Ini seperti mimpi baginya…

'Jika ini maumu, maka lebih baik kita berpisah saja!'

Ia yang dalam masa pencarian jati diri, harus menerima bahwa dirinya telah hancur berkeping-keping akibat keegoisan kedua orangtuanya.

'Tidak! Aku sibuk, kau saja yang urus dia!'

'Kau pikir aku tak sibuk hah?! Kau saja yang urus dia!'

Ketika dirinya harus menerima kenyataan, bahwa kedua orangtuanya yang telah berpisah… Tak ada satupun dari mereka, mengharapkan akan kehadiran dirinya.

Namun sebuah belaian lembut yang tengah mengusap surai kecokelatannya, membuat perasaannya terasa tenang..

Usapan ini, memang begitu terasa hangat… Ia akui, jika kehadiran sosok itu adalah anugrah terakhir yang ia miliki sekarang ini..

'Eunhyuk sayang… Datanglah kepada nenek… Nenek janji, nenek yang akan selalu merawatmu dan menyayangimu mulai sekarang..'

Ketika matanya terpejam, hanya usapan sayang itu yang begitu menyejukan hati..

Ketika suara lembut itu mengalunkan kata sayang padanya, membuat dirinya begitu merasakan cinta yang luar biasa..

Ketika senyum cantik yang terukir indah di wajah keriput itu ditunjukan hanya untuknya, membuat dirinya terasa begitu dihargai..

Namun, semua itu masih terasa kurang… Tidak, ia tak iri… Tapi ia benci, dengan hal bodoh yang disebut cinta itu… Cinta dalam artian pria dan wanita..

Ia ingin menghancurkan itu semua, ia muak, ia jengah… Dengan cinta itu sendiri..

Baginya, cinta itu hanya sebuah kepalsuan… Berbeda dengan cinta sang nenek terhadap dirinya.. Ia tahu cinta dari sang nenek begitu tulus…

Tak seperti kedua orangtuanya, ia dibuang oleh sebuah ikatan cinta yang dulu pernah terukir di antara mereka..

Konyol, habis manis sepah dibuang.. Memangnya dirinya apa? Permen karet?

Ia marah, jelas saja… Ia benci, jangan tanya kenapa ia benci akan dirinya sendiri.. Ia terlalu payah, ia payah…

Karena tak mampu menyatukan kembali kedua orangtuanya… Keluarga kecil itu, telah hancur… Ia adalah korbannya…

Ia tak iri..

Hanya saja..

Ada sesuatu yang kurang dihatinya…

Ia butuh itu… Tapi ia tak bisa…

Ia tak tahu apa yang kurang dalam hatinya..

.

.

.

.

"Sudah bangun?" Suara wanita tua berkisar usia 85tahun itu terdengar merdu, saat seorang namja yang telah mengenakan seragam sekolah sedang berjalan menuruni tangga menuju dapur dimana sang wanita tua itu tengah mempersiapkan sarapan pagi.

Wajah manis dengan airmuka yang masih terlihat mengantuk itu, tampak sesekali menguap seraya menggaruk belakang kepalanya yang terasa gatal. Bahkan saking mengantuknya, ia hampir tersandung oleh kakinya sendiri.

"Nenek~ Masak apa?" Tanya Eunhyuk kepada sang nenek yang masih sibuk menata makanan diatas meja makan. Sang nenek hanya tersenyum mendengar suara manja Eunhyuk yang masih dalam mode mengantuk itu, begitu lucu dan menggemaskan.

"Kimchi, nasi, ayam gingseng… Nenek jamin pasti akan sangat enak, nenek buat dengan penuh rasa cinta untuk cucu nenek yang satu ini~"Sang nenek meletakkan sumpit yang baru saja ia gunakan untuk menaruh berbagai macam lauk dan pauk keatas mangkuk yang terdapat nasi milik sang cucu kesayangannya. Ia segera menaruh mangkuknya dihadapan Eunhyuk yang telah duduk manis dikursi makannya.

"Uuhh, nenek adalah koki terbaik di kota Busan! Apapun yang nenek masak pasti enak~" Sahut Eunhyuk riang. Ia raih sumpit dan juga sendok yang berada disamping mangkuk dihadapannya, lalu mengangkat mangkuknya tinggi-tinggi sampai atas dagu.

Nenek yang melihat tingkah tak sopan sang cucu, segera memukul sumpit yang ada ditangan Eunhyuk dengan sendok yang ia pegang. Membuat Eunhyuk terkejut dan meringis kesakitan.

