"Sawada Tsunayoshi—kejahatanmu membunuh Vongola Nono. Kami akan membawamu ke penjara Vendice."
Sawada Tsunayoshi—10 tahun, bahkan ia tidak tahu menahu apa yang dimaksud membunuh. Ia suka dengan 'kakek'nya yang hampir setiap tahun menjumpainya dan juga Takeyoshi. Ia selalu membawa kakaknya Giotto—yang tinggal bersama ayahnya selama 10 tahun di Italia—bersama dengannya.
Yang ia tahu, ia hanya melihat Takeyoshi yang memiliki api berwarna kuning di tangannya, dan kakeknya yang tertidur (apakah benar tertidur?) diatas lantai. Ia hanya ingin membangunkan karena lantai itu kotor dan juga basah dengan cairan berwarna merah.
Namun, suara teriakan ayahnya membuat ia tersentak dan menoleh untuk menemukan ayahnya—yang sangat jarang, bahkan ia lupa sejak kapan ayahnya kembali ke rumah—mencoba membangunkan kakeknya.
Dan ia hanya bisa menoleh dan memiringkan kepalanya.
"Apakah Nono-san tidak mau bermain dengan Tsuna lagi papa?"
Dan sekarang, beberapa orang berpakaian hitam tampak berada di depan dengan rantai yang dipegang oleh mereka. Ia takut. Ia bukan anak yang nakal—dan ia tidak tahu tempat apa yang bernama penjara Vendice itu. Namun, ia melihat di TV jika penjara adalah sesuatu yang mengerikan. Ia tidak ingin kesana.
"TIDAK! OTOU-SAN, JANGAN BIARKAN MEREKA MEMBAWAKU!"
Ayahnya menatap dingin kearahnya, sambil memeluk Takeyoshi—adik kembarnya—dengan erat. Ibunya hanya menangis dan mencoba untuk menggapainya, namun beberapa orang menahannya. Rantai itu mengikat leher dan kedua tangannya, dan menyeretnya menjauh dari ibunya.
"KAA-SAN! KAA-SAN TSU-KUN TIDAK MAU PERGI!"
"Anata, jangan biarkan Tsu-kun dibawa oleh mereka!"
"Nana, Tsunayoshi sudah melakukan sesuatu yang jahat. Kita tidak bisa melakukan apapun," ayahnya mencoba untuk menghentikan ibunya. Ibunya menangis—ia ingin memeluk dan menenangkannya seperti biasa, namun sekali lagi ia tidak bisa.
Ia sendiri juga ketakutan. Ia hanya ingin lepas dan memeluk ibunya. Menunggu kakaknya Giotto yang tidak ada saat itu karena masih berada di Italia.
"Sudah saatnya kau mendapatkan hukuman yang setimpal. Sawada Tsunayoshi…"
Semua yang ada disekitarnya tampak berkabut gelap. Ia tidak bisa melihat perlahan, ayah dan ibu, dan Takayoshi. Ia tidak bisa melihat rumahnya, dan ia tidak bisa melihat cahaya. Kegelapan menutupi semuanya. Dan kesadarannya perlahan memudar.
.
.
The Bond of Family
Rated : T
Genre : Family/Friendship
Main Character : Sawada Tsunayoshi, Giotto, Vongola 1st, Vongola 10th
Warning : Slight!BL (D18, 8059, 6927); CEDEF!Vongola1st; Semi-AR!Story; Bashing!Iemitsu.
.
.
Summary : Sawada Tsunayoshi (10 tahun) dipenjara di Penjara Vendice karena tuduhan tidak benar yang disebabkan oleh kembarannya dan juga ayahnya. Tujuh tahun berlalu, Sawada Ieyasu—Giotto—ketua CEDEF, anak tertua dari keluarga Sawada yang hanya tahu jika adik bungsunya itu tewas menemukan fakta mengejutkan.
Bahwa selain Vongola yang dipimpin oleh adiknya menjadi kelompok mafia yang corrupt, juga berita tentang adiknya yang seharusnya sudah meninggal berada di Sicilly dan menuntut balas dendam atas apa yang terjadi 7 tahun yang lalu.
