Hatsukoi (Cinta Pertama)

DISCLAIMER : Masashi K. I do not own Naruto

WARNING : OOC(?), SEMICANON, TYPO(S), GAJE, SPOILER GAARA HIDEN, etc.

.

.

.

.

.

.

Just enjoy the story ^.^

Don't Like? Don't Read, Simple kan? :D

.

.

.

.

.

.

.

Chapter 1

Shinobi adalah orang yang mau menanggung beban.

Kata-kata itu lah yang menjadi dasar kuat ia melakukan segala hal demi melindungi sesuatu yang berharga. Karena ia adalah seorang shinobi. Terlebih ia adalah seorang pemimpin dari sebuah desa yang terkenal dengan hamparan pasirnya yang luas.

Dialah Sang Kazekage, Sabaku no Gaara.

Sunagakure adalah tanah kelahiran sekaligus desa yang ia lindungi semenjak dirinya dinobatkan sebagai seorang Kazekage, meneruskan kepemimpinan ayahnya. Bahkan ia ditunjuk sebagai komandan utama perang dunia shinobi ke-4 yang lalu. Jika mengingat masa lalu, keadaannya yang sekarang terlihat seperti hal yang mustahil. Tapi banyak hal yang terjadi padanya hingga akhirnya ia resmi dinobatkan menjadi Kazekage kelima.

Bukan hal yang mudah menjadi seorang pemimpin. Gaara yakin hal ini juga dialami oleh ayahnya yang notabene juga pernah menjabat sebagai kazekage. Ia bukan berpikir soal kekuatan lagi, terlebih setelah perang dunia shinobi ke-4, kedamaian antar negara aliansi sudah semakin membaik hingga sekarang. Gaara bahkan bersumpah nyawanya akan ia berikan jika memang hal itu bisa melindungi desanya dari marabahaya, dan ia telah membuktikannya. Penyerangan dua anggota Akatsuki yang secara tiba-tiba di desanya telah merenggut nyawanya sesaat, sebelum akhirnya Nenek Chiyo mengorbankan dirinya dengan menukar nyawanya agar Gaara bisa hidup kembali.

Ia bicara mengenai stabilitas negara. Bagaimana ia harus memutar otak membuat perencanaan mengenai kelangsungan desa. Dan hal itu yang beberapa waktu terakhir membuat lingkar matanya kembali terlihat jelas.

TOK! TOK!

Suara ketukan pintu membuat Gaara mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menekuri setumpuk dokumen pekerjaannya. Ia memijat tengkuknya sesaat, mengurangi rasa kaku di lehernya.

"Masuk."

Begitu pintu ruang kerjanya terbuka, tampaklah seorang gadis dengan rambut coklat sebahu sedang menunduk memberikan hormat pada Gaara. Ia seorang kunoichi berpangkat Jounin yang baru-baru ini juga dilatih khusus oleh kakak keduanya Kankuro.

"Ah...rupanya kau Matsuri. Ada hal penting yang ingin kau sampaikan?" tanya Gaara menyandarkan punggunya pada sandaran kursi.

Matsuri adalah gadis yang juga pernah menjadi muridnya. Dia satu-satunya orang yang mau memilih Gaara untuk menjadi sensei-nya. Ekspresi wajahnya yang polos dan tak menampakkan rasa takut pada Gaara lah, yang menjadi alasan ia senang melatih Matsuri. Terlebih Gaara berjanji padanya bahwa ketakutan Matsuri terhadap senjata akan hilang seiring bimbingannya. Dan hal itu terbukti saat ini. Matsuri menjadi salah seorang kunoichi Sunagakure yang hebat.

"Para tetua memanggil Anda untuk segera menghadiri rapat." Ujar Matsuri.

Punggung Gaara menegak seketika. Ia memijat pelipisnya, merutuk dalam hati. Ia lupa jika siang ini ia harus menghadiri rapat dengan para tetua Suna. Terlalu berkonsentrasi dengan tumpukan pekerjaannya membuatnya sampai lupa dengan acara rapat yang kemarin sudah dijadwalkan oleh Toojurou, salah satu tetua Suna.

"Baiklah, aku akan ke ruang rapat sekarang." Kata Gaara seraya menutup dokumennya dan bangkit dari duduknya.

Gaara berjalan keluar ruangan terlebih dahulu, kemudian Matsuri mengekorinya dari belakang. Pelatihan khusus yang Matsuri dapatkan dari Kankuro bukanlah tanpa alasan. Kankuro sengaja melatihnya agar Matsuri bisa menjadi pengawal pribadi Gaara, karena itulah Matsuri kerap kali terlihat bersama Gaara.

