Dear, God, Are You There?

Disclaimer: Masashi Kishimoto sensei, and this fic is mine

Warning: AU, OOC, chara death.

A/N: Awalnya fic ini untuk KatouChii, Cyrille-ve, juga Aru Hasegawa dan closefriend-ku yang nggak bisa aku sebutin langsung karena bakal jadi fic baru. Don't like don't read. If you don't like the chara and the pairing better don't read this one. I've warned you and I never ask for flame. Hope you enjoy it, Minna-san.

~~~Chapter 1: Be A Close Friend~~~

Itachi mengetuk pintu sebuah rumah sederhana yang amat ia kenal dan sudah sangat sering ia datangi. Hari sudah sore dan awan mendung mulai menaungi langit yang seharusnya cerah apalagi dimusim panas begini. Tapi bahkan ramalan cuaca pun akan banyak diprotes karena prakiraan cuaca untuk hari ini ternyata salah total. Dan jika bukan karena ada keperluan mendesak untuk meminjam catatan dan PR milik Neji untuk ia salin—sifat malasnya tampaknya takkan pernah berubah dan banyak sekali tugas sekolah yang terabaikan—ia takkan mau mengangkat kakinya barang selangkah apalagi untuk keluar rumah. Di rumah benar-benar pewe dan ia tadinya berniat untuk bermain PSP atau playstation seharian ini. Tapi dasar PR sialan itu…

Cowok itu terus menggerutu dan ia nyaris menggedor pintunya saking tidak sabarnya ia menunggu. Menunggu ada hal paling membosankan dan akan berada dalam daftar terakhir yang akan ia lakukan dalam hidupnya setelah mati. Menunggu lebih parah dari mati, baginya. Mungkin hanya Itachi yang melebih-lebihkan.

"Neji," panggilnya setengah—seperempat—berteriak. Ujung jari kakinya ia tendangkan dengan tidak sabar, dalam hati ia menyusun rencana akan mencari gara-gara dengan cowok Hyuuga itu jika dalam sepuluh detik pintu ini tidak dibukakan.

"Satu.. Dua.. Tiga…"

Dihitungan keenam ia mendengar suara gedebukan heboh dari dalam rumah dan suara orang merintih-rintih kesakitan dan dalam hati Itachi berharap itu Neji yang mungkin jatuh dari tangga dan semoga dia memar-memar parah, semoga.

"Delapan... Sembilan..."

Pintu kayu dihadapan Itachi tersentak terbuka dan Itachi nyaris saja melayangkan kepalan tangannya sebagai hadiah untuk Neji. Namun tinjunya itu tergantung di udara kosong karena bukannya Neji yang membukakan pintu. Tapi seorang gadis bertubuh mungil yang mirip sekali Neji. Tapi Neji kan tidak punya adik, pikir Itachi bingung.

"Ano... Selamat sore, Senpai mencari siapa?" tanya gadis itu, ia mengelus bagian belakang kepalanya seraya terus meringis dan Itachi baru sadar bahwa sumber suara gedebukan tadi adalah gadis ini yang jatuh dari tangga.

"Siapa lo?" tanya Itachi nyolot, karena ia belum pernah melihat gadis Hyuuga lain di rumah Neji dan jelas ia takkan percaya begitu saja dengan perkataannya karena ia tidak mengenal gadis ini. Sama sekali. "Mana si Neji? Kok malah elo yang ada di dalam sana?"

"Neji-kun sedang pergi bersama Tenten-chan dan teman-temannya. Aku—ano..A-a-ku," Itachi mengira bahwa gadis ini memiliki penyakit gagap kambuhan karena ia terlihat gugup dan mungkin lidahnya tengah keseleo atau apa. "Senpai ada perlu apa dengan Neji-kun? Saya akan sampaikan pesan senpai padanya jika ia sudah pulang."

"Nee—gue nggak kenal ama lo, masa gue percaya gitu aja sih ama elo? Masa gue sebego itu sih?" tanggapan Itachi malah lebih sewot dari yang seharusnya dan bukannya bersikap sopan ia justru nyelonong masuk gitu aja memanggil-manggil nama Neji sementara gadis itu tak bisa menghentikan tingkah tamu gokil ini.

"Saya sudah bilang bahwa Neji-kun sedang pergi dengan Tenten-chan… Senpai!" gadis Hyuuga itu menarik lengan Itachi agar ia tidak asal masuk begitu saja ke sebuah kamar di dekat ruang tengah. "Itu kamar saya, jangan asal masuk begitu saja."

"Emangnya elo siapa Neji? Gue nggak pernah tau elo tinggal disini, Neji cuma tinggal berdua dengan ibunya, elo siapa? Maling ya?" tuduh Itachi kasar tanpa tedeng aling-aling dan nada bicaranya rupanya sudah menyinggung perasaan halus gadis itu.

