Chapter 1 : Desember Kelabu

Desclaimer : Masashi Kishimoto dan Kawahara Reki

Rating/Setting : K+ / AU

(Untuk rating mungkin bisa bertambah seiring berjalannya cerita, saya juga belum tahu *Plak! dasar author bodoh :D)

Story by Farindpussy

Warning : Segala macam warning tumplek blek disini, jadi harap maklum. Hohohoho

Pleasse R&R.

THANK YOU for reading.

;

;

;

;

"Nyalakanlah lilin ini jika kau merasa kesepian Hina chan. Benar-benar kesepian."

Hinata tersentak bangun dari tidur malamnya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih terasa berat. Berusaha membiasakan pandangannya yang buram oleh temaram lampu di meja belajarnya. Nafasnya tidak beraturan. Kepalanya terasa pusing. Ada rasa sesak yang menyeruak muncul didadanya. Hinata menoleh kekanan dan kekiri, ah ternyata dia ketiduran sehabis mengerjakan PR fisikanya. Dia tertidur di meja belajarnya.

Hinata mengingat kembali mimpi yang akhir-akhir ini selalu menghantui tidurnya. Masa lalunya empat belas tahun lalu. Saat ulang tahunnya yang ke tiga. Sebuah kado yang diberikan ibunya sesaat sebelum kepergian sang ibu untuk selamanya. Hinata berjalan kearah almari pakaian disudut kamarnya. Perlahan tangan rampingnya membuka kunci dan iris lavendernya mencari kotak kenangan diantara tumpukan baju-bajunya. Dan ketika dia menemukannya tangannya terulur untuk mengambil kotak tersebut. Hinata membukanya dengan perlahan. Di dalamnya hanya terdapat sebuah lilin berwarna maroon dengan panjang 15cm dan diameter 3cm. Jemari lentiknya bergerak untuk menyentuh batang lilin, namun belum sempat ujung jarinya menyentuh lilin tersebut, Hinata menarik kembali jemarinya.

"Tidak." Hinata menggeleng perlahan. Meskipun tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi Hinata tidak mau menyalakan lilin tersebut. Ada rasa takut yang menjalari seluruh tubuhnya. Sebenarnya misteri apa yang disimpan lilin berbau mawar tersebut? Hinata tidak tahu. Dia mengembalikan kotak kenangan tersebut dan mengunci almarinya rapat-rapat.

"Dia...? Belum pulang?" tanya Hinata pada dirinya sendiri. Ada pancaran kesedihan yang terlihat dikedua iris lavendernya.

.

.

.

"Apa yang kau lakukan baka!" teriak Sasuke. Kedua tangannya reflek mendorong tubuh Hinata hingga terjatuh di lantai.

"Ittaii," rintih Hinata.

"Kau mulai berani huh!" sergah Sasuke. Dia menatap Hinata tajam kemudian meninggalkannya. Terdengar langkah berat Sasuke dan pintu geser yang ditutup dengan kasar.

Kedua tangan Hinata memegangi dadanya. Jantungnya berdetak cepat seakan sedang ikut pacuan kuda. Perlahan namun pasti, wajahnya yang memerah mulai dialiri cairan bening yang turun dari kedua iris lavendernya. Hinata menyadari perbuatannya tadi sungguh nekad dan sangat bodoh. Hari ini tanggal 27 Desember. Salju sudah mulai turun diatas kota kecil Konoha dan kota-kota lain di Jepang. Hawa dingin merasuk sampai terasa menusuk-nusuk tulang. Dimalam yang dingin ini Hinata hanya ingin memastikan sesuatu atas setengah tahun pernikahan mereka. Dia datang ke kamar Sasuke, melihat Sasuke yang terlelap dan duduk disampingnya. Hinata hanya ingin tahu apakah Sasuke mengingat hari ulang tahunnya? Hinata ingin sekali merayakannya berdua. Hinata ingin sebuah hadiah, tidak perlu yang mahal atau mewah, Hinata hanya ingin Sasuke membalas cintanya. Lalu semuanya terjadi begitu saja. Wajah Hinata semakin memerah, dia sendiri tidak tahu kenapa dia bisa mencium Sasuke. Apa yang ada dipikirannya? Hinata semakin menangis kala mengingat reaksi Sasuke yang terlalu berlebihan tadi. Dadanya terasa begitu sakit.

