Kebahagiaan Baekhyun adalah keluarga kecilnya, pagi hari yang sibuk untuk menyiapkan keperluan dua lelaki yang menjadi bagian dari hidupnya menjadi sebuah kebiasaan yang menyenangkan bagi Baekhyun.

Berbenah rumah setelah Jiwon dan Chanyeol berangkat lalu ia pergi bersandar di sofa dengan tablet dan laptop di hadapannya, mulai mendesain pakaian dengan gadgetnya itu. Dia tak diperbolehkan Chanyeol untuk bekerja di luar karena sederet alasan lelaki itu yang menjurus pada protektif, jadi Chanyeol memberinya pekerjaan yang terlampau mudah bagi Baekhyun, ia hanya perlu mendesain baju untuk perusahaan yang Chanyeol kelola. Tak ada deadline baginya, dan ia sesungguhnya tahu kalau Chanyeol memiliki desainer lebih hebat darinya. Namun sebuah penghargaan untuk pasangannya yang begitu pengertian, Chanyeol selalu menjadikan pakaian yang Baekhyun desain sebagai produk unggulannya.

Baekhyun merapikan laptop dan tabletnya, ia harus menyiapkan makan siang lalu menjemput Jiwon setelahnya. Kaki rampingnya melangkah ke kamar untuk berganti pakaian, ia menyempatkan untuk membasuh wajah sebelum itu.

Drrrrttt…drrrrttt..

Baekhyun menoleh pada ponselnya yang bergetar di kasur, Chanyeol menghubunginya.

"Yeoboseyo~" ucap Baekhyun, ia mendengar helaan nafas berat Chanyeol.

"Yeobo, bisakah kau ke kantor?" ucap Chanyeol dari seberang,

"Ya, tunggu aku."

"Yeap, aku menunggumu. Aku mencintaimu"

"Aku mencintaimu"

Baekhyun menutup teleponya, ia menatap layar datar ponselnya dengan tatapan sedih. Chanyeol pasti sedang menghadapi masalah, beruntung Chanyeol selalu terbuka padanya walaupun itu masalah pekerjaan.

Ia ke basement dan mengendarai mobilnya dengan hati-hati. Jalanan hari ini cukup lancar, cuaca juga cerah membuat Baekhyun tenang dalam mengemudi. Ia menyempatkan untuk membeli minuman dan camilan untuk Chanyeol sebelum mereka makan siang bersama Jiwon nanti.

Perawakan kecil yang begitu imut namun begitu dihormati jika ia masuk gedung ini berjalan dengan santai dan membalas sapaan karyawan disini jika ada yang menyapanya. Tak ada yang melarangnya ketika masuk begitu saja tanpa ada perjanjian atau sebagainya, tentu saja karena ia bagian dari Chanyeol si pemilik perusahaan. Semuanya akan membiarkannya melakukan apapun disini.

Namun Baekhyun tak ingin sombong dengan hal itu, yang membesarkan usaha ini adalah suaminya, bukan dirinya. Jadi ia tahu malu untuk bersingkap angkuh dan haus akan kehortmatan disini. Baekhyun membungkuk duluan menyapa ketika seorang lebih tua berpapasan denganya, hal itu selalu Baekhyun lakukan sehingga menjadi perbincangan seisi kantor.

"Yeolie" panggil Baekhyun sambil membuka pintu, ia memasukan kepalanya terlebih dahulu, Chanyeol terkekeh melihat Baekhyun yang tampak imut dengan kepalanya yang muncul di pintu.

"Get in, angel" ucap Chanyeol sambil tersenyum, ia melangkah menghampiri Baekhyun yang juga menghampirinya. Chanyeol memeluk Baekhyun begitu pria yang lebih kecil itu ada di hadapannya tanpa jarak, ia menghirup aroma Baekhyun yang menenangkan.

Baekhyun membiarkan Chanyeol seperti itu selama beberapa menit, menenggelamkan kepalanya di bahunya membuat pria itu membungkuk. Yang lebih tinggi mengangkat kepalanya dan menatap Baekhyun lamat-lamat. Selalu seperti ini, dan Baekhyun tak tahan jika Chanyeol menatapnya seperti ini, pipinya selalu terasa panas dan ia tak mau Chanyeol melihatnya memerah dengan cepat.

"Ayo ceritakan masalahmu, Yeol" ujar Baekhyun sambil menarik Chanyeol untuk duduk di sofa, ia duduk bersebelahan dengan Chanyeol.

"Let me hug you for a while" lirih Chanyeol, ia merapatkan badannya dengan Baekhyun dan memeluknya dengan erat sekali lagi selama beberapa saat.

