Hai, bertemu lagi dengan saya, Reyne Dark. Saya hadir dengan cerita baru yang merupakan request dari temanku, Muhamad Fahmi Al Fauzi
Btw, untuk fahmi, maaf ya jika fictnya tidak sesuai harapan. Harusnya cerita romance IchiRuki (IchiRuki bersama) eh, malah mereka pisah begini. Romance maksa lagi. Buatnya dadakan sih dari hari Sabtu kemarin kalau tidak salah.
Sekali lagi, maaf TnT
Happy reading, readers... #kibarr_bendera_putih
.
.
.
Encounter: Love at First Sigh
©Tite Kubo-jii
Rated: T
Pair: IchiRuki
Genre: Drama/Romance
AU, OOC, Campuran 1st POV dan Normal POV, PLOT NINJA, DLL
.
.
.
RUKIA POV
Hai, namaku Rukia Kuchiki, usiaku 25 tahun. Aku merupakan adik dari pemilik Kuchiki Corps, sebuah perusahaan terbesar di Jepang. Rambutku hitam legam dengan gaya rambut yang cukup unik. Kata kakak, aku manis dan imut, makanya aku selalu dipanggil "hime" baik olehnya maupun para pelayan. Walau tubuhku mungil, tetapi jangan remehkan aku karena aku jago judo. Selain itu, aku termasuk perempuan yang tomboy, tetapi tidak selamanya tomboy karena adakalanya aku terllhat feminim dalam situasi tertentu, seperti situasi di hari ini.
Ya, hari ini aku berpenampilan feminim karena aku memiliki janji dengan tunanganku dimana kami berdua akan pergi mencari gaun dan jas pengantin yang akan kami kenakan di hari sakral kami bulan April mendatang. Aku akan dijemput olehnya jam 09.00 pagi nanti dan sekarang waktu telah menunjukkan pukul 08.08. Ah, masih banyak waktu. Kini, seraya menunggu dia, aku tengah merias diri. Oh, ya, mengenai tunanganku, dia merupakan adik dari mitra bisnis kakakku dimana mereka sudah menjadi sahabat sejak kecil. Tunanganku ini bernama Renji Abarai.
Akan kuceritakan sedikit mengenai Aku dan Renji. Ya, seraya menunggu jemputannya. Aku dan Renji sendiri merupakan sahabat sedari kecil dan sedari kecil pula, rupanya kami sudah dijodohkan oleh orang tua kami berdua sebelum orang tuaku meninggal dunia. Ini terungkap tanpa sengaja di hari pertemuan keluarga antara kakakku dengan kakaknya Renji ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMU. Empat tahun berlalu sejak pertemuan keluarga , kamipun bertunanagan pada bulan Desember tahun lalu. Ya, ini sekelumit kisahku mengenai diriku yang bisa bertuangan bersama Renji.
Aku tengah memakai lipgloss ketika androidku berbunyi dengan lampu yang berkedip beberapa kali tanda ada pesan masuk. Kuraih android di sisi kanan meja riasku dan kubuka pesan masuk. Ah, rupanya ada pesan masuk dari Renji. Segera kubuka pesan itu dan kubaca dengan seksama.
Renji Abarai
02/28 08.10
Rukia-chan, maaf ya aku tidak bisa menemanimu mencari gaun dan jas pengantin jam 09.00 pagi nanti. Mendadak aku ada meeting dan setelah itu aku kedatangan klien yang sudah membuat janji jauh-jauh hari- hampir saja aku melupakan janji ini. Aku benar-benar minta maaf. Bisa kita undur acara ini hingga esok? Dengan jam yang sama, esok aku akan menjemputmu, Terima kasih dan sekali lagi aku minta maaf.
Ha~h, padahal aku sudah berdandan rapi seperti ini, ternyata acaranya dibatalkan. Ini sungguh menyebalkan. Tetapi tidak apa-apa karena ada hal lain yang dapat kulakukan di pagi ini. Bisa dibilang ini merupakan kebiasaanku sejak dulu dan ini sangat menyenangkan.
