"Sepertinya, ini alamat yang Tuan cari."

Jungkook menoleh ke arah sopir taksi, lalu kemudian mengalihkan pandangan menatap nomor rumah yang tertempel pada kotak pos di pagar. Nomor 50A. Jungkook melirik argo lalu menyerahkan sejumlah uang.

Dengan langkah panjang-panjang, ia menghampiri pagar besi setinggi dada dan berusaha membuka pintunya. Terkunci. Dengan cepat Jungkook mengedarkan pandangan untuk mencari bel rumah. Setelah ketemu Jungkook segera menekannya dengan ujung jari, lalu menunggu...

Sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan didalam rumah. Jungkook melirik jam tangannya dengan gelisah. Namjoon -bosnya- mengatakan, kliennya akan menemuinya ditempat ini pukul 13.00. Ia hanya terlambat 5 menit. Jungkook memutar tubuhnya dan melangkah ke tepi jalan. Menatap jalan sepi di depan rumah dengan satu tangan dipinggul, ujung sepatu diketuk-ketukkan ke aspal. Desah tak sabar pun keluar dari bibirnya.

Seharusnya ia menduga hal seperti ini akan terjadi, karena kliennya -Irene, adalah seorang artis terkenal yang sangat cantik dan seksi. Seandainya saja suami Irene bukan teman Namjoon, ia tidak akan terburu-buru meninggalkan proyek yang sedang dikerjakannya. Padahal pekerjaannya sudah hampir selesai.

Jungkook lalu mencoba menelpon kliennya. "Halo...?" kening Jungkook berkerut begitu mendengar suara husky dalam dan berat seorang lelaki menyapa. Bukankah menurut bosnya, nomer telepon ini milik Irene? atau mungkin ini nomer manager-nya?

"Selamat sore, Pak. Saya interior designer D'Golden. Saya.."

"Oh, maaf-maaf," potong lelaki itu segera. "Saya mendadak ada urusan penting, jadi agak terlambat meninggalkan kantor. Tapi jangan khawatir, saya sudah di jalan. Kira-kira 15 atau 20 menit lagi saya sampai."

"Baik, Pak. Saya tunggu."

Jungkook mengedarkan pandangan ke sekeliling sesaat, lalu ia memutuskan untuk melihat-lihat bagian luar rumah kliennya. Jungkook menelusuri trotoar, matanya mengamati bentuk geometris bangunan. Rumah bergaya modern minimalis terlihat dinamis, maskulin dengan nuansa alami yang kental, tampak pada penggunaan batu alam hitam dan banyaknya tanaman yang ada pada rumah tersebut. Mau tak mau, tampilan rumah ini membuat Jungkook terkejut. Dari penampilan Irene yang sering dilihatnya di layar kaca, ia selalu menyangka perempuan itu memiliki karakter sangat glamour dan rumah yang disukai pun bergaya Mediterania.

Puas melihat-lihat, Jungkook kembali melirik jamnya. Tak terasa 20 menit sudah berlalu dan belum ada tanda-tanda kehadiran Irene. Jungkook mendengus kesal. Menunggu bukanlah hal favoritnya, kalau saja tak ingat bahwa klien yang satu ini teman baik bosnya, ia pasti sudah meninggalkan tempat ini dan membuat janji temu lain waktu.

Deru mobil yang tertangkap oleh telinganya, membuat Jungkook menoleh. Sebuah Porsche 911 GT 3 Silver mendekat.

Begitu mobil itu berbelok ke jalan masuk rumah dan berhenti, Jungkook menghela napas lega. Akhirnya kliennya datang juga -keningnya berkerut- atau hanya manager-nya? Sepertinya, ia hanya melihat bayangan satu orang di dalam mobil itu.

Jungkook segera menghampiri mobil tersebut. Pintu mobil terbuka dan seorang lelaki berkacamata turun. Langkah kaki Jungkook terhenti seketika. Tubuhnya membeku, dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia menatap lelaki itu dengan mata terbelalak lebar dan mulut setengah terbuka. Tak mungkin! Ini tidak mungkin! Tidak mungkin lelaki itu!

Lelaki itu balas menatap Jungkook dari balik kacamatanya. Matanya nanar. Selama beberapa saat mereka hanya saling memandang, tanpa bisa berkata-kata. Jungkook memejamkan matanya sesaat, berharap bayangan lelaki ini segera menghilang. Berharap semua ini hanya ilusi. Namun, saat ia kembali membuka mata, sosok itu masih ada di hadapannya. Masih menatapnya dengan pandangan kosong. Napasnya tercekat di tenggorok. Tidak! Ini tidak mungkin! Yang berdiri di hadapannya, pasti bukan lelaki itu.

Lelaki dari masa lalunya...