Sehun tidak pernah mengharapkan akan bertemu dengan mantan kekasihnya di manapun dia berada. Berada di lokasi yang sama saja dia benar-benar enggan, meskipun tidak akan bertegur sapa juga. Apalagi jika harus duduk berdampingan di kereta seperti sekarang. Salah satu alasannya tentu saja karena Sehun takut gagal move-on, tapi mengingat bagaimana dulu mantan kekasihnya itu memutuskan hubungan mereka secara sepihak membuat Sehun menyimpan dendam kepada lelaki disampingnya itu.

Mereka menjalin hubungan tidak begitu lama, hanya enam bulan. Namun sepertinya sangat membekas di hati Sehun. Mantan kekasihnya tipe pria yang pengertian, tidak terlalu ingin mengusik privasi Sehun jika dia memang tidak ingin membaginya tapi dia begitu perhatian dimana Sehun sangat membutuhkannya.

Terlalu lama mengingat kejadian masa lalu membuat Sehun menjadi kesal. Kesal karena rasa sakit di hatinya, dan kesal karena dia pernah jatuh kedalam pelukan pria itu. Wajah tampannya mengerut sebal, mencari objek lain yang dirasa menarik perhatiannya tapi sayangnya tidak ada.

Sebenarnya Kai–mantan Sehun, tidak sekalipun mengajaknya berbicara sejak kereta mulai bergerak setengah jam yang lalu. Dia juga tidak memberikan senyuman kepada Sehun saat tak sengaja tatapan mereka bertemu tadi. Kai hanya menatap Sehun sebentar dengan muka terkejut lalu meletakkan pantatnya disamping lelaki yang memiliki kulit seputih tembok itu. Lantas kenapa Sehun terlihat tidak suka? Karena dengan penuh percaya diri Kai menyandarkan kepalanya di bahu Sehun.

Menyadarkan kepalanya.

Di bahu Sehun.

Bukan seseorang yang munafik, Sehun jelas sekali mengakui bahwa ada debaran yang sama sekali tidak bisa dikatakan halus menyerang dadanya. Debaran yang pernah dia rasakan saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Benar. Dia memang gagal move on.

Setelah berpisah dengan Kai, dia memang belum menemukan sosok yang dapat membuatnya berdebar seperti itu. Dulu teman-temannya sering kali mengajaknya blind date, mengenalkannya pada orang-orang baru berharap Sehun bisa melupakan Kai, tapi nyatanya tidak ada satupun. Dan berakhir dengan Sehun yang merasa bosan hingga dia mulai membiasakan diri menjalani hari-hari tanpa Kai, seperti sebelumnya.

Kai berada di fakultas yang berbeda dengan Sehun sangat menguntungkan untuknya dalam rangka berusaha move on, meskipun dia sadar belum 100% berhasil, setidaknya dia ridak terlalu galau lagi.

Namun nasib buruk (begitu pikir Sehun) sepertinya ingin mampir sebentar ke kehidupannya, dengan mendatangkan Kai di gerbong kereta yang sama dengannya.

Sehun sempat protes kepada Kai yang seenaknya sendiri bersandar di bahunya. Tapi hanya dibalas gelengan pelan oleh lelaki bersurai coklat tua itu.

"Kepalaku pusing, aku pinjam bahumu sebentar. Daripada aku bersandar kepada noona yang di ujung sana, pasti hatimu akan sangat terluka."

Sehun benar-benar akan melakukan kekerasan kepada Kai jika saja tidak sedang berada ditempat umum, karena ucapan Kai sangatlah akurat. Sehun membayangkan Kai benar-benar bersandar di bahu wanita diujung sana, dapat dipastikan hatinya tidak akan tenang di sisa perjalanan mereka.

Sebuah umpatan pelan yang keluar dari bibir tipis Sehun menjadi balasan untuk kalimat Kai tadi.

"Kasar sekali kau Hun. Sehun yang kukenal adalah sosok lelaki manis dan lucu" ujar Kai jahil sambil menyamankan diri di bahu Sehun.

Tentu Sehun bukan seseorang yang seperti itu, setidaknya begitulah pikirnya. Meskipun dia memiliki banyak teman karena kepribadiannya yang mudah bergaul, tapi Sehun memang sedikit cool.

Perjalanan mereka masih sekitar satu jam lagi untuk sampai di stasiun berikutnya yang menjadi tujuan mereka. Itu artinya, penderitaan (Sehun berpikir begitu) masih berlangsung untuk waktu yang lumayan lama. Penumpang di kereta ini tidak terlalu banyak, maklum saja sekarang sudah pukul 10 malam.

Sebenarnya, Sehun tidak sepenuhnya menolak tingkah kurang ajar Kai. Dia merasa sedikit senang, tapi memang dasarnya Sehun suka sekali denial jadi begitulah. Terus-terus saja mengelak bahwa dia menyukai moment mereka kali ini.

AC di dalam kereta semakin lama semakin terasa dingin. Kai bergerak memeluk lengan kanan Sehun berusaha mencari kehangatan, hal itu membuat kerja jantung Sehun berpacu semakin cepat. Di menggeliatkan badannya untuk melepaskan diri namun Kai tetap mengeratkan pelukannya.