"Appo nenek! Aku kan sedang makan! Jangan ganggu!" Ucap Eunhyuk sebal, ia mengelus-elus tangannya yang baru saja menjadi korban pemukulan sang nenek.

Sang nenek hanya berdecak seraya mendudukan dirinya di kursi makan miliknya.

"Jangan bawa kebiasaan buruk saat bersama kedua orangtuamu dirumah nenek! Nenek selalu ajarkan padamu agar berdoa terlebih dahulu! Apa Eunhyukkie lupa perkataan nenek?" Ucap sang nenek tegas, matanya berkilat tajam menata Eunhyuk yang duduk disampingnya. Membuat Eunhyuk meneguk ludahnya gugup.

"Baiklah, nenek yang pimpin doa ne?" Sahut Eunhyuk riang, senyum manis penuh gusi khas miliknya adalah hal yang paling disukai oleh sang nenek. Hingga sang nenek tak mampu marah terlalu lama padanya.

"Baik, jangan lupa tutup matamu ne? Mari kita berdoa."

Ia segera memejamkan matanya, melipat kedua tangannya layaknya seseorang berdoa bukan hanya sebuah doa makan yang ia panjatkan pada Tuhan..

Ia ingin suasana pagi ini terus terjadi hingga esok, esok, esok, dan seterusnya…

'Aku tak perlu apapun… Jika Kau masih baik padaku… Maka buatlah nenekku untuk selalu sehat..'

Karena ia takut… Takut jika neneknya akan meninggalkannya juga, seperti yang dilakukan oleh kedua orangtuanya, satu tahun yang lalu…

'Jangan tinggalkan aku… Tetaplah sehat…'

.

.

.

.

"Lee Eunhyuk… Rajin saat tiba disekolah, murid pintar yang rajin mengerjakan PR, tapi kelakuan dan kedisiplinannya sangat kurang.. Ck! Aku sibuk hari ini, bisa tidak tak berulah sekali saja?!" Pria dengan rambut hitam legam itu kembali menutup sebuah agenda kecil yang berada digenggamannya dengan cukup kencang. Hingga menimbulkan amarah yang berasal dari seorang namja bermarga Lee dihadapan pria bermata teduh itu.

"Ulah apa lagi?! Baru saja aku sampai!" Eunhyuk membentak namja dihadapannya geram. Kenapa dengannya? Bukankah sang ketua osis itu melihatnya juga yang baru saja melewati gerbang sekolah? Ia belum melakukan apapun! Kenapa ia malah di sembur oleh ucapan menyebalkan musuh bebuyutannya ini?! Hell, ini masih pagi!

"Iya kau memang baru sampai! Tapi semua pengaduan dari para siswa yang kau ganggu itu sudah semakin meresahkan! Lucunya lagi kau selalu mengganggu siswa yang sedang berpacaran disekolah ini! Kau itu apa sih? Kesepian karena tidak punya pacar? Ya ampun tuan Eunhyuk! Kau memalukan!" Jelas sang ketua osis itu kesal. Oh, bukannya ia ingin menertawai tingkah aneh teman sekelasnya yang baru enam bulan ia kenal. Tapi ia pusing dengan berbagai pengaduan yang selalu muncul pada pesan singkat diponselnya itu. Semuanya memiliki keluhan yang sama, dan itu membuat dia muak!

Eunhyuk hanya mendengus sebal mendengar hinaan yang terlontar dari bibir tipis sang ketua osis berwajah sok polos itu. Apaan yang tak punya pacar? Memangnya penting hal itu? Bodoh!

"Tak penting, tapi hal itu memang menjadi larangan sekolah untuk berpacaran dilingkungan seluruh penjuru sekolah! Memangnya aku salah hah?!" Sahut Eunhyuk tak mau kalah, ia berkacak pinggang seakan menantang sang ketua osis untuk berkelahi dengannya.

Donghaeㅡnama dari sang ketua osis, hanya mampu membulatkan matanya. Ia tertawa kecil disela decakkan geram dari bibir tipisnya. Beruntung suasana disekolah masih terasa sepi, kesempatannya untuk memberikan pelajaran pada namja manis dihadapannya terbuka lebar.

