Perkenalkan namaku Ino Yamanaka. Aku adalah gadis biasa yang tinggal di sebuah panti asuhan di pinggir kota Tokyo. Banyak orang bilang wajahku mirip Barbie. Rambut blonde dengan mata biru aquamarine yang bersinar. Wajah cantikku sering disamakan dengan artis terkenal bernama Tsunade Senju. Aku memiliki tubuh berisi dengan tinggi 162 cm. Hobi makan membuat teman-temanku sering memanggilku "pig". Sekarang aku berusia 18 tahun. Aku berada di tahun terakhir masa SMA. Masa yang menurutku adalah masa dimana aku menghuni neraka. Masa yang ingin cepat aku lalui. Kalian pasti bertanya 'kenapa?'. Baiklah, akan aku ceritakan kisahku dari awal.

.

.

.

Hang

Naruto by Masashi Kishimoto

Story by DarkChoffa™

Warning : Alternative Universe, Out Of Character, Typo, Membosankan, Banyak Percakapan, Penuh Adegan Drama, Hanya Menggunakan Ino Pov. etc.

Rating : T

DON'T LIKE? DON'T READ!

No Copy Paste

Enjoy Reading

.

.

.

Part 1

Aku terlahir sebagai anak kedua. Ayah dan ibuku menikah karena perjodohan. Ayah menikah diusia 25 tahun dengan Ibu yang saat itu berusia 18 tahun. Satu tahun setelah pernikahan mereka, lahirlah kakakku Deidara. Dua tahun berselang lahirlah aku. Ayah bilang wajahku sangat mirip dengan Ibu. Ibu adalah wanita yang sangat cantik. Aku tak pernah melihatnya seumur hidupku. Aku berharap suatu hari nanti bisa melihat seperti apa ia.

Di usiaku yang ke 10, ayah memberiku sebuah foto. Foto wanita berambut blonde dengan mata coklat tajam yang meneduhkan. Wanita itu sangat cantik sekali. Ayah bilang wanita itu adalah Ibuku. Ia sangat ingin menjadi artis. Tapi cita-citanya terhalang perjodohan. Ayah sangat mencintainya. Beliau merelakan Ibu mengejar cita-citanya menjadi artis. Mereka bercerai. Ibu meninggalkan ayah, aku dan deidara nii-san. Saat itu aku masih berumur satu tahun. Aku terlalu kecil untuk mengingatnya. Dengan berjalannya waktu, aku semakin tau siapa ibuku. Dia adalah Tsunade Senju. Seorang artis tersohor. Artis papan atas yang terkenal ke segala penjuru Jepang. Tak heran jika banyak orang menyebut diriku mirip dengannya.

Aku teringat pesan terakhir ayah,

"Jangan temui wanita itu, biarkan dia yang menemuimu, otou-san tidak ingin kamu menjadi orang yang disia-siakan. Hadapi masalahmu tanpa melibatkannya."

Saat berusia 7 tahun, Ayahku menikah kembali. Dia menikah dengan seorang wanita bernama Lisa Koyuki. Lisa memiliki putri cantik bernama Konan Koyuki. Usianya 5 tahun lebih tua dariku. Hidup keluarga kami begitu bahagia. Aku memiliki sosok Ibu baru yang penyayang, kakak perempuan yang cantik, kakak laki-laki yang selalu melindungiku dan ayah yang hebat. Hidupku serasa sempurna dan bahagia.

.

.

.

Aku sangat senang mendengar berita bahagia ini. Aku di terima di Konoha Junior High School. Ayahku berjanji jika aku diterima disana, beliau akan membelikanku boneka beruang besar limitied edition berwarna coklat. Aku tak sabar untuk memilikinya.

"Otou-san bilang kalau aku diterima di Kohoha Junior High School, otou-san mau membelikan aku boneka beruang yang ada di toko Berbear. Aku sudah di terima disana otou-san" kataku manja pada ayah di ruang keluarga.

"Wah, otouto-ku yang manis pintar juga bisa masuk sekolah itu" Konan nee-chan berbicara sambil menggodaku.

"Anak bodoh itu hanya beruntung. Paling kalau sudah sekolah, dapatnya rangking paling bawah. Lagi pula sudah besar mintanya boneka. Kekanak-kanakan sekali" Deidara nii-san mengejekku.

Aku mendengus kesal mendengar komentar Deidara nii-san.

Ayah akhirnya berbicara, "Iya, Ino-chan. Nanti otou-san belikan. Otou-san-kan sudah janji sama kamu. Besok otou-san belikan. Jadi sabar ya"

Keesokan harinya Ayah tidak bisa mengantarku membeli boneka. Ayah sibuk melayani pelanggan di toko bunga miliknya "Yamanaka Florist". Aku marah pada ayah. Aku berkali-kali berteriak kesal. Ibu menasehatiku berulang kali.

"Ino-chan, berhentilah bersifat kekanak-kanakan. Usiamu sudah 12 tahun sekarang. Otou-san mu pasti membelikan boneka."

Aku marah. Aku mengunci diri di kamar dari siang hari dan tak mau makan. Kakak-kakakku berulang kali memanggil dan mengetuk pintu kamarku. Aku masih mengunci diri di kamar hingga malam hari. Ayah ikut mengetuk pintu kamarku berulang kali dengan cemas.

"Ayolah Ino-chan, otou-san janji besok akan membelikanmu boneka" ucap ayahku dari balik pintu.

"OTOU-SAN PEMBOHONG!" teriakku kasar.

Malam itu cuaca cerah dengan bintang bertaburan di langit. Jam dinding kamarku menunjukan pukul 8 malam. Dari jendela kamar, kulihat ayah menyalakan mobil. Ayah pergi bersama Deidara nii-san.

"Lihatlah Ino, otou-san rela pergi malam-malam hanya untuk membelikan boneka bodoh untukmu" Konan nee-chan berusaha berbicara dengan denganku dari luar kamar.

Aku berusaha tak mendengarkan perkataannya. Aku membenamkan kepalaku di bantal. Aku berusaha memejamkan mata untuk tidur. Perutku terasa lapar sekali. Ini pasti efek karena sejak tadi siang aku belum makan apapun.

Aku berulang kali melihat jam di dinding. Pukul 11.30 malam. Aku tidak bisa tidur. Suara mobil ayah belum terdengar. Aku sangat cemas. Kenapa hampir tengah malam ayah belum pulang. Akhirnya aku memberanikan diri keluar kamar. Aku turun ke lantai bawah. Kulihat Ibu duduk di depan tv. Konan nee-chan tidur di pangkuan ibu. Raut wajah ibu terlihat cemas.

"Kau sudah keluar Ino? otou-san-mu tadi pergi membelikan boneka hadiah kelulusanmu. Tapi jam segini kok belum pulang ya? kaa-san cemas sekali. Otou-san-mu tak pernah pulang malam"

"Maafkan aku kaa-san, aku terlalu egois sampai berbuat bodoh mengunci diri di kamar."

