.
.
.
.
.
The Fourth Husband
.
.
.
Pair: HunHan
Rate: T (semi M)
Warning: REMAKE/BL/Family/ Married /Humor(sedikit)
Summary: Istrimu pernah menikah sebelumnya, itu biasa. Tapi bagaimana jika pernah menikah dan bercerai sebanyak 3 kali sebelumnya? Menjadikanmu suami keempatnya. Bagaimana Sehun akan berdamai dengan kenyataan itu?
.
.
.
Matanya terbuka lebar meski jam di meja nakasnya sudah menunjukkan setengah dua pagi. Ia tak mengantuk sama sekali meski tubuhnya sangat lelah seperti akan patah tulangnya sehabis bekerja. Termangu sambil mengerjab melihat langit-langit kamarnya yang bercahaya remang-remang.
"Hei, kalian tahu istri Dokter Oh? Dia pernah menikah sebelumnya."
"Omo, benarkah?"
"Ne! Pernikahannya yang sebelumnya di muat dikoran."
"Apa? Berarti dia bukan orang sembarangan?"
"Dia anak orang kaya!"
" Pantas saat resepsi aku merasa wajahnya tak asing."
Perkataan para suster yang bergosip siang tadi masih terngiang dikepalanya dengan jelas. Perlahan ia membalik tubuhnya, berbaring miring menghadap mahkluk indah yang tidur bak bangsawan disebelahnya. Bagaimana mungkin orang disampingnya ini tidur dengan begitu tenang tak bergerak hampir tak manusiawi? Apa dia bernafas?
Iris hitamnya menatap bingkai wajah itu lama. Rasa tak nyaman karena dilanda cemas sejak ia mendengar obrolan para suster itu tak kunjung mereda. Ia takut. Ia khawatir. Memejamkan matanya sejenak, ia mencoba menenangkan hatinya.
Itu hanya gosip, Sehun! Itu semua tidak benar!
Entah itu sudah motivasi pada diri sendiri yang keberapa kali untuk hari ini, mencoba menyangkal semua hal tersebut. Ia tak akan percaya semua perkataan mereka.
Tak akan pernah!
Meski begitu pada kenyataannya ia membuat janji bertemu dengan salah satu temannya yang bekerja di perusahaan koran harian besok siang.
Hanya memastikan!
Itu alasannya.
Dengan kesal karena rasa cemas yang tak juga hilang, ia kembali berbaring terlentang membuat tempat tidur bergoyang karena gerakan kasarnya dan berakibat sosok yang berbaring disebelahnya itu berguman pelan sambil sedikit bergerak sebelum kembali tidur.
Ia kembali menghela nafas, lelah. Kenapa melihat wajah tenang disebelahnya justru semakin membuatnya frustasi?! Dengan cepat ia menutup kepalanya dengan selimut. Mencoba melupakan semuanya. Ia tak ingin memikirkan itu sekarang!
Demi Tuhan, ia hanya ingin tidur!
.
.
.
"...hun."
Suara apa itu?
"Sehun..."
Kenapa terdengar begitu sexy? Membuatnya semakin menyamankan diri pada kehangatan yang bisa ia tangkap.
"Astaga, Sehun bangun!"
Sehun tersentak, mengerjab kebingungan karena terbangun tiba-tiba. Saat ia memandang sekitar , hal yang pertama kali ia lihat adalah istrinya. Kenapa istrinya itu melihatnya dengan alis berkerut?
"Sampai kapan kau akan memelukku?"
Reflek Sehun melepas lengannya yang memeluk pinggang ramping istrinya, baru sadar sedari tadi ia meringkuk seperti anak anjing di pangkuan istrinya yang duduk di pinggiran ranjang. Betapa memalukan!
"Tadi pihak rumah sakit menelepon, kau akan akan menggantikan Dokter Shin untuk operasi pagi ini."
"Mwo?" Sehun menatap tak percaya pada istrinya yang berjalan ke kamar mandi, mengisi bak mandi dengan air hangat sebelum kembali keluar.
"Aku sudah membangunkanmu sejak tadi! Jam berapa sebenarnya kau tidur?! Bukankah sudah kukatakan jangan lembur terlalu malam!"
Memang gara-gara siapa aku tak bisa tidur! HAH!
Teriakan itu hanya ada di benak Sehun saja, mana berani dia membantah istrinya. Sehun hanya menurut saat istrinya menuntunnya ke kamar mandi.
