedongan! Kenapa ini bisa nyasar di kamarku?
Aku mematut diriku di depan cermin. Astaga, rambut berantakan bak Frankenstein yang baru saja dibangkitkan. Rambut pirangku bermekaran ke atas. Bahkan masih ada bekas air liur yang menempel di pipiku.
Wajar saja, I'm a boy!
Baiklah, daripada tidak jelas melihat bayangan kusut yang terpantul di cermin, lebih baik aku membersihkan diri dulu sebelum memulai hari. Kuyakin hari ini tidak akan berbeda jauh dengan kemarin.
Toh, hari ini aku masih bisa menghirup udara segar. Aku masih bisa makan apa saja semauku, kapanpun dan dimanapun selama ada driver dan para pelayan yang setia di rumah ini. Aku masih bisa buang gas dimana saja tanpa harus membayar dan lebih baik lagi—tidak ada yang berkomentar.
Setelah bersih-bersih, aku melirik jam dinding yang terpaku di kamarku—dimana lagi kalau bukan di dinding. Masih jam 7.34, setengah jam lagi baru sekolah, pikirku.
Kulangkahkan kaki keluar dari kamarku yang kumuh itu dan mulai memasukan jari kelingking tangan kananku ke dalam lubang kanan hidungku. Berjalan dengan santai. Semauku, karena disini tidak ada yang bisa memerintahkanku.
Aku berhenti.
Menoleh ke arah lukisan besar yang majestik di salah satu sisi koridor rumahku. Gambaran keluargaku. Setidak itu keluargaku yang dulu. Dulu saat kami masih bahagia.
Lukisan itu menggambarkan ayahku, aku, dan ibuku. Ibuku duduk di sebuah kursi dan memangkuku di pahanya, sedangkan ayahku berdiri di belakang ibuku sambil memegang pundaknya.
Ya, dulu memanglah masa-masa yang bahagia. Seandainya waktu bisa diputar kembali, pasti tidak ada yang namanya kesalahan di dunia ini. Semua kehidupan manusia pasti sempurna karena selalu membetulkan kesalahannya yang terjadi di masa lampau. Dan pastinya dunia akan lebih berkembang pesat karena adanya itu. Namun, semuanya terdengar seakan terlalu mudah. Seakan yang dibutuhkan hanyalah jentikkan jari saja. Tidak semudah itu membetulkan masalah. Apalagi masalah yang bersangkutan dengan fatal a.k.a kematian. Itu adalah mayoritas masalah yang paling disesali semua manusia di dunia ini.
Benar?
Aku mengantongkan kedua tanganku di saku celanaku dan berjalan santai menuju ruang keluarga. Ruang keluarga kami memang luas jadi mampu menampung barang-barang yang mungkin menurut kalian hanya bisa ditampung oleh satu rumah sederhana saja. Ada TV plasma, rak-rak buku, play station, papan shogi, piala-piala, foto-foto keluarga, bahkan susunan mainan lego hasil karyaku sewaktu usiaku masih dini.
Kini aku sudah menginjak usia 13 tahun. Kendati terdengar masih muda, Aku sudah bisa berpikir cukup logis. Cukup logis untuk mengetahui bahwa keadaan keluargaku sekarang yang sama sekali berubah drastis dari bayangan keluargaku yang dulu.
.
.
Bel sekolah berbunyi nyaring sekali. Tapi kali ini aku tidak mendengarnya karena sedang memakai headphone. Namun ditengah keasyikanku mengutak-atik handphone, sebuah pesan hologram masuk ke dalam setting handphoneku. Lantas, kubuka dan melihat seseorang yang kukenal muncul dalam tampilan tiga dimensi di hape androidku ini.
"Selamat pagi, Nak."
Aku menghela nafas dan dengan senyuman kecut kubalas, "Met pagi, Yah."
Orang yang berada di layar 3D hp-ku ini langsung membalas senyumanku. "Bagaimana sekolahmu hari ini?" tanyanya.
Aku tertawa dan memutar kedua bola mataku, "Baru saja mulai, Pak Tua. Kami bahkan belum mendapat pembukaan dari Gai-sensei, yang kau-tahu-dengan-pasti berapa lama dia berpidato."
