Another Story About Siren
Genre: Romance, Fantasy
Rated: T+
Warning: OOC, Typoo's, DLDR, dll
Disclaimer: Naruto©Masashi Kishimoto
Another Story About Siren©Yara Aresha
Inspirated by story about mermaid
Pair : NaruSaku and other pair in next chapter
Prolouge
Saving
Di balik bebatuan besar. Sakura Haruno masih enggan mengalihkan atensinya, mengamati gerak-gerik pemuda yang berdiri diatas dermaga dengan perasaan was-was. Sesekali pemuda itu memijit pelipisnya dan meringis. Entah apa yang tengah dilakukannya di tepi laut malam hari seperti ini.
Sakura tak mengerti mengapa dirinya begitu peduli pada pemuda berparas tampan itu. Perasaan seperti ini baru pertama kali dirasakan olehnya. Sejak lima belas menit yang lalu pemuda itu datang, tak sedetik pun manik zamrudnya beralih haluan. Sampai saat pemuda itu memegang kepalanya dengan kedua belah tangannya, dan berteriak keras, Sakura tak dapat mendengar begitu jelas apa yang diteriakkan oleh pemuda itu―seperti sebuah nama―karena suara rinai hujan dan petir saling bersahutan bersamaan dengan teriakan pemuda itu.
Sakura memiringkan kepalanya kesamping, menatap sosok yang berdiri tak jauh dari posisinya berada.
Pemuda aneh, pikirnya. Apakah pemuda itu gila? Jika dia tidak gila maka pemuda itu tidak akan melakukan hal konyol seperti saat ini, berteriak tak jelas di tepi laut, ditambah guyuran hujan deras yang membuat tubuhnya basah dalam sekejab.
Kerutan dikening Sakura bertambah saat pemuda itu menutup matanya dan mengambil langkah menuju ujung dermaga. Sakura menggelengkan kepalanya. Jantungnya berdegup dengan kencang, ingin rasanya berteriak kepada pemuda itu, namun suaranya tak bisa dikeluarkan.
Tiba-tiba saja manik zamrudnya terbelalak saat pemuda itu mengambil langkah lebih jauh dan terjatuh dari dermaga. Tubuh jangkung pemuda itu jatuh ke dalam air, dan terhempas ombak begitu saja. Hal ini membuat Sakura tersentak dan gusar, tubuh pemuda itu tak tampak keatas permukaan. Lalu dengan cepat, Sakura menyelam ke dalam air dan mencari sosok pemuda itu.
Sakura menyapu pandangannya ke berbagai arah, menajamkan indera penglihatannya di dasar laut yang gelap itu. Tak butuh waktu lama, karena beberapa detik kemudian, Sakura segera berenang mendekati tubuh pemuda itu yang tak sadarkan diri. Lalu menarik tubuh pemuda itu ke atas permukaan. Membawa tubuh pemuda itu kembali ke atas dermaga.
Jemari tangan Sakura menelusuri garis wajah pemuda itu dengan gemetar, terkesiap, mengagumi betapa sempurnanya wajah pemuda itu dari jarak sedekat ini. Tanpa ragu, Sakura mendekatkan wajahnya dan memberi pemuda itu pernapasan buatan. Bibir pemuda itu begitu lembut, meskipun hal yang dilakukannya sebuah larangan, Sakura tak memedulikannya dan ingin agar pemuda itu selamat. Sakura menjauhkan wajahnya saat pemuda itu terbatuk mengerang. Air yang sempat tertelan pemuda itu kini sudah berhasil dikeluarkan.
Kelegaan hatinya sirna saat pemuda itu tak kunjung sadarkan diri. Sakura semakin gusar dan ketakutan melihat darah yang mengalir di belakang kepala pemuda itu. Bagaimana bisa? Apa pemuda itu terbentur sesuatu di dalam air tadi?
Sakura meletakkan sebelah telinganya diatas dada pemuda itu. Menggeram tertahan saat ritme jantung pemuda itu berdegup samar. Air matanya jatuh tanpa notifikasi terlebih dahulu mengetahui bahwa tak ada yang bisa dilakukannya.
Wajahnya pemuda itu berubah semakin pucat. Sakura kembali membungkukkan tubuhnya dan mempertemukan bibirnya dengan milik pemuda itu, membagi pasokan oksigennya, sementara tangannya merasakan detak jantung pemuda itu yang semakin lemah. Beberapa detik kemudian, Sakura melepaskan bibirnya, masih tak ada tanda-tanda pemuda itu sadarkan diri.
"Ini cara satu-satunya," gumam Sakura, melepaskan mutiara yang melingkar dilehernya, dalam sekejab mutiara itu berubah menjadi sebuah cairan dan mengalir ke dalam tubuh pemuda itu.
Ajaib.
Secara perlahan, pemuda itu membuka kelopak matanya dan membuat kontak dengan Sakura. Manik zamrudnya tak berkedip saat manik biru safir dihadapannya menatap lurus.