Sasuke masih berdiri didepan pintu kamarnya. Tangan kirinya meremas dadanya yang terbalut kaos hitam. Giginya bergemeretak menahan sesuatu dan nafasnya memburu. Sasuke melangkah pergi dengan degup jantungnya yang bertalu-talu tanpa dapat dia kendalikan.

Hinata kembali ke kamarnya setelah dia puas menangis. Rambut indigo panjangnya tampak kusut dan berantakan. Matanya bengkak dan memerah. Dikedua pipi chubbynya yang tampak memerah karena dingin terdapat bekas-bekas air mata. Hinata memasuki kamarnya dengan langkah gontai. Kamarnya dibiarkan gelap, mungkin gelap dapat meringankan bebannya. Namun gelap membawa hawa dingin yang semakin merobek hatinya. Hinata terpaku menatap cake tart mini yang ia letakkan diatas meja belajarnya. Cake yang tadi dia beli sepulang sekolah. Hanya sebuah cake kecil yang ia dapat dari uang saku yang tidak ia jajankan hari ini.

Hinata menarik kursi dan mendudukinya. Tangan kirinya terulur untuk mengambil korek api. Dikeluarkannya batang korek api tersebut. Hinata mengamati lilin maroon dihadapannya, lilin pemberian ibunya. Apa yang akan terjadi jika Hinata menyalakannya sekarang. Hinata harap akan ada kehangatan yang menyusup dalam raganya, menemani hatinya yang selalu sendiri. Kesepian.

Ceesshh!

Hinata berhasil menyalakannya. Apapun yang terjadi Hinata akan menerimanya. Namun detik demi detik dan menit demi menit yang berlalu tetap tak terjadi apa-apa. Hinata tersenyum simpul menatap api tenang diatas lilin tersebut, aroma mawar menguar dari lilin itu yang membuat hati Hinata terasa nyaman kala menghirupnya. Hinata menautkan jari-jari tangannya didepan dada, dia menutup kedua kelopak matanya dan mulai memohon,

"Kami sama, aku hanya berharap aku dapat hidup bahagia bersama Sasuke kun."

Hinata membuka kedua matanya perlahan. Tatapan matanya langsung bertemu dengan api diatas lilin. Hinata merasa aneh, cahaya lilinnya berubah jadi kebiruan, suasana kamar Hinata pun menjadi sangat hangat, padahal diluar sedang turun salju. Ah, hujan salju? Kemana Sasuke pergi, Hinata harus mencarinya. Dia pun segera berdiri, meraih mantel, topi dan syal tebalnya. Hinata mulai pergi mencari Sasuke ditengah hujan salju. Tumpukan salju yang mengunung membuat langkah Hinata terhambat. Uap dingin keluar setiap kali dia bernafas, dinginnya udara membuat kulit wajah Hinata terasa mati.

"Sasuke kun, kamu dimana?" cairan bening dan hangat kembali mengalir dari pelupuk mata Hinata. Kedua iris lavendernya semakin buram karena air matanya yang tidak mau berhenti. Di kejauhan Hinata melihat sosok Sasuke. Tanpa mempedulikan tumpukan salju yang menghalangi jalannya, Hinata mencoba berlari.

"Sasuke kun!" teriak Hinata. "Aaarrrggghhh."

Brukkk.

.

.

.

TBC ...

Gyaaahhhhhhhh... sangat sedikit ya?

Saya tidak tau harus bilang apa. Ini fic crossover pertama saya. Belum kentara sih crossovernya #garuk garuk kepala. Fic ini terlalu banyak pendeskripsian daripada percakapan. Habis saya bingung Hinata mau bicara sama siapa lagi, yahhh Hinata kan hanya tinggal berdua sama Sasuke. Untuk kehidupan sekolah Hinata saya tidak tampilkan. Nanti-nanti saja deh di chap selanjutnya. Hohohohoh.

Aduh, aku kok kebanyakan bacot ya? #bingung sendiri.

Ah, ya sudahlah, thanks to reader yang mau baca karya gila saya. Peace...