Prologue.

Blitz

.

.

.

Genre :

Romance, Drama, Hurt/Comfort,

Warn :

Messing EYD, typo(s), cerita gaje, OOC, GS, and many imperfections that's you can find from my story.

Rated :

T - M(?)

Cast :

Lu Han

Oh Sehun

Pair :

HunHan

...

..

.

Prolog.

.

.

'Klik'

'Jepret'

'Jepret'

'Klik'

Suara kamera juga suara arahan dari sang fotografer terdengar bersahutan dari dalam sebuah ruangan. Terlihat dibalik gemerlapanya lampu dan silaunya cahaya blitz yang nampak berkilauan terdapat sesosok indah yang dengan anggun bergerak mengikuti ritme dari instruksi yang diberikan kepadanya.

Sosok itu begitu indah, memukau dan tak terbantahkan. Ia begitu sempurna dengan paras dewi miliknya juga lekuk tubuh indahnya. Ia indah dengan kilauan permata sewarna madu yang menyorot dingin, ia indah dengan dagu terangkat angkuh menatap bulatan lensa yang memerangkap bayangnya. Pahatan sempurna dengan hidung bangir yang apik terukir indah di wajahnya, pahatan sempurna dengan bibir ranum yang kontras dengan kulit pualam miliknya. Lekuk sempurnanya begitu indah di balut hamparan hitam yang melilit tubuhnya.

Sosok itu sempurna, dalam buaian harmoni hitam yang memikat. Kulit putihnya begitu kontras dengan kelam pekat busana yang dikenakannya. Sosoknya nampak bersinar tertempa cahaya lampu yang menyorot panas. Indah tubuhnya semakin memukau dalam balutan gaun bersiluet I dengan belahan dada yang rendah membentuk garis V. Punggungnya terekspos dengan jelas, gaun itu dengan indah menjuntai ke bawah dengan belahan tinggi pada pahanya yang menampilkan kaki jenjang putih miliknya.

'Klik'

'Jepret'

Sang fotografer kembali menangkap bayangnya. Beberapa kali tubuh fotografer itu berpindah tempat dan berganti posisi untuk menemukan titik angle yang tepat. Setelah beberapa kali memotret bayangan sosok wanita di hadapannya dan merasa sudah memiliki cukup potret yang memang pas, maka ia pun beranjak.

"Okey, stop!"

Suara instruksi kembali menggema dalam ruangan itu. Wanita itu pun dengan anggun melangkah meninggalkan tempat ia berpijak yang terasa panas dengan lighting yang menyorot tajam. Dagu miliknya terangkat angkuh, ia berjalan dengan aura pekat yang mengelilinginya. Bibir sewarna darah miliknya hanya terkatup pada satu garis lurus.

Ia terus berjalan tanpa memperdulikan seseorang yang berlari tergopoh - gopoh kepadanya, wanita itu tetap bergeming saat sosok itu memasangkan mantel pada tubuhnya. Ia terus berjalan tak perduli dengan keadaan ramai para kru maupun model - model lain di sekitarnya, ia hanya terus berjalan dengan satu sosok yang mengikutinya.

Ia pun duduk di salah satu kursi, ia duduk dengan anggun mata dingin miliknya menyorot pongah keatas membuktikan bahwa ia memang tak terbantahkan. Tangan miliknya ter ulur menunjuk sesuatu yang ada dalam genggaman wanita yang mengikutinya.

"Oh!" Mengerti akan gestur tubuh sang model, sosok itu pun mulai berbicara menjelaskan. "Anda tidak memiliki agenda lain setelah pemotretan ini. Anda bisa langsung beristirahat, lagi pula hari ini sudah larut. Tapi Luhan - ssi, anda harus menyelesaikan pemotretan ini."

"Hn." Jawab nya dingin. "Berapa sesi lagi?" Wanita yang bernama Luhan mulai bertanya.

"Hanya satu. Dan sepertinya akan memakan waktu yang lama, apa tak apa - apa, Luhan - ssi? Anda bisa saja menundanya sampai besok, lagi pula hari sudah sangat malam."

"Tak usah. Lanjutkan saja." Luhan menjawab datar.

.

.

Apa yang kalian pikirkan tentang ku. Aku indah? Aku memikat? Aku memiliki segalanya? Atau, aku sempurna?

Aku memang indah dengan paras ku, aku memang indah dengan lekuk tubuh ku.

Aku memang memikat dengan sosok indah ku, aku memang memikat dengan sosok anggun ku. Aku memikat dengan pesona ku.

