11.58 PM...
"Akhirnya..."
Dapat terdengar gumaman yang begitu pelan meluncur dari mulut sang pemuda pirang yang mengenakan kacamata itu. Peluh membasahi kedua pelipisnya namun hal tersebut tak dapat menyembunyikan ekspresi bahagia yang tampak di wajahnya.
"Kesesese~ Kau akan bertemu dengan kakakmu kan?"
Pemuda berkacamata itu sedikit terkejut begitu sebuah tangan memeluk lehernya sebelum ia menengok ke arah sampingnya dan menemukan seorang pemuda bersurai putih keperakan yang merangkulnya, ia merasakan sentuhan khas tekstil dari pita bendera Jerman yang terikat di lehernya—
—Uhm, jangan lupa kalau kedua ujung pita tersebut koyak tanpa alasan...
"Ja-jangan membuatku kaget, Gil!" seru pemuda berkacamata itu ketus sambil memandang pemuda yang dipanggil 'Gil' itu dengan pandangan sebal.
Beach piece, memangnya ada orang yang tak kesal ketika ia dirangkul tiba-tiba sehingga membuatnya kaget?
"Kalau ia melihatmu begini, bisa-bisa kau dihantamnya nanti!" lanjutnya sambil berkacak pinggang, dan entah mengapa sang pemuda bersurai putih ini berpikir bahwa pemuda honey blonde di depannya terlihat sangat UGHimutUGH.
Dasar...
"Oke, oke... Aku minta maaf..." ujar pemuda berambut putih itu, kedua mata merahnya itu menutup bersamaan dengan saat dirinya menggesekkan ujung hidungnya dengan ujung hidung pemuda berkacamata itu, seakan dirinya meminta maaf kepadanya.
"Baiklah, ngomong-ngomong apa Kiku sudah menyiapkannya belum ya?" tanya pemuda berkacamata itu, kedua manik violetnya tampak berbinar-binar saat menatap pemuda berambut putih itu yang belakangan ini diketahui sebagai kekasihnya.
"Sepertinya sudah, ayo kita ke sana!" jawabnya sambil menggandeng tangan kekasihnya lalu berjalan menuju sebuah ruangan dengan pintu bernuansa hitam pekat. Dengan pandangan mantap, pemuda blonde itu menggenggam gagang pintu itu dan membukanya.
Ketika mereka masuk, hal yang pertama kali dilihat adalah seorang pemuda—atau mungkin hantu—dengan rambut hitam bak arang tengah berjongkok di samping seorang pemuda brownish blonde—yang tengah tertidur teramat pulas berhubung pemuda itu telah menutup usianya—di atas sebuah lingkaran pentagram besar.
"Ah, Matthew-san, Gilbert-san..." ujar pemuda bersurai hitam pekat itu, "Syukurlah kalian sudah datang..." lanjutnya sambil mendekati kedua pemuda—yang dipanggil 'Matthew-san' dan 'Gilbert-san' itu—yang kini berdiri di sisi lingkaran pentagram tersebut.
"...Kak Al..." gumam Matthew pelan, senyuman tulus dapat terlihat dari wajahnya saat berjongkok sembari mengelus lembut kepala sang pemuda dengan warna rambut yang sama dengannya.
"Kupikir kau harus berhati-hati saat menyentuhnya..." ujar Gilbert sambil mengusap pundak sang kekasih yang menghela napas lega.
"Aku tahu," timpal Matthew sambil menengok ke arah sampingnya, "ia cukup rapuh untuk ukuran mayat berusia setahun setengah. Lihat saja, kulitnya lebih pucat darimu..."
"Ano, Matthew-san... Apa upacaranya mau dimulai sekarang?" tanya Kiku mengalihkan perhatiannya—
—padahal hati kecilnya memaksa dirinya untuk segera mendokumentasikan adegan romantis itu.
Aih, dasar half-youkai pecinta pasangan homo...
"Hm! Ayo kita mulai sekarang..." jawab Matthew seraya mengangguk mantap sebagai jawaban atas pertanyaan Kiku yang segera menyalakan lilin yang diletakkan di setiap sudut lingkaran pentagram tersebut sampai-sampai ruangan tersebut hanya diterangi dengan sinar-sinar lilin saking terangnya.