Ayahku tergelak. Ya, Ayahku. Orang yang sedang mengajakku berbicara dengan sebuah hologram canggih ini memanglah sosok ayah yang selama ini menjadi tulang punggung di keluargaku. Sengaja dia menghubungiku, karena mungkin dia tidak sempat menelponku tadi pagi karena terlalu sibuk mengurusi perusahaannya yang sukses itu.
"Oh ya, Boruto?"
Mendengar namaku dipanggil, aku tersentak dan langsung menoleh ke arah hologram. "Ya Yah?"
"Nanti kau akan ke Dojo 'kan? Tidak usah repot-repot panggil supir, nanti ayah akan menjemputmu."
Sontak, mataku terbelalak. Demi apapun, aku lengah dan menjatuhkan handphone secara tidak sengaja. Untung saja hologram-nya masih aktif.
"A-Ayah yakin?" ucapku masih tak percaya.
Hologram memperlihatkan ayahku sedang mengangguk. "Ayah akan menjemputmu jam 3, tunggu di gerbang depan ya." Dan dengan salam penutup itu, Ayahku tersenyum hangat dan menutup hologramnya. Bahkan si pak tua belum mendengarkan jawabanku.
Tapi entah mengapa, hatiku terasa beda. Seperti terasa...nyaman. Dan mungkin, senang. Ah ya sudahlah, yang penting aku benar-benar tak menduga bahwa ayahku—Uzumaki Naruto seorang CEO yang selalu sibuk— menyempatkan diri untuk mengantarkanku les silat di Dojo dekat rumah. Meskipun sepele, aku sangat senang! Hell, siapa yang tidak senang kalau kau akhirnya diperhatikan juga oleh ayahmu?
Aku menyentakkan kedua kakiku bergantian di bawah meja dan meninju udara. Namun secepat mungkin, aku kembali ke posisi awal. Tidak ingin membiarkan teman-temanku melihat sikapku yang aneh tadi. Bisa-bisa hancurlah nama seorang Uzumaki Boruto.
.
.
AC di ruanganku dingin sekali. Apa Nara sengaja menyetel AC sedingin ini? Bisa-bisa aku mati membeku disini. Segera saja, aku bangkit dari singgasanaku dan berjalan keluar ruanganku.
Sepertinya aku harus ke toko obat, batinku. Aku mengusap-usap hidungku yang nampaknya terlihat memerah. Ah, sial! Disaat dimana aku membutuhkan kesehatan, pasti ada saja rintangan. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung mengambil jasku dan berjalan menuju elevator.
Namun, sebelum lift yang kunaiki sempat turun, Shikamaru menghadang pintu lift dengan tangannya.
"Mau kemana, Naruto?"
Aku mengedik, "Keluar gedung sebentar. Bosen di dalem mulu, terus dingin banget AC-nya di ruanganku. Apa kau sengaja menyetelnya sedingin itu?"
Shikamaru menggaruk tengkuknya, "Maaf. Kurasa… aku tidak memperhatikannya tadi,". Mungkin dia tidak menyadarinya, tapi aku bisa melihat dua kantong mata yang bertengger di wajahnya.
Aku menggelengkan kepalaku. "Wajar aja, kau pasti lelah. Mungkin hari ini kau boleh mengambil day-off."
"Serius?!" Shikamaru tersentak mendengarku. Aku mengangguk yakin.
"Lalu, siapa yang akan mengurus pekerjaan itu semua?" Shikamaru melempar ibu jarinya ke arah ruanganku yang transparan karena dibatasi oleh kaca. Kertas-kertas bertumpuk serta map tebal tergeletak di meja kerjaku.
Aku menghela nafas lalu tersenyum kembali. "Tenang, biar aku saja yang mengerjakannya" Aku menunjuk diriku dengan ibu jariku sambil menyungging sebuah cengiran yang sudah menjadi signature-ku.
Shikamaru tersenyum, "Baiklah, aku ambil tawaranmu. Tapi nanti aku akan menghubungimu untuk memastikan keadaan."
Aku mengacungkan ibu jariku.
.
.
Ramai.
Satu kata yang dapat mendeskripsikan keadaan disini. Orang-orang berjalan kesana kemari bak arus yang terombang-ambing.
Aku hanya akan berjalan-jalan sebentar. Mungkin aku bisa menjernihkan pikiranku dengan menghirup udara segar.
Aku mencoba untuk berbaur di tengah keramaian masyarakat kendati jas hitam yang kukenakan. Aku seperti mengikuti kemana arus para pejalan kaki akan membawaku. Namun, langkahku langsung terhenti saat melihat tempat itu, sebuah toko buku.