"Eoh, menantang rupanya! Kau pikir dirimu siapa hah? Eoh! Anak kota Seoul memang selalu bergaya seperti ini ya?! Biang onar, melawan ketua osis, seragam dikeluarkan, rambut di warnai, kau pikir kau artis ya? Ah! Cari perhatian rupanya! Harus begitukah caranya? Kesepian dan iri tak punya kekasih, makanya kau selalu mengganggu pasangan muda mudi disekolah ini karena kau tak laku?! Ayolah~ Jangan bercanda! Aku bisa mengajarimu jika kau mauㅡ" Donghae mengangkat dagunya tinggi-tinggi seraya berkacak pinggang, matanya yang teduh terlihat begitu marah kepada namja manis dihadapannya. Menantang Eunhyuk dengan melangkah kedepan, hingga membuat Eunhyuk memundurkan tubuhnya akibat tingkah Donghae yang mulai terpancing emosi.

Namun kata-katanya terhenti, tatkala Eunhyuk menendang bagian selatan tubuhnya dengan kencang. Membuat Donghae mengerang kesakitan yang amat sangat.

"Akh! Harta berhargaku! Yak!" Teriak Donghae marah, ia memegang barang berharganya dengan kedua tangannya menahan sakit. Menatap Eunhyuk dengan tatapan tajam.

"Aku tak tahu kenapa kau menyimpulkan ku seperti itu… Jika kau tak mengerti maka jangan ikut campur… Itu sesuatu yang menjijikan.. Bahkan para pasangan berkedok cinta itu.. Huh! menggelikan.." Tatapan datar nan kosong yang keluar dari mata bulat Eunhyuk, sontak menjadi penyambut retina mata seorang Donghae.

"Cinta menjijikan seperti itu hilangkan saja dari muka bumi, sesuatu yang tak tulus akan menghancurkan orang lain.." Sambung Eunhyuk datar, setelah itu ia mulai melangkah pergi meninggalkan Donghae yang masih termangu ditempatnya.

"Cih, anak kecil yang bicara soal cinta.. Dasar aneh.." Gumam Donghae setelah mampu menguasai rasa sakitnya.

"Huh, menyusahkan saja.." Dengusnya sebal, seraya menata rambutnya yang tertiup angin.

.

.

.

.

.

Jika ia diberikan waktu untuk memutar segalanya..

Maka ia berharap, ini tak akan pernah terjadi didalam hidupnya..

Ia ingin memiliki orangtua lengkap dan juga harmonis..

Namun kenyataannya, ia tak pernah mendapatkannya..

Ia hanya punya nenek sekarang..

.

.

.

.

Entah apa yang ada dipikiran Eunhyuk, kala pandangan matanya menangkap sepasang pria dan wanita tengah memadu kasih di samping halaman sekolah. Ia yang tengah duduk diatas pohon, menatap jengah pemandangan yang berada dibawahnya.

Ia memperhatikan sekeliling dedaunan ataupun batang pohon yang dinaikinya, mencari sesuatu yang berbulu dan juga terasa gatal jika disentuh. Matanya membulat dan jangan lupa seringai licik kini tercetak jelas diwajahnya, ia menemukannya! apa yang telah ia cari barusan, akhirnya ketemu!

Ia meraih seekor ulat bulu yang saat ini tengah memakan dedaunan di pohon yang ia naiki, pelan dan berhati-hati agar dirinya juga tak menyentuh ulat bulu yang menjijikan itu.

"Gotcha! Selamat menikmati hidangannya~" Bisiknya pelan, takut didengar oleh pasangan siswa siswi yang saat ini tengah bercumbu itu. Ia tertawa rendah, dan kemudian ia segera menjatuhkan ulat bulu itu keatas kepala sang yeoja.

Pluk!

Sang pria yang tengah menciumi kekasihnya itu, perlahan membuka kedua matanya ketika ia merasakan ada sesuatu yang jatuh diatas kepala sang kekasih hatinya. Pandangan matanya kini membulat sempurna,dan segera mendorong tubuh yeojachingunya dari pelukan hangatnya. Hingga membuat sang yeoja mendengus sebal akibat kelakuan sang pria.

"Ada apa?! Kenapa berhenti?!" Ucap sang yeoja sebal. Tak menyadari tingkah sang pria yang kini bergelagat aneh.

"U, ulat!" Gumam sang pria pelan. Membuat sang yeoja menyernyitkan keningnya bingung.

"Mwo?" Tanya yeoja itu aneh.

"Itu, i, itu… Dikepalamu!"

"Apa? Kenapa dengan kepalaku?!" Sang yeoja mulai kebingungan, perlahan ia arahkan jemarinya menuju puncak kepalanya. Kini matanya tak kalah lebar dari sang namjachingunya.