"Lima menit." Ucap istrinya dan pintu kamar mandi itu tertutup. Lima menit?! Bagaimana Sehun mandi dalam waktu lima menit! Lagi-lagi protes itu hanya ada dalam benaknya.
"Aish."
Lima menit kemudian Sehun benar-benar keluar dari kamar mandi dan mendapati kasurnya yang tadinya berantakan sudah tertata begitu rapi dengan pakaiannya hari ini berjajar di atasnya seperti biasa. Mulai dari kemeja, setelan, dasi, kaos kaki, hingga celana dalam sudah dipilihkan istrinya. Hal seperti ini membuat Sehun kadang malu sendiri karena belum terbiasa.
Sembari menarik simpul terakhir dasinya Sehun keluar kamar. Mendapati istrinya sedang sibuk di dapur berkutat dengan masakan. Sehun terdiam menatapnya, melihat istrinya dari kepala hingga kaki. Dengan rambut lembut, pakaian modis, tubuh bersih, tatanan rapi, dan bau yang begitu wangi seperti baru keluar dari salon padahal ini masih pagi hari. Jam berapa istrinya ini bangun sebenarnya?
Dokter itu sedikit tersentak saat tiba-tiba saja istrinya menyadari keberadaannya, tersenyum begitu cantik padanya seperti yang diharapkan suami manapun didunia ini. Dengan kaku Sehun balas tersenyum sebelum memilih segera duduk di kursi meja makan.
Koran paginya sudah tergeletak manis di meja makan dengan secangkir kopi panas yang baru diseduh. Sehun menyeruputnya, mendesah saat merasakan bagaimana pas kopi buatan istrinya. Kopi buatan istrinya adalah yang terbaik.
Sehun kembali melihat istrinya di dapur yang sedang membuat sarapan sekaligus bekal makan siangnya. Melihat bagaimana cekatan istrinya disana, memotong dengan handal, menggoreng dengan profesional, dan mengolah makanan seperti koki restoran.
Tak butuh waktu lama untuk sepiring sarapannya siap didepan mata. Sehun melihat menu sarapannya, hari ini menu barat dengan bacon, telur mata sapi, serta roti bakar. Ia melihat kesamping, kotak bekal makan siangnya yang sudah di bungkus rapi dengan kain, lalu pada istrinya yang sudah duduk manis didepannya.
Sempurna.
Segalanya begitu sempurna. Istrinya adalah sosok pendamping hidup impian semua orang.
"Nanti aku akan mengunjungi Eomma, dia minta ditemani menemui teman-temannya. Bolehkan?"
Ah satu lagi, istrinya selalu meminta izin padanya kemanapun ia akan pergi keluar rumah.
"Ne, tentu saja."Sehun hanya bisa membolehkan untuk apapun yang istrinya inginkan.
Dokter itu akan mengambil roti bakar didepannya namun tangan putih istrinya mendahuluinya. Ia melihat istrinya itu mengoleskan selai diatasnya sebelum memberikannya kembali pada Sehun sambil tersenyum begitu manis.
Lagi-lagi Sehun hanya bisa membalas senyum itu dengan kaku. Istrinya selalu memperlakukannya seperti raja dirumah. Melayani seluruh kebutuhan Sehun tanpa diminta. Memanjakan Sehun dengan seluruh perhatiannya. Seakan Sehun adalah prioritas utamanya.
Membuat semua orang akan iri setengah mati jika tahu.
Seperti biasa mereka tak banyak bicara saat makan, istrinya akan sibuk mengambilkan Sehun ini dan itu sambil membaca sesuatu di tabletnya, sedangkan Sehun hanya khusyuk memakan sarapannya sembari sesekali memperhatikan istrinya.
Jeda kosong seperti ini memang sering terjadi mengingat usia pernikahan mereka yang baru sebulan. Satu bulan menikah, sedangkan mereka baru saling mengenal satu sama lain dua bulan sebelum upacara pernikahan. Jika di total mereka bersama-sama sekitar tiga bulanan.
Dengan waktu yang sesingkat itu, mustahil mereka benar-benar mengenal dengan baik satu sama lain.
Selesai sarapan Sehun segera memakai sepatunya, berdiri didepan pintu dengan istrinya tersayang. Ah, Sehun selalu canggung jika sudah didepan pintu seperti ini. Sebulan yang lalu ia masih bujangan bebas yang kesulitan mengurus diri sendiri karena sibuk bekerja, lalu sekarang tiba-tiba saja ia adalah laki-laki yang sudah beristri. Masih aneh rasanya setiap pagi berpamitan pada mahkluk indah satu ini.
"... aku berangkat."