Indah.
Sakura menghela napasnya lega, menyeka bulir air mata yang entah mengapa semakin deras mengalir dari sudut matanya, bahagia bisa menyelamatkan nyawa seseorang seperti saat ini, tak seperti kejadian beberapa hari yang lalu, saat dirinya membiarkan sesosok tubuh tak berdaya terkikis lautan.
Sakura tersentak saat pemuda itu bersuara. "C-cantik," kemudian Sakura mengerjapkan matanya beberapa kali, menatap pemuda di depannya dengan perasaan gelisah. Ia bernapas lega saat pemuda itu kembali menutup matanya. Tubuhnya pastilah masih lemah dan butuh proses untuk pemulihan.
Sakura menatap langit yang semakin gelap. Hujan deras pun tampaknya tak akan cepat berakhir. Maka dirinya bergegas segera pergi. Tak ada waktu untuk berlama-lama. Sakura menatap pemuda itu sekali lagi, sebelum dirinya kembali masuk ke dalam air, kembali ke tempat dimana seharusnya dirinya berada―karena ia, Sakura Haruno, Siren terakhir yang mendiami dan menjaga laut Selatan Konoha.
Sakura terpaku melihat reruntuhan di depan matanya. Dahulu, bangunan megah itu terlihat indah, tapi kini hanya menjadi puing-puing dan bagian dari fragmen masa lalu. Dahulu, Sakura dan bangsanya hidup bahagia dan makmur, saling berbagi kasih, menjaga keindahan laut dan alam sekitarnya. Para Siren atau peri laut Selatan Konoha begitu kuat dan selalu membantu nelayan atau siapapun yang terjebak di tengah lautan―tentunya sebisa mungkin merahasiakan keberadaan mereka. Segala sesuatunya sempurna, setidaknya itulah apa yang Sakura dan bangsanya pikirkan, sampai salah satu Siren jatuh cinta kepada seorang manusia.
Setiap detik Siren itu bersandar pada salah satu bebatuan besar dan menyaksikan sesosok manusia di atas kapal besar yang tengah bermalam di tengah laut dan menghentikan pelayaran―mengingat cuaca hari itu buruk. Saat itu Sakura dan beberapa Siren lainnya berpikir bahwa itu hanya semacam rasa kagum sesaat.
Namun, sebuah insiden terjadi beberapa saat kemudian, kapal tenggelam, dan Siren itu menyelamatkan sesosok kapten yang menarik atensinya. Memberikan mutiara miliknya kepada pemuda itu―sama halnya seperti perlakuan Sakura beberapa jam yang lalu. Tanpa diduga, Siren itu telah jatuh cinta kepada sang kapten. Siren itu membawa tubuhnya ke dalam sebuah gua dan merawatnya. Peringatan yang diberikan oleh Raja kepada Siren itu hanya ditanggapi dengan acuh. Maka, selama berhari-hari Siren itu tetap merawat sang kapten. Namun ketika kapten itu membuka matanya dan melihat makhluk setengah-ikan-setengah-manusia, kapten itu ketakutan.
Langsung saja, kapten itu meraih belati yang berada di dalam saku bajunya dan menghunuskan benda tajam itu tepat di dada Siren itu. Siren itu menangis, rasa sakit pada dadanya tak sebanding dengan luka hatinya. Pemuda yang dicintainya ternyata hanyalah seorang yang bengis, sang kapten terus saja menyakiti Siren itu. Memberinya beberapa sayatan pada ekornya, membuat ekornya terluka dan memar. Sehingga Siren itu tak memiliki kesempatan untuk keluar dari gua dan mencapai permukaan air, hidupnya berakhir.
Kejadian tersebut kembali terulang. Bangsa Siren kembali jatuh cinta kepada manusia dan mati ditangan manusia itu pula. Sakura menganggap mereka adalah Siren bodoh yang tak pernah belajar dari pengalaman. Sehingga Siren yang tersisa hanyalah sedikit, mereka hampir punah.
Puncaknya adalah saat keberadaan bangsa mereka diketahui oleh khalayak luas. Beberapa pemburu datang menyelam ke dasar air, menyekap mereka, menggunakan kekuatan Siren itu untuk hal buruk, bahkan mengawetkan tubuh Siren itu menjadi sebuah patung. Manusia yang merasa bahwa keberadaan Siren merupakan ancaman akhirnya menembakkan peluru meriam ke dalam laut Selatan Konoha. Tempat mereka hancur, beberapa diantara mereka mati―begitu pun kedua orang tua Sakura. Sedangkan Siren lainnya yang berhasil menyelamatkan diri memutuskan untuk bermigrasi ke laut yang dirasa lebih aman. Munculah kesimpulan bahwa makhluk fana tak bisa mencintai Siren.
