ERROR

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Story by : Wightmare

Rating : T+

Warning : AU, OOC, Typo, NaruSarada, NaruKarin.

A/N:

Ane memutuskan untuk mengubah fic ni menjadi straight. Jika kalian ingin membaca ver NSnya silahkan kunjungi wattpad saya~ Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Enjoy reading! ^^

.

.

Dia menelan ludahnya, sekadar membasahi tenggorokan yang kering akibat dahaga. Keringat pun mengalir deras, membanjiri kausnya yang lusuh. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk terus melangkah, melewati rimbunnya hutan. Meskipun sinar matahari yang menyengat terus memperburuk kondisi laki-laki bersurai pirang itu.

Namanya Naruto.

Seorang remaja lima belas tahun yang tengah gundah gulana karena sahabatnya, Sarada. Tidak biasanya Sarada bolos sekolah selama tiga hari berturut-turut. Ada apa gerangan? Naruto khawatir bila sang sahabat terkena sakit parah atau hal buruk lainnya. Untuk memastikan, akhirnya Naruto nekat menempuh perjalanan sejauh belasan kilometer.

"Ouch!" Naruto mengaduh kesakitan. Kecerobohan membuat telapak kakinya kembali terluka akibat menginjak kerikil tajam. Buliran kecil air mata menyeruak keluar, ketika rasa perih di kaki Naruto bertambah.

Tapi semua itu tidak membuatnya menyerah, tidak setelah perjalanan cukup berat yang ia tempuh. Terutama, tatkala terbayang senyuman manis dari gadis beriris hitam. Seolah menjadi pemantik otomatis, di kala kobaran semangatnya mulai meredup.

Seulas lengkungan tipis terukir di bibir Naruto, sementara jari jemarinya memegang erat bandul kalung yang terbuat dari batu ruby berbentuk prisma.

"Semoga kau baik-baik saja, Sarada..."

.

Bruk!

Seorang penjaga yang malang kembali menjadi korban ketajaman sebilah pedang es. Sang tersangka menatap dingin, puluhan mayat penjaga yang bergelimpangan di atas kubangan darah mereka sendiri. Sedingin kondisi hatinya yang telah membeku sejak belasan tahun silam.

"Naruto, bagaimana situasi area—Ah rupanya kau telah menyelesaikannya!" ujar wanita bersurai merah terang yang mendekati pria itu dari belakang. Dari lekuk parasnya yang cantik tanpa goresan, dapat ditarik kesimpulan sepertinya ia berumur sekitar dua puluhan.

"Rencana selanjutnya?"

Sikap Naruto yang selalu to the point, membuat wanita tersebut merenggut. Kawannya yang satu ini, selalu serius. Padahal untuk sekarang, keadaan di sekitar mereka telah aman. Setidaknya, jangan terlalu waspada juga!

Seolah mengerti pikiran wanita di sampingnya, Naruto pun angkat bicara. "Musuh bisa datang kapan saja, Karin."

Karin langsung menoleh. Sepasang mata yang senada dengan warna rambutnya, melotot horor pada Naruto. Tatapannya seperti mengatakan, 'darimana kau tahu?'

"Tampang bodohmu menjelaskan semuanya!" Persimpangan imajiner seketika tercetak di dahi putih Karin.

Tap! Tap! Tap!

Suara derap langkah kaki terdengar mendekat, mengejutkan kedua penyihir berbeda gender tersebut. Sekaligus menciptakan rasa penasaran, hingga keduanya menerka-nerka. Siapakah gerangan? Musuh atau kawan? Tidak berapa lama, seseorang yang ditunggu pun keluar dari ruangan tak berpalang pintu dari depan mereka.

"Tahanan nomor 204 dan 205, cepat kembali ke sel kalian! Bila tidak—" senjata berbentuk pedang ia keluarkan dari sarungnya. Iris yang semula hitam, berubah merah dengan tiga bulatan kecil yang berputar pelan.

"Kalian paham konsekuensinya, bukan?"

Netra sebiru safir milik Naruto melebar, jantungnya seolah berhenti berdetak. Bukan pedang milik wanita tersebut yang menjadi sumber keterkejutan Naruto. Bukan pula nafsu membunuh yang menguar pekat, melainkan sosok dan paras sang penjaga.

'Aku bersyukur, karena mempunyai teman sepertimu...'

Helaian rambut hitam, iris mata familiar serta wajah oriental yang mengingatkannya akan seseorang—

'Kau janji tidak akan melupakanku, kan?'

'Ya, aku janji!'

-Yaitu Sarada.

