Gadis bermarga Do itu tengah sibuk mengumpat setiap kali melihat selembar kertas tebal berwana merah muda yang terjepit oleh jari mungilnya. Kertas itu Kyungsoo dapatkan dari seorang pria yang tak sengaja ia temui tadi siang berkat insiden tabrakan yang mengakibatkan churros yang ia dapatkan dengan mengantri selama setengah jam, jatuh berserakan. Ia tidak mungkin 'kan harus kembali mengantri untuk satu porsi churros dan menunggu puluhan orang di depannya selesai?

Dan apa lagi yang lebih mengesalkan dari menatap churrosnya di atas tanah? Tentu saja pria sinting itu! Pria yang mengenakan masker dan penutup kepala itu hanya menunduk sekilas, lalu bersiap untuk melenggang pergi kalau saja Kyungsoo tidak cekatan menggerakan tangan untuk menarik hoodie yang pria itu kenakan. Tentu saja pria itu harus bertanggung jawab bukan? Atau setidaknya meminta maaf karena telah menjatuhkan makanannya meskipun tanpa sengaja.

Kyungsoo sempat terpesona saat pria itu menurunkan masker dan penutup kepalanya sehingga menampilkan wajah yang demi Tuhan, sangat sempurna! Wajah tampan itu terpahat dengan bentuk yang sangat pas. Mata besarnya yang berwarna abu-abu seakan menghipnotis Kyungsoo untuk tetap diam terpaku dengan tangan yang menggenggam erat lengan hoodie yang pria tampan itu kenakan. Kyungsoo baru tahu kalau ada pria tampan selain Oh Sehun, pemain baseball idolanya semasa kuliah. Mantan kekasihnya. Bahkan pria ini dua kali jauh lebih tampan dari Sehun.

Semua kata pujian yang ada dalam kepala Kyungsoo musnah seketika kala pria itu mengangkat wajahnya dengan angkuh seraya mengeluarkan kertas yang Kyungsoo pegang saat ini dari dalam dompetnya. Pria itu hanya berkata, "Gunakan ini. Ini bahkan bisa mengganti hingga satu food truck churros. Aku tidak punya waktu untuk mengantri." Dan setelah memastikan kertas itu ada di tangan Kyungsoo, pria tinggi itu menepis tangan mungil yang masih bertengger pada pakaiannya. Ia membenarkan kembali letak masker dan tudung hoodienya, kemudian benar-benar pergi meninggalkan Kyungsoo yang masih tercengang kaget karena bukan kata maaf yang ia terima melainkan sebuah lelucon.

Ingin sekali Kyungsoo menendang pantat atau berteriak untuk menyumpah serapahi pria tampan yang dalam sekejap sudah ia catat di daftar blacklistnya. Namun saat melihat kondisi taman yang sedang ramai, ia mengurungkan niat anarkis yang berkelebatan di dalam kepalanya. Tidak lucu kan, kalau ia di anggap gila karena berteriak dan mengumpat atau menganiaya seseorang hanya karena menjatuhkan churros? Alhasil, Kyungsoo hanya bisa menggertakkan gigi sambil menatap sebal punggung pria jangkung yang kini terlihat memasuki sebuah van hitam.

"Oh Tuhan! Kenapa aku harus bertemu pria menyebalkan itu?" Gumam Kyungsoo masih sangat kesal.

"Kau mengatakan sesuatu?" Tanya gadis cantik bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya. Ah, Kyungsoo terlalu asyik melamun dan melupakan kalau ia tengah menonton film bersama sahabatnya, Byun Baekhyun. Ini sudah menjadi agenda setiap Sabtu malam untuk menghabiskan waktu bersama. Baekhyun selalu datang dari Sabtu pagi dan berujung menginap di flatnya. Atau sekali-kali Kyungsoo yang datang ke apartemen gadis yang sama mungil dengannya itu.

"Ah, tidak. Aku hanya-"

"Tunggu!" Baekhyun merebut kertas itu dari tangan Kyungsoo dan langsung menatapnya tajam hingga membuat kening Kyungsoo berkerut bingung. "Dari mana kau mendapatkan ini?"

Kyungsoo mengangkat bahu lalu mengambil ember popcorn yang ada di pangkuan Baekhyun. "Seorang pria memberiku itu. Katanya, dengan selembar kertas mainan itu aku bisa membeli satu food truck churros. Cih! Benar-benar orang sinting!"