"Tunggu!"
Istrinya itu mendekat padanya, tangan putih itu terulur membenahi dasinya yang miring sebelum tatapan mereka bertemu. Ada rasa geli di dalam dadanya setiap Sehun menatap iris rusa didepannya. Bahkan sentuhan dingin dari tangan putih istrinya yang sekarang berpindah dipipinya mampu mengirim geleyar aneh keseluruh tubuhnya.
Dan Sehun membeku saat bibir tipis itu mencium bibirnya ringan.
"Usahakan pulang cepat."
Pesan itu sudah tak asing karena setiap hari istrinya selalu menyuruhnya pulang cepat. Tapi untuk ciumannya, itu benar-benar baru.
Tidak-tidak, ini bukan ciuman pertama mereka. Istrinya sudah ia terkam jauh-jauh sebelumnnya, siapa juga yang tahan dengan makhluk sexy satu ini. Hanya saja ini pertama kalinya ia mendapatkan ciuman sebelum bekerja. Sensasinya, sungguh berbeda bagi Sehun. Terasa lebih ...
"Ya! Sampai kapan kau mau berdiri disini! Sana cepat berangkat!"
Teguran dengan wajah kesal istrinya itu seketika menghancurkan lamunan serta suasana romantis yang mengelilingi mereka. Karena perubahan atmosfer yang mendadak, Sehun segera keluar dari apartemennya. Ia sempat menengok kembali untuk melihat istrinya yang tersenyum dan melambai ringan padanya sebelum akhirnya ia memasuki lift.
Tepat saat pintu lift tertutup tubuh Sehun yang tadinya tegap berdiri langsung lemas bersandar di dinding lift karena kehilangan setengah tenaganya, wajahnya yang tadinya dihiasi senyum langsung luntur berubah masam dengan raut yang begitu suram. Ia menghela nafas.
Pagi ini terasa begitu berat melihat istrinya.
.
.
.
Bukan perjodohan sebenarnya.
Awalnya ibunya tiba-tiba mengeluh ingin memiliki menantu karena iri pada teman-temannya, lalu beberapa hari setelahnya dengan wajah begitu berseri-seri tiba-tiba saja ibunya menyodorkan calon istri untuknya.
Namanya Xi Luhan, 30 tahun, seumuran dengannya. Dan laki-laki.
Tak ada kesan yang istimewa saat dengan semangat ibunya menceritakan bagaimana Luhan begitu baik, lembut, dan penyayang bagai malaikat. Pertemuan ibunya dengan laki-laki bernama Xi Luhan itu di toko bunga sangat berkesan di benak ibunya. Ibunya terus bercerita tentang bagimana Luhan memilihkan bunga yang cantik untuknya, bagaimana Luhan menolongnnya meminta pegawai disana membingkainya, hingga membantunya menstop taksi.
Cerita yang sama itu terus berulang lagi, lagi, dan lagi. Hingga Sehun merasa alergi mendengar nama Luhan selalu disebut-sebut ibunya setiap hari. Bahkan saat ibunya terus menyodorkan foto Luhan pun Sehun sebenarnya enggan, tak ada yang istimewa dengan laki-laki berperawakan kurus itu dimatanya.
Yah, sampai suatu hari ibunya tiba-tiba saja memaksanya mengantarnya ke suatu tempat. Mereka tiba di sebuah cafe di salah satu barisan ruko disana. Dengan pantang menyerah ibunya itu menyeretnya ke dalam, mendekati sosok pria ramping yang terlihat menunggu. Sosok itu juga terlihat kebingungan melihat ibunya mengandeng sosok lain yang belum ia kenal.
"Luhan-ah, kenalkan ini putraku Sehun."
Dan tiba-tiba saja otak Sehun macet seketika, tepat saat iris rusa itu menatap lurus ke arahnya.
Kau tahu, ada orang yang mengatakan jika ada kalanya kita akan tahu bahwa orang itu adalah orang yang ingin kita nikahi tepat saat pertama kali bertemu. Nah, katakanlah Sehun juga mengalaminya saat itu.
Tepat saat pertama kali menatap matanya, tepat saat pertama kali melihat senyumnya, dan tepat saat pertama kali menyentuh tangan lembutnya. Sehun tahu ia akan mengahabiskan hidupnya dengan orang ini. Luhan ini.
