Black Rose

.

.

.

No edit. Ini diketik dalam waktu singkat dan langsung post. So mian jika banyak typo :)

.

Douzo ~

.

.

.

Byur

Wajah kecil nan tampan itu manatap lekat sosoknya yang terpantul pada cermin di kamar mandinya. Gurat lelah tergambar jelas di wajahnya. Mata setajam musang nan lembut itu kini terlihat begitu kosong.

Ia masih mengingatnya dengan jelas. Ya. Dia masih mengingatnya. Sosok yang sangat berarti dalam hidupnya.

Tangan kanannya merogoh sebuah foto seukuran dompet dari saku celananya. Menampakkan wajah tanpa cacat yang tengah mengumbar senyum sehangat matahari pagi. Wajah yang secara perlahan mulai memudar dari ingatan si pemuda bermanik musang itu, sekali pun setiap hari selama 13 tahun ini ia tak pernah absen dalam acara 'menatap' sosok malaikat hatinya.

Ia hampir frustasi karenanya. Semakin ia berusaha mengingat sosok itu. Semakin pudar bayangan dalam angannya.

Tidak.

Ia tak akan membiarkannya.

.

.

.

"yunho-ya. Kau sudah makan siang?" suara lembut yeoja dihadapannya tak mampu membuat fokusnya dari tumpukan file itu teralihkan.

Go ahra. Yeoja yang bertanya tadi hanya mendengus kesal akan sikap tak acuh yang yunho tunjukan. Ia tak akan menyerah, ia telah kebal sekarang. Sudah sejauh ini. 13 tahun ia menunggu dengan setia. Selalu berada disamping namja tampan yang kerap kali bersikap tak acuh padanya itu. Ini sudah terlalu jauh untuk berhenti, ania?

Ia bahkan sudah menolak dengan tegas keinginan kedua orang tuanya yang mengharapkannya segera menikah sekali pun bukan dengan yunho. Ia sudah berkorban banyak.

Drrrtttt ddrrrtttt

Yunho mengambil ponselnya yang berada dilaci meja kerjanya. Matanya dengan seksama membaca secara detail setiap kalimat yang tertera di ponsel pintarnya. Mata sipitnya membulat. Ia segera beranjak meninggalkan ruangannya.

"Yunho-ya, kau mau kemana?" seru ahra heran dengan sikap yunho. Ia mengikuti langkah yunho dan tak mendapatkan respon sama sekali dari namja jung itu. Ahra sadar ada sesuatu dengan pesan singkat yang diterima yunho beberapa saat lalu ... Mungkinkah?

"yunho-ya, tunggu dulu. Kau mau kemana? Kau belum makan siang." Ahra mencoba mencegah kepergian yunho. Ia merenatangkan tangannya didepan lift yang hendak yunho gunakan.

"ahra. Kau pulanglah. Aku harus pergi."

"andwe!" jerit ahra. Ia begitu takut sekarang. Entahlah, namun perasaannya mengatakan bahwa yunho semakin dekat dengan kabar berita yang selama ini hilang.

Yunho sedikit mendorong tubuh yang lebih kecil darinya itu kesamping. Kemudian menenggelamkan tubuhnya dalam ruang kecil yang akan membawanya pergi dari hadapan yeoja yang selalu ada seperti bayangannya itu. "mian."

Ting

.

.

.

[junsu melihatnya berada dikawasan hongdae, yun. Ia memang sedikit berbeda. Terlihat lebih dewasa. Namun junsu yakin kalau itu dia. Ia berjalan begitu cepat dan menghilang ditengah kerumunan. Maafkan aku. –yoochun-]

.

.

.

Yunho melangkahkan kakinya dengan cepat menyusuri setiap sudut wilayah yang disebut oleh yoochun dalam pesannya. Keringat membanjri tubuhnya. Hari sudah mulau gelap. Cahaya lampu mempercantik area yang ramai dengan kalangan anak muda ini. Entah sudah berapa lama ia berlari menyusuri jalanan disekitar daerah Hongdae ini. Mungkin ia sudah berputar-putar disitu lebih dari dua kali. Namun hatinya masih meronta memintanya untuk tak berhenti. Tubuhnya mati rasa. Lelah? Ia tak bisa merasakan apa pun. Dalam otaknya hanya satu. Sesegera mungkin menemukannya. Apa ia akan menemukannya? Apa ia akan mengenalinya lagi kali ini? Ia tak bisa salah langkah.

Rasanya ia ingin menangis meraung kala tak dapat menemukannya. Kenapa? Apa dia masih marah padaku? Batin yunho nelangsa.

.

.

.

Cklek

"yun, kau dari mana? Kenapa tak kembali kekantor? Dan kenapa baru kembali dini hari?"

Ahra mengekor langkah yunho memasuki apartement namja jung itu. Ia sudah menunggu sejak siang tadi dikantor. Yunho tak menampakkan batang hidungnya hingga sore menjelang membuat ahra memutuskan untuk menyambangi apartemen orang yang menadi candunya itu. Nihil. Diapartement pun yunho tak ada. Kemudian ia melanjutkan acara menunggunya didalam mobil yang terparkir manis di area parkir apartement yunho.

Ahra sudah menahan kantuknya, hingga pukul 02.45 KST ia melihat mobil yunho memasuki pelataran parkir. Ia pun memutuskan mengikuti langkah pujaan hatinya. Guna memastikan semua baik-baik saja.