Baekhyun mengelus pelan punggung lebar orang yang memeluknya ini, sesekali mengecup bahu Chanyeol yang ada di hadapan wajahnya. Aroma kayu manis memenuhi rongga hidung Baekhyun, selalu menenangkan dan Baekhyun menjadikannya sebagai aroma yang paling ia sukai.

"Ini masalah kecil, tapi aku merindukanmu disini" ucap Chanyeol pelan, masih memeluk Baekhyun.

"Kita sudah berjanji untuk hal ini, Yeol. Sekecil apapun masalahmu" ucap Baekhyun lembut.

"Hanya karena dua perusahaan yang menanam saham cukup besar mencabut kerjasamanya. Tapi beruntung bukan pengaruh besar, aku dapat mengatasinya." Chanyeol bercerita, Baekhyun mengangguk lalu mengeratkan pelukannya.

"Bukan pengaruh besar, tapi pasti membuatmu pusing"

"Tak apa, angel. Aku melakukannya untuk kalian, aku tak mau kalian serba kekurangan."

Chanyeol melepas pelukannya, dia tersenyum pada Baekhyun penuh arti. Ia mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Baekhyun membuat si pemilik rambut menggerutu.

"Kau merusak rambutku, Yeol" gerutu Baekhyun kesal, ia mengerucutkan bibirnya membuat Chanyeol gemas setengah mati. Demi apapun, Baekhyun sudah melahirkan satu anak dan dia masih terlihat muda dan imut dalam setiap tingkahnya.

"You're my healer."

"Yaishh, aku tak butuh gombalanmu, sekarang ayo jemput Jiwon dan makan siang di luar. Aku tak sempat memasak karena kau menyuruhku kesini." Ujar Baekhyun tak mau ketahuan merona karena kalimat Chanyeol, ia segera berdiri dan menarik lengan Chanyeol.

"Kau tak pintar untuk menghindar ketika merona, Baek" ucap Chanyeol membuat Baekhyun mati kutu untuk beberapa saat.

Chanyeol menarik Baekhyun untuk duduk lagi sembari tertawa melihat Baekhyun masih tak bergeming. Ia mencubit pipi Bakehyun membuatnya menjerit sakit, Baekhyun berdecih ketika Chanyeol masih saja mentertawakannya.

"Kkkkk, ini masih pukul setengah 12. Dan Jiwon pulang pukul satu nanti. Masih ada satu setengah jam, angel" ujar Chanyeol membuat Baekhyun semakin malu.

"Aku tak mau berfikir tentang apapun sekarang, hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu." Ucap Chanyeol lagi, dia menaruh kepalanya di paha Baekhyun. Sementara pria kecil yang ia tiduri pahanya berdecih lucu, dia bukan orang yang pandai berdecih untuk menyembunyikan rasa senangnya.

Chanyeol tahu ini terlihat kekanakan, dia menceritakan masalah kecil di kantor pada Baekhyun lalu bermanja-manja dengan Baekhyun setelahnya dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Chanyeol anak bungsu, jadi sifat manjanya selalu ada walau dia berstatus sebagai kepala keluarga, itu kata Baekhyun yang tak tahu diri. Dia juga anak bungsu di keluarganya membuatnya terkadang juga bersifat manja pada Chanyeol.

"Kau terlihat gemuk dari bawah" ujar Chanyeol sambil menusuk dagu Baekhyun dengan telunjuknya.

"Yaishh, aku gemuk?" Oke, siapapun yang dikatai gemuk mungkin akan mendidih, Baekhyun apalagi.

"Sedikit, tapi aku menyukai seperti ini. Kau terlihat lebih imut dan berarti kau makan dengan baik" balas Chanyeol, ia masih mengagumi wajah Baekhyun dari bawah. Jarinya menelusuri wajah Baekhyun yang kecil, hidung mancung dan bibir tipis, mata yang sipit dan jangan lupakan garis rahang yang terlihat indah. Chanyeol entah harus seperti apa mengagumi Baekhyun yang terlampau memabukan baginya.

"Berhenti menyentuh wajahku, Yeol" protes Bekhyun terganggu. Bukannya menurut, Chanyeol malah terkekeh lalu menarik tengkuk Baekhyun agar menunduk.

CUP

"Aku senang mengagumi malaikatku ini, terlampau sempurna untuk lelaki sepertiku."

"Memangnya kau lelaki seperti apa?" tanya Baekhyun sedikit bergetar, ia mendadak seperti melayang namun merasa gugup juga kala Chanyeol berucap seperti itu.