.
.
Katekyo Hitman Reborn belong to Amano Akira; Sawada Takeyoshi belong to Me.
Prologue—Fallen Sky
.
.
"Giotto, aku tahu kalau kau tidak ingin mengetahui ini tetapi—"
"Aku tahu G, letakkan laporan itu dan aku akan membacanya nanti," pemuda berambut kuning dengan mata berwarna biru itu tampak menghela napas dan melihat laporan di atas mejanya yang memiliki lambang Vongola disana. Lagi-lagi laporan tentang Vongola, dan ia yakin jika itu adalah laporan tentang adiknya lagi.
"Apa lagi yang dilakukannya? Merusak hubungan dengan famiglia lain? Atau mungkin menghancurkan lebih banyak fasilitas umum daripada yang seharusnya?" Giotto membuka laporan itu, menemukan semua yang ia ucapkan tertera disana. Tangannya menepuk keras wajahnya, mencoba untuk meyakinkan kalau apa yang ia lihat bukan sebuah mimpi.
"Kau tahu… Vongola semakin beraliansi dengan kelompok-kelompok besar yang—yah kau tahu, melakukan sesuatu hanya demi uang," G tampak merasa bahwa pemimpin mereka semakin frustasi dengan apa yang dikatakan olehnya, "—aku mencoba untuk meminta Alfonso Cavallone berbicara dengan Takeyoshi, tetapi sepertinya gagal. Dan—"
"Dan Takeyoshi hampir memutuskan hubungan 10 generasi Vongola dengan Cavallone. Kumohon hentikan dulu yang kau katakan G," Giotto menaruh tangannya mengisyaratkan tangan kanannya untuk berhenti, "—kalau bukan Alfonso mendapatkan bujukan dari adiknya—Dino yang menyukai Kyouya. Kukira aliansi Vongola—Cavallone akan benar-benar hancur."
…
"…kalau saja Tsuna yang memimpin Vongola…"
"Giotto. Kau tahu kalau Tsuna sudah tewas 7 tahun yang lalu bukan?" Giotto merebahkan kepalanya diatas meja dan menghela napas panjang, "—aku mengerti kalau ia anak yang baik dan juga polos. Ia lebih cocok menjadi sky guardian daripada Takeyoshi. Tetapi orang mati tidak akan bisa kembali kau tahu."
"Aku hanya berharap bisa bertemu dengannya disaat terakhir G. Aku benar-benar menyesal karena aku tidak berada disana disaat ia sakit dan meninggal," Giotto menerawang pada jendela ruangannya.
Giotto—28 tahun, pemimpin dari CEDEF yang melanjutkan kepemimpinannya dari ayahnya adalah sulung tiga bersaudara keluarga Sawada. Sejak usianya 18 tahun ia sudah berada di Italia untuk membantu ayahnya memimpin CEDEF yang merupakan out advisor dari Vongola.
Ia menyayangi kedua adiknya—tetapi ia lebih menyayangi Tsuna yang sejak kecil terlihat lebih baik dan juga polos. Takeyoshi adiknya, ia merasakan sesuatu yang aneh setiap kali melihatnya. Ada sisi gelap dari dirinya yang membuat Giotto mencoba menjauh darinya.
Dan kematian adik bungsunya Sawada Tsunayoshi, dan juga orang yang sudah ia anggap sebagai kakeknya sendiri—Timoteo—tujuh tahun yang lalu benar-benar memukulnya telak. Terutama saat tahu ia tidak pernah menyadari kalau Tsuna memiliki penyakit yang parah hingga membuatnya tewas karena itu.
Dan yang menyedihkan, Giotto sama sekali tidak tahu tentang kebenaran dari kebohongan itu. Dan apa yang ada dibalik kematian keduanya.
"Aku merindukannya G… Aku merindukan Tsuna…"
.
.
"A—apa otou-san?!"