Setelah melakukan persiapan, mereka segera melakukan pembangkitan dari yang sudah mati. Mulut sang pemuda bersurai pirang itu terus mengucapkan mantra-mantra yang dipastikan mampu menghidupkan kembali sang kakak. Lingkaran pentagram itu mulai memancarkan sinar yang menyelimuti mayat tersebut, pertanda mantra-mantra tersebut bekerja dengan baik.
"Menghindar dari sini," bisik Matthew pelan, "aku mohon."
Gilbert dan Kiku saling berpandangan mata sebelum akhirnya mereka menganggukkan kepalanya dan meninggalkan sang necromancer yang siap menghidupkan kembali mayat kakaknya.
"...I resurrecting you!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Watashi Wa ZOMBIE, Desu Ka?!
Chapter 1 : Welcome Back To This Absurd World, Man..
Axis Powers Hetalia © Hidekazu Himaruya
Kore Wa Zombie Desu Ka? © Shinichi Kimura
Warning : AU (tak diberi keterangan disebabkan ras karakter yang absurd), mungkin ada unsur per-OOC-an, genre campur aduk (fantasy-humor-supernatural-friendship), shounen-ai hints (established PruCan), human name used, alur yang agak cepat, dan lain-lain.
Rate : M (lime, hard words, dirty jokes, and some bloody scenes)
Notes :
-Author tak pernah mengharapkan hal-hal finansial dalam membuat fic ini dan hanya menyalurkan kesenangan belaka.
-Diharapkan untuk selalu menjaga dan memeriksakan kejiwaan (serta kotak tertawa) anda setiap/sesudah membaca fic ini.
-Jika anda tidak menyukai (bahkan membenci) alur/pairing/lain sebagainya yang bersangkutan dengan fic ini, diharap untuk segera meninggalkan fic ini, terima kasih.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
07.12 AM...
KRIIIIIIIIIIIIINGG! KRIIIIIIIING!
"...Hoaaeeemm.. Sekarang jam bera—WHOAAAA~!"
GUBRAAAAAK!
Dan pagi yang begitu cerah nan indah ini harus disambut dengan suatu peristiwa di mana seorang zombie terjatuh dari tempat tidurnya.
SEORANG ZOMBIE TERJATUH DARI TEMPAT TIDURNYA. Titik.
Terlihat jelas sang zombie berupa seorang pemuda bermanik biru laut mengusapi pantatnya yang baru saja mencium lantai keramik kamarnya.
Hei, seorang zombie setidaknya dapat merasakan sakit, apalagi ketika pantatnya menyentuh lantai!
"Uuh, sakit sekali..." keluhnya seraya mengusap pantatnya saat ia membalikkan tubuhnya untuk mematikan alarm yang terpasang di meja samping tempat tidurnya.
Sebetulnya, ia masih berpikir bagaimana bisa dirinya berada di sebuah kamar yang begitu HEMnyamanHEM untuk ditempati. Entah siapa yang berani memindahkan dirinya, hal itu masih menjadi sebuah misteri yang terus meluap-luap di otaknya.
Dan kini ia membulatkan kedua manik sapphirenya sembari membuka mulut selebar-lebarnya saat melihat kalender yang tertampang jelas di dindingnya.
JANUARY 2014.
Fuck.
...BERAPA LAMA IA TERTIDUR..?!
Karena penasaran, ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Baru saja pintu kamarnya terbuka, secara tiba-tiba seorang pemuda bersurai putih dan mengenakan pita bendera Jerman di lehernya berlari menghampirinya dan menubruknya hingga terjatuh.
Bagaikan peribahasa sudah terjatuh tertimpa tangga, sudah terjatuh dari lantai malah ditabrak orang hingga terjatuh lagi ke lantai.
Uh, bad luck...
"Kumohon, selamatkan aku!" seru pemuda berambut putih itu sambil mencengkram kerah piyamanya yang memandangnya dengan pandangan kau-itu-siapa-sih.
"Ayo, Gil! Kau harus mandi sekarang! Kita mandi bersama-sa—WHUAAAA~!"
BYUUUUURRR!
EPIC.
Sudah terjatuh dari ranjang, ditabrak orang hingga terjatuh lagi, dan sekarang dirinya justru mendapat siraman air hangat gratis.