"Kau tahu aku dulu seperti apa, Baek" ucap Chanyeol seakan tak ingin mengungkap 'seperti apa ia dulu'

Baekhyun terkekeh dan menangkup pipi Chanyeol,

"Kau, si Park Yoda yang selalu menangis jika musangmu disentuh orang lain, Park Yoda yang menebar pesona pada semua orang dengan telinga lebarmu yang bodohnya semua terjerat padamu."

"Tapi nyatanya aku membiarkan mereka terjerat dan memilihmu yang begitu lurus menjalani kehidupan, kan? Nyatanya sekarang hanya kau yang terikat denganku."

Baekhyun sangat tahu, ia malu sendiri mengingat bagaimana Chanyeol menjadi pacarnya dulu. Ia dibenci semua penggemar Chanyeol, mereka iri. Bahkan sampai ada yang mencuri musang kesayangan Chanyeol dengan tebusan Chanyeol menjadi pacarnya. Baekhyun terkekeh pelan, ia menjadi selebriti dulu karena Chanyeol tiba-tiba menggaetnya sebagai pacar.

"Masih ada 30 menit, ayo berbaring disini dan peluk aku"

Baekhyun tertegun, kalimat itu seolah meluncur tanpa berpikir setelahnya. Entah apa yang mendorongnya untuk meminta hal seperti itu. Chanyeol tersenyum senang, dan Baekhyun merasa itu sinyal buruk baginya. Seburuk apapun, dorongan keinginan itu terus ada dan menyuruhnya untuk teguh pendirian. Ia ingin. Otaknya tetap mengatakan 'Ingin'.

Baekhyun berbaring, Chanyeol juga ikut berbaring walau sofa itu terlalu sempit untuk mereka tiduri. Tubuh mereka menempel tak berjarak karena sempit, benar-benar sempit. Baekhyun melingkarkan lengannya di pinggang Chanyeol dan menenggelamkan kepalanya di dada Chanyeol. Sementara yang lebih besar menjadikan tangannya untuk bantal Baekhyun dan menaruh sebelah tangannya lagi di pinggang Baekhyun.

Sedikit heran memang dengan permintaan Baekhyun yang terkesan tiba-tiba dan 'aneh'. Namun Chanyeol mengiyakan dengan senang, ini adalah waktu berduanya. Jika di rumah, Jiwon akan merengek dan mengajak keduanya untuk menamani anak itu bermain.

Mereka berbincang dengan nyaman dalam pelukan, sesekali Baekhyun menelusup ke dada Chanyeol malu ketika Chanyeol menggodanya. Baekhyun mulai mengantuk di menit ke lima belas, ucapan Chanyeol tak ia tanggapi pula.

Tangannya memeluk Chanyeol semakin erat dan ia menggerak-gerakan kepalanya mencari posisi yang nyaman, hal itu membuat Chanyeol kegelian dan terkikik gemas.

Bosan, Chanyeol menelusupkan sebelah tangannya ke dalam pakaian Baekhyun dan mengelus perut malaikatnya itu.

"Kkkk, perutmu keras. Jangan berlatih untuk membuat abs, kau tak boleh" ucap Chanyeol masih mengelus perut Baekhyun.

"Aku tak melakukannya, perutku tak keras" balas Baekhyun malas,

"Perutmu keras, Baek. Kkkkk, jangan berbohong padaku" Baekhyun mendengus, ia menggesek hidungnya pada dada bidang Chanyeol.

Tangan Chanyeol meraba perut Baekhyun pelan, lalu naik-

"Berhenti, kubilang peluk aku! Jangan lakukan apapun!" desis Baekhyun kesal. Chanyeol terkikik dan tetap melanjutkan kegiatannya, Baekhyun mengeluarkan tangannya kemudian dan menahan tangan Chanyeol untuk tetap di luar.

" .apapun" ucap Baekhyun penuh penekanan. Chanyeol mengangguk mengiyakan, ia menurut kali ini. Membiarkan Baekhyun terpejam dalam pelukannya. Chanyeol mengelus lembut punggung Baekhyun dan sesekali menciumi pucuk kepala Baekhyun yang begitu wangi stroberi. Malaikatnya ini maniak stroberi, apapun yang berhubungan denganya diprioritaskan untuk berunsur stroberi. Bahkah Jiwon beraroma bayi bercampur dengan stroberi ketika dia masih bayi, itu karena Baekhyun yang beraroma stroberi menempel pada Jiwon.

Chanyeol memperhatikan wajah seorang yang ada di pelukanya dengan tatapan penuh sayang, wajah kecil dengan rahang lancip itu begitu indah, sangat pas dengan mata sipit dan bibir tipis dengan hidung kecil yang mancung. Baekhyun mengeluarkan bunyi seperti anak anjing beberapa kali, itu berarti dia benar-benar mengantuk dan akan tidur.