Baekhyun beringsut mendekat dengan tak sabaran hingga menabrakkan lengannya dengan lengan Kyungsoo. Ia mengotak-atik layar ponselnya lalu menunjukkan foto seorang pria. "Apa pria ini yang memberikannya padamu?"

"Huh? Bagaimana kau tahu?" Ujar Kyungsoo tercengang. Ia mengenalinya hanya dalam satu kedipan. Di dalam foto, pria itu berpose candid dengan setelan yang sama seperti saat bertemu Kyungsoo tadi siang. Namun kali ini tanpa masker dan tudung hoodie yang menutup sebagian wajahnya. Pria itu tampak menyunggingkan seulas senyum yang mencetak lekukan di pipi kirinya. Ya, harus Kyungsoo akui kalau pria ini sangat menawan saat tersenyum seperti itu. Tapi tetap saja, titel pria menyebalkan akan terus melekat untuknya.

"Kau serius tidak tahu siapa dia?"

Kyungsoo menggeleng. "Dan Baek, berhenti membuat matamu melebar seperti akan keluar dari kelopak matamu. Aku hanya bertemu seorang pria sinting yang mengatakan lelucon dengan selembar kertas. Aku bahkan tidak menyangka kalau kau mengenalnya. Oh, dan sebaiknya kau katakan padanya jangan bersikap sok ganteng hanya karena dia memiliki banyak uang. Lagi pula-"

Baekhyun menghentikan ocehan Kyungsoo dengan membekap bibir sahabatnya dengan wajah yang.. bisa di bilang agak menyeramkan karena kini kedua matanya menatap lurus di depan mata Kyungsoo. Sebenarnya kenapa dengan gadis Byun ini? Tuhan! Dosa apa Kyungsoo, sehingga memiliki sahabat seaneh Baekhyun?

"Ini bukan lelucon, Kyungsoo!" Ujar Baekhyun kini meraih pipi gembil Kyungsoo. "Katakan kau menang lotre apa sehingga bisa bertemu dengan Park Chanyeol dan mendapatkan kupon ini?"

"Baek, apa yang sedang kau bicarakan?"

"Kyungsoo, itu bukan lelucon. Kupon itu memang bisa kau gunakan untuk membeli makanan apapun dan bisa di gunakan di semua tempat makan di Korea tanpa ada batasan waktu dan juga tanpa ada batas maksimal. Jadi siapapun yang mempunyai kupon itu bisa memesan sebanyak yang ia inginkan. Park Chanyeol memberikan itu untuk para fansnya yang beruntung. Namun bukan itu yang menjadi poin utama yang membuat kupon itu terlihat sangat spesial.." Baekhyun menyatukan keningnya dengan Kyungsoo. "kupon itu hanya di cetak sebanyak tiga lembar dan siapapun yang memilikinya bisa mengajukan permintaan kencan sebanyak satu kali bersama Park Chanyeol. Sang Bintang Korea!"

Mungkin harusnya Kyungsoo menari saat ini untuk merayakan keberuntungannya. Bayangkan saja! Dari ratusan ribu penggemar aktor tampan yang Baekhyun sebut itu, ia menjadi salah satu dari tiga orang yang sukses membuat mereka mendesah kecewa dan mungkin ingin menenggelamkan Kyungsoo sekarang juga. Namun pertemuannya dengan Chanyeol malah membuatnya ingin merobek atau bahkan membakar benda sialan ini.

Kyungsoo mendorong Baekhyun karena merasa risih dengan kelakuan dramatis sahabatnya yang menyatukan kening seperti di dalam adegan drama. "Aku malah berfikir untuk membuangnya."

"WHAT?!"

Ya, harusnya Kyungsoo tidak memancing gadis Byun ini untuk memekik semelengking saat ini. Ia tahu bahwa telinganya akan langsung berdenyut nyeri bahkan mungkin bisa saja sampai rusak kalau setiap hari mendengar lengkingan suara Baekhyun yang semakin hari semakin naik oktaf. Beruntung mereka hanya bertemu satu minggu sekali.

"Kyungsoo, katakan kau tidak akan melakukannya! Dari pada membuangnya lebih baik kau berikan padaku. Aku memang telah pensiun dari fandom penggemar Chanyeol karena Kai tidak menyukainya. Tapi persetan! Kau tahu, ini kesempatan langka untuk bisa berkencan dengan aktor yang sangat populer dan baik hati seperti Park Chanyeol! Oh, Tuhan! Aku masih tidak percaya kalau kau yang mendapatkan kupon terakhirnya." Lanjut Baekhyun.

