"Boboiboy, boleh minta tolong?"

.

.

"Boboiboy, aku boleh minta ini?

.

.

"Boboiboy! Kau mau ke kantin? Titip beli cappucino, roti bakar, sama kentang goreng balado tiga ya! Makasih,"

.

.

"Boboiboy! Aku tidak mengerti soal ini! Ajari aku!"

.

.

"Boboiboy, jangan terlalu baik, nanti orang lain banyak memanfaatkan mu. Btw, nanti temani aku ke perpustakaan setelah pulang sekolah ya.."

.

.

.

"..."

.

.

"Ya"

.

.

Disclaimer: Boboiboy © Monsta

.

.

Apa? Kalian berpikir aku ini maid? Pembantu? Pesuruh? Anak bullyan?

Bukan

Kenapa? Mereka menyuruh ku? Dan aku mau melakukannya?

Salah

Manusia selalu menilai seseorang dari luar saja.

Kenapa? Aku salah?

Terserah, ini hanya pendapatku.

Mereka mengatakan suatu hal padaku. Permintaan. Lalu aku mengangguk dan melakukan yang ia minta. Untukku.

Kenapa?

Manusia itu pemalas, apalagi yang sedang tren sekarang dengan istilah 'mager'. Salah satu penyebabnya adalah teknolongi. Teknologi membuat mudah semuanya. Ada alasan lelah, jauh, mengantuk dan sebagainya. Padahal tubuh kita perlu banyak bergerak.

Tentu saja keuntungan berada di pihak ku. Lihat mereka yang meminta kepadaku. Asyik bermain gadget sambil tiduran. Sesekali mengambil keripik kentang yang sampah kantungnya sudah berserakan di sekitar mereka.

Jadilah mereka kudanil gendut.

Minta tolong? Ini, itu, begini, begitu?

Terkadang hal yang sangat sulit dan mendesak memang harus meminta tolong kepada orang lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun, karena sifat malas yang melekat pada diri mereka membuat segala hal menjadi sangat sulit dan mendesak.

Dia hanya meminta ambilkan pulpen di atas meja guru. Hanya tiga meter dari tempat duduknya berada.

"Ambil sendiri lah," ujarku cuek. Dia cengengesan. "Ayolah kawanku yang tampan, kalau kamu membantu, bisa dapat pahala. Aku baik kan?"

Jangan lupa, manusia selalu punya alasan untuk membela dirinya. Terkadang mereka mencari teori-teori yang masuk akal demi membela dirinya -yang salah. Mereka menggunakan segala cara demi diri mereka.

"Thank's ma bro! Malas ambil kesana. Dah pw,"

Mungkin mereka kira, aku mudah dibodohi. Seperti yang kukatakan tadi, akulah yang mengambil keuntungannya. Jika orang lain tahu keuntungannya, mungkin mereka sudah berebut mengambilkan pulpen di atas meja guru. Atau bahkan dia mengambil sendiri pulpennya. Yang kulakukan tidak lain hanyalah demi keuntungan ku.

Dan sebenarnya.

Asal kalian tahu.

Akulah yang paling jahat dalam hal ini.

Aku membiarkan teman-temanku malas, tidak mau berusaha dan lemah. Aku membiarkan mereka tertinggal. Aku membiarkan mereka menjadi mangsa zaman. Aku membiarkan mereka bertekuk lutut dengan kehidupan buruk mereka.

Aku jahat?

Benar sekali.

Tapi kenapa kini aku masih tersenyum di balik itu semua, menatap teman-temanku yang sebenarnya tersiksa didalam aquarium dunia?

Sudah ku bilang, manusia hanya menilai dari luar.

Yah, anggap saja aku ini bermuka dua.

Mereka tidak mengetahui -dan mungkin memang tidak ingin tahu sifatku sebenarnya.

Kenapa?

Aku tidak percaya dengan mereka.

Lihatlah sekarang, semua orang mau berteman denganku. Jika aku melakukan kesalahan sedikit saja, tiba-tiba mereka menjauhi ku.

Teman itu mahal. Kamu harus berusaha agar banyak menyukaimu. Dunia itu timbal balik. Berbuat baik supaya orang lain baik padamu.

Berusaha untuk dicintai.

Mungkin itu juga hal yang kurasakan.

Dunia itu memang kejam.

.

.

.

"Kakak"

Tepukan tangan mungil mendarat di pipi ku. Aku kembali ke dunia. Seorang anak perempuan berambut pirang duduk manis di sampingku. Iris birunya menatapku heran.

"Ayo makan, nanti sayurnya dingin loh," Ucapnya.

"Memang sudah dingin, nih, panaskan lagi," aku menyerahkan mangkuk berisi sayur bayam kepadanya. Dia mendelik sebal.

"Tidak mau! Kakak saja yang panaskan! Salah sendiri," dia mengabaikanku, mulai menyuapkan sendok ke mulutnya. Tak pernah ada orang yang bersikap seperti itu padaku selain anak ini.

Aku tersenyum miring. "Ya sudah, kakak tidak jadi makan,"

Hanya beberapa kata pilihan yang kuucapkan, ia gesit mengambil mangkuk ku.

"Iya deh!" Wajahnya bersungut-sungut. Aku tertawa, memandangi punggung adikku yang berusia 7 tahun itu beranjak menuju kompor.

"Kakak hanya bercanda Ochobot.. H-hey! Tidak usah dipanaskan!"

.

.

.

Author's note:

Entah apa yg membeset kepalaku sampai bikin cerita ini. Dibikin enjoy aja ya.. please review bila berkenan. Thank yg udh mau baca :-D