"eoh?… HWAAAAAA! APA INII? KYAAAAA HYUNJIN APA INII? SINGKIRKAN SINGKIRKKANN INII HIKSS!"

"Tidak bisa! A, aku juga takut ulat!" Sahut sang pria itu gelagapan. Ia panik, oohh dia bingung harus melakukan apa. Hingga dia malah kabur meninggalkan sang yeojachingu yang saat ini berteriak layaknya orang gila.

"JANGAN PERGI! KAU KAN LAKI-LAKI HIKS! DASAR TAK BERGUNA!" Teriak gadis itu, mengejar sang kekasihnya.

Membuat sang pelaku pelemparan ulat bulu itu hanya mampu tertawa hambar diatas pohon sakura yang masih menghijau dihalaman sekolahnya.

"Jika dia mencintaimu, seharusnya ia rela mengorbankan tangannya yang akan terasa gatal untuk membuang ulat itu dari kepala kekasihnya. Hal seperti itu saja dia tidak bisa… Bodoh." Gumamnya disela tawanya yang mulai mereda. Ia menghembuskan nafasnya, mengembalikan posisi terlentangnya yang bersandar pada batang pohon sakura yang cukup besar itu.

Matanya kini menerawang memandang cakrawala yang terhalang oleh ranting dan juga dedaunan.

"Kenapa? Semua terlihat begitu palsu?" Bisiknya pada angin, berharap seseorang mungkin mendengarnya.

"Lee Eunhyuk, selalu membolos jika ada hari ibu maupun hari ayah, ataupun hari orangtua disekolah. Siswa yang rajin, namun suka membolos ya?" Suara rendah seorang namja terdengar memasuki indera pendengaran Eunhyuk. Eunhyuk kini seakan tak peduli, ia malah memejamkan matanya dan mengabaikan suara yang berasal dari bawah pohon.

"Heh, kau dengar tidak?" Tanya sang pemilik suara saat ia sadar dirinya telah diabaikan namja diatas pohon itu.

"Tidak, aku tidak dengar." Sahut Eunhyuk pada akhirnya. Ia kini menghadap kebawah, memandang namja usil yang selalu mengganggu waktunya.

Sang namja yang melihat reaksi Eunhyuk, kini hanya tersenyum simpul.

"Selalu ada aku diantara dirimukan? Bagaimana?" Tanya sang namja yang sekarang malah mendudukan dirinya dibawah pohon sakura itu.

Eunhyuk mendengus, menatap datar kepala pria yang berada dibawahnya.

"Tidak, jika disekolah kecil ini bukan aku saja yang menjadi peer sang ketua osis.." Sahutnya acuh, ia melirik beberapa ranting yang penuh dedaunan di samping wajahnya dan kemudian memetiknya hingga terjatuh di atas kepala sang ketua osis.

"Hahah, bukan itu sajakan? Nenekmu dan appaku adalah rekan kerja diladang padi. Jadi, selain disekolah.. Kita juga sering bertemu diluar jam pelajaran." Jelas Donghae, seraya meraih daun yang tadi terjatuh diatas kepalanya.

"Turunlah, aku sudah tak marah lagi karena kau menendang harta berhargaku tadi pagi." Lanjut Donghae lagi. Ia mendongakkan wajahnya agar bisa menatap wajah manis Eunhyuk yang selalu kelihatan acuh itu.

"Jangan sok akrab denganku, kau itu musuh.." Jawab Eunhyuk seraya memalingkan wajahnya kearah lain. Mencoba mengabaikan pria dibawahnya itu.

Donghae terkekeh geli, benar-benar bocah kecil bodoh dari Seoulㅡpikir Donghae.

"Kau tahu? Karena kau, aku jadi ikut membolos hanya untuk mencarimu." Ujar Donghae santai, ia berharap kali ini dirinya akan diperhatikan lagi.

"Huh, untuk apa mencariku? Kurang kerjaan." Jawab Eunhyuk yang saat ini tengah menikmati hembusan angin, dengan mata tertutup.

"Nenekmu datang diacara hari ibu… Dia dikelas sekarang."Ucap Donghae pelan, mencoba untuk bersikap tenang. Eunhyuk yang mendengar sang nenek disebut, sontak membuka matanya kaget. Ia menoleh menatap Donghae yang berada dibawahnya, berharap apa yang dikatakan Donghae adalah sebuah candaan.

"Ne, nenek?" Tanya Eunhyuk memastikan. Tak ada jawaban dari Donghae, hanya saja pria bermata teduh itu tengah beranjak dari tempat duduknya.

