Tittle: Wingless Dragon
Disclaimer: Naruto dan High school DxD bukan punya saya
Genre: Adventure
Pairing: Narutox ?
Rated: M (jaga-jaga)
Warning: OOC,Typo,Adult theme, violence, gore, miss-typo,etc.
Prolog
'Pemenang bukanlah mereka yang berdiri paling akhir. Mereka yang tertawa paling akhirlah yang menjadi pemenang.'
XXXXXXXXXXXXXXX
POV
Dingin. Itulah yang tubuhku rasakan saat ini. Jaket kulit berlapis mantel tebal yang kukenakan masih tak mampu menghalang hembusan jahat angin pengunungan Kunlun, China.
China? Mungkin menjadi pertanyaan besar dibenak kalian kenapa aku sampai bisa kemari. Jika benar, maka jawaban yang kuberikan juga tidak akan membuat rasa penasaran kalian terjawab. 'Insting.' Itulah kata yang sekiranya sangat pas untuk menjelaskan alasanku kemari.
"Brrrr." Tanpa perlu dikomando barisan gigi atas dan bawahku saling bertumbukan satu sama lain akibat dingin yang sudah melewati toleransi tubuh ini. Namun, entah kenapa jauh didalam alam bawa sadarku tertanam keyakinan bahwa apa yang kucari sudah semakin dekat.
Siapa aku? Maafkan sikap kurang peduliku yang tertanam kuat sejak dulu. Uzumaki Naruto. Itulah nama yang kedua orang tuaku berikan padaku saat diriku lahir. Orang tuaku? Kalian tidak perlu mengetahuinya. Lebih tepatnya tidak usah mengetahuinya. Semakin sedikit orang mengenal diriku maka semakin baik bagi mereka. Dan aku menjamin itu semua.
Apa yang kulakukan? Kalian akan tahu nanti. Setelah pegunungan salju ini berhasil kulewati.
END POV
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Beberapa hari kemudian,
Dibalik lebatnya hutan yang secara ajaib menutupi bagian paling dalam dari pegunungan Kunlun, sesosok tubuh terlihat sedang berjalan mendaki tangga-tangga yang diukir dari tanah. Membuktikan bahwa ada suatu kehidupan manusia menantinya bila ia tetap menyusuri jalan tersebut.
POV
"Hah...hah..." Nafasku tersengal-sengal meniti tangga sialan ini. Sudah dua jam kedua kakiku menyusuri jalanan ini. Membuat keringat tanda kelelahan mengucur deras dari pori-pori kulitku. Membuat kaos yang kukenakan basah total. Kaos? Ya, pakaian dingin yang kukenakan telah kusimpan disuatu tempat. Pegunungan Kunlun sepertinya memang salah satu dari sekian tempat mistis di bumi yang masih belum terjamah oleh rasa penasaran manusia sehingga membuatnya semakin menarik untuk ditelusuri.
Kudongakkan kepalaku keatas. Membiarkan kedua iris biru safir ini menikmati deretan anak tangga yang mulai terlihat ujungnya. Yang entah kenapa membuat rasa lelahku perlahan menguap tergantikan oleh dorongan semangat untuk mempercepat langkah kaki ini agar mencapai tempat tersebut.
Akhirnya kupercepat langkah kakiku. Bahkan untuk beberapa saat aku mampu melompati tiga sampai empat anak tangga sekaligus seakan tidak ada sama sekali beban untuk melakukannya. Padahal jika dipikirkan menggunakan akal sehat maka akan mustahil bagi orang yang baru saja terserang Hipotermia serta tidak tidur selama tiga hari untuk melakukan hal semacam ini.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Tap!
Langkah kakiku terhenti saat kedua bola mataku menangkap sebuah pemandangan yang mampu membuatku tertegun sesaat. Membuat diri sendiri teringat akan apa yang bisa seorang manusia lakukan jika ia mau.
Sebuah kuil berornamen klasik ala China dengan sedikit tambahan aksen Tibet terpampang beberapa ratus meter dari hadapanku. kuil itu berdiri teguh dan kesepian ditengah kepungan pepohonan bambu yang juga dikepung oleh barisan pegunungan salju. 'Ajaib.' Itulah kata yang terucap dibenakku pada saat menyaksikannya.