"Sudahlah, jangan di ulangi lagi. Kaa-san akan marah kalau kamu mengulanginya lagi" ucap ibu sambil membelai rambutku.

Malam itu aku, ibu dan Konan nee-chan tertidur di depan televisi. Pukul 2 dini hari terdengar bel rumahku berbunyi. Tamu macam apa yang datang tengah malam begini? Ibu membuka pintu. Terlihat dua polisi berdiri di ambang pintu. Kedua polisi itu berbicara pada ibu dan Konan nee-chan. Aku mendekati mereka. Aku tak tau apa yang mereka bicarakan. Tapi yang aku tau, tiba-tiba ibu pingsan dan kakakku menjerit histeris.

.

.

.

Hari ini adalah hari paling mengerikan untukku. Sebuah berita dari dua polisi itu membuatku tak berhenti menangis. Satu hari lalu mereka memberi kabar bahwa ayah dan kakakku, Deidara nii-san mengalami kecelakaan mobil di jalan raya dekat rumahku. Mobil mereka ditabrak mobil lain yang melaju berlawanan arah. Mobil ayah yang oleng menyenggol truk bermuatan barang. Mobil beliau akhirnya tertimpa badan truk dan terbakar. Ayah dan Deidara nii-san tidak dapat diselamatkan dalam peristiwa itu.

Hari ini aku memakai baju serba hitam. Aku tak berhenti menangis melihat pemakaman dua orang yang sangat aku sayangi. Ibuku berulang kali pingsan dan berteriak histeris. Konan nee-chan hanya menangis diam. Aku tak tau apa yang bisa aku perbuat untuk menghadapi masalah ini.

Mau tak mau hari-hariku berjalan maju ke depan. Tak ada perubahan yang terjadi. Ibu masih syok. Ia sering melamun dan berteriak seperti orang gila. Kakakku semakin bingung dengan keadaan Ibu. Toko bunga milik keluarga kami terlantar, nasib kami seperti bunga-bunga yang kami biarkan layu dan tak terawat. Bunga-bunga itu seolah mengikuti kesedihan yang sedang kami hadapi. Layu lalu akhirnya kering dan mati.

.

.

.

Aku mengalami masa awal SMP dengan berat. Semenjak ayah meninggal, aku seperti kehilangan naluri hidup. Kelakuan Ibuku juga semakin menjadi-jadi. Jika melihatku, ibu selalu berteriak dan berakhir memukulku. Tapi jika aku menjauh, ibu akan berubah menjadi normal seperti biasa.

"ANAK TIDAK TAU DIRI! SUAMIKU MENINGGAL KARENA KAU! KAU TAU! AKU SANGAT MENCINTAINYA! KENAPA KAU MEMBUNUHNYA."

Kata-kata itu selalu aku dengar setiap hari. Aku selalu menangis mendengarnya. Ibu yang melihatku menangis malah memukulku. Setiap hari aku selalu di pukul olehnya. Ibu yang dulu hangat dan penyayang sekarang sudah tidak ada. Yang ada hanya Ibu yang jahat. Ibu tiri jahat seperti kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kacanya.

Setiap hari teman sekelasku selalu bertanya apa yang terjadi denganku. Aku selalu datang ke sekolah dengan muka lebam. Konan nee-chan yang melihat keadaanku semakin sedih dan bingung. Aku kasian padanya, sekarang ia bekerja mengelola toko bunga milik keluarga kami. Sekarang ia tak punya waktu luang. Tak ada waktu bersantai dan bermain. Belajarpun sudah lama ia lupakan. Padahal tahun ini adalah tahun terakhirnya di SMA. Seharusnya ia mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas.

Semakin hari kelakuan ibu semakin tidak terkontrol. Hari itu adalah hari terburuk dari beribu hari buruk yang aku alami. Ibu membenturkan kepalaku ke dinding. Saat itu Konan nee-chan sedang sekolah. Aku tak sadarkan diri. Pegawai toko bunga keluargaku yang menemukanku. Ia membawaku ke rumah sakit. Ia melaporkan tindak kriminal ibuku ke kantor polisi. Masalah semakin bertambah rumit, rasanya aku ingin kembali ke masa lalu saja. Dimana aku masih menjadi putri seperti di negeri dongeng. Keluarga berkecukupan dengan ayah, ibu dan kakak-kakak yang mencintaiku.

Konan nee-chan sangat mengkhawatirkanku. Ia tak berhenti menangis melihat wajah bonyokku saat perjalanan pulang dari rumah sakit.

"Aku adalah kakak yang buruk untukmu,Ino", ia berbicara dengan nada bergetar menahan tangis.

"Aku yang salah nee-chan, seandainya malam itu aku tak menyuruh Otou-san pergi.. andai saja akuu.. aku.. hiks.. hiks.." tangiskupun pecah malam itu.

Polisi sebenarnya akan menahan ibuku. Mereka juga bilang ibu butuh rehabilitasi karena depresi. Aku dan Konan nee-chan tak mau ibu dimasukkan penjara. Kami juga berencana melakukan rehabilitasi untuknya. Akhirnya masalah ini berhasil terselesaikan berkat bantuan Tuan Satosi. Tetangga sebelah rumah kami.

.

.

.

Biaya rehabilitasi sangat mahal menurut kami. Penghasilan toko bunga kami tidak mencukupi. Apalagi tahun ini kakakku akan masuk universitas. Tetapi akhirnya kami-pun memutuskan untuk merehabilitasi ibu. Namun,perilaku Ibu masih sama. Ia masih sering memukulku. Ia akan berperilaku kasar saat melihatku. Puncak dari semua perilaku ibu adalah saat ibu mengancam akan bunuh diri.

"KONAN! SINGKIRKAN BOCAH SETAN ITU! AKU MUAK MELIHATNYA! KARENA DIA, SEMUA ORANG MENGIRAKU GILA. SUAMIKU MENINGGAL JUGA KARENA DIA! AKU AKAN BUNUH DIRI KALAU AKU MASIH MELIHATNYA DISINI!"

Aku berusaha tak mendengarkan perkataan ibu dan menghindarinya setiap hari. Tetapi perlakuan ibu tetap tak berubah. Pernah suatu malam aku mendengar percakapan ibu dengan Konan nee-chan.

"Kaa-san tak membenci adikmu, Konan. Tapi jika Kaa-san melihatnya, Kaa-san selalu ingin menangis. Ia seperti membuka luka besar di hati Kaa-san. Aku mencintai Inoichi, ia adalah pria terbaik yang pernah Kaa-san temui."

"Ayolah Kaa-san ! lupakan yang hal buruk yang pernah terjadi. Ayo kita maju ke depan."

Polisi kembali mengetahui kelakuan ibuku. Kali ini hal yang lebih parah terjadi padaku. Aku berbaring selama seminggu di rumah sakit karena mengalami patah tulang kaki dan tangan. Kalian pasti bisa menebak kenapa aku mengalami hal ini.