Aku memiliki segalanya popularitas, keindahan, dipuja - puja, di elu elukan di jadikan sebagai figuran.

Aku sempurna dengan segala indah ku dengan segala pesona ku. Aku sempurna, tentu aku seorang model ternama.

.

.

"Baik, Luhan - ssi! Anda bisa beristirahat selama tiga puluh menit. Eum, Luhan - ssi? Apakah anda mau aku ambilkan makanan, karena sepertinya sedari tadi siang anda selalu sibuk. Apa Luhan - ssi mau?" Wanita dengan wajah bulat itu kembali bertanya pada sang model yang kini hanya menopang dagu.

"Tak perlu, biarkan saja aku beristirahat." Luhan menjawab pelan, ia senderkan tubuhnya pada kursi khusus miliknya dan dengan relaks ia memejamkan matanya menikmati kekosongan yang tersisa diantara ramainya ruangan ini.

"Dan kau bisa kembali." suara miliknya kembali mengalun pelan, saat ia melihat asistennya masih berdiri di samping kursi yang ia duduki.

"Baiklah, aku pergi. Jika Luhan - ssi membutuhkan ku, Luhan -ssi bisa memanggil ku."

"Hem.." Luhan menyahut malas, ia terlalu sibuk menikmati waktu singkatnya.

...

..

.

..

...

Luhan berjalan dengan ketukan stiletto merah yang mengiringi. Ia berjalan anggun dengan bahu tegap, dagu terangkat angkuh, dan mata yang menyorot dingin. Langkah kakinya menjadi satu sorotan dalam lingkaran perhatian, gaun hitam miliknya kini terganti oleh mini dress putih yang dihias lapisan brukat hitam.

Luhan terus berjalan tak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Ia hanya terus melangkah menyusuri lorong gedung agensi yang menaungi nya, ia melangkah hingga keramaian itu perlahan pudar dalam setiap alunan langkah yang ia ambil. Mata coklat dingin miliknya tiba-tiba memencing tak suka saat kedua retinanya menangkap satu siluet tegap yang berjalan menuju arah nya. Oh Sehun, pria menyebalkan. Sang direktur utama dari agensi naungannya juga merupakan putra tunggal pemilik Oh Cooperation, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang hiburan dan pariwisata. Pria mengesalkan yang ia pernah temui.

Sementara itu Sehun hanya diam dan membiarkan sosok wanita anggun itu yang berjalan kearah tempat ia berdiri. Sehun kemudian mencengkeram tangan putih dari sosok menawan itu, ia mencengkeram untuk menghentikan ayunan langkahnya.

"Setidaknya, tunjukkan rasa hormat anda, nona." Sehun mendesis pelan tepat pada telinga sosok itu, mata hitamnya menyorot tajam, bisa Sehun lihat leher jenjang milik wanita itu melekuk indah dari tengkuk putih miliknya.

Luhan hanya memutar kedua bola matanya malas, ia sedikit meringis merasakan hembusan nafas aroma mint yang menyapu tengkuknya. Luhan menahan nafas nya saat tiba - tiba Sehun membalik badannya dan menatap tepat kedalam retinanya. Ia dan Sehun hanya berjarak beberapa centi meter saja bahkan hidungnya hampir bertemu. Luhan terdiam menikmati keheningan yang ada, bibirnya terkatup rapat saat Sehun makin mendekatkan wajahnya.

Sehun menyeringai puas saat melihat ekspresi yang bisanya dingin itu mulai 'sedikit' bersemu, mata tajam miliknya menatap penuh menelusuri keindahan yang tersaji di hadapannya. Luhan memang indah dengan segala pesonanya, tapi tidak dengan peringaiannya. Wanita itu terlalu congkak, angkuh, egois dan sikapnya sungguh sungguh menyebalkan. Ia selalu merepotkan dan menyusahkan orang lain tanpa mengetahui bagaimana keadaan dan kondisi orang itu, jika ia berkata A maka mutlak harus A tanpa ada B maupun C, wanita ini sungguh mengesalkan ingin rasanya Sehun memberikan sedikit pelajaran pada wanita itu, Sehun ingin mengajari bagaimana cara tersenyum ataupun bagaimana cara bersikap. Seandainya saja Luhan bisa merubah sikapnya; tak perlu menjadi baik hati ataupun ramah dan sering tersenyum cukup hanya lebih bisa menghargai orang lain, maka sudah sedari dulu Sehun ingin mengikatnya dalam suatu hubungan namun sayang sekali tingkah lakunya benar-benar berkebalikan dengan harapannya.