Baekhyun benar-benar tidur, bunyi lengkingan tadi menandakan tidur Baekhyun tak akan sebentar. Chanyeol merasa ada yang salah pada malaikatnya ini, karena biasanya Baekhyun hanya akan tidur lama jika memang sudah waktunya atau kelelahan. Ia melirik arlojinya, sudah waktunya untuk menjemput Jiwon dan Baekhyun masih tertidur.

Chanyeol mengangkat tubuh Baekhyun seperti koala, ia mengambil ponsel dan kunci mobilnya di meja kerja walau sedikit repot karena Baekhyun dalam gendongannya saat ini, dan jika ia jujur maka ia akan menyatakan bahwa Baekhyun lebih berat dari biasanya.

Hanya dengan ia keluar dari ruangannya saja sudah menjadi pusat perhatian karena ia seorang pimpinan disini, sekarang ia menggendong Baekhyun yang tidur dengan tenang. Beberapa karyawan melihatnya iri, ada juga yang terkagum.

"Hu-unggghh"

Baekhyun menggeliat dalam lift, beberapa orang yang ada di lift yang sama melihatnya gemas. Chanyeol melirik Baekhyun yang mengerjapkan matanya, bibirnya mengerucut lucu membuat Chanyeol terkekeh. Mata sipit kemerahan khas orang baru bangun mengedar ke sekelilingnya, ada beberapa karyawan Chanyeol, pipinya memerah malu. Ia menenggelamkan wajahnya malu di ceruk leher Chanyeol.

"Kkkkk, kau bangun cepat" ujar Chanyeol pelan, Baekhyun masih keukeuh menenggelamkan wajahnya di ceruk leher suaminya.

"Kau bergerak-gerak membuatku bangun" cicit Baekhyun teredam. Chanyeol mengusak rambut Baekhyun dengan sebelah tangannya dan terkekeh.

"Maafkan aku, baby"

Terdengan bunyi gedebuk di belakangnya, Baekhyun dan Chanyeol menoleh pada asal suara. Seorang wanita hampir terjungkal ke belakang dengan wajah yang memerah sepenuhnya.

"Gwenchanayo?" tanya Baekhyun pelan,

"Sa-sajangnim dan anda begitu ma-nis."

Pintu lift terbuka, wanita itu langsung keluar dengan cepat. Semua memperhatikannya penuh dengan tanda tanya, namun Chanyeol terkekeh setelah pintu liftnya tertutup.

"Dia sepertinya lemas karena kita begitu manis" kata Chanyeol sambil mengusak hidungnya ke bahu Baekhyun.

Chanyeol benar-benar menjadi perhatian banyak orang di lobby, Baekhyun yang entah mengapa dia tidur kembali di gendongannya. Banyak karyawannya yang memekik gemas namun ada juga yang tak berani memperlihatkan reaksinya karena takut pada Chanyeol yang berstatus 'pemimpin' perusahaannya bernaung.

Sampai di basement, ayah satu anak itu membuka pintu mobilnya sedikit kuwalahan. Ia mendudukan Baekhyun di jok penumpang lalu ia melangkah ke jok supir setelah penutup pintu samping jok Baekhyun. Ia mengemudi dengan tenang menuju sekolah Jiwon.

"Jiwonie-"

"Appa" Jiwon seolah tak mendengar gurunya yang bahkan belum selesai berucap, ia berlari ke arah Chanyeol dengan cengiran lebar. Tubuhnya terangkat tinggi dan berputar beberapa kali membuatnya pusing, Chanyeol menghentikan kegiatannya dan mencium Jiwon.

"Papa?" tanya Jiwon heran, biasanya Papa-nya juga ikut menjemputnya.

"Di mobil, sayang. Papa tertidur, ssstttt"

Jiwon mengangguk dan mengikuti gerakan Chanyeol untuk tidak berisik, dia menempelkan jari telunjuknya di bibir dan terkikik pelan. Chanyeol membuka pintu perlahan, kali ini dia tak begitu kerepotan karena Jiwon ringan dan kecil.

"Ukhhh" Chanyeol mematung, Baekhyun mengaduh dalam tidurnya. Ia meremas perutnya, keningnya mengerut seiring sakit itu semakin menjadi. Lalu membuka matanya, melihat Chanyeol dan Jiwon tampak memperhatikannya dalam tatapan kosong.

Sakitnya hilang, Baekhyun mengulurkan tangannya untuk meraih Jiwon dari gendongan Chanyeol.

"Hello baby, give him to me,Yeol" ucap Baekhyun seolah tak terjadi apapun. Chanyeol menurut dan memberikan Jiwon pada Baekhyun.