.

.

.

.

- oOo -

Pertemuan setiap minggu dengan para tetua Suna sudah merupakan daftar dari rutinitas yang harus Gaara lakukan. Gaara harus membuat laporan setiap minggu yang nantinya akan di rapatkan dengan para tetua Suna. Untungnya sesibuk apapun Gaara dengan urusan keluar desa akhir-akhir ini, ia masih sempat memanfaatkan membuat laporan di sela waktunya. Setidaknya ia tidak akan di cap sebagai pemimpin yang lalai dengan kewajibannya.

Saat Gaara memasuki ruangan rapat tersebut, dua orang tetua Suna sudah lebih dulu berada di sana. Menatapnya datar dan Gaara bisa merasakan ada sorot kekecewaan karena keterlambatan Gaara datang pada rapat kali ini. Biasanya Gaara selalu datang lebih awal, tapi hari ini ia benar-benar lupa.

Hari ini dalam rapat mereka membahas alokasi dana untuk pengembangan fasilitas kesehatan dan laboraturium. Akhir-akhir ini banyak warga Suna yang terkena penyakit yang masih sulit di deteksi penyebab utamanya, beberapa ninja medis yang meneliti lebih jauh mengatakan bahwa dugaan sementara penyebabnya adalah air dari oase yang biasa dikonsumsi oleh warga Suna telah tercemar. Hanya saja butuh fasilitas penelitian yang lebih untuk mengetahui kepastian mengenai hal itu.

Di akhir rapat mereka sepakat untuk mengajukan permintaan bantuan kerja sama dengan kunoichi medis dari Konoha yang terkenal karena kemampuan mereka dalam menganalisa suatu wabah penyakit. Para tetua memutuskan untuk mengirim beberapa kunoichi medis dari Suna ke Konoha dengan membawa sample air yang di duga sebagai penyebab menyebarnya wabah penyakit.

Biasanya para tetua itu, selesai rapat akan langsung pamit undur diri tapi tidak kali ini. Toojurou – penasehat nomor dua di Sunagakure itu, mengajukan sebuah pertanyaan diluar kebiasaannya. Soal pendapat Gaara mengenai peran tetua selama ini. Tentu saja hal itu mengejutkan Gaara. Sebelumnya mereka hanya akan membahas masalah desa di ruang rapat, dan Gaara pasti dengan mudah mengutarakan pendapatnya.

Gaara menggerak-gerakkan bola matanya, kebiasaannya ketika ia merasa bingung. Gaara bukan tipikal orang yang mudah mengungkapkan bagaimana perasaannya, apalagi ini mengenai pendapatnya tentang keberadaan para tetua. Kalau ia sampai mengatakan hal yang salah tentu saja, bisa berakibat fatal. Ia tak mau jika sampai terjadi perpecahan antara dirinya dengan para tetua. Gaara tak akan sanggup menjalankan pemerintahan tanpa campur tangan mereka, meski kadang kala peraturan tetua membuatnya dalam posisi sulit.

Toojuro tertawa melihat Gaara yang terlihat gugup, "pendapatmu mengenai kami tidak akan berpengaruh pada desa, Gaara." Katanya mencoba memperjelas, "ini hanya pertanyaan pribadi, aku hanya penasaran... seberapa besar menurutmu pengaruh kami dalam dunia shinobi?"

Seberapa besar?

Gaara menarik napas dan menghembuskannya perlahan, lalu berucap, "Saya tidak akan bisa mengatur segala sesuatunya mengenai negara ini sendiri. Kapasitas saya mengenai politik juga amat terbatas. Jadi..." Gaara menatap Toojurou dan Ebizou bergantian, "Peran daimyou sangatlah penting dalam suatu negara."

"Hm...begitu." gumam Toojurou seraya mengusap dagunya yang dihiasi jenggot yang mulai memutih.

"Hahaha baiklah..." suara tawa Ebizou – penasehat Suna yang lebih tua dari Toojurou, sukses menyita perhatian Gaara.

"Bagaimana dengan pengaruhnya dalam hidupmu, Gaara? Em...maksudku kehidupan pribadi." Tanya Ebizou dengan mimik wajah penasaran.