Setelah selesai merias diri, aku bergegas keluar dan meninggalkan kamar dan tidak pula aku mengunci kamarku. Kumasukkan kunci kamar ke dalam tas dan aku segera berlari menyusuri koridor lantai dua (oh, ya, kamarku terletak di pojok sebelah kanan lantai dua) dan menuruni tangga dengan terburu-buru. Aku sudah biasa berlari terburu-buru dan tidak jarang aku mendapatkan ceramah dari kakakku karena kakakku khawatir aku terjatuh. Selain itu, suara derap kakiku dinilai berisik. Tetapi, aku sama sekali tidak mempedulikan itu. Setelah menuruni tangga, aku segera berlari menuju pintu depan dan begitu keluar dari pintu depan, aku segera berlari menuju mobil sedanku. Setelah membuka pintu, aku segera masuk ke dalam dan menutup pintu- tidak lupa untuk menguncinya. Tidak lupa aku kenakan sabuk pengaman dan kumasukkan kunci ke dalam lubang kunci dan kuputar ke kanan. Mesin mobilpun berbunyi dan mobilpun melaju meninggalkan mansion dalam keadaan terbuka. Biarlah, sisisi...
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Seraya mengemudi, aku mendengarkan lagu-lagu kesayanganku dari i-pod kesayanganku dengan earphone yang terpasang pada kedua telingaku. Ah, hatiku tidak tenang. Rasanya aku ingin cepat sampai mumpung hari masih pagi. Oh, aku hampir lupa, hal lain yang dapat kulakukan di pagi ini adalah mengunjungi tempat favoritku di kota Seireitei ini. Ini merupakan tempat favoritku sejak kelas 2 SMU. Aku selalu mengunjungi tempat ini setiap pagi setelah lulus kuliah dan siang hari selama aku masih duduk di bangku SMU sampai kuliah baik sendiri, bersama teman, maupun bersama Renji. Tempat yang akan kukujungi bernama Happy Light Cafe. Saking seringnya berkunjung ke tempat ini, semua pelayan bahkan pelayan baru sekalipun mengenaliku yang merupakan pelanggan setia kafe ini. Ya, aku suka kafe ini, selain nyaman dan asri karena kafe ini dikelilingi taman, kolam ikan, dan kebun, kafe ini juga menjadi saksi dari pertunangan kami.
Perlu beberapa waktu sampai akhirnya aku sampai di kafe tersebut. Aku segera memarkirkan mobilku dan segera keluar begitu mobil selesai diparkirkan dan mesin mobil dimatikan. Kulepas sabuk pengaman dan membuka pintu lalu menutupnya. Kulihat di sekitarku serta kafe itu. Ah, seperti biasa, kafe itu tidak terlalu ramai. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam kafe tersebut dan otomatis pintu geser terbuka. Bel berbunyi dan seorang pelayan menoleh ke arahku.
"Selamat datang di kafe Happy Light," sapa seorang pelayan degan senyum ramahnya begitu aku berjalan menuju tempat yang sudah menjadi "singgasana" tetapku. Seorang pelayan berjalan menghampiri singgasanaku dengan berbekal dua buah buku menu dan sebuah catatan kecil serta sebuah pulpen.
"Nona mau pesan apa?" tanyanya dengan tersenyum ramah. Aku balas dengan senyum ramah tatkala ia menyerahkan sebuah buku menu kepadaku. Aku buka buku menu itu dan segera membolak balik demi menemukan menu yang kucari.
"Aku mau pesan Fruit Ice Pie dan Orange Juice," ucapku pada sang pelayan. Sang pelayan mencatat pesananku dan setelah selesai, ia memandangku dengan senyum manisnya.
"Baiklah, mohon tunggu sebentar. Permisi," ucap sang pelayan seraya berojigi dan iapun pergi meninggalkan mejaku. Aku mengangguk pelan dan setelah itu, ku edarkan pandangan ke sekelilingku.
