Kisiki Nagome present,

Fic based on Kagerou Days by Shizen no Teki-P

Past

'The one that you can't hold back'

Warning : Semi-Canon, OOC, Typo(s), etc.

Chapter 1


"Ohayou gozaimasu~ Master!" cengiran lebar tampak pada gadis cyber yang hidup di dalam komputer Shintaro, sebut saja Ene.

"A-ah, ohayou gozaimasu, Ene."

Sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal, Shintaro langsung duduk di depan komputernya seperti biasa. Tangannya dengan lihai langusng memainkan mouse untuk mengecek e-mail yang baru masuk.

"Apa lagi ini?" gumam Shin curiga melihat e-mail tersebut. "jangan bialang ini temanmu, Ene?"

"Ah~! Senangnya kalo bisa begitu. Ayo cepat buka, Master!" jawab Ene dengan semangat seperti biasa.

"Tidak mau," tombol delete pun ditekan oleh Shintaro dengan cepat. "aku tidak mau mengulang kesalahan bodoh untuk kedua kalinya."

"Baka! Cepat buka saja!" ujar Ene tidak sabar dengan menekan tombol pembatal penghapusan e-mail tersebut lalu membukanya.

"H-hei.."

Dan e-mail mencurigakan itupun akhirnya terbuka… Isinya tidak lebih dari kalimat singkat saja. Sangat jauh dari apa yang terlintas dipikiran mereka sebelumnya.

From : alphabertansh

To :kisaragishintar

Subject : Information

Kisaragi-san

Terima kasih atas kerja sama Anda selama ini.

Sebagai ganti atas jasa Anda, kami telah

Mengirimkan sejumlah uang ke rekening Anda.

Terima Kasih,

Alphabertansha

"Ini.. maksudnya apa?" berulang kali Shintaro membaca e-mail aneh yang super singkat itu.

Disisi lain, Ene hanya terdiam. Ia tahu siapa yang mengirim pesan tersebut. Ah, cukup mudah ditebak dengan melihat nama aneh pengirimnya, itu adalah mereka. Sekelompok orang berjubah putih yang mengambil alih tubuh manusianya kemudian digubah menjadi gadis cyber seperti sekarang.

"Ene."

"Heh?" Ene tersentak. Ia tidak sadar bahwa selama beberapa detik barusan, Shintaro terus memperhatikan gadis itu. Sesuatu yang langka bisa melihat gadis berambut biru itu diam bahkan sampai melamun.

"Kau melamun? Ada apa?"

"Tidak. Bukan hal penting…"

"Kau tau maksud dari e-mailnya atau… mungkin pengirimnya?"

"E-eh? Ma-mana mungkin aku tau siapa pengirimnya! Aku saja baru baca e-mail itu tadi. Lagipula namanya terlalu aneh, dan banyak pula nama aneh yang sudah kutemui jadi aku bingung itu siapa."

"S-souka.." mendengar penjelasan panjang lebar dari Ene yang sangat tidak biasa. Shintaro hanya bisa menghela nafas panjang. Ia pun segera bangkit dan mengambil handuk yang tersampir disamping tempat tidurnya, tanpa berkata apapun ia pergi meninggalkan komputer yang masih membuka e-mail misterius tadi.

Kepergian Masternya, membuat Ene bisa sedikit bernapas lega. Ia tidak tahu harus berkata apa jika saja lelaki itu masih ada di depannya. Bukan hanya itu saja, sebenarnya dia sudah memisahkan e-mail lain dari mereka.

From : alphabertansh

To : kisaragishintaro

Subject : Information

Kisaragi-san,

Malam ini kami akan mengambil kembali

Ene. Kami akan mengambilnya nanti malam

Tepat jam 00.00. Terima kasih atas

kerja samanya selama ini,

alphabertansha


"Master! Ayo kita keluar!"

"Tidak mau."

"Kita ke toko komputer!"

"Aku bisa beli online."

"Atau… kita ke markas saja? Ayo! Ayo! Ayo!"

"Panas."

"Cih," Ene mengkerucutkan bibirnya tanda menyerah. Ia mulai merasa kesal pada tuannya yang satu ini. Setiap harinya hanya diisi oleh duduk di depan komputer dan membuat lagu yang selalu berhasil terhapus oleh Ene.

Gadis berkucir biru ini hanya bisa memberenggut tiap kali permintaannya untuk keluar selalu ditolak. Bagaimanapun juga, ia benci harus berada diruangan yang sama setiap harinya. Meski ia tidak dapat merasakan bagaiamana rasanya dunia luar itu, hanya dengan melihat pemandangan baru sekelilingnya saja sudah membuat moodnya kembali baik.