Untungnya sifat pemarah Gaara sudah hilang sejak beberapa tahun yang lalu, kalau tidak, mungkin sekarang ini Toojurou dan Ebizou sudah menjadi sasaran untuk dibunuhnya. Pertanyaan yang terdengar berputar-putar ini justru membuat Gaara makin bingung. Tidak biasanya para tetua akan mengajukan pertanyaan mengenai kehidupan pribadinya. Bahkan ia sendiri tak terlalu memikirkan kehidupan pribadinya, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk desa.

"Maaf aku...selama ini aku sendiri bahkan tak tahu lagi hal apa yang sekiranya menurut kalian itu bersifat pribadi. Semua permasalahanku adalah permasalahan mengenai desa. Dan hal itu tentunya, selalu saya bicarakan dengan kalian." Jelas Gaara panjang lebar.

Tak ada yang menyahut, baik Toojurou dan Ebizou. Mereka saling berpandangan, tak lama kemudian tersenyum penuh arti. Mereka paham Gaara bukanlah orang yang sentimentil, ia selalu meletakkan kepentingan desa di atas kepentingannya sendiri. Sampai ia tak bisa memahami apa yang sebenarnya ia butuhkan untuk dirinya sendiri.

"Usiamu sudah dua puluh tahun, Gaara." Ujar Ebizou tenang.

Gaara hanya mengangguk menanggapi perkataan Ebizou. Ia bahkan baru menyadari jika usianya sudah mencapai kepala dua. Tak terasa sudah 7 tahun ia menjadi pemimpin desa Suna. Sempat terbesit dipikirannya, apa yang akan ditanyakan oleh daimyou adalah mengenai rencana pengunduran diri?

"Usiamu sudah cukup untuk mencari istri." Tukas Ebizou dengan senyum yang lebih terlihat seringai.

"Y-...huh? a-apa?" cicit Gaara melebarkan jade-nya.

Gaara yakin ini pertama kalinya wajahnya terlihat seperti orang bodoh. Ini pertama kalinya dalam sejarah kepimpinannya ia menampakkan wajah linglung. Sekarang ia mulai memahami pertanyaan membingungkan para tetua itu mengenai pengaruh tetua pada kehidupan pribadinya.

Istri?

Tak pernah sekali pun dalam pikirannya akan mencari sosok pendamping. Baginya, kehidupannya yang sekarang sudah lebih dari cukup. Ia sudah merasa senang dengan kehidupannya yang sekarang. Keberadaan dua saudaranya itu sudah lebih dari cukup menjadi keluarganya.

"Dengan segala hormat, kenapa harus saya?"

Dan para tetua pun bergantian menjelaskan alasan betapa pentingnya seorang pendamping untuk seorang kazekage sepertinya. Betapa pentingnya menjaga kelangsungan garis keturunan kazekage. Dalam pendapat mereka bahkan menyangkut-pautkan pernikahan kakaknya – Temari dalam hal ini.

Penyebab tetua mengajukan permintaan ini pada Gaara bukan hanya soal Temari yang akan menikah dengan orang Konoha atau soal kelasungan garis keturunan, tetapi juga karena Kankuro yang seharusnya menikah lebih dulu menolak menikah. Bahkan para tetua itu sudah menyiapkan calon istri untuk Gaara. Dan pada akhirnya, Gaara hanya bisa menyetujui permintaan ini.

Kankuro, terima kasih sudah melibatkanku dengan masalah merepotkan ini. gerutu Gaara dalam hati.

.

.

.

.

- oOo -

Orang pertama yang senang mendengar berita perjodohan ini adalah Temari. Ia senang karena Gaara akan memiliki seorang pendamping hidup, sama halnya seperti dirinya. Temari tahu ini bukan sepenuhnya keinginan Gaara, melainkan campur tangan tetua. Tapi Temari sama sekali tak keberatan untuk hal yang satu ini. Karena memang hal itulah yang sebenarnya dibutuhkan adiknya itu. Ia ingin jika Gaara sudah menikah nanti, ia punya seseorang yang bisa diajaknya berbagi perasaannya. Bisa membuat sifat kaku Gaara mengenai suatu hubungan berubah.

Temari menunjukkan betapa antusianya dia mengenai perjodohan Gaara dengan melatih Gaara agar bisa mengobrol dengan wanita, tentunya dalam konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan bukan lagi antara pemimpin dan bawahan. Gaara tak banyak memprotes selama Temari menjelaskan, hanya saja dahinya yang berkerut itu tidak bisa membohongi Temari bahwa adik bungsunya itu berpikir keras. Bahkan terlalu keras untuk hal sepele semacam ini.