Sampai pada suatu ketika dimana aku memandang ke depan, terlihat seorang pria berambut kuning jabrik dengan pakaian kasual tengah menyeruput jus jeruknya. Sepertinya aku mengenalnya. Mungkinkah dia adalah temanku semasa SMU? Karena ketika SMU, ada teman satu kelas yang memiliki ciri rambut seperti pria di depanku. Ku amati pria di depanku dengan seksama nan teliti. Saking telitinya sampai aku tidak sadar bahwa rupanya pandangannya tidak sengaja bertemu dengan pandanganku. Iapun menatapku- mungkin menatap bingung. Begitu aku menyadari bahwa kami bertemu pandang, aku segera tersadar dari lamunanku dan saat itupula wajahku memerah. Aku menunduk dalam-dalam untuk menyembunyikan wajahku yang memerah. Setelah ku amati, rupanya dia bukan temanku sejak SMU karena terdapat perbedaan ciri rambut dimana walau sama-sama berambut kuning, rambut temanku adalah klimis, sedangkan rambut pria di depanku adalah kuning berbentuk durian- kupikir ini adalah deskripsi yang aneh.
Kulirik ke atas dengan sedikit menengadah. Rupanya pria itu sedang menyeruput jus jeruknya seraya tangan kirinya berkutat dengan android miliknya- yang tentu saja pandangannya tertuju dengan android tersebut. Aku menghela napas lega karena kupikir aku akan ketahuan olehnya bahwa aku tengah mengamatinya. Aku benar-benar malu. Aku merutuk dalam hati, mengapa sampai melamun sehingga aku tidak sadar bahwa pada akhirnya kami bertemu pandang? Aku berdecak kesal dan segera menghela napas lega dan juga pasrah.
Tetapi, di sisi lain, pemuda itu err... tampan juga. Wajahnya tampan didukung dengan bentuk wajahnya yang tirus serta tatapannya yang tajam bagai elang, namun dapat berubah lembut dalam kondisi tertentu. Tubuhnya yang atletis dan kuyakin ia juga tinggi. Selain itu, sikapnya yang tenang namun santai walau berbanding terbalik dengan wajanya yang terlihat serius. Ah, hatiku tiba-tiba saja berdegup kencang ketika membicarakannya. Padahal hanya dalam hati. Kembali teringat bagaimana rupa wajahnya. Mengingat bagaimana rupa wajahnya, tiba-tiba wajahku memerah. Ah, dia benar-benar tampan dan ingin rasanya aku melihat serta memandangnya lebih lama lagi
Diam-diam, kutatap ia kembali. Namun, entah keberuntungan atau nasib sial, ia juga menatapku. Lagi-lagi bertemu pandang. Aku segera menunduk dan saat itupula wajahku kembali memerah. Kuso, dua kali aku ketahuan menatapnya, dan yang pertama adalah yang paling parah. Lagi-lagi aku menggerutu dalam hati. Sungguh, aku tidak memiliki keberanian lagi untuk memandangnya, apalagi menatapnya. Aku benar-benar malu dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Kembali aku merutuki dalam hati entah apa sebabnya.
Aku menghela napas. Dengan perasaan gugup dan takut- takut bila kejadian yang sama terulang kembali, perlahan aku menengadah dan betapa terkejutnya ketika aku menemukan pria itu tidak ada di mejanya lagi. Kemana ia? Aku menoleh ke sekitar namun nihil. Mungkinkah ia sudah pergi? Sekali lagi aku mengedarkan pandanganku dan hasilnya nihil. Mungkin ia sudah pergi, pikirku.
Ha~h, di sisi lain, aku bernafas lega. Aku tidak perlu berblushing ria karena aku selamat dimana aku tidak ketahuan menatapnya- kupikir begitu. Oh, kami-sama, arigatou. Tetapi, di sisi lain, aku merasa sedih dan kecewa. Padahal aku belum berkenalan dengannya, berbicara dengannya, dan bertukar nomor handphone. Kupikir kami bisa jadi teman, syukur jadi pacar- eh, bicara apa aku ini? Aku kan sudah bertunangan dengan Renji? Kupikir aku sudah gila dan kupikir otakku sudah korslet. Aku memukul pelipisku dengan kedua telapak tanganku yang mengepal.