Chanyeol menyalakan mesin mobil dan mulai menjalankannya dengan tenang, ia menoleh pada Baekhyun yang berbincang dengan Jiwon, anaknya itu berceloteh harinya di sekolah dan Baekhyun menanggapinya dengan riang.

"Apa perutmu sakit? Kau meremas perutmu dan mengaduh ketika tidur" tanya Chanyeol sambil mengemudi.

"Hu-um, hanya sebentar tapi. Sepertinya karena aku….." Baekhyun menggantung kalimatnya membuat Chanyeol berdegup kencang, ia takut Baekhyun mengatakan hal yang buruk.

"…..lapar" lanjut Baekhyun membuat Chanyeol mendesah lega, namun ia mencubit pipi Baekhyun gemas membuat Baekhyun tertawa, sementara Jiwon menganggap hal itu serius dan mencoba melepaskan tangan Chanyeol dari pipi Baekhyun sambil merengek agar jangan menyakiti orang yang telah melahirkannya itu.

"Please, Appa. Don't hurt Papa, please stop." Pinta Jiwon, Chanyeol menghentikan cubitannya dan mengusap rambut Jiwon lembut.

"Appa tidak menyakiti Papamu, sayang. Kami hanya bercanda, Papamu begitu menggemaskan membuat Appa ingin mencubitnya." Ujar Chanyeol lembut, Jiwon mengalihkan pandangannya pada Baekhyun yang diam menatap kedua belahan jiwanya bercakap. Jiwon menatap Baekhyun seolah meminta penjelasan dari pihak Baekhyun.

"Papa merasa senang, Appa tak mencubit Papa dengan keras. Hanya sentuhan pada pipi karena dia gemas, kata Appa, Papa lucu dan imut sama sepertimu" jelas Baekhyun, Jiwon mengangguk percaya lalu memeluk Baekhyun.

"Kau pasti tak sempat memasak karena menemaniku di kantor, Jadi, ayo makan di luar" ujar Chanyeol, anaknya terperanjat bangun dan menyebutkan nama restoran favoritnya.

"Itu destinasi kedua kita, baby. Kamong hanya tempat untuk membeli desert. Kau ingin makanan apa untuk makan siang?" tanya Chanyeol, tapi Jiwon menatapnya dengan penuh tanya.

"Apa itu destinasi?" tanya Jiwon, Chanyeol terkekeh menyadari kata yang digunakan terlalu berat untuk Jiwon.

"Destinasi adalah tujuan, sayang." Ucap Baekhyun lembut, Chanyeol melirk kedua malaikatnya sesekali ketika ia menyetir.

"Ah, boleh aku makan samgyetang?" tanya Jiwon yang langsung mendapat anggukan dari keduanya.

Selesai makan Chanyeol mengantar Baekhyun dan Jiwon ke apartementnya dan kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Masalah kantornya seakan hilang ketika ia bersama keluarga kecilnya, ia juga selalu mendapat energi yang membuatnya selalu berada dalam mood yang baik ketika benaknya dipenuhi kedua malaikatnya yang begitu ia syukuri atas keberadaan mereka yang melengkapi hidup Chanyeol.

Chanyeol akan selalu pulang pukul enam sore, kali ini lelahnya benar-benar bertumpuk. Masalahnya ia kebut agar cepat selesai dan tumpukan dokumen masih menunggunya, ia tak menyesal tadi siang meninggalkan pekerjaannya dan memilih berbaring di sofa menemani Baekhyun tidur dan membuat pekerjaannya tersisa untuk hari ini.

Chanyeol memilih membawa dokumen-dokumen itu ke apartementnya dari pada harus di kantor hingga malam. Ia tak tahan ingin bertemu Baekhyun dan Jiwon, mereka pasti menunggu untuk makan malam.

"Appa pulang" ujar Chanyeol setelah melepas sepatu kerjanya. Jiwon menyambutnya dengan riang, lelah dan segala beban pikirannya meluap tergantikan oleh rasa senang melihat buah hatinya begitu periang.

Baekhyun tampak sibuk di dapur dengan masakannya, mungkin ia tak menyadari Chanyeol datang. Ia terus berkutat dengan satu piring, menghiasnya mencoba untuk menjadikan makanan itu teramat menarik.

"Kau tampak serius" Chanyeol mengecup pipi Baekhyun sesaat membuat yang dicium memerah hingga telinga.

"Jiwon tak menyukai ikan, aku membuat makanan ini berasa seperti bukan ikan dan menghiasnya agar ia mau makan. Dia butuh protein dalam tubuhnya." jawab Baekhyun masih serius dengan makanan itu. Chanyeol mengangguk, ia menghampiri Jiwon yang sedang bermain dan membersihkan wajahnya dari sisa cokelat yang ia makan.