Setelah pertemuan itu semuanya berjalan dengan begitu cepat dan tanpa campur tangan ibunya, sudah Sehun katakan ini bukan perjodohan. Mereka menjadi rutin bertemu, mengobrol, keluar bersama, dan berkencan. Dan saat ibunya kembali mengeluh soal ingin menantu, entah kerasukan setan mana tiba-tiba saja ia mengatakan akan melamar Luhan. Membuat ibunya berteriak kegirangan saking bahagianya.
"Ayo menikah."
Hanya itu yang dikatakan Sehun setelah duduk berhadapan dengan Luhan di cafe tempat mereka pertama bertemu sambil menyodorkan cincin di kotak beludru merah yang terbuka. Tak ada bunga, tak ada musik romantis, apalagi acara berlutut seperti pangeran menyunting sang putri. Nihil. Segalanya sangat biasa dan memalukan untuk sebuah lamaran, namun anehnya Luhan justru tersenyum lembut lalu mengangguk.
"Baiklah."
See, semudah itu seorang Oh Sehun akhirnya menikah. Bahkan meski ia baru mengenal calon istrinya dua bulan, ia tetap yakin dengan keputusannya saat itu. Sangat yakin bahwa Luhan memang ditakdirkan untuknya.
Ia sama sekali tak tahu bahwa hal itu justru menjadi bumerang baginya dimasa depan, sama sekali tak tahu bahwa keputusannya yang gegabah itu memiliki konsekuensi yang sangat tak terduga.
"Istrimu pernah menikah dan bercerai tiga kali sebelumnya."
Itu adalah kalimat paling kejam yang menghancurkan semuanya.
Dan respon Sehun adalah diam. Membeku lebih tepatnya. Mungkin nyawanya setengah melayang hingga membuatnya benar-benar blank.
"Astaga Sehun, bagaimana bisa kau menikahinya tapi kau tak tahu tentang semua itu?!"
Sehun masih diam, diam termangu melihat berkas-berkas koran lama yang memberitakan tentang istrinya yang menikah sekaligus bercerai. Presdir perusahaan kontruksi terbesar di Asia, CEO Park Grup yang memiliki ratusan departement store, dan Direktur perusahaan game terkemuka. Semua itu adalah sederet latar belakang mantan-mantan suami istrinya. Tak heran pernikahan serta perceraiannya masuk media surat kabar.
"Kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya, Hyung?"Suara Dokter itu lebih mirip gumanan tapi Chen masih bisa mendengarnya.
"Karena kupikir kau sudah tahu! Bodoh!"
Chen menghela nafas.
"Hampir separuh orang Korea tahu mengenai hal ini, dan kau yang suaminya malah tak tahu?!"
Well, anggap saja Sehun termasuk separuh yang lainnya, ia tak suka membaca kolom gosip seperti itu.
Dokter itu menggigit bibirnya menahan gejolak di dadanya sebelum secara mengagetkan menggebrak meja dan berdiri menatap Chen marah.
"Ya memang aku suaminya! Dan aku memang tidak tahu! Lalu kenapa?! Apa salah?!" Seruan penuh emosi itu membuat Chen terkejut. Untung saja ruang kerjanya kedap suara.
"Seharusnya dia yang mengatakannya padaku! Harusnya ia bilang padaku sebelumnya! Aku ini suaminya Hyung! Istri macam apa yang membohongi suaminya seperti itu!"
"Ya aku tahu, tapi Sehun-"
"Selama ini dia berlagak seperti istri sempurna tapi nyatanya dia membodohiku dibelakang! Ini keterlaluan! Aku tak bisa menerimanya!"
"Se-Sehun .."
"BRENGSEK! Aku sangat marah!" Teriaknya lalu menendang kursi didekatnya tanpa belas kasihan.
Chen yang terkejut hanya bisa melongo setelahnya. Bahkan sampai Sehun keluar kantornya dengan membanting pintu, Chen masih melongo melihat kepergiannya. Ia mengelus dada sambil mengeleng tak percaya.
"Aku baru tahu cara marahnya aneh seperti itu."
.
.
.
Menyelip mobil didepannya, Sehun tak peduli jika cara menyetirnya ugal-ugalan sekarang. Bahkan ia tak peduli jika polisi mengejarnya. Biar saja ia ditangkap polisi! Biar istrinya itu kerepotan! Mengingat istrinya itu benar-benar membuatnya jengkel.
Menikah dan bercerai tiga kali?!
Menjadikan pernikahan mereka adalah yang keempat, demi Tuhan Sehun adalah suami keempatnya!
Seluruh umpatan kasar itu keluar dari mulut Sehun sebagai pelampiasan akan rasa sesak didadanya. Seperti ada batu besar yang menganjal didadanya. Satu hal yang menjadi tujuan Sehun, pulang kerumah dan bertengkar dengan istrinya.