Entah kapan Dewi Fortuna keparat itu akan berpihak padanya.
"Aduh, jadi basah deh lantainya..."
Samar-samar pemuda brownish blonde itu mendengar suara keluhan yang terdengar cukup pelan—ia sendiri bersumpah bahwa suara tersebut sama pelannya dengan bisikan ghaib dari dunia sana—dari lorong menuju kamarnya.
"Gil, kau tidak—Lho Kak Al, sudah bangun?"
Pemuda bermanik biru itu mengerjapkan matanya berulang kali saat melihat seorang pemuda bersurai pirang—dengan sehelai rambut yang mengeriting di ujungnya—memasuki kamarnya dengan tergopoh-gopoh sambil menggotong sebuah ember. Ia berusaha mengingat orang tersebut yang memanggilnya 'Kak Al', dan kemudian...
"...Mattie?" tanya pemuda bermanik biru itu pelan seraya menunjuk orang yang pertama kali menyapanya dengan begitu halus.
Sekaligus berharap orang tersebut mengubah paginya yang kacau menjadi pagi yang menyenangkan...
"A-aku minta maaf!" seru Matthew sambil bersujud sembah beberapa kali di depannya, "Ta-tadi aku terpeleset dan aku tidak tahu kalau ada kau di depanku! Sekali lagi aku minta maaf~!" lanjutnya sambil terus bersembah sujud di depan kakaknya yang berusaha menyadarkannya kalau ia tidak apa-apa.
Cih, ia tak tahu apa kalau adiknya sangat takut kehilangannya untuk yang kedua kalinya..?!
"Meow~ Kau ini benar-benar ceroboh, Mattie..."
Perlahan sang zombie mengarahkan kedua matanya ke arah bawahnya dan mendapati seekor kucing putih dengan pita bendera Jerman terpasang di lehernya, duduk di pangkuannya.
"Apa? Kenapa kau menatapku dengan tatapan yang tidak awesome seperti itu...?" tanya kucing putih itu ketus sambil menatap kedua manik biru laut itu dengan tatapan yang tak kalah ketusnya itu.
SIAPA GERANGAN KUCING ITU...?!
"Nggg Mattie..." ujarnya pelan sambil menunjuk kucing putih yang ada di pelukannya, "Siapa kucing ini?"
"Oh, dia..." timpal Matthew, "Namanya Gilbert, dia kekasihku dan sekarang ia berubah menjadi—"
BRUUUUUKKKKK!
Dan sang kakak keburu pingsan sebelum selesai mendengarkan jawaban adiknya.
"...KAK AAAAAAAAAAAALLLLLL!"
"...Heeeh~?"
.
.
.
.
.
"—Sekali lagi, maaf ya..." ucap Gilbert—yang telah kembali ke bentuk asalnya—yang menyeruput secangkir kopi susu hangatnya sembari melirik sang zombie—yang masih berbalut piyama biru bermotif bintang-bintang—yang menyeruput secangkir kopi dengan ekspresi yang teramat kusut, "Jadi kau Alfred Foster Jones, kakak Mattie...?"
"Begitulah," jawab Alfred, sang zombie yang meletakkan cangkir yang terisi setengahnya di atas meja, "...DAN SEJAK KAPAN KAU BERPACARAN DENGAN ADIKKU...?!"
Achievement unlocked, made a zombie got angry.
Good job, Gilbert...
"...Setahun setengah yang lalu." jawab Gilbert datar sambil menengok ke arah sang EHEMcalonEHEM kakak iparnya yang kini memandangnya dengan tatapan aku-akan-membunuhmu-nanti-keparat.
Maklumi ia yang sudah setahun setengah berada di alam baka sehingga tak mengetahui status adiknya saat itu..
"Maaf, aku tidak memberitahumu soal itu." ujar Matthew seraya duduk di seberang sang kakak dan kekasihnya, "Tapi, selama menjadi kekasihku dia selalu bertingkah baik padaku kok..."
"Oh ya? Apa dia tidak merebut keperawananmu?" tanya Alfred sambil menunjuk Gilbert yang meresponnya dengan ekspresi terkejut dengan ibu jarinya.