"Ayo makan malam!" ujar Chanyeol sambil menggendong Jiwon ke dapur.

Makanan telah apik tertata di meja, Jiwon memekik kagum melihat makanan untuknya. Ia melahapnya dengan semangat tak menyadari itu makanan yang paling dihindarinya sejak dulu, Baekhyun terkikik dalam diam.

"Uh?" Jiwon berhenti makan, ia meresapi rasa makanan yang ia makan. Keningnya berkerut entah menandakan apa. Baekhyun dan Chanyeol ikut menghentikan makannya dan menatap anak mereka was was, takut Jiwon menyadarinya.

"Ada nori, yeay! Papa menyembunyikan nori disini?" Jiwon kembali makan dengan lahap, Baekhyun menghela nafas lega.

Chanyeol melihat Baekhyun yang tampak membuang nafas lega, ia terkekeh.

"Ikan apa yang kau olah?" bisik Chanyeol sambil terkekeh.

"Tuna, karena proteinnya tinggi." Jawab Baekhyun pelan. Chanyeol mengangguk, ia merasa bangga sekaligus berterimakasih pada Baekhyun yang memperhatikan gizi yang masuk dalam tubuh anaknya.

Selesai makan dan memberekan piring, Chanyeol dan Baekhyun menonton kartun favorit Jiwon di ruang tv. Chanyeol bersandar pada sofa, Baekhyun bersandar pada Chanyeol, sementara Jiwon bersandar pada Baekhyun membuat mereka tampak lucu. Chanyeol memeluk Baekhyun sedari tadi, sebelah tangannya ia pakai untuk mengelus kepala Jiwon dengan pelan. Anaknya itu akan lebih cepat tidur jika mendapat elusan di kepala.

Jiwon tidur dengan cepat, Baekhyun membawa buah hatinya ke kamarnya lalu pergi ke kamarya dan melihat Chanyeol sudah berbaring di kamar menunggunya. Baekhyun tersenyum lalu berbaring di sebelah Chanyeol, ia menelusup ke dada Chanyeol mencari tempat yang nyaman untuk tidur.

"Kurasa kau tak boleh tidur malam ini, Baek"

Oh, Baekhyun harus bersiap untuk ini.

..

..

..

Paginya Chanyeol bangun tiga puluh menit lebih siang, melihat Baekhyun yang masih terlelap. Ia mengingat aktifitasnya semalam dengan Baekhyun, lalu tersenyum. Mengecup pipi Baekhyun lalu pergi ka kamar Jiwon.

"Wake up,baby" ucap Chanyeol pelan sambil mengangkat tubuh anaknya, Jiwon menggeliat dan mengerjapkan matanya.

"Papa dimana?" tanya Jiwon dengan kepala celingukan. Chanyeol terkekeh, ia menyadari bahwa inilah kali pertama ia mengurus Jiwon sendirian, biasanya Baekhyun yang mengurus, ia sibuk mengurus dirinya sendiri untuk berangkat kerja. Padahal tak akan ada yang memarahinya jika ia telat datang ke kantor.

"Masih tidur,sayang. Papa mungkin kelelahan" jawab Chanyeol,

"Apa Papa sakit?" tanya Jiwon lagi, Chanyeol menggeleng lalu membuka pakaian Jiwon.

"Tidak sakit, Papa kelelahan setelah membersihkan rumah kemarin" jawab Chanyeol sekenanya, Jiwon berkerut.

"Tapi Papa membersihkan rumah setiap hari. Mengapa sekarang Papa kelelahan?" tanya Jiwon lagi, jawaban Chanyeol dirasanya tak memuaskan. Chanyeol gelagapan menghadapinya, ia hanya tersenyum sebagai tanggapan membuat Jiwon terus bertanya dan bertanya.

Setelah dirinya dan Jiwon siap, mereka sarapan di luar, tak ada yang bisa memasak. Chanyeol mungkin akan mendapat semprotan melengking jika ia menyentuh dapur jika Baekhyun tahu. Ia mengantar Jiwon ke sekolahnya, anak itu merengek tak mau sekolah karena sudah sangat terlambat. Jiwon tak bodoh untuk mengetahui kalau ia datang terlambat satu jam. Teman-temannya akan mengolok-oloknya. Tapi dengan bujukan Chanyeol dan iming-iming yang menggiurkan, Jiwon akhirnya sekolah dengan lesu.

Baekhyun menggeliat dan mengucek matanya, ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tampaknya ini sudah terlampau siang, ia meraih ponselnya.

"Akh" Baekhyun mengaduh ketika mencoba untuk duduk dan meraih ponselnya di meja nakas.