Ia akan menuntut penjelasan, menuntut kebenaran, menyalahkan istrinya. Ia benar-benar ingin marah pada sosok itu. Ia bisa membayangkan dalam berbagai versi seperti apa nanti begitu ia tiba di rumah
.
Skrip 1
Sehun membuka pintu apartemennya mengagetkan Luhan yang sedang menata makan malam di atas meja makan.
"Selamat da-"
PRANG.
Seluruh makanan dan piring itu kini berserakan dilantai karena Sehun mendorongnya dengan kasar membuat Luhan shock hingga menutup mulutnya dengn tangan.
"Apa yang salah denganmu!"
"KAU! KAU YANG SALAH!" Sehun menarik lengan istrinya kasar, menyentaknnya jengkel.
"Mw-mwo?"
"Jangan pura-pura bodoh! Kau sudah bercerai tiga kali bukan? Dasar kau pembohong!" Sehun langsung menjambak rambut istrinya hingga rontok lalu menendang bokongnya.
"Ampun Sehun, ampun!
Slap
.
Sehun mengeleng-gelengkan kepalanya, apa-apan itu? Kenapa ia malah melakukan kekerasan dalam rumah tangga begitu? Bisa kena tuntutan dia. Dia harus lebih menunjukan kuasanya pada istrinya bukan malah menganiayanya.
.
Skrip 2
Luhan sangat shock saat membuka pintu apartemennya dan mendapati suaminya membawa dua wanita seksi yang ada di kanan kiri lengan suaminya. Belum lagi tanpa perasaan suaminya itu mengesernya untuk minggir agar bisa masuk ke dalam apartemen.
Istrinya itu masih melongo tak percaya sebelum dengan marah menghampirinya yang sedang bermesraan dengan dua wanita seksi di rangkulannya.
"APA-APAN INI!"
Sehun berdecak, lalu menatap istrinya malas.
"Wae?"
"Kau masih bertanya? Berani-beraninya kau berselingkuh dariku! Dasar mata keranjang!"
"Memangnya kenapa? Kau saja boleh menikah tiga kali, jadi aku boleh kan mempunyai kekasih lain."
Luhan langsung gelagapan sambil menatap suaminya tak percaya.
"Sehun oppa~ dia siapa?"
"Bukan siapa-siapa."
Lalu Sehun kembali bermesraan dengan dua wanita bawaannya.
Slap
.
"Mwoya! Kenapa jadi aku yang brengsek disini?" Sehun segera membuang semua khayalannya yang tak berguna itu. Ia harus menghadapi istrinya langsung.
Ia akan menunjukan siapa Oh Sehun sebenarnya.
Memarkirkan mobilnya di basement, Sehun segera menaiki lift menuju apartemennya. Dengan terengah ia memasuki apartemennya sembari mencari-cari sosok istrinya.
"Luhan!"
Ia mencarinya di dapur dan ruang tengah, tapi istrinya ia tak terlihat dimanapun. Ia memasuki kamar mereka.
"Luhan!" Serunya.
"Wae?"
Sehun terkejut saat tiba-tiba saja istrinya keluar dari kamar mandi hanya dengan bathrobe sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Sehun mengerjap pada tampilan habis mandi istrinya.
"Kau tak bilang akan pulang sebelum makan malam."
Perkataan Luhan sama sekali tak didengarkan oleh Sehun. Dokter itu malah fokus melihat tetesan air dari rambut basah istrinya yang perlahan mengalir ke leher putih istrinya lalu menghilang di balik bathrobe.
Sehun mengeleng-gelengkan kepalanya dalam usaha menyadarkan pikirannya kembali. Ini bukan saatnya untuk hal-hal sexy seperti itu. Tangan besar Sehun segera mencengkram lengan istrinya, mendorongnya di lemari lalu menghimpit tubuh ramping itu.
Diserang tiba-tiba tentu membuat Luhan terkejut sebelum iris rusanya menatap tatapan tak biasa suaminya. Bahkan cengkraman tangan suaminya dilengannya terasa mulai menyakitkan. Apa yang salah dengan suaminya ini?
"Kita perlu bicara!"
Luhan mengerjap menanggapi perkataan suaminya. Ia kembali melihat raut wajah tak sabar suaminya, lalu nafasnya yang memburu, dan tatapan tajamnya. Oh, ia mengerti sekarang! Luhan tersenyum ringan lalu mencoba sedikit mendorong tubuh suaminya itu darinya.