Aku bisa melihat beberapa buku baru terpampang di etalase. Menunggu untuk dibuka dan ditelusuri makna yang tersembunyi di setiap lembarannya. Kisah-kisah yang menemani jiwa yang kesepian. Kisah-kisah yang seakan membuat seseorang bisa terbang sejauh mungkin. Menjelajahi angkasa biru nan megah. Kisah-kisah yang bisa membuat adrenalin seseorang terpacu dalam sebuah petualangan.
Mataku menangkap sebuah judul yang menurutku sangat menarik.
Ocean Blue.
Sebuah buku ber-genre romance, jika tebakanku benar.
"Nampaknya buku itu menarik perhatianmu ya?"
Aku tersentak. Dari pantulan kaca etalase, seorang gadis, tidak, ralat itu. Seorang wanita. Seorang wanita yang sedang membungkukkan tubuhnya dan kedua tangannya bertumpu pada lutut. Kepalanya sepenuhnya menghadap kedepan, sehingga aku bisa melihat wajahnya dari kaca. Kulitnya putih mulus, dihiasi manik violet di wajahnya. Rambutnya yang berwarna lavender gelap dipotong pendek sebahu, dengan potongan poni yang lurus. Ia memakai cardigan putih dipadu rok tiga perempat berwarna biru dongker.
"Iya." Jawabku sesingkat mungkin. Jika aku terus melanjutkan perkataanku, mungkin aku akan tergagap-gagap karena bingung akan apa yang ingin kukatakan.
Wanita itu menegakkan tubuhnya dan kemudian memancarkan senyuman ambigunya dengan mata lentiknya terpejam. "Namaku Hinata."
Aku langsung membalas senyumannya dengan cengiranku. Dia tampaknya sangat menarik bagiku. Entah mengapa, dia memiliki daya tarik tersendiri. Seakan auranya mencoba untuk menarikku berkenalan dengannya. Menerima uluran tangannya dengan ramah.
"Naruto."
Dan dengan itu, aku tidak pernah menyangka, bahwa dengan perkenalan sesingkat itu, akan mengubah seluruh hidupku dan hidupnya.
.
.
.
.
.
A/N - Yeaaayy! I'M BACK FROM MY LONG HIATUS! ADA YANG RINDU?! Tidak? Oke bye. Hahaha, canda kok. Udah lama banget kayaknya, author nggak on di FFN. Selama ini, author lagi fokus ngembangin kemampuanku menggambar sama menulis. Gimana, apa tulisan author ada perkembangan? Kalo ada, alhamdulillah. Klo ada yang kurang, mohon kritikannya ya. Ini fict romance naruhina pertamaku, jadi...yoroshiku nee~!
However, ada sesuatu yang ingin author kasih tau.
Beberapa projek akan ada yang author hapus, jadi mohon pendapatnya. Oke, niatnya Kon'nichiwa Naruto-sensei! masih ingin author lanjutin. InsyaAllah sabtu depan, Chap 11 udah ada. Nah, untuk Konoha's Light, sayangnya akan author hapus, karena mungkin tidak ada insiprasi lagi /plakk../ Tapi, author udh ada rencana mau bikin fict yang lain.
Untuk HENKO dan Tale of A Gutsy Ninja, author butuh pertimbangan kalian semua. Menurut kalian, mana yang lebih bagus untuk dilanjutin? Vote mungkin(?)
Oke...author bakal ngejelasin sedikit tentang fict ini. Ini adalah seri pertama dari project "CRYPTIC HEART". Nanti ada divisi buat Naruhina, buat Sasusaku, dan juga mungkin random. Pokoknya tunggu aja deh~! Nanti ada seri-seri yang lain. Entah itu Sasusaku atau mungkin CrackPair!
Nihh, biar kalian nggak jengkel, nanti Author bakalan update chap.2 fict ini, jadi tunggu-tunggu ya~! Author mo denger gimana pendapat kalian dulu tentang cerita ini. Memang cerita ini bagaikan FTV yang sudah mainstream, tapi...gak ada salahnya untuk coba menulis 'kan? Meski terkesannya menstrim, tapi ada beda-bedanya gitu deh, jadi gak terlalu sama. /Author mulai melenceng...'/ Maksudnya apa coba...hehehe..
Sekian dari Author - AlmaSiMangaka sign out.