"Ano...saya, saya adalah sepupu Neji-kun dan sejak dua minggu lalu saya memang tinggal dengan keluarga Neji-kun."

"Oh jadi elo juga Hyuuga ya?"

Jika bukan dalam situasi tegang mungkin gadis itu bakal mengatai ketololannya karena jelas matanya yang tak berwarna itu mengindikasikan bahwa ia seorang Hyuuga. Tapi gadis itu hanya menggangguk dengan wajah memerah, puncak kepalanya tidak sampai sebahu Itachi dan matanya yang berkaca-kaca membuat cowok itu akhirnya merasa iba dan emosinya menurun.

"Gomenne jika saya tidak sopan," Itachi membungkuk sopan pada gadis itu, ia sendiri mulai merasa malu karena ia sudah seenaknya saja masuk ke rumah orang lain tanpa permisi. "Nama saya Uchiha Itachi," cowok itu mengulurkan telapak tangannya dan mengulum senyum kecil yang ramah.

"H-H-Hyuuga Hinata," ia menyebutkan nama itu dengan suara yang amat pelan, masih menunduk dan Itachi baru ngeh bahwa ia sejak tadi belum melihat wajah gadis ini secara keseluruhan. Cowok Uchiha itu menyambar telapak tangan pucatnya dan menggenggamnya lembut. Telapak tangannya licin dan basah karena keringat, gadis ini sepertinya amat mudah gugup dan tidak mudah bersosialisasi dengan orang lain.

Itachi tidak melepaskan genggamannya itu dan Hinata makin gemetaran, wajahnya kian memerah. Ia mendongak untuk menatap Itachi dan melihat senyum si Uchiha masih terpasang tanpa kadaluwarsa disana dan Hinata sendiri tahu tidak mudah bagi seorang Itachi untuk tersenyum karena sudut-sudut mulut cowok itu menegang dalam senyum memesona kikuk, namun cukup untuk membuat Hinata merah padam dan untuk mencairkan kecanggungan itu si gadis Hyuuga membalas senyuman Itachi. Setelah itu Itachi baru mau melepaskan genggamannya itu.

Entah mengapa di depan gadis ini Itachi merasa gengsi dan egonya luntur dan ia bisa dengan mudahnya mengumbar senyum langka itu, Hinata bisa dengan mudah membuatnya tersenyum tanpa perlu memaksanya dan bukankah ia sendiri yang mengulum senyum itu? Dan ia merasa seekor kupu-kupu menggelitik perutnya melihat senyum Hinata dan wajahnya yang memerah.

"Ano.. Hinata-san jika Neji pulang katakan padanya bahwa aku mencarinya, aku ignin meminjam PR," niatan awalnya untuk mampir kesini membuatnya malu sendiri dan ia jadinya hanya mengaruk kepalanya yang tidak gatal dan membuat rambut hitamnya yang sudah berantakan itu makin awut-awutan.

"Senpai tak ingin menunggu saja? N-Neji-kun pasti sebentar lagi pulang—"

"Tidak perlu, kau kan sendirian di rumah ini, aku hanya..ano..um, eh, aku.."

"Ada apa, Itachi-kun? Kenapa mukanya merah begitu?"

"Masa sih?" Itachi jadi sewot sendiri bercampur gengsi, ia menutup sebagian wajahnya dan ia melangkah ke arah pintu yang tadi ia terobos begitu saja yang masih terbuka. Jika ia terus berlama-lama di sini bisa-bisa ia terlihat memalukan dan Hinata juga takkan bisa menolong kegugupannya. Dalam hati ia mengomeli dirinya sendiri dan ia hampir tidak percaya. Tidak sampai lima menit dan ada satu bagian dari dirinya yang berubah total.

Cowok Uchiha itu membalik badannya dan ia terkejut karena Hinata berada tepat dibelakangnya dan dalam imajinasi terdalamnya ia membayangkan wajahnya sudah merah semua ditambah hidungnya yang mengeluarkan cairan hangat—bukan, bukan ingus o.O—tapi nosebleed abis-abisan. "Jangan lupa pesanku ya, aku harus segera pulang karena adikku, Sasuke, tengah mampir ke rumah."

Alasan apa pula itu? Pikirnya geli sendiri, kenapa ia harus menyebut Sasuke meski jelas-jelas adiknya itu bahkan tidak berada disini? Aku harus kayang dan handstand demi kewarasanku yang mulai pudar ini.

"Uchiha-san, rupanya tengah hujan deras, bagaimana ini?" Hinata melongokkan wajahnya keluar pintu dan benar saja petir menyambar-nyambar membuat ia bergidik ngeri dengan butiran air seperti jarum menghunjam jalanan yang sepi kali itu. "A-apa Uchiha-san mau menunggu saja didalam? Sa-sa-saya yakin Neji-kun akan segera kembali. Ba-bagaimana, Uchiha-san?"