Baik hati? Cih! Apa para penggemarnya itu sudah buta? Fikir Kyungsoo. Mana ada pria baik hati yang tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan kata maaf setelah berbuat salah? Itu lebih terlihat seperti pria yang tidak tahu sopan santun. Atau mungkin karena pembagian kupon ini? Bukankah itu hanya pencitraan untuk mendapatkan perhatian publik sehingga namanya semakin melambung tinggi?

"Aku fikir orang yang sudah keluar dari fandom tak akan tahu informasi sebanyak itu."

Baekhyun nyengir lebar. "Sebenarnya aku tidak benar-benar serius saat berkata akan meninggalkan fandom. Aku tetap mencari tahu informasi tentang Chanyeol tanpa sepengetahuan Kai. Dan sejauh ini aku rasa semuanya berjalan baik selama kau tutup mulut." Baekhyun terkekeh saat membuka rahasia yang selama ini ia simpan sendiri dan akhirnya bocor karena begitu terkejut dengan apa yang Kyungsoo dapatkan. Mata sipitnya kembali berbinar saat menatap kupon di tangannya yang lentik.

Kyungsoo menoyor kepala Baekhyun yang sepertinya tengah di penuhi oleh bayangan indah berkencan dengan sang idola, pujaan setiap wanita-kecuali Kyungsoo. Ia meraih kembali kuponnya. "Nona Byun, kau tahu aku tidak akan membiarkan pacar agresif dan over protektifmu itu menguburku hidup-hidup saat tahu bahwa akulah penyebab kau kembali berfangirl ria."

"Kyung, jangan membuangnya! Aku bersumpah tak akan memaafkanmu!" Teriak Baekhyun saat melihat Kyungsoo berlalu dari sampingnya menuju kamar tidur. "Do Kyungsoo, aku bersungguh-sungguh!"

.

Kyungsoo menginjakkan kaki di halaman sebuah rumah yang telah menjadi tempat tinggal selama tujuh belas tahun hidupnya. Rumah ini tidak pernah berubah dari tahun ke tahun, masih terlihat sama dengan pekarangan yang selalu di hiasi tanaman yang terawat dengan baik. Di teras, pot bunga tersusun dengan rapi dan bunga-bunganya terlihat segar berkat si pemilik yang rajin menyemprot dan juga memberi asupan pupuk. Di sebuah taman bermain di samping rumah terdapat perosotan, ayunan dan jungkat-jungkit yang sewaktu kecil sering ia gunakan bermain bersama teman-teman lainnya. Semuanya masih sama seperti saat Kyungsoo pergi tujuh tahun yang lalu.

"Apa kau hanya akan terus berdiri disitu?" Sapa seorang wanita paruh baya di depan pintu masuk. Wanita itu terlihat tersenyum lalu merentangkan kedua tangan untuk menyambut Kyungsoo yang berjalan menghampirinya. Mereka berpelukan erat seperti sedang melepas rasa rindu.

"Bibi Kim, aku merindukanmu!" Ujar Kyungsoo mempererat pelukannya. Seperti halnya keadaan rumah, pelukan bibi Kim juga tidak pernah berubah. Selalu hangat dan membuat nyaman layaknya pelukan seorang ibu terhadap anaknya. Bibi Kim memang sudah menjadi ibu bagi Kyungsoo sejak ia di terlantarkan di depan pintu kayu bercat putih itu dua puluh empat tahun lalu, bersama keranjang dan selembar kertas yang di tulis oleh ibu kandungnya.

"Kau berkata merindukanku, tapi baru berkunjung setelah hampir satu tahun penuh tidak memberikan kabar."

"Oh, bibi Kim! Maafkan aku. Sekarang gadis kecilmu sudah berubah menjadi wanita pekerja keras dengan segudang kesibukan yang tak ada habisnya."

Bibi Kim tertawa lalu menyeret Kyungsoo masuk ke dalam rumah dan langsung di sambut pekikan riang anak kecil yang sedang berkumpul di tengah ruangan. Mereka berlari saling mendahului untuk menyerbu Kyungsoo dengan pelukan dan ciuman. Kyungsoo menyambut mereka dengan merentangkan tangan mencoba memeluk mereka meskipun tangannya tak cukup panjang untuk bisa mendekap kurang lebih sepuluh anak yang telah menempel padanya.

"Unni, sekarang aku sudah bisa mengikat rambutku sendiri." Ujar anak perempuan berkuncir kuda di samping kanan Kyungsoo.