Besok adalah pertemuannya dengan gadis bernama Hakuto dari klan Houki. Gadis yang yang menjadi calon istri Gaara. Temari berharap Gaara bisa melaksanakan segala instruksinya mengenai cara berbicara dengan wanita.

Gaara menatap langit-langit ruang kerjanya, ia menyandarkan punggungnya yang terasa kaku sejenak. Beban pekerjaannya sudah membuatnya lelah, dan sekarang ditambah lagi dengan rencana perjodohan yang menurutnya konyol. Entah mengapa semua orang berpendapat bahwa pasangan hidup itu penting, bukan hanya untuk pemimpin saja tapi juga berlaku pada semua orang.

Gaara tersadar akan sesuatu lalu mengambil sesuatu dari laci mejanya. Sebuah novel yang ia beli saat berkunjung ke Konoha 'icha-icha paradise' setelah terkejut ketika Temari mengatakan bahwa ia akan menikah dengan Shikamaru, si jenius yang sekarang juga adalah penasehat hokage. Ia paham hubungan antar negara, antara atasan dan bawahan, antara kakak dan adik tapi ia tidak pernah paham hubungan mengenai pria dan wanita meski telah selesai membaca buku terlaris di Konoha itu.

Ia hanya menangkap satu hal dalam novel itu, yaitu dalam sebuah hubungan antara pria dan wanita dibutuhkan cinta. Dan selama ini ia hanya memahami kasih sayang antara orang tua dan anak, juga kakak dan adik. Ia bisa merasakan bahwa ia menyayangi ibunya meski belum pernah bertemu dengannya. Ia juga bisa merasakan kasih sayang ayahnya meski hanya sesaat ketika ayahnya dibangkitkan melalui edo tensei. Dan tentunya kasih sayang dari kedua saudaranya yang masih ia rasakan hingga saat ini.

Tapi untuk cinta antara pria dan wanita? Tidak sama sekali.

Perjodohannya dengan seorang perempuan memaksanya untuk memikirkan hal ini. Ia akan hidup bersama seseorang yang bukan keluarganya dalam jangka waktu yang panjang. Membentuk sebuah keluarga, mempunyai keturunan seperti yang diharapkan para tetua. Tapi dari semua hal itu diperlukan satu hal yang mendasar dari sebuah pernikahan yaitu cinta.

Untuk itulah, mau tidak mau ia harus memahami dulu apa itu cinta? Seperti apa rasanya saat seseorang jatuh cinta? Dan apa yang harus dilakukan pada saat jatuh cinta?

Gaara menghela napas, ia menatap sekilas setumpuk dokumen yang baru saja ia selesaikan. Ia mulai merapikan meja kerjanya, memasukkan kembali novel 'icha-icha paradise' ke dalam laci. Dan bersiap pulang ke rumah. Ia ingin mengistirahatkan badan dan pikirannya, agar esok di pertemuannya dengan calon istrinya, ia bisa tampil prima.

"Kau...siapa?"

Gaara terkejut saat menyadari ada jounin yang berdiri di depan pintu ruangannya bukanlah Matsuri, pengawal pribadinya.

"Saya Akai, pengawal pengganti Matsuri-san. Gaara-sama. Matsuri-san tidak bisa masuk hari ini karena sedang sakit. Bukankah Kankuro-sama sudah mengatakannya pada Anda?" Ujar Akai panjang lebar.

Sakit? Tapi kemarin ia tampak baik-baik saja...

Mungkin karena ia terlalu fokus memikirkan soal perjodohannya, sampai-sampai ia tak menyadari bahwa pengawal pribadinya telah berganti orang lain. Ia samar-samar mengingat, Kankuro memang sempat mengatakan sesuatu pagi tadi tapi Gaara tak fokus dengan isi penjelasannya.

"Ah...ya. mungkin aku lupa." Kilahnya memaksakan senyum di wajahnya.

"Mari Gaara-sama. Saya akan mengantar Anda sampai ke kediaman Anda." Kata Akai lagi.

Gaara menggeleng. "Aku mau pergi ke suatu tempat dulu. Kau tak perlu mengawalku."

"Ta-tapi...Kankuro-sama..."

"Biar aku sendiri yang akan menjelaskan padanya. Kau tak perlu takut." Sergah Gaara.

Dan pemuda bernama Akai itu pun mengangguk menuruti Gaara, kemudian panit undur diri.