Akupun memperhatikan lebih seksama kuil tadi. akar-akar pepohonan melilit dinding berwarna gading yang menjadi warna dominan bangunan itu. Membuat retakan-retakan besar maupun kecil mencuat dari berbagai sisi bangunan. Memberikan kesan seram namun berseni yang magis bagi siapapun yang melihat.
Diriku merasakan bahwa ada orang lain yang memperhatikanku dari jauh. Tidak jelas aura apa yang ia berikan namun secara gamblang aku berani bertaruh bahwa orang ini bukanlah sembarang manusia.
"Siapa disana?" Ujarku dengan nada sedikit tinggi. Memang, bicara kasar bukanlah kebiasanku. Suara yang meninggi bagiku merupakan pertanda bahwa sebuah kelemahan terbuka secara otomatis dari dalam dirimu dan lemah tidak ada dalam kamusku.
Seraya dengan perkataanku tadi, keluarlah seorang pemuda. Kira-kira 17 tahun. Tak jauh berbeda denganku. Mengenakan Samfu, pakaian khas china sambil menggendong beberapa ikat kayu bakar dipunggungnya. Rambutnya Hitam cepak serta kedua iris hitamnya memancarkan sesuatu yang lain namun berusaha ia tutupi.
"Siapa kau?" Kembali aku bertanya. Entah kenapa instingku mengatakan bahwa pencarianku akan berakhir pada pemuda dihadapanku ini.
Pemuda itu mengulum senyum lembutnya padaku. "Namaku A man. Namun orang-orang kadang memanggilku dengan Mengde." Ujarnya lembut. Namun tidak terlihat rasa gugup dari gerakan tubuhnya. Seolah ia sudah tahu bahwa aku memang datang kesini untuknya.
"Salam kenal..." Tiba-tiba saja ucapannya terhenti. Membuatku tersadar bahwa aku lupa mengenalkan diriku.
"Uzumaki Naruto. Kau bisa memanggilku Naruto." Ucapku mencoba memperkenalkan diri. Kedua matanya menatapku dengan lekat. Seolah mencoba mencari tahu apa yang bisa ia gali dariku. Namun, aku sudah menyiapkan diri untuk ini.
"Mengde-san, bisakah kau menunjukkan padaku lokasi desa terdekat? Sudah beberapa hari ini aku tersesat di sekitar wilayah ini." Ujarku yang sengaja menggunakan dialek jepang karena mungkin dia sudah mengetahui nya dari namaku. "Aku harus segera kembali berkumpul dengan rombonganku." Diriku mencoba berbohong. Semoga saja dia percaya.
"Begitukan? Itu buruk sekali." Mengde memasang wajah empatinya padaku. "Sebaiknya kau ikut ikut denganku. Kebetulan desaku tak jauh dari sini." Tawarnya yang tentu saja kuterima tanpa banyak pertimbangan. Lagipula aku tahu bahwa pemuda ini menyembunyikan sesuatu dariku.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Singkat kata kami berdua berjalan menyusuri deretan hutan bambu yang terletak dibelakang kuil tua tadi. bambu-bambu itu seolah sengaja tidak tumbuh dijalan setapak tempat kami lewat. Membiarkan bebatuan kerikil besar menjadi aspal alami yang menyelimuti jalan kecil tersebut.
"Oh, jadi Tuan Naruto berasal dari jepang? Keren." Mengde terlihat antusias dengan cerita separuh bohong yang keceritakan padanya. kubilang padanya bahwa aku merupakan bagian dari sekelompok pecinta alam yang berencana mengeksplorasi wilayah pegunungan Kunlun. Reaksi yang diberikannya pada awal berupa rasa terkejut karena baginya Kunlun bukanlah tempat wisata umum.
"Mengde-san, kau bisa memanggilku dengan nama Naruto." Ujarku yang merasa kurang pas bila lawan bicara seusia memanggilmu dengan panggilan 'Tuan'.
"Baiklah jika itu maumu, Naruto." Mengde membalas perkataanku dengan nada yang sengaja ia ayunkan. Membuatku merasa bahwa memang ada sesuatu yang ia sembunyikan.