Giotto menatap horror ayahnya yang baru saja kembali dari Jepang. Kursi yang ia duduki terjatuh begitu saja saat ia berdiri dengan segera dengan keterkejutannya akan berita yang dibawa oleh ayahnya.
"Tsuna sudah meninggal Giotto… ia sakit yang sangat parah hingga saat aku kembali ke Namimori ia sudah meninggal dunia," wajah ayahnya saat itu tampak terpukul. Namun, Giotto tidak mendengar apapun lagi setelah mendengar kata Tsuna dan meninggal dalam satu kalimat.
Adiknya yang polos—adiknya yang lucu. Tsunayoshi sudah meninggal?
"Ke—kenapa otou-san tidak mengabari padaku sebelum ini?!"
"Kau sudah sibuk dengan pekerjaanmu Giotto. Otou-san tidak ingin menambahkan beban pikiranmu setidaknya hingga kau mendapatkan waktu tenang seperti ini," Giotto merebahkan diri kembali di kursi yang ada di belakangnya menutupi sebagian wajahnya dengan sebelah tangan. Oke, memang ia sangat sibuk belakangan ini.
Tetapi Tsuna—adiknya yang tersayang adalah satu hal yang berada di satu tingkat berbeda dari apapun yang ada di dunia ini. Termasuk dirinya sendiri.
"Giotto…?" Ia bisa mendengar suara G memanggilnya. Namun, ia tidak bisa mengatakan apapun—atau semuanya bisa mendengar suaranya gemetar dan isakan akan terdengar. Ia menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya.
"G… antarkan ayahku ke ruangannya. Aku ingin sendiri… sebentar."
Mendengar nada sahabatnya yang aneh, G hanya mengangguk dan menatap Iemitsu yang menatap anaknya khawatir. Sebelum ia berbalik dan berjalan keluar bersama dengan G.
Tidak menyadari, sebuah senyuman penuh arti terlihat di wajah Iemitsu.
.
.
"SELALU TSUNA-TSUNA-TSUNA! KENAPA GIOTTO-NII-SAN SELALU MEMBELA TSUNA BAHKAN SAAT SI IDIOTA ITU SUDAH MATI 7 TAHUN YANG LALU!"
Suara benda-benda yang dilempar terdengar di salah satu ruangan yang ada di mansion Vongola. Lambang langit Vongola yang terukir sepertinya sudah menjelaskan bahwa itu adalah ruangan yang dimiliki oleh Don Vongola Decimo—Sawada Takeyoshi—berusia 17 tahun.
Ia adalah pemuda dengan temper yang buruk, sikap yang buruk, dan juga hanya mementingkan kekuasaan dan juga kekuatan. Sesuatu yang hanya akan membuat Vongola menjadi kelompok mafia yang semakin ditakuti. Bukan sesuatu yang diinginkan oleh generasi pertama Vongola.
Namun, karena Sawada Giotto yang menerima jabatan sebagai seorang pemimpin CEDEF, hanya Sawada Takeyoshi yang menjadi kandidat dari Vongola Decimo. Terutama saat Vongola Nono tewas 7 tahun yang lalu.
Tetapi tidak ada yang setuju dengan itu—Takeyoshi bukan langit yang diinginkan Vongola. Tidak ada yang setuju selain ayahnya yang merekomendasikan Takeyoshi sejak awal.
Takeyoshi tahu kakaknya tidak setuju dengan semua ini, dan ia juga tahu kakaknya tidak tahu jika Tsuna bukan tewas karena sakit namun karena terbunuh oleh para Vendice itu. Namun, tentu ia tidak akan memberitahukannya. Ia cemburu. Ya, Takeyoshi cemburu pada kembarannya yang selalu mendapatkan perhatian lebih dari kakaknya.
"Juudaime tenanglah—"
PRANG!
"DIAMLAH GOKUDERA! AKU TIDAK BUTUH PERKATAAN DARI ORANG TERBUANG SEPERTIMU!"