"Aku mengerti, tapi kurasa kita bisa melakukannya setelah makan malam. Tak baik melakukannya dengan perut kosong. Biarkan aku berganti baju, dan aku akan menyiapkan makan malam dan kita bisa makan secepatnya. Setelah itu terserah padamu."
Kali ini giliran Sehun yang tak mengerti, bagaimana mungkin pembicaraan tentang kelangsungan pernikahan mereka harus disela dengan makan malam?! Apa sebegitu sepelenya arti pernikahan ini bagi Luhan?
Mendapati cengkraman suaminya yang melemah Luhan segera membebaskan diri sambil menggeleng tak percaya. Apa Sehun habis menonton film porno hingga tak sabaran begini? Tapi belum sempat Luhan membuka lemari untuk mengambil baju, Sehun sudah meraih lengannya kembali. Sedikit menyeretnya sebelum melemparnya ke ranjang.
Luhan semakin terkejut saat suaminya itu menindihnya dan memegangi kedua lengannya agar tak bergerak kemana-mana. Ia mengerjab kebingungan, tak biasanya suaminya ini seagresif ini.
"Aku ingin sekarang! Bagaimana mungkin hal sepenting ini kau sepelekan, Lu!"
"Baik-baik, ayo kita lakukan." Luhan menghela nafas, sepertinya memang tak bisa ditunda-tunda lagi.
"Kau selalu saja tak bisa mengendalikan hormonmu."
Ucapan Luhan tiba-tiba menyadarkan Sehun akan situasi sekarang. Menyadari posisi mereka sekarang, dan kesalahpahaman istrinya itu tentang maksud yang ingin ia sampaikan. Sehun segera bangkit mencoba menjauh dari istrinya namun kedua kaki ramping yang melingkar dipinggangnya langsung sigap menariknya agar kembali menindih tubuh dibawahnya.
"Mau kemana kau, tampan?" Oh tidak, situasi berbalik saat Sehun menyadari nada menggoda dan seringaian istrinya.
"Tadi kau merengek-rengek dan sekarang kau ingin lari? Mau main tarik ulur dengaku?"
Gesekan intim tubuh mereka menyalakan alarm berbahaya di kepala Sehun. Dia tidak boleh tergoda! Elaknya pada diri sendiri sedangkan Luhan semakin semangat melancarkan serangannya. Masa bodoh dengan makan malam, suaminya lebih menarik sekarang.
"Ahk."
Geraman rendah itu terdengar saat Sehun merasakan Luhan menggigit lehernya, bagian bawah tubuhnya mulai bereaksi saat lidah panas istrinya berpindah menjamah daun telinganya. Belum lagi jemari lentik itu yang mengusap-usap dadanya dengan penuh rayuan. Bau manis tubuh istrinya yang bercampur dengan sabun semakin memperparah situasi.
Panas tubuhnya naik dan pikirannya mulai samar, Sehun mencoba tetap sadar tapi godaan istrinya sungguh luar biasa. Mengikis akal sehatnya, melebur kewarasannya. Jadi tepat saat istrinya menariknya dalam sebuah ciuman lapar, pertahanan Sehun runtuh sudah. Segalanya terlupakan dan hanya tersisa satu hal yaitu ia menginginkan istrinya, SEKARANG!
Dan Luhan tak perlu menunggu lama untuk suaminya itu berbalik menyerangnnya membabi buta bak serigala kelaparan.
.
.
.
"Hah..."
Entah ini sudah helaan nafas keberapa. Sehun mengacak rambutnya yang lepek dan kusut.
"Pabo! Idiot!" Umpatnya pada diri sendiri.
Iris hitamnya melirik tubuh telanjang istrinya yang sama berantakannya dengan dirinya. Melihat bekas-bekas kemerahan pada kulit istrinya yang tertidur lelap itu dengan sedih, sedih karena begitu mudahnya ia bertekuk lutut pada istrinya. Sehun semakin merutuki kebodohannya.
Dia seharusnya menuntut penjelasan pada istrinya. Mereka harusnya bertengkar, saling memaki dan berteriak. Bukannya malah bercinta berjam-jam seperti tadi. Astaga Sehun bisa gila dengan semua ini!
Masih ia ingat betapa mudah ia tergoda dengan rayuan maut istrinya. Betapa mudahnya ia kehilangan akal dan melupakan segalanya hanya dengan sedikit sentuhan istrinya. Dia benar-benar sudah tak tertolong lagi.