"Tch. Bahaya… harus segera di backup kalo begini. Dimana harddisk ku? Aaah! Sudah terlalu penuh! Gawat... aku harus beli baru nih."

Melihat kegelisahan Shintaro, Ene langsung tersenyum lebar. "Master… ayo kita keluar~"

"Tidak. Aku tidak mau keluar!" Shintaro membantahnya tegas.

"Yakin tidak mau keluar? Bagaimana dengan file ini?" jari telunjuk Ene sudah tertuju pada tanda silang dan bersiap menutup, dengan kata lain membuang file tersebut.

"H-hei, jangan! Baiklah… baiklah… ayo kita keluar."

Dari dalam PC Ene terus berteriak teriak bahagia dan menyerukan segala hal yang-akan-dan-harus-dilakukannya saat diluar nanti. Semakin banyak permintaan Ene semakin berat juga beban dipundak Shintaro. Kepalanya mulai berputar hebat mendengar rentetan permintaan Ene.

"Rasanya aku akan mati sepulang nanti…" gumam Shintaro lirih sambil mengenakan jaket merahnya. "Hei Ene, kau sudah siap kan?"

"Tentu~" teriak Ene dari dalam ponsel. Diambilnya ponsel hitam dari atas meja dengan langkah berat ia memegang gagang pintu kamarnya. Diputarnya secara perlahan gagang pintu tersebut dengan jantung yang berdebar. Ini pertama kalinya setelah sekian lama ia akan kembali berhadapan dengan dunia luar.

Semoga tidak mati dijalan.


"Sudah kuduga, keluar rumah itu ide buruk…"

Baru saja tiga langkah melewati pintu rumah, tubuh Shintaro sudah merapat lagi ke tembok. Namanya juga musim panas, sudah pasti panas bukan? Belum lagi disaat seperti ini Ene masih saja menyerukan berbagai hal mengenai apa-saja-yang-perlu-dilakukan-sekarang.

"Kau berisik sekali sih. Cukup katakan sekali saja, aku dengar semua kok."

Seperti orang gila Shintaro berbicara sendiri dengan ponselnya, lebih tepatnya dengan makhluk didalam ponsel miliknya.

"Iya, iya aku memang berisik," jawab Ene memberengut.

"Oi.." panggil Shintaro pada akhirnya. Rupanya, suasana yang hening ini membuatnya tidak nyaman. Bertengkar dengan gadis biru itu sebenarnya merupakan suatu masalah besar bagi seorang yang bahkan tak pernah berbicara dengan orang lain selain gadis itu dalam jangka waktu lama.

Ene hanya terdiam mendengar panggilan Shintaro. Ia bersembunyi dalam diam di salah satu ruang kosong di ponsel milik Masternya. Raut wajahnya masih sama seperti sesaat sebelum ia dipanggil, memberengut marah. Ia kesal dikatai oleh orang lain yang tak mau menghargai kebebasannya sebagai manusia utuh, bukan sebagai makhluk yang hanya bisa berpindah dari satu gadget ke gadget lainnya.

"Ene…"

Ia masih tak mengacuhkan panggilan kedua kalinya. Dia masih kesal dan terus memikirkan nama nama buruk untuk orang yang selalu ia panggil Master itu. Baka Shintaro, Shintaro no aho, Shintaro wa inu, SaruShin, Hentai Master, tch.

"Hei… kau marah?"

"Ene, aku berbicara denganmu. Katakan sesuatu."

….

"Baiklah, baiklah… maaf untuk itu. Setelah membeli harddisk ayo kita pergi ke tempat yang kau kamu."

…..

"Kau dengar aku kan, Ene? Katakan sesuatu atau batal."

"Janji?"

Gadis ini… batin Shintaro getir. Benar benar sukses membuat orang khawatir!

"T-te-tentu saja," seulas senyum terpaksa terlihat dikedua ujung bibirnya.

"Yeeeaaaaay~! Nanti kita akan pergi ke taman ria, mengunjungi maid café, setelahnya kita akan jalan jalan ke taman kota aja, ah! Ah! Toko baju juga bagus lalu…"

Melalui earphone putihnya, dengan sangat jelas terdengar suara gadis riang yang membuat senyum terpaksa itu berubah menjadi senyuman yang tulus. Ia tak pernah merasa senyaman ini saat berbicara dengan orang lain, setelah kejadian mengerikan yang dialaminya dua tahun kebelakang.