"Sst… diam saja tidak perlu memberontak. Aku tahu kau menyukainya, Hun."

Lagi-lagi ucapan Kai tepat sasaran. Hatinya menghangat dengan sikap Kai kali ini, tapi sedikit kemudian terselip rasa sakit yang mendera relung hatinya. Dia tidak ingin dipermainkan oleh mantan kekasihnya itu, dia tidak ingin menjadi lemah lagi hanya karena putus cinta.

"Apa sih maumu?" tanya Sehun dingin.

"Aku hanya ingin tertidur karena aku sangat lelah dan mengantuk." Gumam Kai lirih.

"Lepaskan aku atau kau mau merasakan pukulan dari tanganku?"

Kai bangkit dari acara senderannya dan menatap mata lelaki kelebihan pigmen itu dengan wajah kusutnya yang kelelahan.

"Berani taruhan, kau sama sekali tidak menginginkanku untuk melepaskanmu, Oh Sehun. Jadi daripada membohongi dirimu sendiri lebih baik kau duduk dengan manis dan biarkan aku tidur sebentar saja."

Setelah berbicara seperti itu Jongin kembali menyenderkan kepalanya di bahu Sehun lagi sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Sehun hampir saja berdiri dan berpindah tempat jika saja tangan Kai tidak menahannya tangannya dengan kuat. Bagaimanapun juga badan Kai lebih besar meskipun tinggi mereka sama.

"Kumohon Sehunna."

Kai sangat paham, Sehun akan luluh jika dipanggil seperti itu. Terbukti kini Sehun tidak lagi memberontak ataupun mengumpati Kai. daripada terus-terusan denial, lebih baik dia menyerah. Kasihan juga Kai, pikirnya.

Malam semakin larut, Sehun memang tidak mengantuk. Matanya benar-benar masih segar, tapi lehernya mulai pegal. Mendongakan kepalanya untuk bersandar di kaca kereta tetap membuat lehernya terasa pegal. Tanpa sadar dia menyenderkan kepalanya diatas kepala Kai. Sungguh ini terasa sangat nyaman. Aroma shampoo Kai masih seperti dulu, mint. Rambutnya juga sangat halus seperti iklan di TV. Dulu Sehun suka sekali memainkan rambut Kai, tapi sekarang? Dia ingat posisinya sekarang.

Keadaan kereta yang sangat sepi membuat suara dengkuran halus milik Kai terdengar jelas di telinga Sehun.

Mengehela napas berat, Sehun menegakkan kembali kepalanya lalu melirik arloji di pergelangan tangannya. Setengah jam sudah terlewati, berarti masih setengah jam lagi kereta akan sampai di stasiun. Rasa bosan menyerangnya, dia mengeluarkan smartphonenya dan iseng membuka grup chat di aplikasi kakaotalknya.

Ada beberapa temannya yang masih online dan mengobrol. Sehun asik terlarut dengan kegiatannya membalas chat teman-temannya sambil terkekeh pelan. Sesekali dia akan mencebikkan bibirnya karena bercandaan salah satu temannya yang tidak lucu untuk Sehun. Membawa nama Kai di percakapan mereka, sedangkan orangnya sendiri kini sedang bersama Sehun.

Dulu jika Kai tertidur Sehun akan mengambil beberapa foto wajah mantan kekasihnya itu, bahkan filenya masih ada di smartphonenya sekarang. Sial, dalam situasi seperti ini membuat Sehun teringat masa lalu terus.

.

.

.

Sehun menuruni gerbong kereta begitu ular besi itu berhenti berjalan. Sekarang sudah pukul 11 malam, dia ingin cepat-cepat sampai rumah dan bergelung dengan selimut tebalnya tanpa ada gangguan sama sekali. Wajar saja udara begtu dingin, meskipun sebentar lagi musim semi, tapi sekarang masih bulan Maret. Sisa-sisa musim dingin masih terasa.

Langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang. Kai, lelaki itu kini ikut menghentikan langkahnya juga dan sedang menatapnya intens.

"Kenapa kau mengikutiku?'

"Oh percaya diri sekali. Aku berjalan dibelakangmu karena arah tujuan kita sama."

Sehun mengerutkan keningnya, tapi Kai sama sekali tidak menggubrisnya justru sekarang mantan kekasinya itu berjalan mendahuluinya dengan agak cepat. Dia masih kebingungan kenapa Kai berjalan kearah kompleks tempat tinggalnya. Seingat Sehun, rumah Kai beda arah dengannya setelah keluar dari stasiun.

Dia melebarkan matanya saat melihat Kai memasuki pekarangan rumahnya lalu mengetuk pintu utama.

"Sebenarnya apa tujuanmu?"

Kai tidak menjawabnya tapi hanya menguap dan membuat Sehun semakin kesal. Tangan Sehun bergerak mencengkeram kerah jaket Kai, bersiap menyemburkan beberapa kata-kata kasar yang akan keluar dari bibir tipisnya sebelum pintu bercat putih itu terbuka lebar dan memperlihatkan sosok cantik wanita paruh baya yang begitu mirip dengan Sehun.

