Title : Red Wine and a Cocktail

Genre : Fantasy, Romance, little bit Sci-fi

Fandom : NARUTO

Characters : Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto, Uchiha Itachi, etc.

PAIRING : ALWAYS NARUSASU, Naruto x Sasuke

Rate : T for now

.

DONT LIKE, DONT READ. I'VE WARNED YOU~


.

Sasuke telah hidup di dunia ini selama berabad-abad. Umurnya kini kurang lebih 521 tahun. Banyak hal telah ia pelajari serta pahami, dan dari pengalamannya itulah ia bisa menghirup udara dengan tenang selama 5 abad. Prinsipnya sederhana, jangan ikut campur dalam permasalahan umat manusia. Keterlibatan barang sekecil kuku saja akan menyingkap jati dirinya yang sebenarnya.

Hidupnya sederhana, meski sebenarnya ia menyimpan kekayaan yang satu jilid buku saja tidak mampu menampung catatan jumlahnya. Ia tinggal seorang diri pada sebuah apartemen bintang lima, dan bekerja sebagai seorang dokter pada rumah sakit ternama di kota. Sedikit merepotkan, tapi ia mencintai pekerjaannya. Kenapa? Karena dalam satu hari selama 24 jam, akan ada saat dimana semua orang lengah, dan ia bisa menyusup ke dalam ruang persediaan darah dengan mudah, lalu mengonsumsinya sesuka hati. Picik.

Sasuke adalah orang yang akan berpegang teguh pada prinsipnya. Jika ya, maka ya. Tidak, maka tidak. Selama 521 tahun, ia selalu hidup dengan menjaga jarak dari para manusia. Penjambretan, pemerkosaan, pembunuhan, ia sudah hidup sangat lama untuk menyaksikan semua itu. Tanpa melakukan tindakan apapun. Bukan berarti ia tidak punya hati, sekali lagi, ia hanya tidak ingin menempatkan jati dirinya dalam risiko yang sangat besar. Ini demi kebaikan umat manusia juga, lagipula.

Yah, setidaknya itulah prinsipnya yang telah menarik garis lurus dalam kehidupannya yang monoton selama lebih dari 5 abad. Sebelum semuanya berantakan. Sebelum ia kembali bertemu lagi dengan 'dia'.

Lelaki yang pernah mengisi hatinya.

Lelaki yang sangat sulit ia lupakan selama berabad-abad.

Lelaki yang menghembuskan nafas terakhir dalam rengkuhannya.

.

...

.

"Tidak bisa, Sasuke. Dunia kita dan mereka berbeda, kau tahu itu."

Sasuke hanya memainkan sedotan 'jus' miliknya dengan tidak bersemangat, sembari mendengarkan ocehan satu-satunya anggota keluarganya yang masih tersisa. Sudah 2 abad ia tidak bertemu dengan kakaknya, dan ia tidak ingin merusak momen kebersamaan mereka hanya dalam 2 menit.

"Mereka berdua memang tidak sama. Tapi jiwa mereka sama. Entah jiwa atau apapun itu, ada sesuatu dalam diri mereka yang sama. Dan aku langsung mengetahuinya sedetik setelah kami menukar pandangan. Laki-laki itu... adalah 'dia', Itachi-"

"Kalaupun benar bocah itu adalah Ashura, lalu apa yang akan kau lakukan? Sudah jelas dia itu manusia. Itu berarti dia adalah makhluk fana, tidak seperti Ashura yang sama abadinya dengan kita. Mana bisa kau menjalin hubungan dengan makhluk fana yang bisa kapan saja menemui ajal, Sasuke? Selain itu, dekat dengannya dalam artian apapun, juga berarti mengungkapkan identitasmu padanya, cepat atau lambat. Dan kau tahu sendiri hukum yang mengatur hal tersebut."

Sasuke serta merta bungkam mendengar penuturan kakaknya. Itachi ada benarnya. Tak pernah sempat terpikirkan olehnya, bagaimana kiranya reaksi pria itu kala jati dirinya terungkap nanti. Jikapun pria itu bisa menerima, Sasuke tetap tidak bisa lari dari konsekuensi selanjutnya. Ia pasti akan langsung dibawa ke Vatikan, dan berakhir dengan kepalanya menggelinding pada lantai keramik mahal yang dingin itu. Belum juga konsekuensi yang akan diterima oleh pria blonde itu sendiri. Yang terakhir jauh lebih mengerikan bagi Sasuke untuk dibayangkan.

