THE BEST OF SCENARIOS

Bagian 1

"Berpikir apapun yang mustahil menjadi nyata"

...

..

.


"Aku sudah bilang, dia benar-benar gila!" Sakura mengerucutkan bibirnya jengah, ia kembali teringat dengan sikap tegas dan egois dari atasannya yang tak lain adalah mantan kekasihnya sendiri sejak mereka di SMA —lebih tepatnya, Sakura yang mengikrarkan hubungan mereka saat itu—.

"Sebenarnya kau terlalu dibutakan dengan dendam dimasa lalumu Saki, kau tidak lihat ya bagaimana sikap sebenarnya dia padamu?" Ino ikut menyahut diantara tiga temannya yang lain.

Suasana kantin mendadak membuat dada Sakura terasa sesak, rasa sebal juga tak kalah membuat emosinya menaik. "Jangan bahas sesuatu yang tidak bisa aku dengar Pig, dia tidak punya sisi baiknya! Sejak dulu juga memang begitu." Sahut Sakura mengelak.

Tenten, Hinata, Temari, dan Ino, mereka semua serentak diam seketika dan mengurungkan niat untuk memberikan pendapat mereka. Kilatan dimata Sakura begitu terasa nyata sehingga diantara mereka memilih untuk diam saja.

"Aku pergi duluan teman-teman, kalian tahu sendiri konsekuensi apa yang bisa kudapat saat si gila menuduhku macam-macam." Desisan sekaligus pamit Sakura pada keempat temannya yang masih berada disalah satu meja kantin.

Ino tertawa cukup kencang, berbalik dengan Tenten, Hinata dan Temari yang menjaga imagenya, mereka lebih dulu berpikir ketimbang langsung melakukan apa yang mereka ingin. Kemungkinan terburuk, Sakura memutar arah badannya dan kembali menemui mereka kemudian menggebrak meja kantin sehingga membuat seisinya menjadi riuh. Bisa saja kan? Wanita patah hati bisa melakukan semuanya dengan tangan enteng.

Sakura berjalan melewati beberapa karyawan yang membungkuk memberinya hormat dan ia balas dengan senyum tipis seperti biasanya. Menjadi sekretaris di perusahaan seorang mantan bukan hal mudah baginya, apalagi kalau mantannya selalu bertindak macam-macam dan semua itu diluar nalar manusia –pikirnya.

Hampir semua laporan yang harus ditanda tangani oleh direktur perusahaan, justru lelaki itu melemparkan kewajibannya pada Sakura sehingga wanita itu benar-benar bingung harus mengambil langkah apa. Tatkala hal yang ia pikir punya keuntungan besar, justru membawanya pada masalah yang cukup berat, dan berakhir dengan lelaki itu yang mengejeknya macam-macam.

"Haruno-san, anda dipanggil Uchiha-san untuk menemui ruangannya." Sahut Matsuri, salah seorang karyawan yang tiba-tiba berada dihadapannya. Gadis berambut coklat itu membawa beberapa map di genggaman kedua tangannya, dan Sakura tebak gadis itu baru selesai menemui si gila diruangannya.

Dengan sekali tarikan nafas, Sakura segera beranjak menuju lift dan menekan lantai 7 yang membawanya kehadapan si bos.

Ting!

Lift-nya terbuka, dan ia bergegas menuju salah satu pintu kebesaran petinggi perusahaan serta pihak yang berpengaruh. Bel pintu ditekannya cukup kencang, sehingga bunyi yang keluar cukup nyaring.

"Masuk." Sahutan dari dalam, berhasil. Biasanya lelaki itu akan membiarkan Sakura berlama-lama dibalik pintu seperti orang bodoh karena tidak mendapat ijin masuk keruangannya. Padahal, jelas sekali lelaki itu yang memintanya menghadap seperti saat ini.

Sakura segera masuk, pintu yang otomatis dapat open/closed melalui sebuah remote yang tentu lelaki itu pegang, ternyata memang mendapat respon yang baik.

"Ada kepentingan apa anda memanggil saya kemari?" pertanyaan yang cukup lantang dan berani baru saja terlontar dari bibir Sakura, wanita itu juga tak dapat menahan rasa kagum pada dirinya sendiri yang bisa dengan bijak mengendalikan suasana hati dan keadaannya saat ini.

"Sambutan yang tidak baik untuk seorang karyawan biasa sepertimu." Balasnya dan sontak membuat Sakura bungkam, benar ia hanyalah karyawan biasa yang sudah mulai bekerja saat Uchiha Fugaku masih memegang kekuasaan. Dan disinilah ia, menundukan kepalanya memberikan sopan santun pada lelaki yang sebenarnya ia benci.

Untuk seorang mantan kekasih, Sakura dulu merasa menyesal karena tidak mengenali siapa saja anggota keluarga lelaki itu. Sehingga ia harus terjebak disaat dirinya mendapat jabatan dan perlakuan baik diperusahaan ini, tapi ternyata, lelaki paruh baya yang sangat ia segani adalah Ayah dari seorang lelaki yang begitu ia tidak sukai.

"Duduklah."

