-OoOoO- Di cerita ini ada 2 setting waktu. masa sekarang dan masa lalu. tulisan yang di BOLD itu artinya setting waktu yang sebenarnya/sekarang -OoOoO-

.

.

.

.

Sampai kapan...

Sampai kapan aku harus menunggumu akashi-kun...?

Cepatlah datang, kumohon...

.

.

"kurokocchi" pemuda bersurai emas itu menatap sendu sosok pemuda yang ada dihadapannya saat ini.

" 1 jam lagi. biarkan akan menunggunya satu jam lagi kise-kun"

pemuda bernama kise itu melirik jam tangan nya, benar-benar tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan dengan sifat keras kepala sepupunya itu.

Akashi seijuurou. Ya, ia benar-benar penasaran dengan sosok pemuda yang selama sebulan belakangan ini telah memberikan kebahagian untuk kuroko. meskipun kise belum pernah bertemu dengan akashi, tapi saat itu kise tahu pemuda itu bisa ia percaya untuk menjaga kuroko,tapi itu dulu.

Kise mendekat. dengan hati-hati ia memegang bahu kuroko, mencoba membujuk pemuda yang sejak kedatangan mereka di halte bis itu terus memandang ke arah jalan raya yang semakin terlihat sepi "disini terlalu dingin, kita menunggu didalam mobil saja kuro-" kise kaget saat koroko menepis tangannya dengan kasar, dan untuk pertama kalinya kise melihat tatapan kemarahan di iris secerah langit biru itu.

"jangan membuat aku membencimu kise-kun" tanpa memperdulikan ekspresi kaget pemuda bersurai emas itu, kuroko kembali menfokuskan perhatiannya pada jalanan yang ada didepannya.

akashi-ku, bukankah semua ucapanmu absolut.

tapi kenapa, kenapa kau mengingkari janjimu.

aku mulai lelah menunggu akashi-kun seperti ini.

.

.

.

Hancur. Frustasi. Kecewa. semua perasaan itu kembali membuatnya sulit untuk bernafas. Perlahan kuroko menutup matanya, memutar kembali ingatan akan awal pertemuannya dengan pemuda bersurai merah yang telah menjadi pemilik hatinya.

.

.

.

.

"Ooi akashi, kenapa kau menolak pernyataan cinta gadis tadi. Bukankah dia sangat seksi" pemuda dengan surai berwarna biru gelap itu menatap kesal pada temannya yang terlihat acuh dengan semua perkataan yang telah ia ucapkan barusan.

"dia bukan tipeku"

"cih, sombong sekali kau"

"aku tidak sama denganmu daiki, laki-laki bodoh yang menyukai semua gadis hanya karna ukuran dada mereka yang besar"

"hanya gay yang tidak tergoda saat melihat ukuran dada wanita-wanita itu"

"apa kau mengataiku seorang gay daiki?" lirikan mata dwi warna milik pemuda bersurai merah itu berubah tajam.

Sadar akan posisinya yang dalam bahaya, aomine segera mengambil jarak dari akashi. Ia tak ingin kembali merasakan tajamnya gunting milik pemuda itu saat menggores kulit gelapnya

"hahaha...u-ucapanku barusan tidak serius akashi. Kenapa selera humormu jelek sekali sih" balas aomine tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak terasa gatal sama sekali.

BUKKKK-

Perhatian kedua pemuda itu teralih saat mendengar suara ribut yang berasal dari salah satu gang kecil dibalik jalan tempat mereka berada. tanpa membuang waktu, mereka segera berlari ke tempat tersebut

"hei...hei..., bukankan ini pertarungan yang tak adil. jumlah kalian terlalu banyak untuk melawan pemuda sekecil itu" aomine tersenyum sinis menatap ketujuh laki-laki berbadan besar yang tengah mengeroyok seorang pemuda bertubuh terlalu kecil untuk ukuran laki-laki seusianya.

"diam kau bocah! Atau kau dan temanmu itu juga akan bernasib sama dengan anak brengsek yang ada dibelakang kalian!" ancam salah satu laki-laki yang mengenakan kaos hitam tanpa lengan.

"mulut kotormu sepertinya benar-benar harus ku beri pelajaran paman" aomine langsung menghajar ketujuh pria berbadan besar itu sendirian. Sementara akashi hanya menjadi penonton yang manis di tempatnya berdiri saat ini.

Tidak butuh waktu lama bagi pemuda berkulit gelap itu untuk melumpuhkan semua pria-pria itu. setelah pekerjaannya selesai, aomine kembali melangkahkan kakinya mendekati akashi.