"Terlalu banyak risiko, adikku." ungkap Itachi, mendahului batin Sasuke.

Untuk kedua kalinya dalam 5 abad ia hidup, jantungnya kembali berdenyut sakit.

.

...

.

Sudah sebulan Sasuke tidak 'makan' ataupun 'minum'. Sebenarnya ini bukan hal yang baru baginya, tubuhnya sudah pernah dilanda 'kekeringan' sekitar 2 abad lalu ketika terjadi krisis. Dalam situasi yang sekarang, seharusnya ia baik-baik saja meskipun tidak makan dan minum. Tapi sayangnya sebulan terakhirnya di rumah sakit benar-benar sangat hectic. Bisa tertidur sepuluh menit saja sudah dianggapnya sebagai karunia. Tidur? Ya, tidur. Rasnya memang dikenal tidak butuh tidur, tapi itu adalah ketika tubuhnya dalam kondisi fit. Dalam keadaan 'kekeringan', tidur adalah cara terbaik untuk memulihkan tubuhnya. Dan ia tidak mampu mendapatkan keduanya. Konsumsi ataupun waktu istirahat.

Belum lagi kejadian beberapa hari lalu yang masih sangat mengganggunya. Sasuke akhirnya memainkan sandiwaranya di depan pria itu. Mengatakan bahwa ia sangat terusik dengannya, bahwa kehadiran pria itu merusak hidupnya yang sudah tenang, bahwa pria itu salah sangka jika mengira Sasuke menaruh rasa kepadanya, dan bahwa Sasuke sangat membencinya. Hari itu, adalah hari terakhir ia mengonsumsi. Juga hari terakhir ia mengecek ponselnya. Seminggu lalu ia sempat melihat sebelas panggilan tak terjawab dari Naruto. Ia berniat akan menelponnya balik di rumah nanti.

Kondisi basement sangat sepi, meski beberapa mobil milik dokter dan staff rumah sakit masih terparkir rapih. Itu sedikit membantunya. Ia benar-benar tidak ingin bertemu dengan siapapun dalam kondisi yang mengenaskan seperti ini. Sasuke tidak suka dikasihani. Mengenaskan? Ya, mengenaskan. Ia berjalan dengan sangat pelan, sebelah tangannya mencari sesuatu untuk dijadikan pegangan, dan sebelah tangannya lagi memegangi kepalanya. Not to mention wajahnya yang sudah menjadi seputih kertas.

Sasuke menghela nafas lega dengan sedikit bergetar ketika akhirnya berhasil mencapai mobil miliknya. Susah payah ia merogoh saku celananya untuk mencari kunci, yang rupanya tidak ada disana. Sasuke memejamkan matanya yang berkabut beberapa kali sembari bersandar pada mobil untuk beberapa saat, lalu kembali merogoh saku mantel dan juga tasnya. Bibirnya yang pucat dan kering merapalkan sumpah serapah beberapa kali, dan tangannya yang gemetar malah menjatuhkan kuncinya yang akhirnya berhasil ia temukan di sudut terdalam tas kerjanya. Menghela nafas pasrah, ia berpegangan erat pada sisi mobil dan membungkuk untuk mengambil kuncinya. Kenapa juga benda mati itu harus benar-benar merepotkannya ketika kondisinya sedang seperti ini.

Ia bangkit dan menekan tombol kunci pintu mobilnya, namun pandangannya sudah terlalu gelap. Ia bahkan tidak berhasil mengangkat gagang pintu mobilnya. Sasuke tidak pernah merasa seperti ini. Tubuhnya terasa sangat lemah. Tungkai kakinya bahkan mulai mengkhianatinya, membuatnya tanpa sadar terhuyung. Sesaat sebelum kepalanya membentur lantai beton basement, seseorang merengkuhnya dengan sangat erat.

Sasuke hafal betul lekuk tubuh itu, suhu tubuh itu, dan suara itu yang memanggil-manggil namanya dengan panik. Tapi Sasuke merasa sangat lemas, bahkan hanya sekedar untuk membuka mata. Iris kelamnya sempat bertubrukan dengan onyx sapphire untuk sepersekian detik, dan semuanya menjadi gelap.

.

...

.

"Apa yang kau lakukan?"

"Merawatmu."