Ya, apapun itu, intinya aku menyesal. Aku berharap suatu hari nanti aku dapat bertemu dengnnya lagi, mengajaknya berkenalan dan mengobrol. Kurasa aku telah terpesona olehnya, oleh daya tariknya yang begitu menawan. Selama ini, aku memandang biasa ke semua pria yang dekat denganku. Entah itu sepupu, kawan, mantan pacar, kecuali kakakku. Namun, terhadap pria ini, pandanganku berbeda, bahkan jauh lebih berbeda dari pandanganku terhadap kakakku. Ah, bicara apa aku ini. Semua wanita pasti begitu. Semua wanita pasti akan terpesona oleh pesona yang terpancar darinya. Hah, ya ampun...
Dan pesananku pun datang. Seorang pelayan berjalan menghampiriku dengan membawa pesananku.
"Pesanan anda, nona," ucapnya seraya meletakkan dua item yang merupakan pesananku. Setelah selesai, ia berojigi dan mohon pamit yang kujawab dengan anggukan kecil. Sang pelayan pun pergi meninggalkanku dan aku mulai menyantap makananku.
Namun, entah mengapa aku tidak berselera makan. Lagi-lagi aku teringat ia lagi dan lagi-lagi aku merutuki kebodohanku yang membiarkan dia pergi tanpa mengajaknya berkenalan dan mengapa, aku mengartikan diriku yang terpesona padanya sebagai Love at First Sight, tetapi kurasa tidak. Ini hanya bentuk kekaguman biasa. Tetapi, aku merasakan debaran jantung ketika aku menatapnya, bahkan saat ketahuan olehnya sekalipun dan debaran ini masih terasa sampai detik ini. Ah, sudahlah aku pusing. Kuabaikan debaran hati ini dan lebih memilih menghabiskan pesananku seraya merutuk dalam hati (lagi).
Rukia POV END
.
.
.
%%%% Encounter: Love at First Sigh %%%%
.
.
.
NORMAL POV
Malam hari yang terang dengan berjuta bintang yang bertaburan di angkasa walau tanpa bulan. Terdengar riuh gonggongan anjing nun jauh di sana. Suasana sangat sepi dan sunyi. Di sebuah mansion dengan penerangan yang minim- hanya lampu meja yang menyala, terlihat seorang gadis bersurai hitam tengah tiduran dengan pandangan menuju langit-langit rumah. Ia terlihat melamun- sangat sempurna bagaikan patung. Oh, rupanya gadis itu adalah Rukia. Lalu, sepintas teringat bayangan ketika ia blushing tatkala menatap dengan melamun ke arah pria itu. Rukia segera menggelengkan kepalanya dan memukul kedua pelipisnya dengan kedua tepalak tangannya yang mengepal.
"Kuso, mengapa aku teringat bayangan tadi siang? Tidak, itu tidak boleh. Tidak boleh." Gumam Rukia dalam hati seraya menghela napas. Kemudian Rukia berpindah posisi menjadi tidur menyamping dan iapun memejamkan kedua matanya, namun nihil. Ia tidak bisa tidur dan sepintas, teringat bayangan ketika pandangannya bertemu dengan pria tersebut. Rukia mengeratkan pejamannya dan menggelengkan kepala dengan kesal.
"Kuso, mengapa aku teringat lagi? Mengapa aku teringat dia lagi dan mengapa ini tidak bisa hilang?" gumam Rukia dalam hati seraya membuka kedua matanya.
"Hah, gara-gara ini aku tidak bisa tidur." Ucapnya dan Rukia segera mengambil bantal bersarung hijau motif daun yang tergeletak di sampingnya. Ia ambil dan ia letakkan di atas wajahnya dengan kedua sisi yang ia cengkeram erat. Ia berharap dengan cara ini ia bisa melupakan pria itu namun lagi-lagi nihil. Rukia kesal. Ia gerakkan kakinya ke atas dan ke bawah- seolah menendang. Ya, ia kesal. Amat sangat kesal. Lalu, ia buang bantal itu ke sembarang arah dan iapun kembali menatap langit-langit atap kamarnya.