"sepertinya kau tidak membutuhkan bantuanku daiki"

Seringai muncul diwajah aomine saat ia mendengar ucapan pemuda itu "kau bercanda akashi,itu sama saja menghancurkan harga diriku kalau aku sampai harus membutuhkan bantuan mu untuk menghajar sampah-sampah seperti mereka"

Pandangan aomine teralih saat melihat pergerakan dari pemuda yang berada di belakang akashi. si surai biru cerah itu sedang mencoba untuk berdiri dengan tubuh yang penuh luka "O—oi, apa kau baik-baik saja?"

"arigato" ucap pemuda itu singkat tanpa ekspresi sedikitpun, lalu dengan langkah tertatih ia mencoba menarik paksa tubuhnya meninggalkan tempat tersebut. namun baru beberapa langkah, tubuh kurus itu kehilangan keseimbangannya.

Saat melihat pemuda bersurai biru langit itu akan jatuh, akashi segera menangkap tubuh kecil itu sebelum benar-benar meyentuh permukaan jalan yang kasar "sepertinya kau tidak cukup kuat untuk berjalan-" akashi terdiam saat ia sadar kalau ia belum tahu siapa nama pemuda itu

"kuroko tetsuya" kuroko menyebutkan namanya seakan tahu apa yang sedang dipikirkan pemuda bersurai merah itu

"ternyata kau cukup pintar untuk menebak apa yang sedang ku pikirkan tetsuya" puji akashi "akashi seijuurou, dan pemuda yang menghajar semua pria itu bernama aomine daiki" ucap akashi menyebutkan namanya dan aomine

"ooi tetsu" sapa aomine sambil menunjukkan senyuman khasnya. Kuroko hanya mengangguk kecil saat aomine menyapanya

"kenapa kau bisa berurusan dengan mereka tetsuya. Kau tidak terlihat seperti orang yang suka mencari masalah" tanya akashi sambil membantu kuroko untuk duduk

"apa kau tau akashi-kun, aku merasa memang pantas menerima semua kemarahan mereka"

"apa maksudmu tetsuya?" akashi menatap bingung kuroko, tak mengerti maksud dari ucapan pemuda itu

"tidak ada, lupakan saja semua ucapanku barusan" kuroko mengalihkan pandangannya dari tatapan tajam akashi.

Sadar kalau kuroko tak ingin membahas masalahnya lebih jauh, akashi memutuskan untuk berhenti bertanya. meskipun hatinya merasa tak puas, tapi entah mengapa ada perasaan aneh yang ia rasakan saat melihat tatapan penuh luka pada iris secerah langit biru itu.

"baiklak. Daiki, kita kembali. Aku harus segera mengobati luka-luka ditubuh tetsuya" ucap akashi yang lebih terdengar seperti sebuah perintah. tanpa meminta izin terlebih dahulu pada kuroko, akashi langsung menggendong tubuh pemuda itu meski ia mendapat sedikit perlawanan.

"A—apa yang kau lakukan akashi-ku. Tu—turunkan aku" protes kuroko. pemuda itu terus meronta dalam gendongan akashi

"diamlah tetsuya,ini perintah!"

"kenapa aku harus menuruti perintah akashi-kun" protes itu kembali ia ucapkan. benar-benar merasa kesal akan sikap pemilik iris dwi warna itu

"karna setiap perkataanku absolut tetsuya"

akhirnya kuroko menyerah. jujur ia malas berdebat dengan pemuda yang sedang menggendong dirinya saat ini "terserah akashi-kun"

akashi tersenyum tipis saat mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut kuroko. Ya, kalimat yang menyatakan kekalahan dan memutuskan untuk menuruti apa yang diucapkan olehnya.

Kuroko tersentak. semburat merah itu kini terlihat sangat jelas di kulit wajahnya yang memang berwarna putih pucat. tak ingin akashi ataupun aomine menyadari rona merah diwajahnya, kuroko membenamkan wajahnya semakin dalam pada dada bidang akashi

'kenapa akashi-kun tersenyum seperti itu' demi apapun kuroko benar-benar mengutuk senyuman akashi yang ia lihat tadi dalam hatinya. senyuman yang menjadi penyebab atas warna merah di wajahnya saat ini.

"ada apa tetsuya?" akashi menatap kuroko, mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya pada si surai biru tersebut.

"tidak, aku hanya lelah akashi-kun"

Bohong! Tentu saja akashi tau kalau kuroko berbohong padanya. karna dia adalah seorang akashi. tidak ada satu kebohonganpun yang luput dari mata heterokromatik merah-emas miliknya.