"Kalau ia merebut keperawananku, mungkin aku tak akan bisa menghidupkanmu lagi..." jawab Matthew sambil tertawa geli, "Soalnya, necromancer sepertiku hanya bisa menggunakan kekuatannya kalau ia masih perawan..."
"Syukurlah kalau begitu..." timpal Alfred yang menghela napas seraya bertopang dagu dengan salah satu tangannya, "Kupikir ia sudah merebut keperawananmu. Habis wajahnya benar-benar wajah mesum sih..."
Pik.
Dan Gilbert mencak-mencak di dalam pikirannya.
"Sumimasen, maaf mengganggu waktu sarapan kalian..."
Sesaat kemudian datanglah seorang pemuda bersurai hitam datang menghampiri mereka lalu duduk di samping Matthew.
"Ngomong-ngomong," ujar Alfred sambil menunjuk pemuda yang duduk di seberangnya, "siapa dia?"
"Dia Kiku, teman kita. Dia salah satu orang yang membantu adikmu menghidupkanmu kembali." jawab Gilbert sambil menyeruput kopi susunya, sementara itu Alfred hanya bisa mengucapkan huruf 'O' yang panjang.
"Yoroshiku, Alfred-san. Senang bertemu denganmu." ucap Kiku sopan sambil menundukkan kepalanya, "Semoga anda betah berada di sini.."
"A-ahaha... Baiklah..." timpal Alfred sedikit gugup seraya memberi isyarat dengan telapak tangannya kepada Kiku yang berada di depannya.
Woof!
"Oh, tunggu sebentar. Sepertinya Pochi-kun ingin sarapan..." ujar Kiku sambil menengok ke arah pintu dan beranjak bangun menuju ke luar ruangan. Sayangnya, kepergiannya itu diiringi dengan tatapan tak percaya dari Alfred yang membuka mulutnya selebar mungkin.
...MANA BAYANGANNYA...?!
"I-i-i-itu..." gumam Alfred pelan seraya menunjuk Kiku yang telah pergi meninggalkan ruangan itu.
"Ada apa?" tanya Matthew yang beranjak bangun dari tempat duduknya seraya menengok ke arah sang kakak yang mulai pucat pasi.
"Ba-ba-bayangannya..." jawab Alfred terbata-bata seraya menunjuk pintu yang terbuka—dengan maksud menunjuk Kiku yang kini menghilang entah ke mana.
"Oh iya, Kiku itu half-youkai. Dengan kata lain, dia itu setengah hantu dan itulah alasan kenapa bayangannya—"
GUBRAAAAAAAAK!
Dan Alfred pun pingsan kembali sebelum Gilbert menyelesaikan ucapannya.
Sementara itu dari sisi Kiku yang tengah memberi makan Pochi—seekor Shiba Inu putih—di halaman rumah dapat terdengar pekikan Matthew yang memanggil Alfred yang lagi-lagi pingsan untuk kedua kalinya.
"Kau dengar itu, Pochi-kun?" tanya Kiku—yang berjongkok di samping anjingnya—seraya mengelus bulu-bulu halus putih kecokelatan sang anjing yang hanya menyalak sebagai respon atas pertanyaan sang majikannya.
Kiku, seandainya kau tahu bahwa zombie itu pingsan kembali karena shock mengetahui bahwa dirimu adalah half-youkai...
.
.
.
.
.
"Alfred-san..."
Sang zombie—yang baru tersadar kembali—mengalihkan pandangannya dari layar biru muda bercampur dengan gumpalan putih itu ke arah Kiku yang kini duduk di sampingnya.
"Bagaimana?" tanya Kiku seraya menyeruput teh hijaunya saat menengok ke arah Alfred yang duduk di sampingnya.
"Mulai lebih baik..." jawab Alfred sambil memandang langit, "Ternyata... Dunia ini jauh lebih aneh dibandingkan diriku ya.."
"Memang begitu kenyataannya..." ujar Kiku sembari menghela napasnya, "Aku juga berpikir begitu , tapi bagaimana pun juga kita harus bertahan hidup di antara keanehan di dunia ini.." lanjutnya tenang, sedangkan Alfred hanya mengiyakan ucapannya di dalam hati seakan dirinya terkagum-kagum dengan ucapan sang half-youkai itu yang bagaikan sang pujangga.