Baekhyun mulai was was, entah apa yang terjadi pada tubuhnya karena perutnya terasa kram sejak tadi malam ia melakukannya bersama Chanyeol. Ia mencoba bergerak ke kanan, namun perutnya begitu nyeri, ke kanan pun sama. Ia mengeluh dan terus mengeluh, memanggil Chanyeol dalam sakitnya.

Ia rasa Chanyeol melakukannya seperti biasa, dan Baekhyun tak merasakan efek apapun selain pegal-pegal dan sakit di bagian selatannya. Namun kali ini bertambah dengan sakit perut yang menyiksanya, ia bersumpah ini bahkan menyulitkannya untuk bergerak.

"Huft, uh" Baekhyun masih mencoba meraih ponselnya, dengan paksaan ia bangun dan meraih ponselnya. Betapa kagetnya ia, ini sudah waktunya Jiwon pulang. Chanyeol dan Jiwon pasti pulang dan ia bahkan belum menyiapkan apapun untuk makan siang.

Hari ini ia tak mengerjakan desain apapun. Baekhyun merutuk untuk dirinya sendiri karena ia berubah menjadi tukang tidur, Chanyeol memberinya pekerjaan yang mudah dan mempromosikan produk hasil desainnya habis-habisan, ia hanya perlu duduk di sofa sambil melahap cemilan, namun ia tak bekerja hari ini hanya karena tidur.

Ia berdiam sejenak sebelum bangkit, mencoba menghalau rasa sakit pada perutnya. Setelah beberapa saat, Baekhyun bangun dan mulai memasak dengan sakit pada perutnya yang tak hilang juga.

Seiring dengan makanannya siap, Chanyeol datang bersama Jiwon di sampingnya. Baekhyun tersenyum sebagai sambutan, ia tak melangkah menghampiri karena perutnya benar-benar sakit. Dia hanya membiarkan Chanyeol dan Jiwon menghampirinya untuk berpelukan dan mencium pipinya.

"Apa kau hanya akan diam disitu? Ayo duduk dan makan, angel" ujar Chanyeol pada Baekhyun yang hanya berdiam diri di tempatnya sejak tadi. Baekhyun tersenyum lalu melangkah untuk duduk, ia meringis dalam duduknya.

"Apa aku bermain terlalu hebat?" tanya Chanyeol, ia heran dengan Baekhyun yang tampak kaku dan terlihat kesakitan. Demi Tuhan Baekhyun hanya berjalan kurang dari satu meter, namun peluhnya sudah sebesar biji jagung di pelipisnya.

"Kau pucat, apa kau sakit?" tanya Chanyeol lagi, ia berdiri dan melangkah pada Baekhyun yang menunduk. Menyentuh dahi malaikatnya itu, tidak panas, namun Baekhyun tampak kesakitan.

"Ya, permainanmu sangat hebat. Kau membuatku sulit kemana-mana" rutuk Baekhyun kesal, sejujurnya Baekhyun juga tak tahu mengapa bisa sesakit ini. Jiwon yang sedari tadi hanya diam bingung akhirnya bertanya,

"Game apa yang Appa dan Papa lakukan? Apa Appa menyakiti Papa?" tanya Jiwon polos.

Oh, seharusnya mereka tak membicarakan ini di hadapan Jiwon.

"No, Appa tak menyakiti Papa. Papa jatuh terjembab ketika kami bermain" jawab Baekhyun terdengar tak meyakinkan.

"Appa bilang jika usianya sudah seperti Appa tak akan bermain lagi karena Appa bukan anak-anak"

Skak mat.

Chanyeol menggaruk tengkuknya, Baekhyun melirik pada Chanyeol dengan mata memicing tajam.

Mereka menyelesaikan makan dan setelah itu seperti biasa, Chanyeol akan kembali ke kantornya. Jiwon akan tidur siang, beruntung anaknya tak begitu manja hari ini jadi Baekhyun dapat menghela nafas lega. Sakit perutnya masih berasa, jadi ia berbaring bersama Jiwon yang tidur dengan lelap.

Keberuntungan kedua datang malam hari, Chanyeol membawa makan malam yang ia beli dari luar sebagai permintaan maaf karena ia pulang lebih malam karena masalah kantornya. Jadi Baekhyun tak perlu memasak dan bergerak lebih banyak yang membuat perutnya makin sakit, perutnya sudah terasa lebih baik walau sakitnya masih tersisa. Chanyeol tampak stress dan Baekhyun tak mungkin menolak kala Chanyeol mulai bermain dengan tubuhnya, ia berpikir bahwa Chanyeol bekerja untuk dirinya dan Jiwon, Chanyeol pasti merasa stress dan lelah. Jadi ia tak mau menolak jika hanya karena ia tak mau melakukannya, Chanyeol butuh pelampiasan agar ia merasa lebih ringan.