Namun, langkah kakinya tiba-tiba ia hentikan saat kami berada di area danau kecil ditengah kepungan batang bambu. Tentu hal ini membuat rasa penasaran serta waspadaku berdesir. Namun kuusahakan agar emosi itu tidak terlihat olehnya.
"Naruto, bolehkah kita berhenti sebentar. Aku merasa haus." Ujar Mengde dengan senyum grogi yang terpampang diwajahnya.
"Tentu saja. Aku juga haus." Balasku yang mengeluarkan botol minum khas petualang, mirip seperti botol minum tentara.
Kami berdua pun minum air danau yang menyegarkan itu. Permukaan danau yang jernih serta memamerkan beberapa ikan emas yang berenang kesana kemari menjadi godaan sendiri bagi kedua mataku untuk enggan beranjak dari sana.
"Naruto, apakah di jepang ada tempat seperti ini?" Mengde yang baru saja selesai menenggak air minum dari botol minum bambunya menoleh padaku. Kakinya dibiarkan berendam menikmati sensai dingin menyegarkan danau tersebut.
"Mungkin dibeberapa tempat iya." Jawabku singkat. Memang begitulah kenyataannya. Meskipun negara maju namun jepang masih memperhatikan aspek-aspek lingkungan hidup mereka sehingga keasrian seperti masih bisa diperoleh disana. " Tapi Kunlun punya pesonanya sendiri." Sambungku lagi. Membuat Mengde ber'oh' ria dalam rasa penasarannya akan dunia luar.
"Begitu ya." Mengde tiba-tiba berubah nada bicaranya. "Pesona Kunlun sungguh menarik hati penjelajah sepertimu hingga mau menerobos pegunungan salju itu menggunakan kaos tipis seperti ini?" Tanyanya yang membuatku tertegun sesaat menyadari sesuatu.
"Ya." Jawabku dengan nada tertahan. "Cukup menarik untuk menemukan seorang pemuda yang mencari kayu ditengah kepungan gunung Kunlun sendirian tanpa takut terbunuh oleh Siluman." Ujarku yang membuat Mengde terkekeh. "Apakah keberanian itu warisan dari leluhurmu, Mengde? Atau lebih dikenal dengan nama Cao Cao?" Tanyaku kepada pemuda bertubuh tinggi itu.
"Khu, khu, khu." Mengde, atau yang sekarang kupanggil Cao Cao itu terkekeh mendengar perkataanku. "Tidak kusangka kau mampu menemukanku sejauh ini, Naruto. Atau yang lebih sering dikenal sebagai 'Naga Tanpa Sayap.'" Ucapnya sambil tetap mengisi botol bambu ditangannya.
"Itulah aku." Jawabku singkat.
Cao Cao kemudian menoleh kepadaku. "Kalau begitu, apakah yang membuat orang sepertimu rela mencariku sampai kepelosok seperti ini?" Dari kedua bola matanya aku bisa merasakan dengan pasti bahwa orang ini tidak merasa ketakutan sama sekali berhadapan denganku.
"Khaos Brigade." Jawabku singkat. "Ophis merasa bahwa kau adalah orang yang tepat untuk dipilih sebagai penerima berkat darinya." Ujarku sambil menatap Cao Cao. Mencoba melihat apakah pemuda itu berubah emosinya.
"Ouroboros Dragon menginginkan bantuanku? Sungguh menarik." Ia mengelus dagunya layaknya sedang menimbang tawaranku saat itu juga. Sementara aku memilih diam menunggu reaksi darinya.
"Kuterima..." Cao Cao menyetujui namun memberikan jeda. Membuatku berpikir apa syarat yang ia inginkan. "Tapi biarkan aku mengetes seberapa validka kekuatan Khaos Brigade." Ujarnya sambil beranjak dari tempatnya duduk. kemudian secara perlahan dari tangan kanannya kilauan cahaya putih bersinar dan memunculkan sebuah tombak yang memancarkan aura suci begitu kuat.