Pemuda berambut perak dengan iris emerald itu tampak mengepalkan tangannya dengat kuat. Gokudera Hayato—storm guardian Vongola Decimo, dan adik tiri—berbeda ibu—dengan G dan juga Bianchi. Ia mengerti kalau pemimpinnya sedang dalam mood yang jelek setelah mereka berjalan dan berhenti didepan pintu ruangan Giotto.
Mendengar semua hal yang dikatakan oleh Giotto tentang Tsuna.
Dan itu membuat Takeyoshi emosi dan melampiaskannya pada barang-barang yang ada disana. Dan melampiaskannya pada Gokudera yang selalu ada disampingnya. Gokudera sendiri menerima tawaran ini hanya karena kakak tirinya yang meminta untuk menjaga Vongola.
Mengawasinya dari Takeyoshi.
"TINGGALKAN AKU SENDIRI, DAN JIKA KAKAKKU MENCARI KATAKAN SAJA UNTUK MEMIKIRKAN TSUNA SAJA DARIPADA REPOT-REPOT MENCARIKU!"
Gokudera menghela napas pelan, dan mengangguk. Membungkuk pelan sebelum berjalan meninggalkan ruangan itu tanpa suara. Ia tidak ingin lebih lama berada disana, terutama saat Takeyoshi sudah mengatakannya 'orang terbuang' hanya karena ia tidak memiliki kemampuan yang hebat seperti kakak tirinya G.
"Hayato?"
Ia menoleh mendengar seseorang memanggil namanya. Menemukan pemuda berambut hitam pendek yang menatap kearahnya dengan tatapan khawatir. Ia hanya diam dan mematung.
"Kau tidak apa-apa? Kepalamu berdarah…"
Ah, ia bahkan tidak sadar kalau salah satu benda yang dilempar itu mengenai kepalanya dan membuat luka di kepalanya. Saat tangan pemuda didepannya akan menyentuh luka itu, ia segera menepisnya.
"Aku tidak apa-apa, sebaiknya kau tidak masuk ke dalam. Boss sedang marah."
"Tetapi aku harus memberikan laporan. Kau yakin tidak apa-apa?"
"Hm, aku akan mencari udara sebentar. Dan jangan sekalipun masuk ke ruangannya—Takeshi."
.
.
"Aku tidak melakukannya… Kenapa semua orang tidak percaya padaku…"
Suara isakan anak berusia 10 tahun itu tampak terdengar di salah satu penjara gelap yang ada di Vendice. Sawada Tsunayoshi bahkan tidak tahu sudah berapa lama ia berada disini, atau apakah diluar pagi sudah menjelang atau saat ini sudah malam hari.
Orang-orang itu tidak melakukan apapun padanya. Namun, itu membuat semuanya lebih mengerikan. Mereka meninggalkan anak itu sendirian di sebuah ruangan yang sepi dan juga gelap. Terlalu gelap hingga anak itu tidak bisa melihat tangannya sendiri.
Ia takut, jika ia berada di rumah dan dalam keadaan seperti ini—ibunya akan datang dan menemaninya. Kakaknya akan datang jika ia ada dirumah dan memeluknya. Ayahnya… ayahnya tidak akan melakukan apapun sama seperti Takeyoshi.
Ia ingin bertemu dengan ibu dan kakaknya.
"Kaa-san… Gio-nii-chan…"
"Dia disini…?"
Suara itu membuatnya tersentak dan menatap kearah sumber cahaya remang yang ada disana. Ia hanya bisa melihat topeng hitam putih dan rambut putih serta topi fedora berwarna perak. Ia tidak kenal orang ini—dan itu membuatnya semakin takut.
"Kau yakin kalau dia tidak melakukannya?"
"Kurasa kita sudah punya kesepakatan Bermuda. Ia adalah kunci yang bisa membuatmu menghilangkan kutukan itu," Tsuna tidak mengerti apa yang dikatakan kedua orang—ia baru sadar ada seseorang yang mengenakan jubah hitam dan wajah tertutup perban. Usianya—kisaran 5 tahun, "kalau kau inginkan bebas dari kutukan itu, anak ini adalah kuncinya. Dan kurasa aku punya bukti yang sangat kuat jika Sawada Tsunayoshi tidak membunuh Timoteo."