Lagi-lagi kasus ini dapat terselesaikan dengan kolot dan rumit. Karena peristiwa ini pula, pihak berwenang akhirnya membawaku ke sebuah panti asuhan di pinggir kota Tokyo. Mereka ingin memberikan jalan keluar terbaik untuk aku dan ibuku. Apalagi pihak berwenang tau jika aku bukan anak kandung Lisa Yamanaka—Aku sudah tidak memiliki sanak saudara lain. Nenek dan Kakekku semuanya sudah meninggal. Almarhum ayahku juga adalah anak tunggal. Tak ada wali yang pantas untukku sehingga panti asuhan adalah tempat terbaik.

.

.

.

Kini aku berada di depan sebuah bangunan bertingkat di daerah Shibuya. Terdapat papan bertuliskan "Panti Asuhan Shibuya Childs". Akupun masuk ke gedung itu ditemani wanita cantik bernama Kurenai Sarutobi.

"Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru. Mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita. Ayo perkenalkan dirimu Ino-chan."

Aku berdiri di antara ratusan anak panti asuhan, "Perkenalkan namaku Ino Yamanaka. Kalian boleh memanggilku Ino. Usiaku 13 tahun. Aku mohon batuan dari kalian semua."

Hari ini adalah hari pertamaku di sini. Panti asuhan ini adalah panti asuhan terbaik dan terbesar di Tokyo. Aku sedikit canggung berada disini. Aku melewati makan malam pertamaku dengan perasaan cemas dan bingung. Kulihat dari anak balita hingga anak yang besar penuh memenuhi ruang makan ini. Piringku berisi nasi dan kare dengan segelas air putih. Menu yang sangat sederhana. Aku kembali menepis perasaan itu. Ini di Panti asuhan Ino. Sadarlah! sadarlah!

Di tempat ini terdapat tiga gedung yang berbeda. Gedung pertama diperuntukan untuk anak balita hingga usia 7 tahun. Gedung kedua berisi anak usia 8 sampai 12 tahun. Sedangkan gedung yang aku gunakan ini untuk anak berusia 13 hingga 18 tahun. Kutatap kamar baruku. Setiap kamar dihuni dua anak. Ukuran kamarnya tidak terlalu luas, 3x5 meter. Kamarku berada di lantai 3. Dari jendela kamarku terlihat kota Tokyo yang gemerlapan di malam hari. Aku melamun, dulu hidupku serba mudah. Mulai hari ini aku harus berjuang. Tidak boleh malas-malasan lagi. Ayah dan Deidara nii-san di surga pasti sedih jika melihatku menjadi orang yang suka mengeluh.

"Oh ternyata kamu teman satu kamarku. Perkenalkan namaku Sakura Haruno."

Aku tersadar dari lamunanku. Kutatap anak perempuan di depanku. Anak perempuan seusiaku dengan rambut pendek merah jambunya yang berantakan. Bajunya lusuh dengan mata hijau emerald yang tertutup poni. Ia kembali tersenyum padaku.

"Maaf mengganggumu. Kuharap kau mau berteman denganku. Aku senang sekali bisa mendapat teman sekamar. Aku selalu tinggal sendirian di sini" ia berkata sambil menunduk.

"Kau tak menggangguku. Aku sangat senang sekali bisa berteman denganmu. Namaku Ino Yamanaka. Panggil saja Ino. Aku harap kita bisa menjadi teman baik. Apalagi kita teman sekamar. Pasti banyak waktu yang kita habiskan bersama" ucapku sambil tersenyum padanya.

.

.

Sudah seminggu ini aku tinggal disini. Aku banyak bercerita pada Sakura. Ia adalah pendengar yang baik. Tetapi ia sedikit pemalu. Aku sangat kaget saat mendengar ceritanya. Kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat terbang. Saat itu usianya 8 tahun. Ia adalah anak tunggal. Ia bersekolah di Tokyo Junior high school. Sekolah terbaik di Tokyo. Ia mendapat beasiswa penuh disana. Yang aku dengar dari Nona Kurenai, Sakura adalah murid berprestasi yang selalu mendapat peringkat 1 paralel di sekolahnya. Ia sangat cerdas. Pantas saja setiap malam ia belajar. Namun, Sakura adalah gadis pemalu yang tak percaya diri. Di panti asuhan ini, ia dibully. Pantas saja ia tak pernah dekat dengan anak lain.

"Nah Sakura-chan, kamu terlihat cantik memakai bando ini."

"Aku malu Ino-san, jidatku terlihat lebar kalau memakai bando ini" aku tertawa mendengar pengakuan Sakura.

"Kau cantik. Kau tak usah takut. Kalau ada anak lain yang mengganggumu akan aku hadapi mereka. Mereka hanya iri padamu Sakura."

Kami berduapun tertawa bersama.

.

.

Waktu tak terasa berjalan cepat. Sekarang aku berada di kelas 3 SMP. Aku mendengar kabar ibu dari Konan nee-chan. Semuanya keadaan membaik semenjak aku masuk panti asuhan. Ibu kembali normal walaupun sampai saat ini ia masih menjalani rehabilitasi. Konan nee-chan juga bisa melanjutkan kuliahnya di universitas. Aku tak tau dimana ia kuliah karena kakak cukup tertutup dengan hal ini. Toko bunga kami juga katanya bertambah maju. Rasanya aku ingin kembali ke rumah. Tetapi aku tepis perasaan itu. Aku tak mau ibu kembali kambuh karena ulahku.

Kakak sering mengunjungiku. Kakak selalu mengirimiku uang serta baju-baju yang bagus untukkku dan teman sekamarku Sakura. Sakura sendiri cukup bingung. Kenapa gadis berkecukupan seperti aku bisa masuk panti asuhan. Tapi akhirnya ia paham alasan kenapa aku bisa di sini.

Setiap pulang dari sekolah aku selalu menyempatkan diri berjalan memutar untuk sekedar melewati rumahku dulu. Aku selalu memperhatikan toko bunga milik keluargaku dari jauh. Kulihat ibu yang sudah kembali normal. Kadang juga kulihat kakak sedang bekerja melayani pembeli. Aku sangat senang melihat mereka hidup bahagia seperti dulu.

Setiap anak di panti asuhan ini diwajibkan bersekolah di sekolah milik yayasan panti asuhan. Hanya aku dan Sakura yang bersekolah di luar. Sakura mendapat beasiswa karena kepintarannya. Sedangkan aku, sekolahku masih dibiayai oleh kakakku. Kadang aku berfikir kalau aku selalu merepotkan kakak. Masa SMP-ku akan segera berakhir. Kalau boleh jujur, aku tak ingin bersekolah di SMA milik yayasan panti asuhan. Aku tau mau mengejek. Tetapi kualitas pendidikan disana cukup rendah. Disisi lain aku tak ingin membebani kakakku dengan biaya SMA yang cukup mahal di Tokyo.