"True Longinus. Tombak yang menusuk perut Yesus." Gumamku lemah. Pertama kalinya aku menyaksikan senjata pembunuh Tuhan itu secara langsung. Sebuah energi magis rasanya bersiap melahapku kapan saja bila tidak siaga. Sungguh sesuai dengan peringkatnya sebagai Longinus paling berbahaya diantara ketiga belas benda yang sama gelarnya sebagai alat pembunuh Tuhan.
Cao Cao tersanjung dengan ucapanku. "Aku tersanjung kau mengetahui apa benda ini. Kuharap kemampuanku mampu memuaskanmu, Naruto." Ujarnya yang dalam sekejap menghilang dari pandanganku. Memaksaku untuk bersiaga.
"Oh, reaksimu memang sesuai dengan yang dibicarakan banyak orang."Tiba-tiba saja suara Cao Cao tertangkap oleh telinga kiriku. Sehingga tanpa menoleh membuat telunjuk kananku menembakkan sebuah sinar energi kecil namun mampu membelah tubuh sekali tebas ke arah datangnya suara tadi.
Zrat!
Hutan bambu disebelah kiriku terpotong rapi menjadi dua bagian saat sinar mematikan milikku menghantam mereka. Sementara Cao Cao tentunya berhasil meloloskan diri dari serangan yang memang merupakan pancingan dariku.
"Mau kemana kau?" Dalam sekejap kupercepat langkah kakiku menuju arah larinya pemuda tadi. Saat jarak kami sudah menipis sebuah tendangan gelombang udara kuberikan padanya dari sisi belakang. Namun, refleknya sebagai seorang petarung memang tidak mengecewakan. Seketika itu juga ia berbalik dan menggunakan senjata miliknya untuk menahan seranganku.
"Menarik." Cao Cao tersenyum padaku. Uap panas mengepul dari tombaknya akibat menahan angin pencabik milikku. Sementara barisan pepohonan bambu disekitarnya sudah rata dengan tanah. Dirinya kemudian mengambil langkah cepat menerjang kearahku dan secara ajaib membuat dirinya membelah menjadi enam orang sekaligus.
"Nah, bagaimana caranya kau mengatasi ini?" Dia menantangku. Tubuhku secara refleks menghindari setiap hujaman tombaknya yang tidak kuketahui asli ataupun palsu. Gerakannya begitu cepat untuk ukuran manusia. 'Mungkin Ophis tidak salah memilihnya.' Pikirku saat itu.
"Kenapa? Apakah ini keahlian sosok sepertimu? Apakah kau belajar mengelak sebagai jurus andalanmu?" Cao Cao mencoba memprovokasi diriku sebagai lawannya. Namun, dia berurusan dengan orang yang salah. Kupejamkan kedua mataku, mencoba merasakan aliran energi yang dipancarkan oleh dirinya beserta kloningnya. Memang mirip. Sungguh jurus yang mengerikan bahkan untuk ukuran pengguna Senjutsu tingkat akhir pun belum tentu bisa membedakan tubuh mana yang asli akibat konsistensi energi yang ia bagi pada setiap tubuh.
Namun, aku bisa merasakan bahwa salah satu diantara tubuh-tubuh tersebut memiliki aliran energi yang kurang stabil diantara lainnya. Sehingga dengan yakin kupastikan bahwa tubuh itulah yang merupakan wujud asli Cao Cao.
Grep!
Tepat saat tombaknya melewati wajah sebelah kananku, dengan segera kutahan gagang senjatanya itu. Terasa panas dan membakar. Namun kucoba untuk mengunci beberapa detik pergerakannya sambil menembakkan sinar energi kearah tubuhnya. Jujur, aku tidak setengah-setengah pada hal ini. Justru kalau ia berhasil mengatasi seranganku membuktikan bahwa ia memang pantas bergabung dengan kami.
Dugaanku benar. Dengan cerdik tombak yang ia pegang memancarkan aura suci menyilaukan. Mau tak mau membuatku menutup mata sesaat dan memberinya celah untuk melepaskan diri ataupun menyerang balik.
"Bagaimana kalau ini?!" Cao Cao mencoba menebasku menggunakan tombak miliknya. Aura Suci dari senjatanya itu berpendar membentuk semacam pisau energi. Sungguh senjata yang mengerikan.