"Kurasa ku telah jatuh cinta. Ya, ya, jatuh cinta pada pandangan pertama. Bermula dari rasa kagum lalu... Ah bicara apa aku ini? Aku kan sudah punya Renji? Ish!" kembali Rukia mengacak-acak rambutnya dan meremasnya dengan erat penuh amarah saking kesalnya.
"Ecounter, Love at First Sigh, uh?"
Sementara di sisi lain, di sebuah kamar- sepertinya kamar apartemen karena ruangannya yang terlihat tidak cukup luas dengan barang-barang khas kamar namun dengan arsitektur yang elegan nan minimalis khas apartemen, terlihat seorang pemuda bersurai kuning jabrik tengah berkutat dengan laptopnya. Ah, sebut saja pria itu dengan nama Ichigo. Di samping kanan laptopnya terdapat artikel yang bereceran di sekitar laptop dan di samping kirinya terdapat beberapa buku yang menumpuk. Tampak Ichigo sedang mengetik dengan pandangan yang terus beralih antara laptop dengan artikel. Namun, aktivitasnya terhenti tatkala ia teringat bayangan seorang gadis bersurai hitam tengah menatapnya dengan pandangan yang sangat aneh. Ya, gadis itu melamun seraya menatapnya. Ia masih ingat ekspresinya ketika pandangan matanya bertemu dengan pandangan gadis itu. Bahkan, ia masih ingat wajah gadis itu yang memerah tatkala ia tersadar dari lamunannya. Gadis itu gelagapan dan ini membuatnya tersenyum sinis.
"Dasar gadis aneh." Ucapnya seraya tersenyum simpul dan iapun menggelengkan kepalanya tanda heran. Dan kembali ia teringat ketika gadis itu kembali menatapnya seraya diam-diam dan lagi-lagi ketahuan olehnya. Dan satu hal yang benar-benar menggelitik perutnya adalah lagi-lagi gadis itu memerah. Sungguh, ia tidak tahu apa yang terjadi pada gadis itu. Ada apa dengannya? Pikir Ichigo.
"I think I'am handsome, uh?" gumam Ichigo dalam hati seraya angkat bahu dan iapun segera kembali pada aktifitasnya, yaitu berkutat dengan laptop, mengetik, menatap artikel, membuka buku, dan sebagainya
.
.
Dua insan yang dihadapkan pada pertemuan pertama, menuai dua kisah yang berbeda. Sang gadis yang jatuh cinta pada pandangan pertama padahal ia sudah bertunangan dan sang pria yang yang tidak tahu mengenai isi hati sang gadis yang tanpa sengaja bertemu dengannya di kafe.
"Cinta datang dengan sendirinya. Tidak mengenal waktu, tempat, situasi, subjek, dan status subjek itu sendiri"
.
.
.
Finish
.
.
.
Akhirnya selesai juga, editing juga. Huah
Tuh, kan, endingnya menggantung? Gagal OS dan jatuhnya malah MC #digampar_readers
Masalahnya, fict ini terinspirasi dari sinetron Jakarta Love Story dimana seorang pemuda bernama Aryo jatuh hati kepada seorang gadis bernama Shinta yang merupakan tunangan dari sahabat karibnya, Teguh. Tapi di fict ini, sudut pandang diubah. Kalau di Jakarta Love Story, sudut pandang utama kan pada Aryo. Kalau di fict ini, sudut pandangnya dari Rukia yang posisinya sejajar dengan Shinta (kan sama-sama punya tunangan).
Jangan berharap aku akan melanjutkan fict ini karena kemungkinan aku akan HIATUS (lihat saja profil akun ffku, disitu aku akan pasang status apakah hiatus, semi hiatus, atau on). Selain itu, aku tidak jago buat fict romance seperti ini makanya tidak akan kulanjutkan #maaf_sebesar_besarnya_untuk_Fauzi #aku_tahu_kata_kataku_menyakitkan #digampar
Sekali lagi, aku minta maaf pada Fauzi jika fictnya seperti ini. Romance kurang berasa, malah dramanya yang berasa, hiks hiks...
Sekian dan terima kasih TnT