Padahal sih... Tidak mengerti sama sekali..
Idiot...
Sebenarnya ia tahu, dunia yang ia tinggali sekarang berbeda jauh dengan dunia yang pernah ia tinggalkan untuk selamanya. Namun apa dikata, ia harus berjuang, bertahan dengan segala keanehan pada dunianya—
—sekaligus mempercayai takdirnya sebagai seorang zombie.
"Ngomong-ngomong, kau tahu tujuan adikku membangkitkanku?" tanya Alfred seraya menempelkan telunjuknya di bibir bagian bawahnya.
"Sayangnya kami, terutama adikmu merahasiakan tujuannya." jawab Kiku sambil menatap langit biru itu, membuat Alfred mengerucutkan bibirnya saat mendengar jawabannya.
"Uuuuh! Padahal kan aku penasaran!" gerutunya seraya mengerucutkan bibirnya saat menerawang langit biru sana.
"...Tapi, kalau dipikir-pikir ada benarnya juga..."
Entah apa sang zombie idiot itu tidak peka sama sekali atau tengah terpaku akan keindahan langit, sepasang mata hijau menyala mengintainya dari balik semak-semak yang tumbuh di pekarangan rumah itu. Sesaat kemudian, muncullah seringaian dari sang pemilik mata tersebut.
"Nyehehe... Bersiaplah, nanti malam aku akan menjadi tamu istimewamu..."
.
.
.
.
.
07.28 PM...
"TERIMA KASIH ATAS HIDANGANNYA~!"
Mari kita dengarkan seruan—atau mungkin teriakan—dari seorang Alfred Foster Jones dan Gilbert Beilscmidt saat mereka menyelesaikan makan malam mereka.
Sekaligus membuat Matthew dan Kiku membulatkan kedua matanya saat mendapati nafsu makan kedua teman mereka yang kelewat besar itu yang ditandai dengan dua tumpuk piring di samping mereka.
Okelah, untuk zombie seukuran Alfred memang wajar memiliki nafsu makan yang begitu besar berhubung zombie biasanya terkenal mempunyai hasrat yang begitu besar.
Tetapi, untuk seorang siluman kucing seperti Gilbert? Hanya ada dua kesimpulan untuknya.
Pertama, mungkin ia kelaparan.
Kedua, bisa jadi ia menyukai masakan Matthew.
"Na-na-nafsu makan kalian besar sekali..." komentar Kiku—dengan tubuh yang bergetar begitu hebatnya—pelan saat melihat dua tumpuk piring yang digunakan mereka.
"Waah, ternyata masakanmu sama enaknya seperti yang dulu!" puji Alfred riang seraya bertepuk tangan di depan Matthew yang hanya meresponnya dengan senyuman kecut.
"Te-terima kasih atas pujiannya..." ujar Matthew seraya menghapus air mata harunya—
—sekaligus meratapi nafsu makan sang kakak yang besarnya luar biasa itu.
"Aku mengantuk~ Rasanya aku ingin tidur sekarang~" ujar Gilbert seraya merebahkan dirinya di samping Alfred yang memandanginya dengan tatapan ingin segera tidur.
"Aku juga~" timpal Alfred sambil menenggelamkan kepalanya di atas kedua tangannya yang dilipat.
"Kalau kalian ingin tidur, silakan saja." kata Matthew sambil membawa tumpukan piring sang kakak, "Biar aku dan Kiku yang merapikannya."
"Baiklah, selamat malam semuanya~" ucap Alfred dengan nada sedikit mengantuk seraya bangkut dari tempatnya lalu meninggalkan ruang makan diiringi dengan ucapan "Selamat malam juga~" dari teman-temannya.
"...Hhh.." gumam Alfred seraya mengusap tenguknya, "Jadi... di rumah ini banyak penghuni yang sama anehnya dariku ya..."
Di perjalanan menuju kamarnya, ia menemukan sepasang cahaya hijau tengah mengintainya dari semak-semak, membuatnya mengerenyitkan kedua alisnya.
"...Siapa itu?" gumamnya, kedua kaki jenjangnya membawanya pergi menuju semak-semak yang konon menjadi tempat persembunyian sang pemilik mata hijau menyala itu.