Lampu-lampu temaram mulai menghiasi jalanan di Suna. Area pertokoan juga mulai terlihat sepi. Beberapa diantaranya para pemilik toko yang sudah mulai bersiap menutup tokonya. Gaara mempercepat langkah kakinya ke arah salah satu toko buah yang pemiliknya juga terlihat akan segera menutupnya.

"Ah...permisi." seru Gaara membuat Sang pemilik toko menoleh ke arahnya. "Aku mau beli beberapa buah, apa bisa? Maaf mengganggu waktumu."

Pemilik toko yang menyadari sosok Gaara cukup terkejut melihat pemimpin desanya tiba-tiba membeli buah di tokonya. Tak biasanya Gaara turun tangan sendiri untuk pekerjaan sepele seperti membeli buah.

Pemilik itu menggeleng beberapa kali, menyatakan ketidakberatannya. "Tentu tidak mengganggu, Gaara-sama. Sebentar saya ambilkan."

Tak lama kemudian pemilik toko seorang wanita paruh baya itu keluar dengan membawa sekeranjang buah penuh. Lalu memberikannya pada Gaara.

"Terima kasih..." Gaara menyodorkan beberapa lembar uang tapi wanita paruh baya itu menolaknya secara halus dengan mendorong pelan tangan Gaara.

Gaara menatap bingung wanita itu.

"Tidak perlu, Gaara-sama. Anggap saja itu hanya bagian dari rasa terima kasih saya sebagai warga Suna atas segala upaya Anda menjaga desa." Ujarnya dengan senyum tulus.

Gaara tidak marah, tapi ia tak menyukai ini. Ia melakukan pekerjaannya karena memang ia ingin melindungi desanya tanpa mengharapkan balasan apapun dari warga Suna. Baginya kedamaian desa sudah cukup sebagai balasannya.

"Maaf...aku datang ke sini sebagai seorang pembeli bukan sebagai seorang pemimpin." Gaara kembali menyerahkan sejumlah uang yang digenggamnya pada wanita pemilik toko itu. "dan membayar barang yang dibelinya, adalah kewajiban dari pembeli 'kan?" tukas Gaara tersenyum tulus.

Ia berharap wanita di depannya ini paham maksudnya. Dan wanita itupun membungkuk memberikan hormat seraya berterima kasih. Setelahnya, Gaara bergegas melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu.

.

.

.

.

- oOo -

Sudah berulang kali Gaara memencet bel rumah itu, tapi tak ada tanda-tanda pintu rumah itu akan terbuka. Gaara mendesah kecewa, tapi mungkin ini salahnya juga karena datang di saat yang tidak tepat. Sudah hampir larut malam. Tapi apa mau dikata, ia tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya pada pengawal pribadinya, Matsuri.

Saat Gaara memutuskan berbalik, tiba-tiba terdengar bunyi deritan pintu yang terbuka. Dengan cepat Gaara menoleh. Ia melebarkan matanya melihat keadaan Matsuri yang begitu memprihatinkan. Wajahnya memerah tapi bibirnya pucat, beberapa bulir keringat menetes di pelipisnya, bahkan Matsuri terlihat berusaha sekuat tenaga untuk menopang tubuhnya.

"Ga-Gaara-sensei?" seru Matsuri tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "A-apa yang Anda lakukan di sini?"

Matsuri benar-benar tak menyangka jika mantan gurunya itu datang berkunjung ke flat-nya.

"Uh...aku dengar dari Kankuro kau sedang sakit, jadi-"

Belum sempat Gaara melanjutkan kalimatnya, Matsuri sudah limbung dan hampir saja terjatuh jika Gaara tak segera menahannya.

"Matsuri?!" pekik Gaara.

Tubuh Matsuri benar-benar panas, Gaara menyadarinya saat membopong Matsuri masuk ke dalam rumahnya. Dan menurunkan Matsuri diranjang kamarnya. Ia benar-benar panik. Sebelumnya ia belum pernah menolong orang sakit. Yang ia lakukan selama ini hanya bertarung dan menyusun strategi perang. Untungnya ia pernah melihat Temari yang merawat Kankuro saat sakit demam tinggi dulu.

Setelah menyelimuti Matsuri, Gaara segera berlari keluar kamar dan mencari handuk kecil dan air hangat untuk mengompres Matsuri. Dengan telaten Gaara terus mengompres Matsuri, berharap panasnya akan sedikit turun.