"Kau gila? Aku bisa mengurus diriku sendiri."

Tangan tan itu mencekal dan menarik kencang pergelangan tangan putih milik Sasuke yang baru saja berdiri, membuatnya kembali terhempas ke kasur empuk berukuran king size milik Naruto. Belum sempat ia protes, mulutnya mendadak bungkam melihat iris biru yang terasa aneh itu.

"Usuratonkachi. Ada apa denganmu?"

"Tidak akan."

"Huh?"

"Aku tidak akan melepasmu lagi, Teme. Aku sudah memantapkan niatku. Setajam apapun kau memakiku, sejauh apapun kau mendorongku, sekeras apapun kau menolakku. Aku tetap tidak akan menyerah. Selamanya, kau tak akan kulepas."

Dan Sasuke merasa dunianya berhenti berputar. Untuk pertama kali seumur hidupnya, ini adalah sebuah perasaan yang baru. Menyenangkan, namun mengkhawatirkan disaat yang bersamaan. A guilty pleasure.

.

...

.

"Bagaimana perkembanganya?"

Seorang pria menghisap cerutunya sembari menyandarkan tubuhnya kepada kursi mewah miliknya. Menanti lelaki bersurai hitam pekat untuk memberikan jawaban yang memuaskan. Namun rupanya hanya keheningan yang mampu ia berikan kepada tuannya.

"Ada apa? Kau menemukan sesuatu yang baru?"

"Ini... sedikit rumit, tuanku.", jawabnya ragu-ragu. Menimbulkan kernyitan pada dahi pria paruh baya itu.

"Cepat katakan."

"Dia... Dia memiliki hubungan dengan cucu anda, Namikaze Naruto."

Jawabannya setidaknya menghilangkan kernyitan menyeramkan itu, namun digantikan dengan bola mata yang membulat.

"Apa?!"

"Dan tuan Naruto, sangatlah protektif kepadanya. Bawahan terbaikku bahkan gagal sebelum sempat menyebut namanya. Maafkan aku, tuanku."

Untung saja lelaki bersurai hitam itu pandai berkelit, sehingga nyawanya terselamatkan dari lemparan kursi sang atasan. Pria paruh baya itu membuang cerutunya dengan kasar, dadanya naik-turun menahan amarah, dan tangannya mengepal dengan erat.

"Kita benar-benar harus mempercepat prosesnya. Malam ini, Sai, bawa Uchiha Sasuke ke hadapanku. Tanpa cacat, tanpa cela, tanpa luka goresan setitik pun. Itu akan menurunkan kualitas ekstrak tubuhnya. Aku tidak suka ketidaksempurnaan. Dan kau tahu hukumanmu jika kau sampai gagal. Sai."

"Baik... Tuan."

.

...

.

Sasuke benar-benar kesal dengan Naruto. Baru seminggu hubungan mereka membaik, dan kini sudah merenggang lagi. Atau setidaknya hanya dia yang merasa begitu. Naruto benar-benar berlebihan kepadanya. Bersikap protektif kepadanya di luar rumah, ia masih bisa mentolerir. Tapi mengurungnya seharian di 'istana'nya seorang diri? Ingatkan dia untuk tidak membunuh Naruto nanti.

Well, setidaknya ia masih diperbolehkan menyusuri taman milik Naruto yang terlampau luas ini. Sasuke bosan, dan ia membiarkan kakinya menuntunnya masuk ke dalam labirin di taman mansion milik Naruto. Lima langkah ia berjalan, hidungnya membaui sesuatu yang tak wajar. Ia pikir Naruto tidak memelihara anjing.

Werewolf.

Insting pembelaan diri Sasuke langsung menguap ke permukaan, mengubah warna iris matanya, kemudian dengan gesit mengedarkan pandangan dengan waspada. Ia tidak mungkin salah. Ini adalah bau werewolf. Dan aromanya sangat kuat. Kemungkinannya ada dua, para omega dan beta datang secara bersamaan seolah menantang untuk sebuah battle, atau sang alpha datang seorang diri entah karena tujuan apa. Option yang kedua lebih masuk akal, tapi semoga saja ia salah.

"Ckckck. Tidakkah aku pernah bilang betapa mempesonanya mata crimsonmu itu?"

Sasuke dengan cepat memasang kuda-kuda pertarungan. Taringnya mulai memanjang tanpa ia sadari. Lalu iris merah darahnya menangkap objek yang tengah dicarinya.