Namun ternyata, Sakura bersikukuh enggan meninggalkan tempat asalnya tersebut. Ia ingin tetap tinggal disana. Menjaga laut Selatan Konoha yang semakin rapuh. Kekejaman manusia itu tak membuatnya gentar. Sakura yakin masih ada sesosok manusia fana yang memiliki hati dan bisa menerima keberadaan bangsa mereka.
Sakura mengerjapkan matanya yang mulai berkaca-kaca dan berenang menjauh dari reruntuhan. Ini keputusannya dan ia tak akan menyesalinya. Ia harus kuat.
Seminggu kemudian, Sakura kembali muncul ke atas permukaan air. Mengamati keadaan sekitar. Zamrudnya berbinar cerah saat ia kembali melihat sesosok pemuda yang diselamatkannya tempo hari. Manik biru safirnya terlihat mencari sesuatu, pemuda itu mondar-mandir tak jelas di atas dermaga. Mencondongkan kepalanya ke bawah air, kemudian menyapukan pandangannya kesekeliling. Sakura bersembunyi di balik batu besar dekat dermaga. Ketika sesosok pemuda asing menghampiri pemuda bermata biru safir itu. Sakura harus berhati-hati, keberadaannya tak boleh diketahui.
"Naruto, ayo kita pergi!" pemuda berambut raven itu berteriak ke arah pemuda yang tengah dirundung rasa penasaran.
Naruto? Apakah itu namanya? Nama yang aneh. Sakura berusaha untuk menahan tawanya dan kembali menatap kedua orang pemuda itu.
"Tidak, aku ingin melihatnya." pemuda yang dipanggil Naruto itu merespon dan menggelengkan kepalanya.
Pemuda raven menyipitkan matanya dan menghela napas. "Kau terus seperti ini selama seminggu, kau masih penasaran dengan wanita itu? Sudahlah, percuma. Dia tidak ada," katanya.
Naruto menatap pemuda raven itu dengan jengah, dan berhenti mencari. "Yeah, dia tidak ada sekarang. Tapi aku yakin bahwa dia akan datang."
"Dobe, wanita yang kau lihat itu mungkin bagian dari imajinasimu," pemuda raven semakin bosan menghadapi sifat sahabatnya itu.
"Dia ada, Sasuke! Dia menyelamatkanku," Naruto menatapnya tajam.
Sasuke melipat kedua belah tangannya di depan dada, manik obsidiannya tak kalah tajam menatap menatap manik biru safir di depannya. "Jika dia berniat menyelamatkanmu, dia akan membawamu ke rumah sakit. Tidak meninggalkanmu di atas dermaga dengan darah yang menetes dari kepalamu! Kau hampir mati, dobe."
"Dia menyelamatkanku, mungkin dia terburu-buru atau semacamnya, sehingga dia pergi meninggalkanku begitu saja," Naruto tetap bersikukuh. "Kau tahu? Aku mencoba bunuh diri malam itu."
Manik obsidian itu terbelalak lebar. "Oh, demi apapun! Bisakah kau bersikap dewasa? Bunuh diri? Jangan bilang kau melakukan itu karena masalah keluargamu!" bentaknya.
Naruto terkekeh dan menggaruk bagian tengkuknya yang tak gatal, hal ini biasa dilakukannya saat gugup. "Dia cantik Sasuke. Rambut merah mudanya yang membingkai wajahnya dan mata zamrudnya begitu indah, perpaduan yang sempurna. Aku tidak bisa melupakannya."
Sasuke mendesah putus asa. "Apapun, kita kembali sekarang!" ujarnya seraya melangkah menjauhi dermaga. Naruto akhirnya mengangguk dan mengikuti Sasuke, sebelumnya ia menyempatkan untuk melirik batu besar di samping dermaga tempat dimana Sakura bersembunyi. Keningnya mengerut, menatap batu itu dengan seksama, kemudian menggelengkan kepalanya dan mensejajarkan langkahnya dengan Sasuke.
Disisi lain, Sakura menghela napasnya lega. Hampir saja keberadaannya diketahui oleh pemuda yang ditolongnya itu. Sakura menyentuh dadanya yang derdetak lebih cepat dari biasanya.
"Apa ini yang disebut dengan cinta?" gumamnya entah pada siapa.
.
.
.
End of Prolouge
Cat: Siren adalah tokoh mistis yang disebut sebagai peri laut, memiliki tubuh setengah ikan (bagian ekornya) dan setengah manusia (bagian atasnya) semacam mermaid.
AN: Yaaaa ampuni saya yang buat ff baru dan membiarkan ff yang lain terbengkalai *plak* otak saya benar-benar ingin menyalurkan imajinasi liarnya *?* tapi ff lain masih akan tetap di update ko :D setelah saya selesai sidang skripsi tanggal 25 juni ini . *curcol* minta doanya ya minna~~ semoga pengujinya gak killer deh -_-" dan berjalan dengan lancar :) *oke abaikan saja AN abal ini* sampai nanti :3