Sakura segera mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan lelaki itu, bahkan mata mereka bertemu dan saling menatap satu sama lain. "Jadi, untuk apa anda memanggil saya kemari? Matsuri mengatakan anda memanggil saya keruangan anda." Sahut Sakura memperjelas, persetan jika lelaki itu menyalahkan Matsuri jika gadis itu berbohong, karena kenyataan sekarang ia hanya tidak mau bertemu dengan lelaki arrogant didepannya.

"Mana berkas yang sudah kau tanda tangani?"

Sakura mendenguskan nafasnya pelan. "Saya tidak pernah mentanda tangani semua berkasnya, saya hanya melakukan scanning tanda tangan anda untuk laporan persetujuan dari perusahaan lain. Jadi tentu saja bukan saya kepala perusahaan ini, benar?" balas Sakura tenang.

Lelaki itu menarik nafasnya pelan, ia menyodorkan sebuah map. "Tanda tangani ini, cepat!" sahutnya terdengar memerintah seperti biasa.

Sakura menatap map yang disodorkan lelaki itu menyimak, bagaimana mungkin sekarang ia yang harus menanda tangani langsung salah satu berkas perusahaan? Bukankah itu hal paten yang seharusnya dilakukan oleh seorang direktur saja?

"Cepat. Ini bukan surat pemecatan karyawan. Jadi tanda tangani saja." Sahut lelaki itu mengulang dengan ketidak sabarannya.

Dengan ragu-ragu Sakura menuruti apa yang lelaki itu inginkan, kemudian ia sodorkan balik berkas tadi yang sudah ia tanda tangani. Lelaki itu lalu mengeluarkan selembar materai kecil dan menempelkannya di salah satu kolom lain dan menanda tangani tanpa berbicara apapun.

Alis Sakura bertaut bingung, ia bahkan sudah tidak sabar menahan rasa penasarannya. Siapa tahu berkas ini memang salah satu rencana macam-macam mantan kekasihnya. "Kau penasaran apa ini?" tanyanya seolah bisa menebak pikiran Sakura.

"Jelaskan, anda tidak pernah memberikan perintah untuk saya menandatangani salah satu berkas perusahaan seperti ini." sahut Sakura membenarkan rasa penasarannya.

Lelaki itu alih-alih menjawab, ia justru terkekeh pelan dan memperlihatkan beberapa bagian dihalaman depan. "Kata siapa ini berkas perusahaan? Hanya karena ini diperusahaan, jadi semua hal yang berbau berkas tentang perusahaan begitu?" tanyanya mendapat anggukan kepala Sakura dengan bingung. "Dasar bodoh, kau selalu lebih bodoh dan ceroboh dari yang kuduga."

"Jadi apa itu?" sela Sakura tak sabar.

"Surat perjanjian menikah kontrak antara Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke." Sahut lelaki itu menyeringai.

Mata Sakura membulat seketika, dengan cekatan lelaki itu menyimpan berkasnya yang hendak Sakura rebut. "Kau sedang bercanda 'kan?" tanya Sakura takut, ia butuh kepastian saat ini.

"Seorang Uchiha tidak pernah melakukan hal yang tidak berguna. Persiapkan dirimu mulai sekarang, bulan depan kita akan melangsungkan pernikahan." Sahut lelaki itu.

Hening.

"Sasuke ... aku benar-benar membencimu!" pekik Sakura kencang.

Lelaki itu tidak membalas, terkecuali sebuah seringaian yang terpampang dibibirnya. "Memangnya untuk apa materai tadi? Kau tidak pernah mendapatkan materai disalah satu berkas perusahaan 'kan?"

Ucapannya begitu membuat Sakura muak, ia tahu ia akan selalu kalah karena kecerobohannya atau karena kepintaran mantan kekasihnya. Jadi Sakura hanya mengambil langkah berbalik pergi dan segera beranjak menjauh dari ruangan biadab ini –baginya.

Sial! Pintunya terkunci.

"Kau bisa memilih beberapa password ini untuk kau gunakan agar pintu ruanganku terbuka."

Sakura memberikan kilatan mata yang cukup tajam.

"Kau tidak melihat remote pintunya ada padaku bukan?"

Sejenak Sakura mendenguskan nafasnya, kemudian berbalik melangkah kearah lelaki itu dengan pandangan marah. "Katakan, apa passwordnya!"

"Uchiha Sakura." Jawab lelaki itu enteng.

Mata Sakura membulat, bibirnya menganga tak percaya. "Kau tidak serius 'kan? Sasuke, jangan main-main denganku!" hilang sudah ucapan sopan pada atasan. Sikap lelaki itu membuat Sakura benar-benar naik pitam.

"Hn? Kau ingin segera keluar bukan? Memangnya siapa yang menginginkan kehadiranmu disini? Ucapkan saja, dan kau dapatkan apa yang kau mau." Balas lelaki itu dengan datar dan ekspresinya yang begitu tenang.

"Kenapa pintunya tidak terbuka saat kau mengatakan Uchiha Sakura?"

Kriet

Kekehan yang lagi-lagi terdengar dibibir Sasuke membuat Sakura menatap pintunya tak percaya. "Dasar bodoh, selain ceroboh dan bodoh, kau juga tidak bisa percaya pada orang lain ya?" sindirnya tak peduli pada Sakura yang sudah melarikan diri dari ruangannya.

"Tapi aku suka itu." Bisiknya lagi.


Bersambung.