"Ino-pig, baca ini!" Sakura meyerahkan selembar brosur kepadaku.

"Apa ini?"

"Baca saja."

"Tokyo Senior High School?"

"Katanya Ino-pig ingin sekolah gratis? Disana disediakan beasiswa loh? kalau kamu berhasil lolos seleksi masuk sana dan mendapat peringkat 50 besar, kamu bisa sekolah gratis. Disana juga banyak kesempatan untuk mendapatkan beasiswa kuliah."

"Hei Jidat, kau sendiri taukan kalau aku bodoh banget."

"Aku janji akan membantumu. Pokoknya kamu harus sekolah disana, Aku ingin kita bisa bersama-sama disana."

"Aku takut gagal Jidat" Aku tertunduk.

"Jangan menyerah dulu, pig. Kau dulu selalu melindungiku. Kau mengajariku untuk bangkit. Kau juga mengajariku berdandan untuk menjadi cantik. Semua orang sekarang tak menganggapku remeh lagi. Katanya kamu tak ingin merepotkan kakakmu. Kau harus percaya diri dan optimis. Tunjukkan pada kakakmu kalau kamu berguna Pig."

Semenjak itu aku berusaha keras dan rajin belajar. Sakura mengajariku materi yang belum aku kuasai. Sakura tidak perlu mengikuti tes itu. Murid jenius seperti dia pasti akan mudah masuk sekolah manapun. Ia sudah di jamin masuk Tokyo Senior High School dengan beasiswa penuh.

Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu. Hari ini aku akan mengikuti seleksi masuk SMA. Aku akan bersaing untuk memperebutkan 200 kursi Tokyo High School. Tidak! 50 kursi untukku. Sejak tadi malam aku tidak bisa tidur. Aku terlalu malas belajar. Otakku seperti akan meledak. Aku terjaga sepanjang malam dan akhirnya aku bangun kesiangan. Sakura berusaha membangunkanku berulang kali namun tak berhasil. Hasilnya bisa ditebak, aku berlari panik mengejar bus agar tak terlambat mengikuti ujian. Lupakan tentang seragam acak-acakkanku, aku bahkan belum sempat sarapan. Shit! aku mengumpat sepanjang perjalanan.

Aku berada di aula besar Tokyo Senior High School untuk mengerjakan soal ujian seleksi. Aku berkeringat dingin. Aku lapar sekali. Beruntung sebelum berangkat, Sakura memasukkan roti selai kacang ke dalam tasku. Soal seleksi mulai dibagikan. Aku berdoa semoga ujian seleksi ini berjalan lancar. Aku berusaha mengerjakannya dengan tenang. Dua jam berlalu dengan cepat. Aku keluar ruangan dengan muka zombie yang mengenaskan. Tak ada apapun yang terlintas di otakku selain kata kelaparan. Aku harus mencari makanan! Aku lapar sekali.

Dua minggu kemudian penerimaan murid Tokyo Senior High School diumumkan. Aku tidak berani datang kesana untuk melihat hasil pengumuman. Sakura berusaha menarikku agar bangun dari tempat tidur untuk bergegas melihat hasil pengumuman.

"OMG Jidat! hentikan kelakuanmu ini. Aku yakin akan bernasib sial hari ini."

"Ayolah Pig, kalah menang kita coba!"

Akhirnya disinilah aku berada. Di depan gedung Tokyo Senior High School. Aku memilih menepi di bawah pohon sakura sambil memakan burger. Makan memang cara terampuh menghilangkan stress. Sakura berusaha mencari namaku di pengumuman. Aku memang kurang ajar membiarkannya kerepotan. Tapi tiba-tiba kulihat Sakura berlari kearahku,

"Pig! Pig! Kau diterima! Kau di terima!" Ia berteriak tepat di telingaku.

"Aduh.. duh telingaku sakit. Ayolah jangan bercanda Jidat. Berapa peringkatku? 200? Ayo kita pulang saja!"

"Bukan! Kau berada di peringkat 48! 48!"

Mulutku menganga lebar.

.

.

.

Aku sangat senang sekali bisa diterima di sekolah ini. Apalagi aku bisa sekelas dengan Sakura. Kakakku juga senang mendengarku bisa sekolah disini. Di sore hari dari Jumat hingga Minggu aku dan Sakura bekerja sambilan di toko buku dekat pusat kota. Bayarannya cukup banyak dan atasan kami sangat menyenangkan. Namanya nenek Chiyo. Kadang beliau juga memberi uang tambahan pada kami karena pekerjaan lembur di akhir pekan.

"Aku rasa setelah kerja di toko buku setidaknya kadar kebodohan di otakmu dapat berkurang pig, hahahaha.." Sakura tertawa mengejek disela pekerjaan kami.

" Yak! Kau menghinaku. Jangan menghinaku karena aku jarang baca buku" aku memukulnya dengan kemoceng.

Setelah sekolah disini, banyak hal yang aku dapat. Aku semakin rajin belajar. Aku harus mempertahankan prestasiku. Masuk 50 besar setiap semester menjadi misi dan ambisiku. Selain belajar, aku aktif di klub seni. Kurasa tak salah mengembangkan bakat menggambar yang aku miliki. Dari klub itu aku mendapatkan banyak pengalaman dan teman-teman baru. Namun hal yang membuatku sedikit merasa tak nyaman adalah hadirnya anggota baru bernama Shimura Sai. Anak laki-laki dengan senyum misteriusnya. Anak Pengusaha furniture terkenal sekaligus donatur sekolah, Shimura Rei. Klub seni kami menjadi kacau balau semenjak kehadirannya. Aku sebagai anggota biasa hanya bisa mengumpat di belakang. Menurut gossip yang beredar, jangan sekali-kali berurusan dengannya jika ingin hidup kalian tenang.

.

.

Sekarang sudah 2 tahun aku bersekolah disini. Aku berada di kelas 2 semester dua. Semuanya masih berjalan normal seperti biasa. Kakakku masih sering mengunjungiku. Dari pengamatanku, semakin hari ia semakin kurus saja. Kantung matanya sangat terlihat jelas. Mata violetnya tampak redup. Rambut ungunya juga tampak tak terawat.

"Apakah nee-chan ada masalah?"

"Masalah apa Ino? Semuanya baik-baik saja. Apa uang kiriman nee-chan kurang?"

"Ah tidak ! uang itu lebih dari cukup. Kalau nee-chan punya masalah, ceritakan padaku. Kita selesaikan bersama."

"Aku-kan sudah bilang tak punya masalah?"

"Wah jangan-jangan nee-chan baru putus cinta?"

"Kamu ada-ada saja."

.

.

.

Malam ini aku duduk di pinggir jendela sambil menatap langit. Aku sedang malas belajar. Sakura tiba-tiba duduk di sebelahku.

"Ino-chan, aku ingin berkata jujur padamu."

"Katakan saja Jidat."