…
"Baiklah, aku tidak tahu bagaimana kau bisa mendapatkan bukti itu. Tetapi, anak ini milikmu sekarang…"
Suara rantai di lehernya yang terbuka membuatnya tersentak. Anak itu merasa lega sekaligus takut. Ia menoleh pada pria yang lebih tua didepannya yang tersenyum dan mendekatinya. Tangan bersarung tangan hitam itu tampak bergerak dan menepuk kepalanya.
Perasaan hangat itu—sama seperti saat kakaknya menyentuhnya. Dan itu membuatnya tenang.
"Sawada Tsunayoshi?" Ia menatap wajah pria itu dan mengangguk dengan cepat, "—namaku adalah Checkerface."
"…chekuropasu?"
"Hahaha…" Pria itu tertawa pelan mendengar aksen dari anak itu yang menyebutkan namanya, "—kau bisa memanggilku Kawahira kalau kau tidak bisa menyebutkan nama asliku. Aku akan membawamu keluar dari sini…"
"Benarkah? Tsu-kun bisa bertemu dengan kaa-san?! Dan juga Giotto-nii-san?!"
…
"Aku bisa membawamu keluar dari sini Tsuna. Tetapi, aku tidak bisa mengembalikanmu pada mereka," Tsuna membulatkan matanya dan tampak kecewa. Matanya menatap seolah mengatakan 'kenapa?' dan Kawahira hanya menghela napas, "—karena kau adalah Fuyona Sora, Tsunayoshi."
"…Sora?"
"Kau sudah tidak ada di kehidupan mereka," Tsuna terdiam. Membulatkan matanya tidak bisa mengatakan apapun, "—tetapi suatu hari kau bisa bertemu dengan mereka lagi. Setelah semua elemen membutuhkan langit mereka, kau akan menyelamatkan mereka. Tetapi sekarang," Kawahira mengulurkan tangannya dan tersenyum, "—kau bisa memanggilku otou-san… atau ojii-san."
"Eh?"
"Kau akan tinggal bersama denganku, Tsuna-kun."
.
.
"…ra-kun… So… SORA-KUN!"
"HIEEE!"
Suara teriakan membuat anak laki-laki berambut cokelat itu melompat kaget dan menatap sekelilingnya. Anak-anak kecil yang tampaknya memperhatikan pemuda itu sedaritadi hanya tertawa karena melihat wajah kaget dari anak itu.
"Wo—Wonomichi-san! Kenapa kau berteriak seperti itu, aku kaget!"
"Hee Hee Hee, maaf Sora-kun, tetapi aku mencoba untuk memanggil anda sedaritadi dan anda tidak menjawab," pria berambut hitam dengan topi putih dan atap hitam putih tampak tertawa melihat wajah pemuda bernama Sora itu.
"Sora-nii! Sora-nii! Ayo bermain lagi! 'michi tidak bisa bermain dengan bagus!"
"Ya! Ya! Kami ingin bermain dengan Sora-nii!"
"Baiklah-baiklah, aku akan segera turun. Kalian duluan dan temui otou-san oke?" suara 'hai' bebarengan tampak terdengar dari anak-anak disana sebelum mereka turun bersama dengan pria bernama Wonomichi itu.
"Michi-san, apakah anak-anak takut karena baru kali ini pindah ke Negara lain?"
"Mungkin, tetapi ayah anda bisa mengatasinya. Memakan ramen dan mereka sudah kembali ceria," anak itu tertawa mendengar itu. Pada akhirnya, Sora dan Wonomichi tampak berjalan kebawah, dimana tampak anak-anak yang berkumpul di halaman belakang sebuah rumah.
Cielo Orphanage.