"...Kena kau..."
SREEEEETTT!
Nihil.
Alfred hanya dapat mengerjapkan kedua matanya berulang kali saat mendapati bahwa tak ada yang nekat mengintipinya dari semak-semak itu.
"...Aneh.." gumamnya sebelum berbalik dan mengangkat kedua bahunya lalu meninggalkan semak itu dan melanjutkan perjalanan menuju kamarnya.
"Mencariku, Jones..?"
Kedua daun telinga sang zombie bereaksi keras dengan ucapan itu, sementara itu sang pemilik daun telinga itu langsung merespon gerak refleksnya dengan menengok ke arah belakangnya dan...
...tidak menemukan apapun kecuali hamparan lantai lorong yang dijejakinya.
Demi Tuhan, ini tidak lucu sama sekali... Demikian isi pikiran seorang Alfred Foster Jones yang langsung mengacuhkan ucapan misterius itu dan berbalik arah menuju kamarnya—
—sebelum langkahnya dihentikan dengan pemandangan seorang devil serba merah—kecuali kulitnya yang begitu putih layaknya mutiara dan kedua manik hijaunya yang begitu kontras dengan surai merahnya—yang membawa sebuah trident yang setinggi dengannya.
Oh ya, jangan lupakan sepasang bulu alis yang menyerupai bekas lindasan ban mobil yang terlihat jelas di wajahnya.
"Kau takut, huh?" tanya devil itu sambil menyeringai di depan Alfred yang meneguk ludahnya sendiri, "Seorang zombie seharusnya tidak takut pada apapun, bukan?"
Hati Alfred serasa tertusuk dengan ucapan sarkasme itu, akan tetapi dirinya membenarkan ucapan sang makhluk laknat yang seenaknya menghalangi dirinya untuk pergi ke kamarnya.
Zombie seperti dirinya memang tak perlu takut terhadap apapun...
"Siapa kau..?" tanya Alfred tegas sambil menatap tajam sang setan serba merah yang membalas tatapan itu dengan tatapan penuh seduktif.
"Ow... Ternyata kau cukup berani juga padaku..." ujar setan serba merah itu, seringaian itu tak kunjung lepas dari kedua bibirnya.
"Sekali lagi, siapa kau sebenarnya..?!" tanya Alfred yang meninggikan nada suaranya.
"Ah, maaf. Aku lupa memperkenalkan diri padamu..." jawab setan merah tersebut, "Namaku Arthur, dan hari ini kau akan kembali meninggalkan dunia aneh ini..." lanjutnya sambil mengacungkan ujung trident miliknya ke arah Alfred yang langsung menghindar.
"A-apa maksudmu...?!" tanya Alfred sedikit terkejut.
"Kau akan kubunuh pada hari ini, di tempat ini juga..." jawab Arthur sambil terus mengarahkan ujung tridentnya di depan leher Alfred yang terus berjalan mundur, "Bagaimana, apa kau masih takut pa—"
Dengan cepat Alfred meraih trident itu dan merampasnya dari genggaman Arthur yang sedikit terkejut dengan perangai korbannya yang kini menggenggam senjatanya itu begitu kuat sampai-sampai trident itu patah menjadi dua.
"Kau..."
"Apa? Masih menganggapku penakut? Hmph, maaf. Sepertinya kau salah karena kata 'takut' itu tak pernah ada di dalam kamusku.."
Geram melihat perbuatan Alfred yang menantangnya, membuat Arthur segera berlari seraya mengarahkan tinjunya ke arah pemuda bermanik biru yang langsung menyingkir ke arah belakangnya.
"Ckckckck, kau itu tak tahu kekuatan zombie ya...?" ucap Alfred yang menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berdecak heran di depan Arthur yang membalikkan tubuhnya.
"Kau... HARUS MATI SEKARANG JU—"
"Woi, Al! Mattie memanggilmu untuk—WAAAAAAH~!"
GEDEBUKK!
Hening.
Perlahan Alfred membuka kedua kelopak matanya, dalam hati ia bersyukur bahwa dirinya masih diberikan kesempatan untuk tetap hidup oleh Tuhan yang Maha Esa. Ia benar-benar tak menyangka bahwa hari pertamanya ini membuat nyawanya terancam oleh seorang setan yang begitu ambisius untuk membunuhnya.