"Kau janji ya nggak akan marah?"

"Aduh Jidat, kapan aku marah sama sahabatku sendiri?"

"Baiklah aku akan cerita. Emm,,, sudah lebih dari 6 bulan ini aku menjalin hubungan dengan Sasuke-kun. Aku yakin kamu sudah tau ini. Ini tentang aku dan dia."

"Ayolah Sakura, jangan katakan kau sedang hamil dan butuh pertanggung jawaban lelaki es itu. Sungguh drama sekali."

"Kau mengada-ada Pig. Sasuke-kun bukan orang seperti itu! Lagi pula aku masih terlalu kecil untuk hamil. Cita-citaku menjadi dokter masih harus aku raih. Sasuke-kun tak mungkin merusakku"

"Lalu masalahmu apa? jangan bila kau diselingkuhi."

"Kau terlalu banyak nonton drama Pig !"

"Lalu?"

"Dia mengajakku tinggal bersama. Kedua orang tuanya tak pernah memperhatikannya sejak kecil. Dia kesepian. Kedua orang tuanya juga melarang Sasuke-kun terjun ke dunia musik. Maafkan aku Ino.. hiks.. hiks.. aku.. aku sangat mencintainya. Sangat mencintainya"

"Ayolah Sakura. Jangan menangis. Aku selalu mendukungmu. Kalau kamu bahagia aku juga akan bahagia."

"Terima kasih Ino. Kau memang sahabat terbaikku." Aku dan Sakura akhirnya berpelukan erat.

Mulai sekarang aku membiasakan diri tanpa kehadiran Sakura. Sekarang aku menempati sendiri kamar di panti asuhan. Sakura juga berhenti dari pekerjaan sambilannya di toko buku. Kalian pasti mengaggap Sakura adalah sahabat terburukku. Aku yakin pasti kalian mengganggapnya begitu. Lebih memilih kekasihnya daripada sahabat yang sudah menemaninya sejak lama. Kalian juga pasti akan berfikiran negative, seorang gadis tinggal dengan laki-laki tanpa ikatan pernikahan. Hello? ini Tokyo. Kota terbesar di Jepang bahkan dunia. Setiap orang punya haknya sendiri untuk memilih. Tapi apapun yang terbaik untuk sahabatku, aku akan bahagia. Jika berada di posisi Sakura, aku yakin 100 persen akan melakukan hal yang sama seperti Sakura—cinta itu membutakan kita.

Aku kadang iri dengan kisah cinta Sakura. Aku seperti menonton drama romantis saat melihat kisah mereka berdua. Sakura yang dulu pemalu sudah berubah. Ia tampil cantik dengan rambut merah mudanya yang pendek. Pipi chubby menambah kesan imut dan menggemaskan. Kacamata yang ia pakai menandakan ia adalah orang yang pandai. Tubuhnya yang mungil kadang membuatku iri. Kalian tau sendiri-kan, hobi makan membuat tubuhku gampang melembung.

Mereka bertemu di kelas yang sama, kelas 1A. Awalnya mereka tak saling kenal. Sasuke dulunya tinggal di Kanada. Lalu memilih tinggal sendiri di Tokyo. Kata Sakura, Sasuke dan ayahnya tidak pernah akur. Ibu Sasuke yang mendorongnya untuk meraih cita-citanya dengan pergi kembali ke tanah kelahirannya, Jepang. Sasuke yang berambisi menjadi musisi memutuskan pergi meninggalkan kedua orang tuanya di Kanada. Di semester awal, Sakura yang biasa mendapat peringkat 1 tiba-tiba posisinya tergeser oleh Sasuke. Aku sangat ingat waktu itu, Sakura menangis sepanjang malam karena untuk pertama kalinya ia mendapat peringkat 2. Sakura membenci Sasuke secara terang-terangan. Di semester dua, ia berusaha mati-matian untuk belajar. Lagi-lagi ia tetap mendapat peringkat 2.

Proses mereka ketahap berpacaran sangat lucu. Sasuke yang terkenal cool dan digilai hampir semua murid perempuan ternyata menyukai Sakura yang terkenal nerd dan aneh. Sasuke yang berada di dekat Sakura selalu terlihat payah dan bodoh. Sakura awalnya menolak mentah-mentah pemuda itu—Padahal banyak perempuan berharap menjadi pacar Sasuke. Rambut raven dengan model pantat ayam, mata hitam onyx yang tajam, otak encer, tubuh tinggi dengan kulit putih bak member boyband korea. Bisa di bilang Sasuke mendekati kata sempurna. Tapi sekali Sakura tetap Sakura. Ia tak akan memandang seseorang hanya dengan tampilan luarnya.

Kadar benci dan cinta itu beda tipis. Akhirnya Sakura menerima cinta Sasuke. Aku senang melihat mereka bersama. Sasuke selalu melindungi dan menjaga Sakura. Hubungan merekapun terlihat bahagia dan menyenangkan. Itu sebabnya aku merelakan Sakura dengan Sasuke. Aku yakin Sasuke dapat menjaga Sakura. Jika sahabatku bahagia, aku-pun akan ikut bahagia.

.

.

.

Akhir-akhir ini aku semakin jarang melihat Konan nee-chan. Mungkin ia sedang sibuk—pikirku. Aku juga jarang mengunjungi rumahku. Hampir 2 bulan ini aku hanya fokus sekolah.

"Kemarin aku jalan-jalan sore. Aku lewat depan toko Yamanaka Florist, disana ada kerusuhan. Menakutkan sekali. Banyak preman merusak barang disana. Semuanya diobrak-abrik." Aku mencuri dengar berita itu sepanjang lorong sekolah. Aku diliputi rasa cemas. Aku khawatir terjadi apa-apa dengan kakakku.

Pulang sekolah aku berlari memutar arah. Aku ingin menemui kakakku. Kuharap tak terjadi apa-apa dengan kakakku. Dengan terengah-engah akhirnya aku berada tepat di depan toko bunga Yamanaka Florist. Closed. Kulihat tulisan itu terpampang jelas di depan mataku. Aku menerawang dari balik kaca toko. Tak ada bunga-bunga yang siap di jual disana. Semua tampak kosong. Aku memberanikan diri masuk kedalam rumah melalui pintu samping. Kulihat rumah ini tak berubah semenjak 5 tahun lalu. Semua masih tertata seperti dulu. Namun aku melihat banyak barang tertutupi debu di sana-sini. Rumah ini tampak tak terawat.

"Siapa itu? Konan? Kau sudah pulang?" kudengar suara dari dalam rumah.

"A… aku bukan Ko—" aku membekap mulutku yang tiba-tiba berbicara. Shit! bodohnya aku.

"Ino? Itu kau?"

Aku tak percaya apa yang sedang aku hadapi sekarang. Aku duduk tepat di depan Lisa Yamanaka. Dia tak memukulku. Ya! Dia tak memukulku. Dia tampak duduk tenang sambil menatapku.