"Ah molla molla!" Serunya jengah sendiri sebelum berbaring membelakangi istrinya.
Sehun lelah memikirkannya sekarang! Ia malas dengan semua tekanan serta sakit kepala yang menyerangnya. Gerakannya yang kasar membuat Luhan terganggu dan bergerak dalam tidurnya. Sehun tak bisa berbuat apa-apa saat tangan pucat itu memeluknya dari belakang dan merasakan pipi istrinya bersandar di punggung telanjangnya.
"Hah ..." Lagi-lagi ia hanya bisa menghela nafas.
Besok, ia akan memikirkan segalanya kembali besok.
.
.
.
"Terimah kasih, Dokter Oh."
Sehun hanya bisa membalas sapaan pasien yang selesai ia periksa itu dengan senyum palsu. Palsu karena hatinya sedang risau dan galau. Moodnya benar-benar buruk hari ini dimana tadi pagi ia harus berpura-pura tak terjadi apa-apa didepan istrinya. Dokter itu segera mengangkat telepon dimeja menghubungi susternya untuk datang keruangannya.
"Ne Dokter Oh?"
"Buatkan aku janji dengan Dokter kepala Lee nanti siang."
"Dokter Lee ada janji dengan Direktur Kim siang ini, Dokter."
"Direktur Kim?"
"Ne, pasien VIP."
"Oh, kalau begitu berikan ini pada asistennya. Katakan itu data tesis yang Dokter Lee minta." Suster itu menerima map tebal dari Sehun.
"Baik, Dokter."
Suster itu segera keluar ruangan tepat saat Chen masuk tanpa diminta.
"Ini ambil, harusnya kau tidak main pergi saja! Dasar merepotkan!"
"Terima kasih, Hyung."
Sehun menerima map putih berisi segala berkas-berkas pemberitaan mengenai istrinya yang ia minta Chen untuk mengantarkannya kemari. Yah, meski Sehun sekarang belum tahu akan melakukan tindakan apa tentang semua ini setidaknnya ia akan menyimpan bukti-bukti ini terlebih dahulu. Berjaga-jaga jika kelak ia perlukan.
"Jadi bagaimana kabarmu dengan istrimu?" Tentu yang Chen maksud keadaan rumah tangga temannya ini setelah badai besar.
"Aku belum mengatakan apa-apa padanya."
"Jadi dia belum tahu jika kau mengetahui semuanya?" Sehun mengangguk dan Chen hanya bersandar sambil bersedekap menatap temannya itu.
"Kenapa kau tidak membiarkannya saja Sehun?"
"Apa maksudmu, Hyung?"
Chen mangangkat bahunya.
"Kurasa tak ada gunanya mempermasalahkannya. Hal itu sudah lewat Sehun, dia sekarang istrimu. Itulah yang penting."
"Aku akan membiarkannya jika ia pernah menikah sekali Hyung. Tapi ini terjadi tiga kali, setidaknya aku harus tahu alasanya bercerai."
Sehun tak akan mempertanyakan alasan istrinya menikah, tapi ia lebih khawatir dengan alasanya istrinya itu bercerai. Segala skenario terburuk tentang perceraian selalu mengahantuinya mengenai istrinya.
Chen bisa mengerti, tapi ia tak bisa membantu temannya itu karena alasaan perceraian istri Sehun dengan seluruh mantan suaminya tertutup rapat bagi media. Mereka hanya bercerai tanpa alasan yang jelas.
"Aku mengerti, dan aku benar-benar salut kau bisa bertahan sejauh ini padahal aku yakin bertatap muka dengan salah satu mantan suami istrimu akan sangat mengesalkan."
Sehun langsung menatap Chen.
"Apa? Mantan suami istriku?"
Laki-laki berprofesi kepala produksi koran harian kota itu menatap temannya tak percaya, jangan bilang Sehun juga tak mengetahui hal ini.
"Serius Sehun, dimana sebenarnya kau hidup selama ini, ck?! Kau tahu Kim Jongin? Direktur perusahaan game terbesar di negara kita? Mantan suami ketiga istrimu itu merupakan donatur terbesar rumah sakit ini, ia bahkan rutin memeriksakan kesehatannya disini setiap bulan."
Apa! Tunggu dulu.
Pikiran Sehun tiba-tiba saja teringat dengan kata-kata susternya tadi.
"Dokter Lee ada janji dengan Direktur Kim siang ini, Dokter."
