Disclaimer

Avatar: The Last Airbender © Bryan Konietzko & Michael Dante DiMartino

treat me like an iron vessel © Enamel Illyane

Warning!

AangxToph, modern!AU, maybe OOC, typo(s), terdapat diksi yang tidak tepat

Not gonna say anything nice? Then keep it to yourself and click the 'back' button, you don't like wasting your energy on this right?

.

.

.

.

"—kemudian aku datang, dan, wuush! Mereka semua lari ketakutan! Ha! Wajahku pasti sangar sekali saat itu, eh? Mereka sampai kabur, lho!" kisah Aang.

Toph di hadapannya tertawa. "Kau yakin mereka bukan takut pada kepala polosmu itu? Seperti melihat biksu dan takut disucikan."

"Toph! Kau ini hobi sekali mengejekku! Puji aku sesekali, dong!" protes Aang. "Aku selalu memujimu cantik, 'kan? Puji aku tampan juga, dong! Ayo! Ayo!"

"Kau…" Toph berucap lirih, "Kau tidak apa-apa kubohongi?"

"He?"

"Aku.. aku tidak tahu bagaimana rupamu, Aang. Bisa saja kau jauh dari standar tampanku. Memujimu tampan saat aku tidak tahu itu benar atau tidak bukannya sama saja dengan memmbohongimu?"

"M-maksudku bukan—"

"Aku tahu, aku tahu. Hanya saja, aku tidak mau mengatakan apa yang tidak benar-benar kutahu," jelas Toph. "Lagipula, kalau kupuji tampan bisa saja kau jadi narsis dan mulai meracau aneh-aneh, 'kan?"

"Pada dasarnya kau hanya tidak mau memujiku 'kan," cibir Aang. "Sudahlah. Hujannya juga sudah reda. Ayo, kita lanjut jalan-jalan!"

Toph menolak berdiri. "Tidak mau. Aku mendadak malas." Gadis itu menyandarkan kepalanya pada meja café.

Aang memasang wajah kecewa. Tapi ia tidak bicara apa-apa dan ikut duduk di kursinya. Ia sangat menantikan jalan-jalan hari ini, sebetulnya. Tapi kalau kekasihnya tidak mau, ya, mau bagaimana lagi. Toh hari ini Aang sudah bilang akan pergi ke semua tempat yang Toph inginkan. Kalau gadis itu nyatanya tak ingin pergi, ya, ia tak bisa menolak.

"Bercanda. Jangan kecewa begitu," Toph menepuk kepalanya cukup keras. "Ayo, pergi. Biar kukuras semua isi dompet tipismu itu."

"Kau sudah mengurasnya dengan secangkir kopi seharga uang jajanku tiga hari," keluh Aang. "Serius, deh. Kau bahkan tidak membiarkanku tahu kenapa kopi ini sangat mahal."

"Kau tidak akan suka. Seleramu 'kan murahan."

"Toph!"

"Bercanda."


.

.

.


"Kau tak apa?"

"Mm-hmm. Ini memang kali pertama aku keluar rumah, tapi aku baik."

"Mau istirahat?"

"Kau saja. Lemah."

Aang menatap Toph yang duduk di bangku taman itu dengan sendu. Baru satu jam berlalu terhitung dari saat mereka meninggalkan café. Tapi Toph sudah mulai terlihat pucat dan lelah. "Kau tahu, kau tak perlu memaksakan diri—"

"Berhenti berkata seolah aku gelas kaca tipis yang harus kau bungkus dengan busa lembut."

Aang menghela napas. "Tentu saja. Kau itu bejana besi. Mau dibanting ke tanahpun tidak akan hancur." Lelaki itu mengambil tempat duduk di samping kekasihnya.

"Tapi hanya karena kau ini bejana besi bukan berarti aku tidak bisa merawatmu dengan penuh perhatian, Toph." Aang menatap Toph lurus. Ditatapnya manik yang tak fokus itu dalam-dalam.

"Sial," kekeh Toph. "Saking seriusnya aku sampai bisa merasakan tatapanmu itu." Gadis itu mengacak rambutnya. Aang tersenyum lembut dan meraih tangan Toph yang bebas.

Toph mengeratkan genggamannya pada tangan hangat Aang. "Jangan dilepas."

Aang mengecup dahi gadis itu lembut. "Tidak akan."


fin.


Habedeh Nate~

Sori kalau nyatanya OOC karena saya cuma ngandelin ingatan masa kecil, makanya ditaruh di AU ahahaha! ;9

I wish ya all the great things in life!

Enamel Illyane