Tapi sepertinya hal itu belum berpengaruh banyak. Lalu ia berusaha mencari-cari kotak obat. Dan akhirnya menemukan obat yang di labelnya bertuliskan 'obat penurun panas'. Tanpa pikir panjang lagi Gaara mengambilnya.

"Matsuri, kau harus minum ini." kata Gaara sembari membantu Matsuri bersandar di ranjang. "Kalau tidak, panasmu tidak akan turun."

Matsuri yang merasa pusing hebat, hanya menuruti Gaara dengan membuka mulutnya dan meminum obat itu. Setelahnya Gaara kembali membantu Matsuri berbaring dan menaikkan selimutnya sebatas dada.

Tak lama setelah meminum obat itu, Matsuri sudah mulai tak lagi menggigil. Gaara menghela napas lega. Gaara memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam air hangat, kemudian meletakkannya di dahi Matsuri. Tapi meski begitu Gaara tak bisa meninggalkan Matsuri begitu saja dalam keadaan seperti ini. Suhu badannya belum normal. Ia memutuskan menarik kursi ke dekat ranjang untuk ia duduki sembari menunggu demam Matsuri turun.

.

.

.

.

- oOo -

Gadis berambut coklat itu bersusah payah membuka kedua kelopak matanya yang terasa lengket. Ia disambut cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah gorden di sisi kiri ruang kamarnya. Mengerjapkan matanya sesaat, lalu mencoba mendudukkan diri tapi niatnya ia urungkan saat melihat seseorang tengah duduk di kursi di dekat tempat tidurnya sedang tidur sambil melipat kedua lengannya.

Terkejut bukan main. Matsuri menutup mulutnya untuk menahan teriakannya.

"Gaara-sensei" cicit Matsuri.

Meski dengan volume suara yang kecil, Gaara bisa menangkapnya. Dan membuka netra jade-nya. Membuatnya bertatapan langsung dengan onyx Matsuri. Gaara terkejut sekaligus senang melihat Matsuri sudah tidak lagi terlihat pucat.

"Kau sudah sadar? Apa kau masih pusing?" tanya Gaara dengan raut wajah cemas.

"A-apa yang sensei lakukan di sini? Kapan sensei datang?" cerca Matsuri.

Mata Gaara membulat. Ia baru menyadari jika kondisi Matsuri semalam membuatnya lupa bahwa ia sudah di sini sejak semalam.

"Apa kau tidak mengingatnya, Matsuri? Semalam aku datang ke sini untuk menjengukmu, tapi kau pingsan saat baru membukakan pintu untukku." Ujar Gaara

Pingsan? Dan Gaara-sensei yang...

"Wajahmu memerah lagi." Gaara meletakkan punggung tangan kanannya di dahi Matsuri. "Sudah tidak panas, tapi kenapa masih memerah?"

Perlakuan Gaara itu justru malah membuat Matsuri jadi makin merona hebat. Ia sontak memundurkan wajahnya, membuat Gaara terkejut dengan reaksi Matsuri.

"A-aku sudah ti-dak apa-apa, Gaara-sensei." Kata Matsuri terbata-bata, masih tak berani menatap Gaara. "terima kasih su-sudah menolongku."

Gaara menghela napas lega. "Baguslah kalau begitu." Gaara beranjak dari duduknya, "kalau begitu aku permisi dulu. Semoga kau cepat sembuh." Matsuri ingin mengatakan sesuatu tapi Gaara memotongnya, "Ah...dan kau tidak perlu mengantarku ke depan. Istirahatlah..."

Matsuri mengangguk malu-malu. "Sekali lagi terima kasih, Ga-Gaara-sensei." Ia masih saja tidak bisa menghilangkan kegugupannya.

Gaara tersenyum tipis lalu mengangguk. Dan perlahan ia melangkahkan kakinya keluar ruangan itu. Ia sempat menatap sekilas Matsuri, ia ingin memastikan sekali lagi bahwa Matsuri baik-baik saja sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan rumah Matsuri.

.

.

.

.

- oOo -

Pergi tanpa kabar dan baru pulang pagi hari, bukanlah pilihan bijak yang Gaara ambil. Pagi tadi saat Gaara baru saja sampai di rumah, ia melihat kakak tertuanya itu terlihat wajahnya memerah menahan amarah sambil berkacak pinggang. Ya, pemuda bertato 'ai' di dahinya itu menyadari kesalahannya. Karena kecerobohannya, pengawal pengganti yang ditunjuk Kankuro kemarin jadi ikut terkena imbasnya. Gaara berusaha menegaskan bahwa kecerobohannya tidak ada kaitannya sama sekali dengan bawahannya itu. Untungnya berita ini tidak sampai terdengar ke telinga para tetua. Kalau itu sampai terjadi, sudah bisa dipastikan Gaara akan mendapat masalah besar.