Oh ya, ngomong-ngomong di mana setan merah keparat itu?
"B-b-bloody hell..."
Zombie bersurai brownish blonde itu hanya dapat membulatkan kedua matanya begitu mendapati Arthur—yang tadinya begitu agresif untuk membunuhnya—menutupi tubuh bagian atasnya yang begitu polos dengan kedua tangannya. Sementara itu, tatapan tajamnya berubah menjadi tatapan yang bermakna tolong-jangan-perkosa-aku.
DEMI TUHAN, APA YANG SEBENARNYA TERJADI...?!
"...Whoa, Alfred..." gumam Gilbert sambil menyentuh pundak Alfred dengan pundaknya.
"Ta-tadi, apa yang terjadi..?" tanya Alfred pelan sambil menunjuk Arthur yang terus menutupi tubuh bagian atasnya.
"...Tadi, kau menyentuh kedua buah dadanya sedangkan aku tak sengaja menyentuh pantatnya karena tersandung. Dan gara-gara itu pakaiannya sobek semua..." jawab Gilbert berbisik.
"...Kalau begitu..." gumam Alfred seraya beranjak bangun dan meraih ekor milik Arthur yang memekik, "Akan kubawa ia ke kamarku. Katakan pada Mattie, aku sudah tidur duluan~" lanjutnya sambil menyeret Arthur—yang berteriak meminta tolong seraya menggaruk lantai—dengan ekornya ke kamarnya, sedangkan Gilbert hanya bisa memasang ekspresi pokerface.
Sebetulnya, siluman kucing ini ingin ikut menikmati tubuh sang devil bersama Alfred. Tetapi, daripada dirinya dijadikan sasaran maut oleh Matthew dan juga Alfred...
Lebih baik ia diam, tak memberi tahu kepada Matthew apa yang sebenarnya terjadi terhadap Alfred ...
.
.
.
.
.
"...Ngaaaah~"
Kini Arthur tak dapat berkutik lagi di hadapan Alfred yang memandangnya dengan tatapan lapar. Ia tak tahu bahwa korbannya ini mampu membuat tubuhnya tak berdaya seakan-akan tenaganya dirampas habis-habisan olehnya, ditambah lagi kedua pergelangan tangan dan kakinya yang diikat kuat dengan dua helai dasi membuat dirinya semakin lemah.
"Ja-jangan menatapku seperti itu..." ujar Arthur pelan setengah mendesah sambil melirik Alfred dengan tajam.
"Ehehehe... Sebetulnya kau cukup beruntung, karena aku tak akan menyerang milikmu..." timpal Alfred terkekeh geli sambil menunjuk bagian bawah tubuh Arthur yang hanya ditutupi dengan sehelai kain, "Tapi, aku hanya menyerang ini.." lanjutnya sambil menekan salah satu tonjolan merah di dada Arthur yang mendesah begitu kencangnya.
"Aaaah~ Jangan..." kata Arthur lirih saat Alfred mulai menjelajahi lekuk tubuhnya yang sebenarnya lebih pantas dimiliki oleh seorang wanita.
"Sudahlah, diam saja... Setidaknya aku tidak menyerang bagian bawahmu..." bisik Alfred pelan sembari meniup telinga kirinya sehingga membuat sang setan bernuansa merah itu menggelinjang geli, "Sepertinya tubuhmu ini memang nakal..."
"Ahn~"
Sekali lagi Arthur mendesah dengan kencang saat Alfred kembali menyerang tonjolan merah di dada sebelah kirinya, tubuhnya yang kini tak dililiti sehelai benang itu begitu menggoda, membuat zombie itu semakin bergairah—
—sekaligus membuatnya menyerukan ribuan permohonan maaf di dalam hatinya.
Aih, sepertinya ia takut harga dirinya hancur...
"Ssstt.. Tenanglah sedikit, aku tak mau kita ketahuan karena desahanmu itu..." bisik Alfred sembari mencium dada Arthur yang kembali menggelinjang penuh nikmat.