"Ow, benarkah? Hebat sekali, Joy!" Jawab Kyungsoo sambil mencubit pipi gadis kecil itu lembut.

"Nuna! Aku sudah bisa mengikat tali sepatuku sendiri." Sahut anak laki-laki lainnya tak mau kalah.

"Aku sudah bisa memakai sepeda roda dua!"

"Aku juga! Aku juga!"

Satu persatu dari anak-anak itu menceritakan kemampuan baru mereka kepada Kyungsoo. Dan wanita itu mendengarkan dengan seksama sambil sesekali mengusak atau mengelus rambut mereka dengan sayang. Seharusnya orang tua mereka yang mendengar celotehan anak-anak pintar ini.

"Anak-anak, ayo selesaikan dulu gambar kalian. Setelah itu kalian boleh bermain." Ujar bibi Kim yang langsung di sambut sorakan riang. Anak-anak yang mengelilingi tubuh mungil Kyungsoo, kini berbaris untuk mendapatkan satu kecupan di pipi sebelum kembali ke ruang tengah untuk melanjutkan kegiatan mereka.

"Kyungsoo, duduklah dulu. Biar bibi ambilkan minum untukmu."

Kyungsoo mengangguk dan bibi Kim berlalu menuju ke dapur. Namun karena rindu akan tempat ini, Kyungsoo memutuskan untuk berjalan-jalan untuk mengamati bagian dalam panti. Ia mengingat kenangan-kenangan masa kecilnya dahulu yang penuh dengan keceriaan. Mata bulat Kyungsoo menelusuri seluruh penjuru ruangan dan berhenti tepat di jendela yang mengarah ke taman, dimana seorang anak laki-laki tengah menumpukan dagu di atas tangannya yang terlipat di kusen jendela. Ia memandang lurus ke arah wahana bermain dengan raut sedih yang tak bisa di sembunyikan. Kyungsoo mendekat dan berlutut di sampingnya.

Pria kecil yang sepertinya baru berumur tujuh tahun itu menoleh saat Kyungsoo menyapanya. Berbeda dari anak-anak yang Kyungsoo temui tadi, bocah laki-laki ini terlihat tak ingin menanggapi Kyungsoo. Ia malah kembali menopang dagu tak menghiraukan kehadiran Kyungsoo. Sepertinya ia baru masuk kesini dan belum terbiasa tinggal bersama orang asing.

Kyungsoo menarik tubuh mungil itu agar menghadap kepadanya. Ia sempat terpana saat melihat bagaimana mata jernih anak itu menatapnya dengan lembut, membuat ia tak kuasa menahan seulas senyum. Anak ini sangat tampan dan terlihat tidak asing bagi Kyungsoo. "Siapa namamu, hm?"

Mata sipit yang berkedip-kedip itu menunjukkan keraguan namun akhirnya menjawab dengan suara yang hampir tak bisa Kyungsoo dengar. "Woozi."

"Woozi? Ow, nama yang bagus." Puji Kyungsoo. "Nah, Woozi, kenapa disini sendirian? Tidak ikut menggambar bersama teman-teman?"

Woozi menggeleng. "Woozi menunggu mommy menjemput."

Oh, rasanya sesuatu meremas jantung Kyungsoo saat melihat anak laki-laki ini menunduk untuk menyembunyikan air mata yang menggenang di pelupuk matanya sesaat setelah mengatakan kalimat itu. Bagaimana bisa begitu banyak manusia yang menelantarkan anaknya seperti ini? Apalagi untuk anak yang sudah bisa mengingat bagaimana sosok orang tua dalam hidupnya. Pasti tempat ini terasa begitu mengerikan.

"Menunggu sendirian sangat membosankan, bukan? Lebih baik ikut bergabung dengan teman-teman. Apa kau sudah berkenalan dengan mereka?" Kyungsoo tersenyum ketika anak itu menggeleng. "Baiklah, ayo kita berkenalan dengan teman-teman."

Kyungsoo mengajak Woozi untuk bergabung bersama anak-anak lain yang sedang menggambar. Pada mulanya, anak itu tak ingin melepaskan genggamannya pada tangan Kyungsoo. Tapi setelah Joy menghampiri mereka untuk menunjukkan gambarnya sambil berceloteh riang, akhirnya Woozi mau bergabung dan ikut mewarnai gambar milik Joy. Beruntung Joy adalah anak yang periang sehingga ia tak malu-malu mengajak Woozi bercanda dan berhasil membuat pria mungil itu tersenyum. Kyungsoo sedikit lega. Setidaknya, dengan begitu Woozi bisa melupakan sejenak ingatan tentang ibunya yang mungkin tidak akan pernah datang menjemput.