Panti asuhan yang berada di bagian Sicilly itu baru saja mendirikan bangunan disana. Ada kira-kira 12 anak yang berada disana, dengan tiga orang pengurus. Yakni pria berambut perak dengan kacamata bulat yang juga membuka kedai ramen disamping panti asuhan itu, pemuda berambut hitam yang tadi bernama Wonomichi, dan seorang pemuda berusia 18 tahun bernama Sora.
"Otou-san, apakah ada yang bisa kubantu?"
"Ah Sora? Tidak apa-apa, aku bisa mengatasi ini. Sebaiknya kau menjaga anak-anak saja dan biarkan aku mengurus kedai bersama Michi."
"Baiklah," Sora mengangkat bahunya dan berjalan kehalaman depan bangunan itu dan bermain dengan anak-anak yang ada disana. Pria berambut kuning itu menatap anaknya, dan tersenyum sambil menghela napas.
"Tidak menyangka sudah 7 tahun sejak saat itu…" ia menoleh pada jalanan Sicilly untuk melihat Gokudera yang berjalan-jalan di kota itu sendirian. Senyuman tersungging begitu saja, dan ia menoleh pada Sora saat itu, "—saatnya badai yang terabaikan bertemu dengan sang langit…"
.
.
"Isane-chan, jangan terlalu jauh bermain!"
"Taro-kun, jangan bermain bola di pinggir jalan!"
Mengatasi 12 anak sekaligus yang tampak sedang aktif-aktifnya bergerak tentu saja bukan hal yang mudah untuk pemuda berusia 17 tahun itu. Namun, tentu saja anak-anak yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu tampaknya tidak bisa untuk ia tinggalkan.
DUK!
"Hei, hati-hati!" Suara itu membuat Sora menoleh dan menemukan seorang pemuda berambut perak yang terkena pukulan bola Taro memarahinya. Dan Taro hanya bisa menunduk takut karena dimarahi oleh orang asing.
Tentu sebagai 'kakak' Sora berakhir menghampiri dan mencoba untuk menyelesaikan masalahnya.
"Ada apa?"
"Apakah kau kakaknya? Seharusnya kau mengawasinya dengan baik breng—" pemuda berambut perak, Gokudera Hayato tampak menoleh pada sumber suara hanya untuk diam dan menatap Sora seolah ia mengenalnya, "—Ta—Takeyoshi?"
Mendengar nama itu membuat Sora menggerutu. Entah sudah berapa lama ia tidak mendengar nama itu.
"Siapa?"
"Ah, tidak—sepertinya aku salah orang," Sora hanya mengangguk dan menatap Taro, mengamati apakah ada yang terluka atau tidak, 'rambut dan wajahnya mirip. Tetapi warna matanya, cokelat—bukan biru.'
"Maafkan dia, Taro hanya sedang bosan dan bermain bola. Apakah kau—HIEEE!" Gokudera terkejut saat tiba-tiba Sora berteriak dan menatap lukanya, "a—apakah bolanya membuat kepalamu terluka?! Darah! Kepalamu berdarah!"
"Ah ini bukan—"
"KITA HARUS SEGERA MENGOBATIMU!" Gokudera menyerengit. Suara teriakan pemuda ini bahkan mirip dengan sang Langit Vongola. Dan sebelum Gokudera mengatakan hal lainnya, Sora sudah menariknya kedalam rumah.
"Tung—HEI!"
.
.
"Nah baiklah, sudah selesai…"
Sora memastikan perban yang ada di kepala Gokudera terpasang dengan cukup erat namun tidak terlalu erat. Mereka berada di dalam rumah panti dengan semua anak mengelilingi seolah menunggu apakah orang itu baik-baik saja atau tidak.
"Maaf karena kepalamu terluka karena Taro-kun."
"Yang aku ingin katakan adalah, luka ini bukan karena bola itu! Che, kau harus membiarkanku berbicara bodoh!"
"Eh?"
"Sekarang kau menyesal sudah mengobatiku bukan?" Gokudera tersenyum sinis menatap kearah Sora yang memiringkan kepalanya tampak bingung.