Eunhyuk menggigit bibir bawahnya, takut jika sang nenek mengetahui dirinya tengah membolos.

"Tenang saja, aku hanya bilang kau sedang ketoilet akibat sakit perut." Donghae mendongak menatap mata Eunhyuk dengan senyum angelicnya yang begitu menenangkan, tapi kali ini sepertinya jurus itu tidak mempan bagi Eunhyuk. Karena pikirannya telah terfokus pada sang nenek.

Ia segera menuruni pohon sakura yang belum bersemi itu dengan sekali lompatan. Dan beranjak dari pohon disamping halaman sekolah, menuju ruang kelasnya yang saat ini ada sang nenek disana.

Donghae yang mulai terasa tak dipedulikan, sontak mengikuti Eunhyuk dan segera menarik lengan Eunhyuk yang kurus itu. Eunhyuk mengalihkan pandangannya kearah Donghae yang berada disampingnya. Menatap sosok itu tak suka.

"Apa?! Aku harus kekelas!" Bentak Eunhyuk seraya menarik lengannya dari genggaman Donghae. Namun Donghae menahannya dan malah mendekatkan tubuhnya pada Eunhyuk.

"Tunggu.." Bisik Donghae seraya mendongakkan wajahnya keatas kepala Eunhyuk, ya mengingat tinggi badannya hanya beberapa senti lebih tinggi dari Eunhyuk saja.

"Ada ulat… Dikepalamu.." Bisiknya lagi, ia meraih ulat dikepala Eunhyuk dengan jemarinya. Tak mempedulikan tangannya yang akan terasa gatal nanti.

Eunhyuk yang diperlakukan seperti itu sempat tertegun dibuatnya, namun ia segera mendorong tubuh yang jauh lebih besar darinya itu agar menjauh dari dirinya.

"Ma, maaf.. Aku harus menemui nenek!" Ujar Eunhyuk gugup. Ia memalingkan wajahnya agar tak menatap mata teduh itu. Bukan waktunya untuk berdebat dengan pria dihadapannya ini, ia harus menemui neneknya.

Ia berbalik, berjalan menuju kelasnya dan meninggalkan Donghae yang masih diam ditempatnya.

Donghae diam, sedikit menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu.

"Huft, tidak ada ulat.. Aku hanya merapihkan rambutmu yang berantakan…" Gumamnya pelan, ia yakin Eunhyuk tak akan mendengar ucapannya. Ia kembali menggaruk belakang kepalanya gemas, hingga rambut bagian belakangnya berantakan. Ia menjongkokan dirinya, wajahnya tampak memerah dan ia berusaha menutupinya dengan telapak tangannya.

"Astaga, rambutnya… Halus dan… Wangi strawberry… Sebenarnya dia itu apa? Anak kecil yang manis?!" Bisiknya frustasi. Wajahnya benar-benar merah sekarang, ia merasa malu akan perbuatannya tadi.

"Itu menggemaskan."

.

.

.

.

.

Kreeetttt!

"Nenek!" Pekik Eunhyuk saat mendapati sang nenek tengah duduk di kursi belajarnya. Ruang kelas tampak sepi, karena saat ini ada hari raya Ibu yang diadakan diaula sekolah.

Sang nenek menoleh, memandang Eunhyuk dengan tatapan sedih.

"Nenek menemukan surat pemberitahuan dikamarmu tadi pagi, katanya hari ini ada hari perayaan ibu dan semua ibu diundang pihak sekolah untuk menghadiri acara tersebut.. Kau tak bilang, tapi nenek memutuskan untuk daㅡ"

"Kuperingatkan pada nenek! Ini yang terakhir! jangan pernah menghadiri acara seperti ini lagi! Arraseo!" Bentak Eunhyuk kepada sang nenek, membuat sang nenek terkejut akan perlakuan sang cucu kesayangannya.

"Eunhyukkie.."

"Ayo pulang.. Kita pulang saja.." Sahut Eunhyuk, menarik sang nenek agar pergi dari kelasnya.

.

.

.

.

.

.

Ia tak iri..

Ia hanya kurang beruntung saja..

Dia jijik melihat orangtua orang lain yang tengah tersenyum bahagia memandangi sang anak..

Ia hanya merasa tak sempurna..

.

.

.

.

.

TBc

Ini ff reposting, karena di wp belum ku tamatin satu chapter lagi... makanya aku bakal lanjutin disini sampai tamatt