Bukan hal mudah membuat Temari dan Kankuro memaafkan perbuatannya, meski Gaara berkali-kali mengatakan 'maaf' pada mereka. Yang membuat mereka tak habis pikir adalah Gaara menolak mengatakan sebenarnya kemana ia pergi malam itu. Sebisa mungkin ia tidak ingin melibatkan Matsuri. Cukup pengawal penggantinya saja yang sudah terkena dampak perbuatannya, Matsuri tak perlu juga ikut kena. Apalagi kondisinya belum, bisa-bisa malah memperburuk keadaannya.

Mengingat kemarahan Temari, jadi membuat pikirannya kembali teringat dengan keadaan Matsuri. Memang Gaara sudah memastikan sendiri kalau demamnya sudah turun, tapi wajahnya masih sangat pucat. Matsuri harus makan dan meminum obatnya agar kondisinya segera pulih.

Gaara menggeleng samar. Tidak seharusnya dia memikirkan orang lain saat dalam acara pertemuan dengan calon istrinya. Ia tidak mau calon istrinya berpikir bahwa ia sama sekali tidak menghargai pertemuan ini. Ia harus fokus.

"Gaara-sama."

Suara lembut itu mengalun indah di telinga Gaara. Suara dari calon istri yang dipilihkan tetua. Gadis cantik bernama Hakuto. Ya, dia menilai berdasarkan apa yang ia lihat. Wajahnya putih bersih, nyaris tanpa cela meski tanpa make-up yang menghiasinya. Kata Temari, Hakuto sengaja tidak memakai riasan saat bertemu dengan dengannya. Dalam tradisi klan Houki, seorang wanita hanya akan menunjukkan wajah tanpa riasannya pada calon suaminya.

"Ya?" Gaara mencoba memfokuskan lagi pandangannya pada Hakuto.

Hakuto tertawa kecil. Bahkan di saat tertawa seperti ini, Hakuto masih terlihat anggun. "Apa Anda sedang ada masalah? Kulihat Anda seperti sedang memikirkan sesuatu."

Tepat sekali.

Untungnya Hakuto bukan dari klan Yamanaka yang terkenal bisa merasuk ke dalam tubuh seseorang agar bisa membaca pikirannya. Bisa-bisa, rencana perjodohan ini berantakan.

"Ah..uh...tidak. Maksudku...aku selalu memikirkan desa hampir sepanjang waktu. Maafkan aku yang tidak fokus tadi." Kilah Gaara.

Hakuto menggeleng. "Tidak apa-apa. Justru saya sangat kagum dengan dedikasi Anda pada pekerjaan Anda sebagai pemimpin desa. Saya yakin bukan hal yang mudah, menjalankan pemerintahan."

Gaara tersenyum simpul. Gadis di depannya ini tidak hanya cantik tapi juga cerdas dalam bertutur kata. Ia bisa memahami kealfaan Gaara tadi.

Mereka kembali hening.

Semua yang instruksi Temari mendadak hilang dari otaknya sejak semalam. Yang tersisa hanyalah kekhawatirannya yang tak kunjung hilang pada Matsuri. Meski berusaha mengenyahkan pikirannya itu, tetap saja Gaara kembali memikirkan keadaannya. Gaara tak menyadari, jika dari kejauhan Temari mendecak kesal sambil menggerutu karena Gaara sama seklai tidak mengatakan sesuatu seperti yang ia ajarkan. Ia heran kenapa semua laki-laki disekitarnya bodoh dalam hal ini?

"Kalau boleh tahu. H-hobi nona apa?"

Pertanyaan yang tidak ada nilai kreatifnya. Sebut saja ia payah dalam hal ini. Tapi hanya itu yang terlintas dipikiran Gaara sembari mengalihkan pikirannya yang terus saja memikirkan keadaan Matsuri.

"Membaca." jawab Hakuto malu-malu, "kalau Gaara-sama?"

"bertanam kaktus."

Gaara tahu, topik yang ia bicarakan sama sekali tidak menarik. Tapi untungnya mendapat feedback cukup baik dari Hakuto. Dan obrolan pun mulai berkembang. Temari bersyukur meski awalnya tidak terlihat bagus, tapi pada akhirnya Gaara menemukan cara sendiri untuk menghidupkan obrolan antara dia dan Hakuto.