'Hmm, sepertinya aku harus sedikit serius.' Pikirku seraya membiarkan senjata mematikan tadi membelah perutku menjadi dua. Yang mau tidak mau membuat Cao Cao sendiri kaget melihatnya.
Namun, Rasa kagetnya sirna saat tubuhku yang membelah itu sirna menjadi partikel cahaya hijau. Berpendar didanau tersebut secara lemah. Membuat sebuah pemandangan indah tercipta.
"Apa ini?" Keturunan Perdana menteri Dinasti Han itu kebingungan menyaksikan sekelilingnya. Akan tetapi, ini baru merupakan permulaan. Partikel yang merupakan pecahan tubuhku itu kemudian bersinar terang. Membuat Cao Cao tersungkur ketanah karena suatu tekanan kekuatan.
"Zero Horizon." Ucapku yang membuat suara bergema disekitar pemuda itu. "Kekuatan ini akan membuat semua energi disekitarnya menjadi netral. Termasuk aura suci serta energi kehidupan milikmu yang akan dipaksa turun kembali ke zona semula." Aku berbaik hati membagi informasi mengenai kekuatanku ini padanya. Lagipula ini berguna untuk memberikan kesan bahwa aku bukanlah orang yang takut unjuk kekuatan.
"S-sial!" Cao Cao merutuk kesal. Dirinya mencoba bangkit namun sekujur tubuhnya lemas akibat mengeluarkan energi kehidupan terlalu kuat sehingga ternetralisir oleh kekuatanku.
Melihat keadaannya yang sudah tidak berdaya, akhirnya pemuda itu memilih untuk menyerah. "Cukup, aku sudah paham kekuatan Khaos Brigade. Aku bersedia ikut denganmu." Ujarnya dengan senyum kepayahan setelah menerima serangan 'menengah' tadi. "Nampaknya banyak hal yang bisa kupelajari darimu dan juga Ophis." Tambahnya lagi yang membuatku tersenyum.
"Baguslah kalau kau memang memiliki semangat belajar." Ujarku senang. "Sekarang kita kembali ke markas. Kemampuanmu menyembunyikan energi serta aura sungguh menyulitkan." Ujarku yang dibuatnya berjalan kaki berbulan-bulan mengelilingi China gara-gara ia menyembunyikan auranya.
Ctak!
Jemariku kujentikkan pelan memunculkan lingkaran sihir yang membuat kami berdua menghilang.
END POV
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Disebuah ruangan bernuansa eropa serta Gotik duduklah dua sosok berbeda jenis kelamin serta penampilan. Salah satu dari mereka merupakan seorang gadis bertubuh mungil, berambut hitam, serta memiliki mata hitam yang memancarkan kehampaan. Sementara itu, disebelahnya duduk seorang pemuda tampan dengan rambut putih keperakan mengenakan pakaian layaknya anak berandal. Keduanya nampak berdiam diri menunggu sesuatu. Atau lebih tepatnya seseorang.
"!" Kedua pasang mata itu tertuju pada pojok ruangan dimana sebuah lingkaran sihir abu-abu muncul dan menampilkan sepasang laki-laki berdiri di sana. keduanya berjalan tanpa banyak bicara menuju gadis dan pemuda tadi.
"Naruto kembali dari misi. " Salah satu dari dua pemuda tadi membuka suaranya. Dirinya menunduk hormat sesaat kepada gadis mungil tadi. kemudian dari sudut matanya ia memberikan isyarat agar rekannya melakukan hal yang sama.
"Cao Cao hadir untuk memenuhi panggilan anda." Pemuda berambut hitam itu menunduk pelan sambil memperkenalkan dirinya.
"Kerja bagus, Naruto." Gadis mungil tadi mengangkat suaranya. " Maaf membuatmu repot sampai sejauh ini. Namun pekerjaanmu memang sesuai dengan jabatanmu sebagai tangan kananku." Rambut hitam panjang gadis itu berkibar pelan ditiup angin yang menyusup keruangan tersebut.
"Semua ini tidak akan terjadi tanpa berkat dari anda, Ophis-sama." Naruto merendah. "Yang penting saat ini kita telah memiliki tokoh kunci untuk mengumpulkan kekuatan." Ujarnya sambil melirik Cao Cao. "Buktikan kemampuanmu untuk menunjukkan bahwa manusia juga bisa menjadi kekuatan yang memiliki keunikan tersendiri."