Gadis bersyal merah yang selalu ada dalam kenangan pahitnya itu perlahan berubah menjadi sosok lain yang tak terduga. Siapa sangka, ada orang lain di masa depan seperti ini bisa membuat senyum tulus yang hilang itu kembali…


Akhirnya…

Langkah kakinya sedikit diperpanjang. Tubuhnya yang linglung akibat terlalulama berputar dalam wahana rolling thunder, kini terjatuh lemas diatas kursi taman ria. Nafasnya berat tak teratur, pucat pias wajahnya menghadap langit sambil terpejam. Sial, batinnya. Kalo saja aku tidak menuruti keinginannya tadi, akh!

"Master… kau baik baik saja?" earphone putihnya kembali bersuara.

"A-ah.. aku, baik baik saja.." suaranya terdengar serak dan aneh.

"Suaramu aneh," Ene berkata. "baru juga permainan begitu saja sudah lemas, ck. Payah sekali.."

"Berisik. Sudah kubilang aku tidak suka permainan itu."

"Pa-yah~ ck."

"Diamlah sedikit…"

"Payah. Payah. Payah. Payah…."

"Sudah kubilang, diamlah sedikit!"

Nada suara Shintaro meninggi. Kepalanya yang sudah pening berputar semakin hebat akibat ejekan Ene membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak meledak. Ia mencoba menenangkan dan mengatur nafasnya, seketika perlahan rasa bersalah muncul dalam benaknya. Seburuk apapun ia, tak seharusnya berteriak seperti itu pada gadis di ponselnya itu. Saat kata maaf hendak keluar dari mulut Shintaro, suara Ene terlebih dahulu mengucap kata yang sama.

"Maaf… " suara Ene tidak seriang biasanya. Terdengar dengan sangat jelas ia merasa bersalah. Sekalipun ia adalah hanyalah sebuah virus yang tak bernyawa, ia masih bisa memiliki emosi seperti layaknya manusia.

"Aku hanya ingin membuatmu bersemangat kembali… tapi sepertinya, caraku salah."

Shintaro hanya bisa terdiam mendengar penuturan gadis itu. Entah kenapa dia merasa de javu. Memorinya terputar pada kejadian beberapa tahun kebelakang, dimana ada seorang gadis yang juga mengatakan hal yang sama padanya. Tak ubah juga sikap dinginnnya yang terdengar sangat angkuh sebagai jawaban atas kebaikan hati yang diberikan. Dan karena itulah, ia harus mengalami penyesalan pertamanya. Kehilangan seseorang yang sangat disayanginya tanpa sempat mengatakan 'maaf' atas perbuatannya.

"Aku juga… minta maaf," sambil menelan ludah ia berkata pada akhirnya. Hanya satu niatnya, ia tak ingin mengalami penyesalan yang sama.

Ene sedikit tersentak mendenar perkataan tuannya. Raut wajah Shintaro saat itu menunjukkan penyesalan yang jarang sekali terlihat. Satu kali. Ya, hanya satu kali wajah itu pernah ia tunjukkan pada Ene, itupun terjadi secara tak sengaja. Ketika mimpi buruk tentang seorang gadis yang dipanggil Ayano itu, membangunkannya.

Kening Ene berkerut, antara aneh dan sedih. Ia ingin mencairkan suasana seperti biasa dengan menjadikannya sebagai lelucon yang tak disengaja, tapi disisi lain ia tak bisa. Ia tak pernah melihat Shintaro dengan wajah sesedih itu dihadapannya.

Sudah, hentikan. Kembalilah… kembalilah jadi Shintaro yang dingin dan menyebalkan.

"Master…"

Tak ada jawaban dari yang bersangkutan. Keduanya tenggelam dalam keheningan. Larut dalam perasaan bersalah dan penyesalan masing-masing.

"Shintaro…"

Sang tuanpun akhirnya terbangun mendengar bisikan itu. Namanya dipanggil. Bukan dengan 'master' melainkan nama kecilnya. Dilihatnya layar ponsel yang sejak tadi diam dalam pangkuannya. Disana, terlihat dengan jelas senyuman lembut Ene untuknya.

"… bisa lepaskan earphone nya? Dan merunduklah."

Shintaro melakukan apa yang dikatakan Ene. Earphone putihnya ia letakkan dibalik saku jaket, lalu merunduk mendekatkan ponsel hitam itu ke telinganya.

Dalam diam Ene mendekatkan wajahnya pada telinga Shintaro seraya berbisik.

"Gomennasai… daisuki dayo."

= To Be Continue =


Feel free to review this fic :)