Yunho melangkah menuju kamarnya tanpa mempedulikan ahra. Yeoja cantik itu seolah kasat mata untuknya. Ia merebahkan tubuhnya di atas king size dalam kamarnya tanpa berniat membasuh tubuhnya yang lengket oleh keringat. Tangan kanannya berada diatas kedua matanya. Mencoba membuatnya terpejam. Ia harus lebih segar besok agar bisa kembali mencari 'orang itu'.

"yunho-ya. Apa kau baik-baik saja?" ahra menatap lekat tubuh yunho yang terbaring lelah itu dengan pandangan yang sulit diartikan.

"hah~ baiklah kau istirahatlah." Serunya lalu berjalan meninggalkan kamar yunho menuju kamar tamu. Sepertinya ia akan menginap disini saja malam ini. Ini sudah larut dan tubuhnya sangat lelah.

.

.

.

Senyum pada sosok yang tak terlalu jelas ia lihat itu terasa tak asing baginya. Ia manajamkan penglihatannya agar dapat melihat lebih jelas lagi siapa sosok itu dan ... "jaejoong?"

Mata musangnya terbuka. Keringat dingin membanjiri pelipisnya. Sosok itu… ia yakin itu adalah jaejoongnya.

Ah, badannya terasa tak nyaman. Keringat semalam membuatnya lengket. Yunho melangkah menuju kamar mandi. Membasuh tubuhnya agar lebih segar. Ia akan kembali mencari jaejoongnya.

.

.

.

Ahra menggeram kesal saat pagi tiba dan menemukan kamar yunho sudah kosong. Ia tau ini ada hubungannya dengan 'dia' yang sudah membuatnya tak bisa memenangkan hati seorang jung yunho.

Egois?

Biarlah, ia egois pada semuanya. Ia sangat mencintai yunho dan rela melakukan apa pun agar namja jung itu menjadi miliknya.

Ahra segera menuju mobilnya. Ya. Ia akan menemui orang itu sekarang. Ia tak ingin yunho menjadi lebih gila lagi. Ia tak akan membiakan yunho berada disisi orang lain, selain dirinya. Cukup sudah kesabarannya.

.

.

.

[Changmin, mianhe tolong ganti hyung ne? hyung akan mengambil cuti beberapa hari. -yunho-]

.

.

.

Yunho memacu mobilnya kembali setelah mengetikkan sebuah pesan untuk adiknya itu. Kali ini semoga ia beruntung dan dapat bertemu dengan 'dia'.

Keinginannya sudah diubun-ubun dan tak terbendung lagi. Ia harus segera menemukannya sebelum sosok itu semakin pudar dari ingatannya.

.

.

.

Ahra menatap sosok dhadapannya tajam dengan pandangan marah, kecewa, kesal, dan entahlah perasaannya terasa campur aduk sekarang. Yunho terlihat begitu mengerikan setelah hampir seminggu ini sulit untuk ditemuinya. Ia terlihat seperti mayat hidup. Wajahnya pucat. Matanya sembab dan tubuhnya terlihat lebih kurus. Ahra berdecak. Ia tak tahan lagi.

"kau mencarinya?" ujarnya dingin. Kedua tangannya dilipat didepan dada. Matanya menatap yunho tajam.

"bukan urusannmu" yunho menekan sederet angkat yang menjadi password apartemennya. Tubuhnya lelah sekali. Pagi hingga malam ia mencari jaejoong selama hampir seminggu dan hasilnya….nihil. saat tidur pun ia menjadi tak tenang. Karena sosok jaejoong selalu mendatanginya. Senyum itu, jari itu, rambut itu selalu membayanginya.

Ahra mengikutinya sampai masuk kedalam apartemen. Yeoja yang telah berada disisi yunho selama ini itu merasa sudah habis kesabaran. Ia tak ingin diacuhkan lagi. Yunho harus menerima takdirnya. Ini akan membuatnya sadar kali ini. Bahwa sosok itu tak ditakdirkan bersamanya. Ahra menarik lengan kanan yunho keras membuat namja 28 tahun itu menghadap kearahnya.

"BERHENTI MENCARINYA JUNG YUNHO!" serunya lantang. Yunho tertegun. Pertama kalinya ahra berteriak dengan sangat keras dihadapannya. Aku cukup terkejut. Dengan yeoja yang terobsesi dengannya itu. Yunho segera menguasai dirinya. Ia mendecih dan menatap ahra dengan pandangan remeh.

"Kau lelah? Pargilah. Aku tak pernah me ..."

"dia…" yunho menatap ahra yang memotong ucapannya, ia menunggu yaeoja itu melanjutkan kalimatnya. Nafas ahra memburu. Meski begitu tatapan tajamnya tak melemah sedikit pun.

"Dia sudah ... mati." Ahra menatap wajah terkejut yunho dan kembali melanjutkan kata-katanya. "Jadi berhentilah mencarinya, dia sudah mati."

.

.

.

TBC

.

.

.

Mendengar koleksi musik instrumenku membuat ingat sebuah video. Tapi aku lupa apa itu. Aku udah cari difolder dan tak ada, mungkin aku melihatnya di laptop teman ya? Ah, Ide dasarnya terinspirasi dari sana. Namun akan berbeda dari video itu.

Karena tangan pengen benget nulis ya jadilah tulisan ini…..

.

.

.

See you next time ~