"Kau masih takut dengan kaa-san? kaa-san minta maaf…"

"Ti… ti.. dak, aku tidak takut"

"Sebulan yang lalu kaa-san keluar dari tempat rehabilitasi. Kaa-san senang sekali. Kaa-san tak perlu bergantung obat penenang lagi"

"Aku senang mendengarnya"

"Kau tinggal dimana?"

"Aku tinggal di rumah warisan Ayah di daerah Tokyo barat dekat pantai" aku sedikit berbohong pada Ibu.

"Kaa-san senang mendengarnya. Kau pasti senang bisa tinggal disana. Remaja sekarang-kan suka kebebasan, ha ha ha"

"Ya begitulah. Oh ya kaa-san, kenapa toko bunganya tutup?"

"Kemarin toko bunganya didatangi preman. Kaa-san tak tau kenapa. Mungkin tagihan wilayah bulan ini belum dibayar. Lagi pula Nee-chan-mu kemarin tak ada di rumah. Kaa-san jadi bingung"

"Nee-chan kemana?"

"Dia bilang sedang menyelesaikan tugas kuliahnya. Sudah dua hari ini dia tak pulang"

.

.

Aku bahagia mendengar kemajuan Ibu. Malam ini kuputuskan untuk menelpon kakakku. Aku ingin berbicara panjang dengannya.

'Maaf nomor yang anda hubungi sedang sibuk'

Berkali-kali kucoba menelpon nomor ponsel kakakku. Tak ada balasan. Aku yang lelah akhirnya tertidur di meja belajar dengan ponsel menyala di depanku.

Hari ini aku berangkat sekolah dengan setengah semangat hidup. Badanku pegal-pegal karena tidur di meja belajar. Apalagi hari ini ada pelajaran fisika. Nilaiku selalu buruk di semua mata pelajaran ilmu alam dan berhitung. Aku benar-benar merasa bodoh sekarang. Sial! aku ingat sesuatu. Aku belum mengerjakan PR fisika. Arrrggg! Aku berlari kencang menerobos lorong mencari Sakura. PR! fisika! Fisika!.

Akhir pekan ini, pengunjung toko buku cukup ramai. Aku cukup kewalahan. Beruntung aku dan karyawan lain saling bahu membahu. Aku sedikit merasa asing bekerja disini setelah Sakura memutuskan keluar. Nenek Chiyo , pemilik toko buku ini selalu berusaha mengajakku berbicara. Kami sering bercerita tentang banyak hal. Beliau bilang, beliau sangat ingin memiliki anak perempuan. Beliau hanya memiliki seorang anak laki-laki. Anaknya mungkin seumuran ayahku. Beliau juga memiliki seorang cucu laki-laki yang begitu dicintainya. Cucunya berumur 23 tahun dan sekarang sedang bekerja di Tokyo Hospital. Beliau memiliki seorang lagi cucu perempuan. Yang aku tahu dari cerita beliau, beliau tak begitu dekat dengan cucu perempuannya ini.

Aku selesai bekerja pukul 9 malam. Sebelum pulang, aku menyempatkan diri mampir ke minimarket. Aku berencana membeli beberapa cemilan untuk menemaniku belajar. Saat menunggu antrian di kasir, aku mengecek ponselku. Kulihat ada 9 panggilan tak terjawab dan 10 pesan dari nomor yang tidak aku kenal. Semua pesan isinya sama.

'DATANG KE NIGHT CLUB SEBELUM JAM 12 MALAM ! KAU AKAN MELIHAT KEJUTAN YANG MENYENANGKAN'

Tanganku bergetar membaca pesan itu. Perasaan tak enak membuat rongga dadaku sesak.

Selesai membayar, aku segera berlari keluar minimarket. Aku berlari menunju halte. Pergi !tidak! Pergi! tidak! Pergi! tidak! Arrrggg….. aku bingung. Kurasakan ponselku bergetar. Ada nomor tak aku kenal menelponku. Kuangkat segera panggilan telepon itu.

"Hallo?" suaraku bergetar menjawab telepon itu.

"Akhirnya aku mendengar suaramu juga gadis kecil. Menyenangkan sekali"

"APA MAUMU HAH! " aku berteriak marah. Beruntung halte bus sudah sepi karena malam.

"Kau mencari kakakmu? Konan Yamanaka bersamaku sayang. Dia sedang bersenang-senang denganku. Kakakmu memang hebat memuaskanku. Kau mau mendengar suara mendesahnya? "

"SHUT UP! TUTUP MULUT KOTORMU ITU! "aku marah mendengar ucapannya.

"eungggh… eungghh… Inoooo… jangaaan kesini….. uuughhh…. nee-chan mohoon.. aku tak mau kau mengalami ini"

"Damn! Kakakmu begitu nikmat ! Aku menunggu kedatanganmu gadis kecil! Pain! Cari nama itu disana. Kau akan tercengang mendengar fakta sebenarnya"

'Klik"

Telepon itu terputus. Aku menerawang langit malam Tokyo. Masalah satu berakhir masalah lain datang. Aku mengacak rambut blondeku asal. Arrrgg! Sial!. Seberapa bencikah Tuhan padaku? Apa mungkin aku melakukan banyak dosa di kehidupan lalu?

.

.

.

Kuberanikan diri mencari klub malam itu. Ini pertama kalinya aku berkunjung ke tempat laknat. Bau alcohol dimana-mana. Berpasang-pasang manusia melakukan hal kotor dan menjijikan. Mereka tak tau malu! Kucoba mencari tanda-tanda keberadaan kakakku. Orang-orang menatapku aneh. Celana Jean panjang, sepatu kets serta jaket tebal dengan tudung yang menyembunyikan rambutku. Tiba-tiba orang berbadan besar menarik kerah bajuku. Ia mengangkat tubuhku tinggi-tinggi. Napasku terasa sesak karenanya.

"Anak SMA berani-beraninya datang kesini. Kulaporkan orangtuamu mati kau!"

"Lepaskan! Lepaskan ! Pain! Pain! aku mencari orang itu" aku meronta sambil menendang-nendang udara kosong.

Bodyguard itu segera menurunkanku dan menyeretku ke sebuah ruangan.

"Bos, anak ingusan ini datang" Bodyguard itu menjatuhkan tubuhku tepat di hadapan seorang pria. Lalu kutatap sekelilingku bingung.

"Baguslah, ayo kemari anak manis!" pria yang kurasa bernama Pain itu melambaikan tangannya padaku.

Aku terkejut melihat seseorang duduk terikat dengan baju sangat terbuka di belakang pria itu.

"Lepaskan Nee-chan-ku, Bajingan!"

"Sabarlah anak manis. Duduklah dulu!"

"Nee-chan ada apa dengan ini semua! Nee-chan tak pernah bercerita padaku. KATAKAN! JANGAN DIAM SAJA!" aku berteriak sambil menahan rasa panas di mataku.

Kakakku hanya menangis diam.