Meskipun kematian sempat memisahkan mereka, meskipun pula berpuluh tahun mereka tidak bertemu. Tapi Naruto akan selalu mengingat Sarada sampai kapan pun. Karena mana mungkin dia melupakan seseorang yang telah mencuri hatinya. Maka dari itu, Naruto sangat yakin jika sipir penjaga yang ada di hadapannya ialah Sarada.

"Siapa namanya, Karin?"

Sebuah pertanyaan meluncur dari mulut Naruto. Karin tersentak, ketika nada bicara Naruto terkesan lebih berat daripada biasanya. Tidak ingin memperburuk suasana hati Naruto, Karin segera menjawabnya.

"Sarada, kepala sipir terkuat di Roux."

Deg!

.

Langkahnya terhenti, tubuhnya menegang. Di sana, tepatnya sepuluh meter dari tempat ia berdiri, gerbang kebanggaan klan Uchiha telah rubuh. Gerbang yang terkenal akan kekokohannya selama beratus-ratus tahun, kini hanya berbentuk puing-puing batu tak berharga.

Firasatnya semakin memburuk. Tidak ada pilihan lain, meskipun terdapat aturan tertulis bahwa manusia rendahan seperti dirinya dilarang untuk memasuki kawasan klan bangsawan. Naruto akan tetap memasukinya dan siap menanggung segala resiko.

Semakin berlari memasuki kawasan utama, Naruto disuguhkan akan pemandangan yang mengerikan. Seluruh rumah di kompleks klan Uchiha telah hangus terbakar, menyisakan serpihan puing kayu dan abu. Beberapa mayat yang telah membusuk tampak bergelimpangan di sepanjang jalan.

"Ti-tidak mungkin, Sa-sara-" Lutut Naruto kehilangan kekuatan untuk menopang kakinya agar tetap berdiri, ia jatuh terduduk. Raut syok tercetak jelas di wajahnya.

Kenyataan pahit telah menampar telak logika, tatkala Naruto menemukan tubuh familiar yang terbujur kaku. Sarada ternyata telah tewas dengan luka menganga di bagian leher. Surai hitamnya ternodai oleh merahnya darah. Kedua mata yang terpejam, menyembunyikan iris hitam yang selalu berbinar ceria.

Sekali lagi, Naruto kehilangan temannya yang berharga.

Naruto mulai terisak, ia mencoba mengelak akan fakta di hadapannya. "Ini tidak lucu! Kenapa kau malah tidur di sini? Kumohon bangunlah! Ayo, bangun, Sarada..."

Ia menepuk pipi, mengguncang pelan bahu Sarada, lantas memeluk tubuh sang Uchiha.

Tangisannya terdengar pilu saat itu. Seolah bersahutan dengan burung gagak yang terbang berputar di atas sana. Menarikan tarian kematian di angkasa. Air matanya kian deras turun dari mata, ketika Sarada tidak kunjung merespon ucapannya.

.

"Sa-sarada...?"

"Ya benar, nama lengkapnya Uchiha Sarada. Dia bukan prajurit biasa, sebaiknya kau berhati-hati Naruto!" jelas Karin. Rambut panjangnya terangkat seiring aura merah muda yang muncul menyelubungi seluruh tubuh. Sementara Naruto, dia hanya terdiam membisu.

Setelah sekian lama, cairan bening dari matanya kembali mengalir, membentuk sungai-sungai kecil di pipi sebagai bentuk dari berbagai luapan emosi yang mendera. Ternyata dugaannya tepat. Sarada hidup kembali dan tumbuh menjadi wanita yang tampak kuat. Naruto tidak tahu kata apa yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini.

Khawatir akan kondisi sang sahabat yang sedari tadi terdiam, Karin memberanikan diri untuk bertanya. "Naruto, kau tidak apa-apa?"

Suara Karin yang menyapa indera pendengarannya, menarik Naruto untuk kembali fokus. Naruto menghapus kasar sisa air mata menggunakan punggung tangan. "Aku tidak apa-apa!"

"Lebih baik kita selesaikan tantangan terakhir ini!" lanjutnya.

Mau tidak mau, Naruto harus tetap melawan Sarada. Jika tidak melakukannya, Naruto dan Karin tidak akan pernah lulus dari tes sang guru yang tega menjebloskan mereka ke penjara.

Naruto lalu memperhatikan gerak-gerik Sarada. Perasaan ragu mulai menyelusup ke dalam hatinya. Tapi menyelesaikan tantangan ini, jelas lebih baik dari pada dia menangis seperti remaja labil. Naruto harap, kondisi hati tidak akan membebaninya.

Setelah persiapan mentalnya mencukupi, Naruto pun berujar pada Karin, "Yosh! Karin, kau dulu yang memulai!"