Itachi bergumam daripada basah kehujanan dan masuk angin ia akan menunggu hingga hujan reda dan bila perlu sampa Neji pulang. Ia mengikuti gadis Hyuuga itu kembali ke ruang tamu dan ia baru menyadari dirinya berdebar-debar. Kenapa harus secepat ini? Tidak mungkin semudah ini. Dan apakah Hinata juga berdebar seperti yang kebanyakan gadis rasakan jika berdekatan dengan kakak-beradik Uchiha itu? Sepertinya tidak meski ia mudah gagap saat bicara. Tapi ia manis sekali, pikir Itachi gemas dan ia melongo. For Nike's sake, ia bahkan anti dengan kata manis dan baru kali ini kata itu muncul di kepalanya.

"Lalu ji-jika adik Uchiha-san tengah ada ada di rumah, Sasuke-kun, bagaimana dia nanti jika U-Uchiha-san tidak pulang?"

Itachi tertawa garing dengan kebohongannya melibatkan Sasuke dan ia hanya bisa bergumam sumbang bahwa mungkin si bungsu Uchiha lebih senang sendirian di rumah daripada ia berada disana. Dan faktanya memang benar, mereka memang hampir tak pernah akur dan bila perlu tak usah saling sapa jika salah satu tidak butuh yang lain.

Entah mengapa muncul pikiran dibenaknya bahwa ia harus mencekoki Neji dengan berbagai pertanyaan tentang Hinata yang tak mungkin ia tanyakan secara langsung pada yang bersangkutan dan untuk pertama kalinya—lagi—ia merasa berteman dengan Neji juga tidak buruk. Ia mengingat-ingat cowok pirang, cowok Uzumaki yang sangat mesum dan membuatnya ngeri.

Semoga berada di dekat Hinata tidak membuat ia menjadi seperti cowok Uzumaki gokil jahil tak tahu malu itu. Tapi jika ia yang belum pernah dekat dengan cewek manapun bisa jadi—err..bahasanya apa ya? Takluk, mungkin? Atau bertekuk lutut?—Itachi membantah pikirannya dan tak mungkin ia berubah secepat itu.

Hinata jelas lebih muda beberapa tahu darinya dan jelas ia masih suci dari pikiran-pikiran seperti itu tapi jelas cowok Uchiha ini masih cowok normal dan ia gemetar sendiri karena ia belum pernah—sama sekali—dekat dengan cewek manapun. Tapi dia kan sepupu Neji, dan disebut teman juga tak mungkin, kami baru bertemu, jadi tak bisa disebut dekat, ia menghibur dirinya sendiri.

Ini gila, dia ketar-ketir sendiri dan waswas karena baru pertama kali bertemu cewek (Hinata sepertinya pembawa virus 'pertama kalinya' untuk Itachi) dan langsung seperti ini dan pikiran warasanya, pikiran munafiknya, ia menyangkal bahwa mungkin saja ia menyukai si gadis Hyuuga sejak pandangan pertama. Cih! Ia sangat mengejek kalimat itu dan takkan pernah lagi muncul kalimat yang sama dipikirannya. Tidak, tidak akan sama sekali.

Oh why is everything so confusing?

Tatkala Hinata datang membawakan secangkir ocha untuknya ia makin berdebar—tidak, ini gila—Itachi mendongak menatap wajah Hinata yang terus menunduk tanpa keberanian menghadapi tamunya dan cowok itu menahan lengan Hinata yang terulur.

"A-a-a-a—" gagapnya Hinata kumat dan ia begitu mudah memerah wajahnya, ia berusaha membetulkan ucapannya sehingga ia sanggup mengucapkan kalimat, "ada apa, Uchiha-san? A-a-a-ada y-y-ang salah dengan wa-wa-wajah saya? Uchiha-san?"

"….Tidak, tak apa" ia melepas lengan mungil itu dan duduk dengan tenang. Ia memperhatikan Hinata yang duduk di atas sofá diseberangnya seraya tertunduk—selalu—dan ia tersenyum kecil lagi. Senyum langka dan mahal itu. Maksudku, kau manis sekali Itachi hanya berani menyelesaikan ucapannya di dalam pikirannya itu. Pelan-pelan ia mulai mengajak si gadis Hyuuga untuk mengobrol demi memecah keheningan yang menyelimuti itu.

Dan sepertinya Hinata ama takut dengan petir jadi Itachi berusaha menghiburnya dan terus mengajaknya bicara, ia tak berani untuk mendekatinya. Barang sesenti-pun untuk saat ini ia tak berani melakukannya. Tapi ia tak pernah mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gadis Hyuuga itu.

To be continued

ooooXoooo

Author's note: Maaf jika chap pertama ini sedikit garing dan gaje karena saya sendiri bingung untuk buat plot pertemuan ItaHina ini tapi di chapter berikutnya saya sudah punya plot sendiri yang mungkin nggak akan segaje ini. Reviews are appreciated, arigatou Minna-san!