"Ck, lepaskan aku." Luhan meronta mencoba melepaskan cengkeraman erat itu, lengan kurus nya ia gunakan untuk mendorong dada bidang pria di hadapannya. Suaranya mengalun datar namun penuh akan penekanan dan sarat akan kekesalan.

Sadar akan pemberontakan kecil yang dilakukan Luhan bukannya melepaskan Sehun malah tersenyum jahil. Sehun memang melepaskan tanganya tapi pria itu lalu mendorong tubuhnya ke tembok membiarkan Luhan terperangkap dalam kukungan kedua tangan kekar Sehun. Sehun mendekati wajah Luhan, ia tersenyum geli melihat ekspresi antara malu, angkuh dan gengsi miliknya. Sehun makin merapat kan tubuhnya saat matanya melihat kedua kelopak itu tertutup. Senyuman Sehun semakin mengembang saat ia merasakan bagaimana panik nya sosok itu yang masih kukuh dengan sifat dinginnya. Ck, yang benar saja. Tak tahan melihat pemandangan itu, akhirnya Sehun pun bergerak menyentil dahi Luhan.

"Kau harus tau bagaimana cara bersikap. Atau, kau mau aku mengajarkannya khusus untuk model manis ku ini, Hem?"

Luhan mendelik tak suka atas apa yang pria ini sampaikan padanya. Luhan lalu melepaskan jerat tubuh kokoh itu, mata coklat miliknya menatap menantang pada hitam tajam yang memerangkap bayangnya. "Ck, tak perlu. Aku tau bagaimana aku harus bersikap. Kau tak perlu banyak campur tangan, tuan seperti mu hanya perlu duduk diam dan berpangku tangan."

"Oh, astaga Luhan - ssi. Kau sungguh tau betul harus berbuat apa. Wajah mu memang menawan begitu juga dengan mulut mu. Kau sungguh sempurna sampai aku tak tau berapa nilai yang harus ku berikan atas kesempurnaan perpaduan itu."

"Tentu, tuan Oh Sehun - ssi. Aku memang sempurna tanpa perlu kau jabarkan juga. Kau hanya tak tau apa yang ada di balik satu kesempurnaan itu, dan kau tak perlu menilai atas apa yang menjadi kesempurnaan ku jika kau memang tak bisa menyelami apa yang ada di dalamnya."

"Aku tak perlu menyelami kesempurnaan dari sosok mu nona. Lagi pula bagiku satu kata sempurna terbangun atas beberapa hal kekurangan yang saling melengkapi satu sama lain, kau tak perlu menyelami itu kau hanya perlu tau dimana cela yang mungkin tercipta dalam satu kata rantai sempurna itu. Karena sesungguhnya kesempurnaan adalah ketidak sempurnaan yang tak terlihat."

Luhan menggeram pelan, ia sungguh kesal terhadap satu pria ini. Hanya pria ini lah yang dapat mengalahkan dirinya dengan telak. Luhan kemudian tersenyum pada Sehun.

"Oh Sehun - ssi benar. Suatu rantai kesempurnaan adalah satu bentuk ketidak sempurnaan, tapi nyatanya tak banyak atau bahkan tak ada orang yang perduli dengan ketidak sempurnaan yang tersembunyi di balik rangkaian rantai itu. Kebanyakan dari mereka hanya bisa menuntut kita untuk bersandiwara dalam kesempurnaan, tanpa tau topeng ketidak sempurnaan apa yang kita kenakan."

Luhan kemudian beranjak ia melangkah beberapa langkah. Ia berbalik menatap wajah tampan pria itu.

"Maka dari itu Oh Sehun - ssi, kau harus banyak belajar tentang apa yang bisa kau lihat dari kedua pandangan mata anda. Selamat malam dan sampai jumpa lagi esok hari." Luhan kembali melangkah tanpa memperdulikan bagaimana geram nya Sehun di belakang sana.

Sehun menggeram pelan, sungguh jika bukan karena wanita itu memiliki satu kontrak kesepakatan yang memanglah rumit Sehun akan dengan mudah mendepaknya tanpa pikir panjang ia rela membayar denda sebesar apapun, lagi pula kehilangan satu model takan merugikan perusahaannya ia akan mencari model lain. Tapi nyatanya ia dan perusahaannya terikat satu kontrak yang di sepakati oleh kedua orang tuanya yang sungguh tak bisa ia pahami.

.

.

Kau memang menawan, kau memang mempesona dalam balutan ke anggunnan yang menyelimuti namun kau juga menantang. Memikat namun sulit tuk terikat.