"Kalian sedang apa? Apa kalian bertengkar?"

Sehun mengerjapkan matanya lalu melepaskan cengkeramannya. Sedangkan Kai membungkukkan badannya kepada ibu Sehun.

"Selamat malam eomonni."

Ibu Sehun tersenyum membalas salam Kai, lalu beralih menatap putra bungsunya.

"Hari sudah sangat larut, ibu yakin kalian sudah makan malam kan. Nah, sebaiknya kalian bersihkan badan kalian dan lekas tidur. Ayo Sehun, bawa Kai ke kamarmu."

"A-apa?"

Pipi Sehun ditarik gemas oleh ibunya yang sedang terkekeh.

"Kau ini tak perlu pura-pura begitu. Eomma tau kok Kai sering menginap disini selama eomma dan appa tidak ada dirumah."

Sehun semakin tidak mengerti. Dia tidak pernah bercerita soal hubungannya dengan Kai, apalagi tentang Kai yang sering menemaninya jika kedua orangtuanya meninggalkannya untuk pergi keluar kota. Dan sepertinya eommanya memang tidak tahu kalau mereka sudah putus.

"Kenapa malah melamun? Cepat Sehunnie, kau tidak lihat wajah kekasihmu itu sudah sangat mengantuk gara-gara harus menjemputmu malam-malam begini"

Mata Sehun melebar kembali mendengar ucapan eommanya, tapi sebelum dia mengeluarkan suara, tiba-tiba Kai menginterupsinya.

"Benar, aku sudah sangat mengantuk dan kurasa aku sudah tidak tahan lagi. Terimakasih pengertiannya emonni."

Sehun hanya memutarkan bola matanya mendengar ucapan Kai

"Kami permisi naik keatas kalau begitu, eomma." Ujar Sehun sambil membungkukkan badannya singkat lalu memberi kode kepada Kai untuk mengikutinya sebelum berjalan menuju ke lantai dua dimana kamarnya berada.

Sedangkan ibu Sehun hanya tersenyum melihat interaksi mereka berdua sambil menutup pintu, lalu berjalan ke kamarnya sendiri di lantai satu.

Begitu memasukki kamar bercat abu-abu itu, Kai melepas jaket dan sepatunya langsung merebahkan dirinya di kasur empuk milik Sehun. Kepalanya yang sakit bukan sebuah bualan semata, karena dia benar benar mengantuk sekarang. Sedangkan Sehun, dia berdiri di samping tubuh Kai sambil bersedekap.

"Kau tidak ingin menjelaskan apapun?"

Kai hanya mendengung tidak jelas sebagai jawaban, dan Sehun sudah berada diambang batas kesabaran.

"Kim Kai!"

Lelaki itu tetap tidak bergeming, justru menaikan selimut Sehun menutupi seluruh tubuhnya. Baiklah, Sehun sudah kehilangan kesabaran sekarang.

"Jelaskan padaku, Kim! Atau aku tidak akan membiarkan tidurmu nyenyak malam ini."

Mendengus kesal, Kai membuka matanya yang sudah sangat memerah lalu menatap Sehun tajam.

"Orangtuaku bermaksud menjodohkanku dengan seorang gadis yang sama sekali bukan seleraku karena aku gay. Aku menolaknya dengan mengatakan bahwa aku telah memiliki kekasih lelaki bernama Oh Sehun yang ternyata anak bungsu dari Nyonya Oh, rekan bisnis ayahku. Tentu saja mereka menyambutnya dengan gembira, jadi begitulah."

Sehun mencerna kalimat Kai dengan susah payah, karena penjelasannya sama sekali tidak masuk ke kepalanya.

"Aku masih tidak paham."

Kai mencebikkan bibir tebalnya malas.

"Pokoknya, persiapkan saja dirimu karena begitu kita lulus, kita akan menikah. Selesai, aku mau tidur." Kai bergerak memunggungi Sehun sambil memeluk guling besar disampingnya.

Kaki Sehun terasa lemas, tangannya mendadak gemetar. Entah dia harus bersikap bagaimana yang jelas dia menemukan dirinya merasa senang dan lega. Meskipun dia tetap terkejut dan membutuhkan banyak penjelasan yang lebih detail. Tapi melihat Kai yang sudah mengeluarkan suara dengkuran halus membuatnya mengurungkan niat untuk mengganggu lelaki itu lagi.

Sehun memasukki kamar mandi lalu melepaskan pakaiannya satu persatu. Malam ini benar-benar sangat membingungkan baginya. Mungkin berendam sebentar dapat merilekskan pikirannya. Sambil berharap bahwa sosok yang kini sedang terlelap dikasurnya bukan hanya halusinasinya belaka. Karena rasa itu masih ada dihati Sehun hingga saat ini.

.

.

.

Note:

Bagaimana? Ini masih chapter 1 jadi pendek tidak apa-apa kan hehehe