"Tentu." Cao Cao tersenyum pelan mematuhi perkataan Naruto. Sementara pemuda pirang itu mengalihkan tatapannya kepada laki-laki bersurai perak yang berdiri di samping Ophis.
"Vali, apa hasil pengamatanmu di Kuoh?" Pemuda bersurai pirang itu bertanya pada pemilik rambut keperakan itu.
"Sepertinya perkiraanmu benar. Sekiryuutei memang berada di sana. Begitu juga dengan aktivitas para malaikat jatuh yang meningkat. Pertanda bahwa akan ada hal menarik terjadi di sana." Vali menyampaikan laporan singkatnya yang membuat Naruto segera angkat suara.
"Baiklah kalau begitu. Mungkin ada baiknya aku pergi ke sana sambil mengecek beberapa hal." Pemuda pirang itu kemudian menoleh kepada Ophis. " Apakah anda mengijinkan saya untuk pergi?" Tanyanya dengan nada yang lembut.
"Pergilah." Ophis berujar singkat yang dibalas anggukan oleh Naruto. Pemuda pirang itupun menghilang dalam lingkaran sihir abu-abu miliknya. Meninggalkan ketiga orang tadi dalam diam.
"Sepertinya Naruto seorang yang pekerja keras." Cao Cao mencoba berceloteh untuk memecah kesunyian.
"Dia memang begitu." Vali menjawab singkat. "Misterius namun dinamis. Itulah Uzumaki Naruto." Tambahnya sebelum beranjak pergi dari tempat tersebut.
Sementara itu, Ophis hanya memilih untuk diam. Kedua matanya yang hampa menatap lekat tempat Naruto berdiri tadi.
'Hatinya sudah termakan dendam.'
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Kuoh,
Angin malam bertiup lembut dikota kecil itu. Tanpa disadari sesosok tubuh berdiri diatas sebuah menara pemancar yang menghadap langsung kearah kota. Kedua iris safirnya menatap gemerlap langit malam kota itu sambil memasang tatapan sendu.
"Gremory...Sitri... klan..." Gumamnya sambil memejamkan matanya. "Bau yang sudah lama tidak kucium..." Desisnya pelan diikuti dengan perubahan iris matanya yang menjadi kemerahan.
"Bau para pengkhianat busuk..." Geramnya kesal. Membuat aura kehitaman menguar dari tubuhnya. Membuat malam dikota itu terasa mencekam.
TBC
Ohayou! Bad Sector kembali lagi dengan Side-project baru. Baru lagi? Gak puas lo bikin fic? Oke, untuk fic lainnya author juga lagi kejar supaya bisa selesai. Cuma idenya rada-rada mampet karena ide buat fic ini. Jadi, ketimbang bikin mampet buat fic lain mendingan dipublish aja. Lagipula author kurang puas dengan fic Yujou Sanka yang ternyata mungkin kurang memuaskan reader. Untuk itu author minta maaf m_m. Terlebih lagi author baru aja memulai kehidupan perkuliahan yang ternyata kejam hahaha. Oke, lupakan curahan hati gak jelas tadi. Jadi buat fic ini konsep yang masih author bingung terletak pada POVnya. Menurut kalian enakkan 3rd person atau 1st person? Terus Naruto disini adalah anggota Khaos Brigade. Untuk latar belakangnya akan dibuka perlahan sejalan dengan cerita (meskipun author udah kasih sedikit spoiler diakhir). Konfliknya enggak karena masalah cinta kok. Lebih luas lagi. Terus untuk karakter disini lebih condong ke Gray. Pairing tentunya tidak berfokus pada heroin mainstream dan maaf juga bila gaya penulisannya aneh karena keseringan hiatus. Dan yang paling penting yakni ucapan terima kasih buat para reader yang sudah mau meluangkan waktunya untuk Fav, follow, atau review fic ini. Karena dengan adanya kalianlah author jadi dapat ide. PS: Buat yang nunggu Brand New World (itupun kalau masih ada) author usahain bulan ini atau awal september udah keluar updatenya.