"Kakak jalangmu ini berhutang banyak padaku. Sudah banyak uang yang aku korbankan untuknya. Tapi apa hah? Dia bahkan tak menerima cintaku dan memilih bersama laki-laki lain. Benar-benar Jalang!"

"DIAM YAHIKO! JANGAN LIBATKAN ADIKKU! AKU AKAN MEMBAYAR HUTANGKU!"

"Membayar? Membayar dengan apa jalang? bahkan tubuhmu saja tak cukup untuk melunasi hutangmu! oh… aku lupa… ada adikmu, hutangmu kuanggap tinggal setengah jika kau menyerahkan adikmu"

Aku membelalakan mata mendengar perkataan pria itu.

"Bagaimana adik manis? Ayo kita habiskan malam ini di kamarku"

"BAJINGAN TAK TAU DIRI!" aku memakinya.

'PLAK'

Pria itu menamparku.

"Anak kecil sekarang memang tak tau sopan santun. Kuroyuki! tangkap anak nakal itu dan masukan ke ruang atas!"

"LARI INO! NEE-CHAN BILANG LARI !" kakakku berteriak keras padaku.

.

.

.

Aku berlari kencang melewati jalanan sepi di tengah malam. Aku berlari sambil menghapus air mata. Mataku panas dan perih. Air mata membuat penglihatanku mulai kabur. Bodyguard milik Pain terus mengejarku. Aku mulai capek dan akhirnya jatuh tepat di hadapan seseorang.

"Hei, kau tak apa-apa?" aku mendongak menatap laki-laki di depanku. Aku tak dapat melihat dengan jelas wajahnya. Jalanan yang gelap dan mataku yang buram karena air mata adalah faktor utamanya.

"Tolong aku…. mereka mengejarku… aku takut… .mereka akan menganiyayaku… aku mohon" aku memeluk laki-laki di depanku dengan ketakutan.

"Hei tenanglah. Aku akan menghadapi mereka. Aku akan menolongmu"

Bodyguard itu mendekati kami berdua. Aku semakin ketakutan. Aku memeluk lengan pemuda di depanku dengan erat.

"Hei bocah, serahkan anak itu pada kami" ucap salah satu bodyguard.

"Apa kalian tak malu. Sudah tua masih saja mengganggu anak muda seperti kami."

"Kau cari mati bocah!"

Buagh.. buagh… lelaki seumuranku itu menghadapi dua bodyguard bertubuh besar. Lelaki itu berkali-kali menangkis serangan pria-pria besar itu. Aku tak kuat melihat pertarungan itu. Sangat mengerikan. Seperti melihat adegan film kungfu China. Mereka saling pukul dan ajaib! pemuda itu berhasil membuat babak belur kedua pria itu. Mereka lari terbirit-birit.

"Senpai… kau baik-baik saja?" aku panik sambil mendekatinya.

"Aku biasa seperti ini. Tak usah cemas. Cemaskan dirimu sendiri! Lain kali anak SMA sepertimu jangan keluar hingga tengah malam. Orang tuamu pasti mengkhawatirkanmu" lelaki itu menasehatiku.

"Kau juga anak SMA-kan? Seharusnya kau tak keluar malam juga. Orang tuamu juga pasti mengkhawatirkanmu" aku menyindirnya.

"Kau perempuan, aku laki-laki. Lagi pula aku ada urusan dengan band-ku. Jika aku tak disini, mungkin hari ini kau berakhir ditangkap dua pria jahat tadi" ia mengacak rambutku.

Entah mengapa hatiku menghangat mendengar perkataannya. Lelaki itu akhirnya mengantarku sampai ke halte. Ia cemas jika dua lelaki jahat tadi masih mengejarku.

"Itu gitar?" aku menunjuk alat musik di punggung pemuda itu.

"Ya ,aku seorang gitaris. Aku akan menjadi gitaris terkenal suatu hari nanti. Kau pasti akan menjadi salah satu fans yang menjeritkan namaku" ia tertawa.

"Kau percaya diri sekali. Ahh… lihatlah.. bibirmu berdarah.."

Lampu halte yang terang membuatku dapat melihat wajahnya. Damn it! Dia tampan sekali. Aku mengambil sapu tangan rajutanku dari saku jaket. Aku mengusap bibirnya yang terluka.

"Sapu tangan itu untukmu senpai. Aku akan menjadi fans pertama senpai. Senpai harus menyimpan hadiah pertama dari fansmu. Jika senpai sudah terkenal, aku akan berdiri bersama fans-fansmu di acara jumpa pers. Aku ingin senpai menandatangi sapu tangan itu, lalu memberikannya kembali padaku. Dengan begitu aku akan terus mengenang kebaikan idolaku"

"Aku senang sekali punya fans pertama, hahah.. haha"

"Jangan tertawa, aku jadi malu" aku memegang pipiku yang memanas.

"Daisy" lelaki itu membaca rajutan sapu tangan hadiahku.

"Itu namaku saat kecil"

Bus tengah malam yang aku tunggu akhirnya datang. Aku melambaikan tangan tanda perpisahan padanya. Ia tersenyum tipis sambil melambaikan tangannya. OMG! aku lupa menanyakan nama laki-laki itu dan dimana ia sekolah. Bagaimana cara aku bisa menjadi fansnya jika namanya saja aku tak tau. Apalagi saat ini aku samar-samar mengingat wajahnya. Dunia hiburan juga luas sekali. Banyak artis dan band baru menjamur di dunia entertaiment. Dimana aku bisa mencarinya? Arrggg! Ino-pig bodoh.

.

.

.

Nona Kurenai memarahiku karena aku pulang tengah malam. Semua penghuni panti berdesas-desus membicarakanku dari belakang. Aku dihukum membersihkan toilet di lantai tiga. Beruntung ini hari libur. Aku senyam-senyum sendiri mengingat pertemuan pertamaku dengan penolongku tadi malam. Sepertinya aku mengalami apa yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Cinta pertamaku. Pipiku memanas mengingatnya. Aku bangun dari lamunanku. Lupakan laki-laki itu! Ada masalah yang lebih penting. Kakakku! ini tentang dia. Kakak sedang dalam masalah. Astaga! kepalaku pening mengingat keadaan kakakku tadi malam.

Aku mengunjungi Yamanaka Florist. Toko ini masih tutup walaupun jam di tanganku menunjukan pukul 11 siang. Aku menerawang melihat sekeliling. Pandanganku tertuju pada bangku yang ada di pinggir toko bunga. Ada seorang wanita tertidur disana. Aku mengamatinya. Perawakannya sangat familiar sekali. Aku mendekatinya. Konan nee-chan! Aku menutup mulutku terkejut. Dia berantakan sekali. Bau alcohol tercium dari tubuhnya. Konan nee-chan menggeliat merasakan keberadaanku di sebelahnya. Ia terbangun.

"INO! kau tak apa-apakan? mana yang terluka? mereka melakukan apa saja padamu?" kakakku panik sambil memelukku erat.