"Untuk apa? Aku senang bisa mengobatimu," pemuda itu tertawa dan mengembalikan kotak obat yang ada di tangannya pada rak yang ada disana. Meninggalkan Gokudera yang terdiam dengan apa yang dikatakan. Hanya G kakaknya, dan para anggota CEDEF yang begitu peduli seperti ini padanya. Dan orang ini—yang baru saja ditemui—sudah memberikannya perasaan yang sama?
"Nee-nee ojii-san—" suara itu berasal dari anak-anak yang ada disana. Dan panggilan itu sukses membuat Gokudera kesal dan melihat anak-anak itu.
"Kenapa kau memanggilku seperti itu?! Usiaku 17 tahun!"
"Eh? Tetapi rambutmu putih seperti mendiang kakekku. Itu artinya kau sudah tua, bukan seumuran dengan Sora-nii!"
"Ini bukan putih, ini PERAK!"
"Hei-hei, ayo main dengan kami!"
"Untuk apa—"
Dan percakapan yang tiba-tiba terjadi itu berlangsung, hingga suara tawa terdengar dari Sora yang sudah kembali pada mereka. Gokudera menatap tajam pemuda itu yang segera gugup dan mengibaskan tangannya.
"Maaf-maaf~! Hanya saja mereka jarang bersemangat seperti ini pada orang asing. Aku akan segera kembali—" dan Sora berjalan keluar meninggalkan Gokudera dengan anak-anak itu.
"Aku tidak mau."
"Ah, paling hanya karena kau sudah tua dan tidak bisa banyak bergerak bukan? Kawahira-jiji dan 'Mitsu-nii juga seperti itu. Berarti kau sudah tua!" Empat persimpangan tampak berada diatas kepala Gokudera mendengar itu. Siapa mereka? Dan siapa pula Kawahira dan 'Mitsu yang mereka maksud.
Ia sedang tidak dalam mood untuk bertengkar.
.
.
Sora tampak berjalan sambil membawa beberapa gelas jus di sebuah nampan. Menemukan tidak ada orang yang tampak tinggal di ruangan terakhir ia melihat Gokudera, ia meletakkan nampan itu dan mencari mereka.
Sedikit khawatir karena mengira Gokudera menculik mereka.
"Kau mau mencobanya? Aku akan menjatuhkan diri dari sini!" Gokudera mengikatkan anak-anak itu pada punggungnya dengan tali yang melilit di pinggangnya. Bediri di pohon dan melakukan terjun bebas dengan masih anak-anak berada di punggungnya.
"HIEEE ITU BAHAYA!"
.
.
"Menarik! Menarik! Ayo lakukan sekali lagi Tako-Head!"
"Hei apa yang kau panggil?!"
"Ayo main dengan kami lagi!"
Sora tampak melihat anak-anak yang langsung akrab dengan Gokudera tampak bingung dan sebelum tertawa. Ah, bagaimana bisa hari pertamanya menjalani kehidupan di Italia malah bertemu kondisi yang tampak menggelikan seperti ini.
"Maaf, anak-anak ini sepertinya sangat senang bermain denganmu."
"Che, aku bukan mainan. Sudahlah, aku bahkan tidak tahu namamu. Untuk apa aku disini dan kau malah mengundang orang asing kesini," Gokudera mendesah dan tampak berjalan mengambil jasnya untuk bersiap keluar dari ruangan itu.
"Sora—" Gokudera tampak menoleh pada Sora yang tersenyum lebar, "namaku adalah Fuyona Sora. Salam kenal."
"Fuyona… Sora?"
"Mulai sekarang namamu adalah Fuyona Sora—yang memiliki arti Langit yang tidak diinginkan."
.
.
[ Prologue, Fallen Sky—Complete ]
.
[ Next, Chapter 1—Hidden Storm and Adorable Sky ]
.
Oke, saya nambah hutang. Masa bodoh #... jadi, dari cerita ini ada yang mau ditanya? Karena untuk prologue saya ga bisa banyak kasih A/N XD
Kalau ada yang mau ditanya, silahkan review/PM :]