Pancaran matamu penuh akan satu misteri yang tak sanggup ku ungkap, kau indah tanpa bisa ku bantah namun keindahan itu seperti satu tembok perlindungan yang kau buat tuk bersembunyi di balik kejam nya sandiwara yang menuntut.

Aku tak tau tentang apa yang kau rasakan. Kau memang nampak mudah tuk ditebak seperti apa dirimu, namun nyatanya kau terlalu rumit tuk di baca, jalan mu terlalu gelap tuk ku lampaui.

.

.

.

.

.

Dua orang wanita tengah berdiri berbincang mencoba menghilangkan rasa jenuh mereka. Tak banyak orang yang mengambil jam lembur seperti mereka mungkin hanya satu atau dua, atau mungkin beberapa model dan artis ternama yang masih melakukan aktivitasnya.

"Kau tau, wanita itu terlalu sombong. Ia memang pantas menjadi jadi seorang publik figur dengan wajah juga keindahan tubuhnya tapi tidak dengan perilaku dan nuraninya." Wanita itu menyeruput carian coklat berasa pait dengan diselingi manis dari cup kopi yang baru ia bawa, matanya kembali menatap lawan bicaranya.

"Ia tak lebih dari satu boneka menyebalkan yang mencoba jadi suatu figuran yang di penuhi oleh ilusi yang menipu! Aku berani jamin, bahkan ia takan mampu menahan satu malam saja tanpa dekapan dan desahan dari tiap laki - laki yang berbeda."

"Kau benar, bahkan dari kabar yang ku dengar selama ini ia juga sering pergi keluar bersama beberapa pengusaha besar di negeri ini. Dia bahkan sekarang sedang berusaha mendekati Oh sangjanim. Yeah, yeoja itu benar-benar tak tahu malu."

"Kau benar." Wanita itu mendelik kan matanya. "Wajah silikonnya sajalah yang manis. Tapi hatinya tetap busuk."

"Kau benar."

'Tap'

'Tap'

'Tap'

Kedua wanita itu tiba - tiba terdiam mendengar alunan langkah yang begitu indah mengayun. Langkah itu pun akhirnya berhenti tepat di hadapan dua gadis itu. Rupanya langkah itu telah berhasil membungkam tepat di bibirnya.

Sementara itu Luhan – sosok yang berjalan, ia hanya tersenyum menatap wajah kedua wanita itu dan kembali melangkah.

.

.

Aku memang sempurna, tak ada yang membantah itu. Bahkan dengan kedua wanita tadi.

Iri, menurut ku iri hanyalah bentuk tertinggi dari rasa memuja, ia hanya terlalu dalam untuk mengagumi ku sampai ia menemukan satu titik dimana ia ingin seperti apa yang ia kagumi namun sayang ia tak sanggup untuk menyamai nya.

.

.

Luhan kembali melangkah dengan ketukan yang pasti dari setiap ritme yang ia ambil. Ia berjalan anggun menembus beberapa tempat keramaian. Namun langkahnya semakin memelan seiring dengan kesunyian yang menyelimuti, langkah pasti itu kini terdengar ragu dengan diselingi hening yang membelenggu. Ia kemudian berjalan terseok. Tangannya meraba dingding sebagai penopang tubuh rapuhnya, tubuhnya bergetar hebat. Ia menatap hampa pada jalan kosong di hadapannya, bibir mungilnya bergetar bergerak membentuk satu kata pelan.

"Umma... Appa.. aku tak sanggup lagi." Bisiknya lirih, ia menyandarkan tubuhnya pada tembok mencoba untuk mengumpulkan tenaga. Mata coklat yang biasanya nampak dingin, menantang dan angkuh nampak menyorot hampa.

.

.

Aku Luhan, seorang model ternama.

Bagiku blitz adalah keseharian ku Bagiku blitz adalah cahaya silau yang menyakiti mata

Bagiku Blitz adalah simpanan memori terlarang yang enggan ku buka.

Bagiku blitz adalah jeritan pilu yang memekakkan telinga.

Bagiku blitz adalah sayatan perih dari luka lama yang enggan menutup.

Bagiku blitz adalah tusukan tajam yang kejam menikam.

Bagiku blitz adalah kilauan darah yang terciprat.

Bagiku blitz adalah rasa sakit

Dan bagiku blitz adalah kematianku.

.

.

End of Prologue.

Mind to Review?

.

.

.

Salam

. Mr. Taka Hiahashi

_Sumedang, 28 November 2015_