"Nee-chan pelukanmu membuatku sesak. Aku tak apa-apa. Tadi malam ada seseorang yang menolongku. Dia memukul bajingan yang mengejarku itu."

"Syukurlah, aku tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi padamu. Hiks.. hiks… Maafkan nee-chan. Hiks.. hiks"

"Ayolah hapus airmatamu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa nee-chan tak sayang padaku sampai punya masalah dan tak menceritakannya padaku? apa aku orang asing bagimu?"

"Tidak, kau adikku dan akan tetap menjadi adikku."

Kakakku menceritakan beban hidup yang dihadapinya ini. Lima tahun sudah ia menyimpan masalah peliknya sendiri. Semua berawal dari ayah yang meninggal. Pria berusia 30-an bernama Pain Yahiko itu dulunya teman ayah kami dan berlangganan toko bunga keluarga kami. Semula itu yang kakak tau. Pria itu ternyata tertarik pada kakakku dan mendekatinya. Ia menjadi pria baik hati yang selalu menolong kakak. Biaya pengobatan ibu, hingga toko bunga keluarga kami dikelola dan dibantu pria itu. Semua kebaikannya membuat kakakku tidak enak hati. Kakakku lalu bertemu pria bernama Itachi Uchiha. Mereka saling mencintai dan berencana menikah akhir tahun ini. Pain yang mengetahui berita ini begitu marah. Pain membuat semua kebaikannya dulu adalah hutang yang harus dibayar Konan. Hutangnya tak tanggung-tanggung. Sangat banyak sekali.

"Dia jahat sekali Ino… hiks… aku sudah merasakan itu sejak dulu. Keluarga kita tak punya uang Ino.. nee-chan bingung untuk uang pengobatan ibu. Dengan bodohnya nee-chan menerima bantuan bajingan itu."

"Aku minta maaf… aku tak membantumu nee-chan."

"Tidaak… aku yang ceroboh.. aku merusak hidup keluarga kita. Aku merusak hidupku sendiri… aku kotor Ino… bajingan itu memperkosaku… aku tak tau harus berkata apa pada kekasihku"

"Dia pasti akan menerimamu nee-chan. Kau wanita yang hebat."

"Tolong kau jangan katakan hal yang sebenarnya pada Kaa-san, Ino. Aku tak ingin penyakit beliau kembali kambuh. Itu akan membuat beban kita semakin banyak"

"Aku tau itu Nee-chan. Aku pegang janjiku"

.

.

Aku membobol celengan kaleng di bawah tempat tidur. Aku tak pernah menggunakan uang kiriman kakakku. Aku menabung uang pemberiannya dan uangku kerja sambilan. Aku berniat memberikan sedikit uangku ini untuk kakak yang sangat aku sayangi.

"Rumah toko kita disita Inoo…. aku bingung apa yang bisa kita lakukan. Nee-chan dan Kaa-san tidak punya tempat tinggal lagi"

"Apa? bagaimana bisa? Astaga !"

"Rumah kita dihargai 700 juta. Jadi hutang kita tinggal 150 juta Ino.. aku pusing sekali"

"Nee-chan dan Kaa-san tinggal saja di rumah milik ayah di Tokyo barat dekat pantai. Aku rasa disana nyaman dan jauh dari hiruk pikuk kota. Apalagi rumah itu besar sekali dan mewah"

"Ayo kita bertiga tinggal disana."

"Tidak! Aku tau mau membuat Kaa-san kambuh lagi dengan keberadaanku. Aku tidak mau membuat masalah lagi"

"Aku akan membicarakannya dengan Kaa-san. Kau, aku dan kaa-san akan jadi keluarga lagi. Keluarga yang bahagia"

"Tidak! Tidak semudah itu. Emm… menurutku nee-chan gunakan saja uang kuliahku untuk membayar hutang itu. Aku yakin nee-chan sampai saat ini tak berani menggunakan uang itu."

"Apa kau gila Ino! Ayah memberikan uang itu untuk masa depanmu. Apa kau mau merusak masa depanmu? Apa kau bodoh hah?"

"Ayolah! Come on! Aku sekolah di sekolah terbaik se-Jepang. Aku bisa mendapatkan beasiswa kuliah dengan mudah. Apa nee-chan lupa sekarang ini aku sekolah dengan beasiswa?"

Sebenarnya aku sedikit bersalah dengan perkataanku barusan. Beasiswa kuliah? yang benar saja? Siswa yang bodoh ini mau mendapatkan beasiswa kuliah di universitas bergengsi? Perutku serasa mual mendengarnya. Untuk mendapatkan beasiswa di SMA-ku saja aku berusaha mati-matian. Setiap malam aku belajar. Tapi tetap saja nilai ilmu alamku memperihatinkan. Mungkin jika aku tak pandai di mata pelajaran sastra, sosial dan seni aku tak akan dapat bersekolah disana. Tapi tak apalah. Aku yakin tuhan akan mendengar doaku. Aku ingin yang terbaik untuk keluargaku. Tak apa aku susah payah asal keluargaku bahagia.

Aku bahagia mendengar kabar kakakku beberapa hari yang lalu. Kakak dan ibu sudah pindah ke rumah ayah dulu. Uang kuliahku digunakan untuk melunasi sisa hutang. Uang tabunganku aku berikan untuk keperluan mereka selama kakak belum mendapatkan pekerjaan tetap. Aku tetap tinggal di panti asuhan. Aku memutuskan akan keluar dari panti asuhan yang telah merawatku ini jika aku sudah lulus SMA. Aku akan belajar mandiri sejak sekarang dan akan menabung untuk persiapanku mendatang.

Bersambung…..

WOHOHO… Akhirnya part satunya selesai…

Hallo? aku author baru disini!

Maaf jika ceritanya gaje dan penuh drama (Bisa dilihat genrenya memang drama :P ). Author cuma ingin menyalurkan pikiran lewat menulis. Otak author sudah penuh setelah melewati UN SMA author lulus dengan nilai lumayan (?) #Jangan tanya berapa nilai bahasa Indonesia author (T.T).

Aku sudah menjadi silent reader selama kurang lebih 3 tahun. Itu adalah sebuah rekor! Aku sebut silent reader adalah kejahatan. Aku sebuah akui itu salah! (T.T). Bagi kalian para silent reader dan teman-teman yang lain, silahkan baca cerita ini. Cerita ini untuk hiburan semata. Yang nggak suka nggak usah baca.

Tentang fanfic ini entah kenapa aku suka karakter Ino yang menurutku cantik di anime Naruto. Cerita ini bisa disebut prekuel karena nantinya author akan benar-benar membuat kisah cinta Ino bersama seseorang. Cerita ini cuma dua chapter. Banyak orang bilang sih Twoshoot.

Yang berminat silahkan REVIEW!

Author butuh saran dan kritik untuk kelancaran dan keberhasilan cerita ini.