"Aku menemukannya menangis di pinggir jalan sana kemarin sore. Anak ini di bekali koper dan juga uang yang sangat banyak." Tutur bibi Kim menyodorkan gelas berisi minuman rasa buah kepada Kyungsoo. "Sepertinya dia anak orang berada."

"Tidak perduli orang tuanya orang kaya ataupun miskin, yang namanya menelantarkan anak di panti asuhan adalah kesalahan yang tak layak di ampuni. Apalagi ini, meninggalkannya di pinggir jalan. Semoga siapapun yang melakukannya segera membusuk di neraka." Kyungsoo mengeratkan genggaman pada gelasnya dengan penuh amarah. Ia memang sensitif kalau sudah menyangkut kasus seperti ini. Bukan apa-apa, karena ia sendiri merasakan bagaimana rasanya di buang dan tak diinginkan. Bagaimana ia harus menerima ejekan dari teman sekolah karena ia berstatus anak panti asuhan. Itu bukan hal yang mudah untuk menghiraukan semua kata-kata yang terasa menusuk-nusuk jantungnya. Beruntung ia memiliki ibu panti seperti bibi Kim, yang selalu menasihati dengan sabar setiap kali ia menangis sepulang sekolah. Dan setelahnya ia bisa kembali tersenyum dan siap untuk menghadapi kerasnya hidup.

Bibi Kim meremas pundak Kyungsoo untuk menenangkan gadis berwatak keras itu. "Woozi akan bahagia tinggal disini. Sebagaimana kau, yang selalu ingin kembali ke tempat ini."

"Aku tahu. Itu memang keahlianmu untuk membuat anak-anak asuhmu enggan meninggalkan tempat ini." Balas Kyungsoo dengan senyuman jenakanya.

.

Anak-anak itu bersorak saat melihat sebuah food truck terparkir di halaman panti tempat mereka tinggal. Dari mana asalnya truk makanan ini? Tidak salah lagi, itu pesanan Kyungsoo yang di bayar oleh uang Chanyeol.

Jadi, tadi ia coba-coba menggunakan kupon ajaib itu di restoran cepat saji yang terdekat dari panti, karena Baekhyun bilang ini bisa di gunakan di tempat makan manapun dan tanpa ada limit tertentu. Kyungsoo sempat ragu kalau-kalau nanti ia akan di anggap sinting karena membayar dengan selembar kupon tak berarti, sedangkan ia tak punya uang sebanyak itu untuk menyewa truk makanan. Tapi ternyata kupon ini memang benar-benar bisa di gunakan. Kyungsoo hanya perlu mengisi data yang ada di balik kupon itu. Sekaligus untuk menandai bahwa ia pemilik dari kertas ajaib itu.

"Tenang anak-anak! Jangan ribut!" Ujar Kyungsoo sedikit lantang agar anak-anak kecil itu berhenti membuat gaduh. "Sekarang kalian berbaris sesuai urutan seperti biasa, oke? Jangan dorong-dorong! Semuanya pasti kebagian."

"Iya!" Seru anak-anak itu dengan kompak. Sesuai dengan arahan Kyungsoo, mereka berbaris sesuai urutan absen mereka setiap hari. Dengan begitu, tidak akan ada yang berebut posisi ingin duluan dan berakhir ricuh. Inilah yang selalu bibi Kim lakukan untuk mengatur anak-anak asuhnya sejak jaman Kyungsoo kecil dahulu. Dan sekarang kedisiplinannya menular kepada Kyungsoo.

Kyungsoo menilik satu persatu anak yang sedang berbaris, namun ia tak menemukan Woozi di dalam barisan itu. Ia bertanya kepada Joy yang sedari tadi bermain bersamanya, tapi gadis kecil itu juga tidak tahu. Kyungsoo putuskan untuk kembali ke dalam untuk mencari Woozi. Dan Kyungsoo lega saat menemukan anak itu masih asyik mewarnai gambarnya, bukan merenung di jendela menunggu ibunya datang. Itu menyesakkan.

.

.


TBC or DLT?

Halo! Aku kembali dengan fanfic Chansoo berchapter hehe

Ini ceritanya masih ongoing, ya. Karena lagi stuck, aku putusin buat up chapter pertama dulu. Pengen tau, ada yang mau baca apa engga hehe

Seperti biasa, review sangat di tunggu untuk kelanjutan cerita:))

Terimakasih^^