Kontan saja Sehun bangkit mengagetkan Chen sebelum berlari keluar ruangannya tak peduli dengan Chen yang memanggil-manggil namanya. Ia menabrak beberapa orang sebelum menuruni tangga dan hampir menubruk meja resepsionis mengagetkan para suster yang berjaga di sana.
"Jam berapa janji pasien VIP dengan Dokter Kepala Lee siang ini?" Tanyanya dengan terengah.
"Harusnya nanti jam dua siang tapi dimajukan karena Direktur Kim baru saja tiba lima menit yang lalu."
Mendengarnya, Sehun langsung berlari meninggalkan meja resepsionis menuju lift secepat mungkin menuju lantai 13 tempat ruang Dokter kepala berada. Tepat saat pintu lift itu terbuka iris cokelatnya dapat melihat tiga orang bersetalan formal itu sedang berjalan menuju rungan Dokter kepala. Salah satu dari mereka terlihat mencolok dengan setelan jas yang begitu mahal.
"Direktur Kim!" Seru Sehun membuat mereka berhenti dan menoleh kearahnya.
"Direktur Kim, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Tangan salah satu bodyguard itu segera menghalau Sehun yang mencoba mendekati atasannya. Seperti Sehun adalah angin lalu, pria berkulit tan bersetelan mahal menjabat sebagai Direktur itu hanya melirik sekilas sebelum kembali berjalan meninggalkan Sehun.
"Aku suami Xi Luhan!"
Seruan itu kontan berhasil menghentikan pria berkulit tan itu, sebelum perlahan kembali melihat kearah Sehun.
.
.
.
Dua pria bersetatus sebagai direktur dan dokter itu akhirnya saling duduk berhadapan dikantin rumah sakit yang terlihat sepi. Dapat Sehun rasakan mata kelam pria kaya di depannya itu terus mengamatinya, seperti menilai setiap sisi dari Sehun dari kepala hingga kaki. Sehun sendiri menilai pria ini tak lebih tua darinya.
"Jadi ..." Pria bermarga Kim itu melihat tag nama Sehun.
"Dokter Oh Sehun, kau mengatakan kau suami Luhan sekarang?"
"Ya."
"Lalu apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
"Direktur Kim-"
"Panggil saja Jongin."
"Jongin-shi, aku hanya ingin bertanya tentang ..." Sehun berhenti sejenak sedikit ragu.
"Ya?"
"Aku hanya ingin bertanya, apa alasan kau dan Luhan bercerai?"
Jongin terlihat terkejut saat mendapat pertanyaan tak terduga dari dokter didepannya. Sehun sama sekali tak berbasa-basi ataupun membuang waktu. Alis Jongin berkerut saat sebuah pemikiran masuk keotaknnya.
"Kau bisa menanyakannya sendiri pada istrimu."
"Aku ... aku tidak bisa." Jawaban itu benar-benar penuh keraguan.
Ah, Jongin mengerti sekarang.
"Dari yang kulihat sepertinya kau tak terlalu mengenal istrimu, Dokter Oh."
Sehun hanya diam. Memang benar dugaan Jongin, ia tak mengenal baik istrinya. Terbukti ia baru mengetahui kenyataan pahit soal istrinya setelah satu bulan mereka menikah.
Merasa dugaannya benar, Jongin menegakkan tubuhnya menyandarkan tangannya dimeja. Tatapan tajamnya membuat aura disekitar mereka terasa mencekam tiba-tiba.
"Ingin kuberitahu rahasia kecil mengenai istrimu, Dokter?"
Sehun menelan ludah saat mendengarnya.
"A-apa itu?"
Diam –diam seringaian itu terukir dibibir Jongin tanpa sepengetahuan Sehun. Ia semakin mendekat sebelum berbicara dengan nada rendah.
"Aku yakin Luhan berperilaku seperti istri sempuna bukan? Tapi percayalah, Luhan tak sebaik kelihatannya."
.
.
.
TBC
Halo-halo, aku kembali dengan membawa ff remake lagi /bow/
Aku udah minta ijin sama author Yayarara dan dibolehin dia buat remake ffnya walaupun harus disogok dulu dengan tiket bioskop Beauty and the beast, kkkk….
Ini ff aslinya Haehyuk tapi kurubah jadi HunHan, aku suka jalan ceritanya fresh, menarik dan kupikir cocok dirubah jadi hunhan, sesekali lihat ayah hunhun "ogep" seru juga sekalian ngeramein ff hunhan biar gak punah… kalau kalian mau baca ff versi aslinya silahkan mampir di lapaknya Yayarara ...
Gimana menurut kalian?
Apa harus lanjut apa gak?