"Menma?", ujarnya pelan, tidak yakin.

"Hoo. Masih ingat denganku, rupanya. Aku tersanjung."

Sang alpha menampakkan diri sepenuhnya dari balik semak-semak labirin. Menarik sebelah sudut bibirnya senang. Akhirnya ia menemukan pangeran vampir kecil ini.

"Apa maumu? Kau tahu disini bukanlah wilayahmu. Tindakanmu ini bisa saja memicu-"

"-perang. Yeah I know, darling. Tenang saja. Aku disini tidak akan lama." potong Menma sembari melangkah mendekat kepada Sasuke.

Sasuke tidak tahu apa yang merasukinya, namun kakinya justru semakin melangkah mundur setiap kali alpha itu mendekat. Seharusnya ia tidak begini, terkesan seolah ia merasa takut. Namun instingnya menuntunnya agar bersikap demikian.

"Aku hanya ingin menegaskan peringatanku yang sebelumnya. Aku tidak membual, Sasuke. Organisasi itu benar-benar ada. Dan tujuan mereka sangat jelas serta terperinci. Bangsamu akan punah."

Sasuke tahu kemana arah pembicaraan alpha di hadapannya ini. Ia benar, tapi Sasuke malas untuk mendengarkan. Ia hanya menghela nafas sembari membuang wajahnya ke samping.

"Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kalian hanyalah membuat aliansi dengan bangsaku. Melalui pernikahan.", sambung Menma lagi, dan mengusap pipi putih sang Uchiha dengan tangannya yang kasar.

"I'm not that bad, you know. Kujamin kau tidak akan menyesalinya.", bisiknya lagi. Mengundang delikan dari Sasuke.

Baru saja ia membuka mulutnya untuk memaki werewolf di hadapannya, suara Naruto menggema dari kejauhan. Pria itu tengah mencarinya.

"There you go, pacar fanamu telah datang.", sahut Menma dengan siulan mengejek.

"Pikirkan baik-baik perkataanku, Uchiha manis.", sambungnya lagi, menambah urat kesal pada kepala Sasuke. Ia melayangkan tinjunya dengan cepat, namun sang alpha telah menghilang di tengah kegelapan malam.

.

...

.

"Maafkan aku.. Maafkan aku..", Naruto sangat kalap. Ia memeluk tubuh Sasuke yang dingin dengan panik, mengusap sayang wajahnya yang terlihat lebih pucat berkali-kali. Dalam hati masih sedikit bersyukur Sasuke masih hidup.

"Kita harus pergi.. darisini se.. karang.", ujar Sasuke lemah. Sari tubuhnya benar-benar telah dihisap hampir tak bersisa.

Namun detik kemudian Sasuke bungkam. Belum pernah sebelumnya ia lihat mata biru itu memancarkan begitu banyak kebencian, dendam, amarah.

"Naruto-"

"Aku akan membunuhnya."

Sasuke kembali tersentak mendengar suara yang sangat dingin itu. Ia hanya bisa terdiam melihat kekasihnya kembali menegakkan tubuhnya, dan memutar menghadap dalang dari semua ini. Pria tua bangka kaya raya yang selalu rakus akan segalanya. Kakeknya. Ia bahkan terlalu jijik untuk menganggapnya kakeknya lagi sekarang.

Saat Sasuke tersadar, Naruto sudah berlari menerjang Danzo. Dan mata crimson Sasuke sempat melihatnya. Seringai pria tua itu. Seringai kecil yang keji.

"Tidak- Naruto! Dia tidak seperti yang kau bayangkan, dia berbeda sekarang!"

Kalau saja tubuhnya dalam kondisi fit, ia bisa langsung menghentikan Naruto dengan kecepatannya. Tapi tubuhnya sangat lemah sekarang. Menegakkan tubuh saja tidak bisa, hanya kedua tangan yang menjadi tumpuannya. Matanya melotot ngeri kala ia menyaksikan werewolf dengan ukuran di atas rata-rata itu melompat dan menerjang kekasihnya.

"TIDAK! NARUTOOO!"

.

.

.


.

Hai saya bawa ff baru xD padahal yg satu blm dilanjut, maaf bgt yaa. mau nulis tp malah kebayang ide baru. daripada ilang, publish ajadeh. ini baru semacem teaser(?) gitu sih. Should I continue, or delete? silakan review~