Karin tertegun, Naruto... lelaki sedingin itu, kini tersenyum?

.

"[Psychic!]"

Sesuai perintah Naruto, Karin memulai serangannya. Ia mengibaskan sebelah tangan dan seketika tubuh Sarada terpental oleh energi tak terlihat. Menabrak beberapa lapis dinding dan berakhir terjerembab di tembok yang retak. Kemampuan esper yang mengerikan.

"Kau terlalu berlebihan Karin..." Naruto tampak khawatir melihat Sarada masih belum bergerak dari tempatnya setelah serangan pertama dari Karin.

Karin langsung membalas ucapan Naruto dengan nada yang lebih tinggi daripada biasanya. "Berlebihan? Dia itu musuh kita Naruto! Apakah kau lebih memilih mati di tangan musuh?"

Naruto menutup matanya sejenak, "Tidak juga."

Mata Karin masih tertuju pada sosok Sarada yang mulai bergerak dari posisinya. "Baguslah! Sekarang giliranmu, cepat habisi dia Naruto!"

Pemilik netra sebiru safir itu mengangguk, udara dingin menyelimuti tangan kanannya, tidak berapa lama tangan Naruto berubah menjadi sebilah pedang es yang tajam. Naruto segera berlari menuju Sarada, dia mengayunkan tangannya untuk membelah perut Sarada. Namun—

Trang!

-serangannya dapat ditangkis dengan mudah. Naruto tampak terkejut, sebagian pedang esnya retak lalu hancur menjadi serpihan es kecil. Tidak ingin tangannya menjadi korban, Naruto menghentikan sihirnya lantas mundur mengambil jarak . Kemudian ia merapal cepat mantra sihir dan menghentakan tangannya di lantai.

"[Ice Shards]"

Jarum es besar keluar dari lantai, terus muncul untuk menusuk dan mengikuti Sarada ke mana pun ia pergi. Melihat serangan pengalihannya berhasil, Naruto kembali memunculkan pedang es. Ia ber-teleport ke belakang Sarada dan tanpa segan menebas lehernya sampai putus.

Hening...

"Good job, Naru! Cepat seperti biasanya!" Puji Karin.

Naruto terdiam, ia menunduk untuk menatap nanar Sarada yang kembali 'tewas'. Darah kental masih keluar dari luka tebasan di leher, menodai lantai dengan warna merah kehitaman. Sedangkan Karin, ia sudah menonaktifkan kekuatan esper-nya.

Gadis itu bergerak mendekati Naruto yang tampak menyesal atas apa yang ia lakukan. Tindakan yang sangat aneh bagi pria semi sadis sepertinya. Untuk menuntaskan rasa penasaran, Karin memilih menggunakan kekuatan telepati daripada bertanya secara langsung.

Tidak berapa lama ia menemukan sesuatu yang mengejutkan. Ternyata sipir penjara itu adalah sahabatnya Naruto sewaktu kecil. Pantas saja sang Uzumaki sempat menahan diri tadi.

Kalau begini, semuanya jadi serba salah. Karin melirik pada jam tangan, waktu mereka tinggal sedikit lagi, sementara Naruto tengah dalam kondisi mood yang buruk. Bagaimana pun juga, mereka harus tetap keluar dari penjara ini.

"Naruto, mari kita pulang!"

Bukannya menyetujui, Naruto malah membalas ajakan karin dengan sebuah pertanyaan."Karin, apakah Sarada dapat beregenerasi kembali?"

"Aku rasa bisa, pasalnya dia telah berubah menjadi zombie. Namun akibat dari seranganmu tadi, regenerasinya kali ini pasti memerlukan waktu yang agak lama." jelas Karin.

Ekspresinya kemudian berubah bingung. "Memangnya ada apa Naru? Bukankah informasi tentang ras undead dan segala jenisnya telah guru Jiraiya jelaskan? Kau lupa lagi atau ada-"

"Aku hanya ingin memastikan saja." potong Naruto. ia merogoh sakunya lalu mengeluarkan sebuah perkamen.

"Memastikan?" Sebelah alis Karin terangkat heran. "Memastikan ap-Tunggu, jangan-jangan Kau-" Karin terbelalak setelah melihat Naruto menaruh perkamen sihir tersebut di atas perut Sarada.

"Seperti yang kau duga, dan jangan mencoba menghalangiku Karin!" Naruto meliriknya sekilas. Sorot matanya yang berubah tajam sanggup membuat gadis Uzumaki itu bungkam.

.

.

-Tbc-

See you di chap 2! Fav, fol, rev juga boleh hohoho ^_^