"Eh...dari yang aku dengar klan Houki terkenal dengan penguasaan ilmu medisnya. Boleh aku bertanya sesuatu soal itu?" tanya Gaara.

Hakuto mengangguk. "Tentu Tuan."

"Apabila ada seseorang yang suhu badannya tinggi mungkin sekitar 40 derajat hingga wajahnya memerah, dan juga keringat dingin keluar dari area pelipisnya, apa mungkin itu penyakit berbahaya?"

Hakuto nampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Apa ada bintik-bintik merah di kulitnya?" Gaara menggeleng.

"Apa hidungnya mengeluarkan darah?" tanya Hakuto lagi. Dan lagi-lagi Gaara menggeleng.

"Kalau panasnya tidak lebih dari tiga hari kemungkinan hanya masuk angin, Gaara-sama. Biasanya gejalanya meriang disertai pusing, juga suhu badan yang meningkat." Jelas Hakuto.

"Kurasa memang hanya masuk angin. Demamnya tidak lebih dari tiga hari." Ujar Gaara – Syukurlah, demamnya sudah turun tadi pagi, berarti Matsuri hanya masuk angin saja.

Hakuto menatap heran melihat Gaara yang terlihat lega. "Apa ada seseorang yang sakit, Gaara-sama?"

Gaara terkesiap. "Eh...ya. Pengawal pribadiku, namanya Matsuri."

Hakuto terlihat tercenung mendengar perkataan Gaara. Hakuto paham bahwa seorang pemimpin sering kali memikirkan bawahannya, tapi ia tak menyangka Gaara akan memikirkannya sampai sejauh itu. Ia tak tahu lagi harus berkomentar bagaimana, hanya mengulas senyum menanggapinya.

.

.

.

.

- oOo -

Sepanjang perjalanan pulang hanya dihabiskan kakak beradik itu dalam kebisuan. Gaara tahu jika Temari kesal padanya soal obrolan 'tidak kreatif'-nya. Tapi sejauh penilaiannya, Hakuto menanggapinya dengan antusias meski awalnya malu dan canggung. Hakuto memberikan feedback yang baik padanya, dan seharusnya itu membuatnya lega karena tak harus mendapat omelan Temari. Gaara berpikir keras apa yang membuat kakaknya itu masih merasa tidak puas.

Memahami wanita adalah hal yang masih baru saja dipelajari oleh Gaara. Seharusnya saat seseorang tidak puas dengan apa yang dilakukannya pasti akan langsung melayangkan protes atau menyatakan kekecewaannya, bukannya diam seribu bahasa. Malah disaat semua sedang menikmati makan malam, Temari baru menyatakan kekesalannya.

"Bukankah sudah kubilang berkali-kali kemarin?" celetuk Temari menunjuk Gaara dengan sumpit yang dipegangnya, "biarkan wanita yang menentukan topik, kau tinggal mengikutinya saja!"

Gaara tak menyahut. Ia tetap meneruskan makan malamnya, sambil terus mendengarkan omelan Temari tentunya.

"Sudahlah Temari. Lagipula pertemuannya berjalan lancar kan?" timpal Kankuro.

Temari menjitak kepala Kankuro dengan sumpit, Kankuro hanya meringis menahan sakit. Siapa sangka saat ini justru Temari lah yang menakutkan di matanya?

"Kau tidak punya pengalaman dalam hal ini. jadi diam saja, Kankuro!" Kankuro mengerucutkan bibirnya, "Kami-sama... kenapa semua lelaki disekitarku payah?"

"Oi...siapa yang payah?" protes Kankuro tidak terima.

Saat Gaara bermaksud menengahi pertengkaran dua saudaranya, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang amat keras membuat ketiga Sabaku bersaudara itu sontak menghentikan makan malam mereka dan bergegas keluar rumah.

"Gaara! Temari! Di sana asal ledakannya." Seru Kankuro sembari menunjuk 500 meter arah barat rumahnya. Kepulan asap hitam bergelung ke atas.

Temari mendelik. "Bu..bukankah itu tempat untuk penginapan para tamu penting Suna?"

"Hakuto..." Gaara mempercepat langkahnya menuju lokasi.

.

.

.

.

.

.

.

.

Continue? Or End?

A/N:

Segini dulu, saya ingin lihat respon para pembaca :D hehehe...