"Nggghhh... A-aku tak tahan lagi..." bisik Arthur pelan sambil terus memberontak diiringi dengan desahan yang begitu merdu, membuat Alfred semakin bersemangat saat memainkan kedua titik merah di dadanya yang kini semakin menegang.
"Anggap saja ini hukuman dariku," bisik sang zombie itu, "karena kau hampir menghancurkan hari pertamaku di dunia ini..." lanjutnya sambil menggigit tonjolan merah di sebelah kanan dada kanan Arthur yang memekik begitu kencangnya.
Selanjutnya, desahan-desahan merdu yang meluncur dari mulut mungil sang devil merah itu memenuhi kamar sang pendominasi yang semakin bergerak cepat dalam rangka membuatnya merasakan sensasi yang begitu nikmat. Digigitnya kedua tonjolan merah yang menegang itu, tak lupa ia mengulum dan mengisapnya, membuat Arthur semakin menjadi-jadi.
"Be—Ahn~ Ber-berhenti... Kumohon..." bisik Arthur di sela-sela desahannya, apa daya tidak ada respon yang berarti dikarenakan Alfred sendiri yang tak peka padanya. Akan tetapi, begitu melihat pemuda bersurai merah yang semakin tak berdaya itu, pemuda bersurai pirang itu segera menarik tubuhnya hingga wajahnya yang merah padam berhadapan dengannya.
"Tunggu sebentar lagi," kata Alfred pelan, "hukumanmu sebentar lagi akan selesai.." lanjutnya sambil mencium leher Arthur dengan lembutnya hingga meninggalkan seberkas tanda merah di bagian yang diciuminya.
Semakin lama Arthur tak dapat mengendalikan dirinya, ia hampir gila pada sentuhan Alfred yang memanjakannya begitu intens. Dan karena sentuhan liarnya itu, kesadarannya berada di ujung tanduk dan...
...membuatnya tersungkur tak sadarkan diri di pundak Alfred yang memandangnya.
"Lho, kok pingsan?"
.
.
.
.
.
06.54 AM...
Perlahan Arthur membuka kedua kelopak matanya, menampilkan kedua manik emerald yang begitu lelah. Ia bersyukur di dalam batinnya saat mendapati kedua tangan dan kakinya telah terlepas dari belenggu tekstil itu dan kini tubuhnya dilindungi dengan sehelai kemeja putih polos yang menurutnya cukup kebesaran. Diliriknya arah sampingnya, memperlihatkan Alfred yang tertidur dengan tenangnya.
Jangan lupakan tubuh atletisnya yang sedikit terekspos serta errr... sebuah pulau di bantalnya yang terbentuk dari air liurnya.
Dengan pelan dan hati-hati, pemuda bermanik hijau itu beranjak bangun dari ranjangnya dan melirik ke arah jendela yang ditembusi sinar ultraviolet pagi yang begitu lembut. Ketika ia hendak menuju jendela itu, tak sengaja dirinya melirik ke arah cermin yang tertampang jelas di pintu lemari sang empunya kamar. Kedua mata hijaunya membesar begitu melihat tubuhnya yang...
"...AAAAAAAAAAAAAAHHHH~!"
...Dan hebatnya, teriakannya itu sukses membuat Gilbert—yang tengah berjongkok di tepi kolam air hangat—terkejut hingga membuatnya tercebur ke dalamnya dan juga membuat Alfred yang tengah bertualang ke dunia mimpi terbangun dengan rasa terkejut.
"Huuh, siapa sih yang berteriak—"
Ucapan—sebetulnya sih, gerutuan—Alfred pun terputus saat melihat Arthur yang kini duduk terpaku di depan cermin. Kedua mata sapphirenya membulat secara konstan, memandangnya dengan pandangan tak percaya.
"Ti-tidak mungkin..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
~Author Note~
Nyehehehe, kelar juga nih chapter perdana fic CoretnistaCoret ini~ /ditabokraport
Sebetulnya, ini fic rate M pertama ane di fandom Hetalia. Jadi, maafin ane yang emang gak sukses banget nulis lime~ *headbang*
By the way, ide fic ini dateng secara liarnya. Bener-bener liar sampe kepikiran pas main Pokemon Emerald... *mingcries*
Akhir kata, silakan layangkan komentar/kritik/saran melalui kotak review fic nista ini~