Baekhyun bangun siang -lagi, kali ini lebih parah. Ia bangun saat Chanyeol dan Jiwon makan siang, dan ia hanya tiduran di ranjangnya tanpa ingin menghampiri mereka. Bukan tak ingin, perutnya kembali terasa kram setiap ia bergerak. Kali ini lebih sakit dari kemarin.

"Ssssttt, Papa sedang tidur. Kau tidurlah, Appa akan kembali berangkat kerja. Bye,"

Jiwon menghampiri Baekhyun yang memejamkan matanya dan naik ke kasur yang Baekhyun tiduri dengan pelan. Ia menatap wajah orang yang melahirkannya itu dengan sayang, ia mengusap wajah Baekhyun sesaat.

"Eo?" pekik Jiwon kaget, pasalnya Baekhyun membuka matanya dan menatap Jiwon lembut.

"Kau pulang? Bagaimana harimu?" tanya Baekhyun,

"Hyuktae selalu saja menggangguku, dia selalu berkata buruk. Dia bahkan memukulku kemarin" Baekhyun cukup terkejut mendengarnya, Jiwon tampak sedih dan takut kala mengatakannya membuat Baekhyun khawatir.

"Apa yang dia katakan, hmmm?" tanya Baekhyun sambil mengelus rambut Jiwon

"Katanya Appa mencuri banyak uang dan kertas penting untuk membeli mobil bagus dan membelikanku pakaian bagus. Aku selalu menyangkalnya, tapi dia terus berkata seperti itu. Aku geram, berteriak padanya bahwa itu tak benar dia malah memukulku dengan tempat pensilnya." Jiwon menenggelamkan wajahnya di leher Baekhyun. Baekhyun begitu prihatin, ia merasa bahwa dirinya bukan seorang ibu yang baik yang bahkah tak tahu kehidupan sekolah anaknya sendiri. Ia mendekap Jiwon dengan erat membiarkan anaknya menangis dalam dekapannya.

"Appa tak melakukan itu, baby. Appa berkerja dengan keras untuk membeli barang yang kita butuhkan. Jangan terpengaruh oleh Hyuktae, okay?" ucap Baekhyun lembut. Jiwon mengangguk dan mulai mereda, nafasnya teratur dan matanya terpejam damai.

Baekhyun mengeluarkan ponselnya, menghubungi Chanyeol agar membeli makan di luar untuk makan malamnya karena Baekhyun tak enak badan hari ini.

….

….

….

Kondisi perutnya sudah tak begitu sakit, jadi ia menyiapkan sarapan dan berbenah rumah. Lalu ia mulai mengerjakan desainnya yang belum sempat ia selesaikan. Ia berkunjung ke sekolah Jiwon untuk melihat anaknya baik-baik saja atau tidak. Karena cerita Jiwon tadi malam, Baekhyun sedikit khawatir akan keadaan anaknya di sekolah.

Lima menit lagi adalah jam pulang, Baekhyun memutuskan untuk membeli dulu churros di seberang sekolah Jiwon. Ia melirik pada mobil Chanyeol yang masuk gerbang sekolah Jiwon, tersenyum tipis kala Chanyeol bersitatap dengannya walau jauh.

Suaminya tahu kalau Baekhyun disini, ia mengatakan sudah lebih baik walau kram perut itu kadang ada lagi. Awalnya Chanyeol tak mengizinkannya, namun dengan seribu kalimat rayuan Baekhyun akhirnya mendapat izin untuk keluar rumah.

Baekhyun menyebrang dengan churros di tangannya,

DUGH

"Akh-" Baekhyun jatuh terjembab, churros yang ia beli terlempar entah kemana.

"Ya Tuhan, maafkan aku. Maafkan aku, aku terburu-buru. Maafkan aku" pria paruh baya yang menabraknya membungkuk berkali-keli membuat Baekhyun tak enak hati. Ia mencoba berdiri, sial sekali perutnya kembali terasa kram. Tapi Baekhyun mengatakan tak apa-apa dan menyuruh orang itu segera pergi jika ia terburu-buru.

Ia mencoba mengatur ekspresinya, berjalan tertatih dengan memegang perutnya.

..

"Ah, jeoseonghamnida. Aku akan lebih mengontrol perilaku anakku, sekali lagi maafkan aku."

Chanyeol tampak membungkuk pada wanita di hadapannya,

"Tidak, sajangnim. Tak apa, Jiwon masih kecil." Ucap wanita itu, Chanyeol mengerut keheranan.

"Sajangnim?" tanya Chanyeol, wanita itu mengangguk.

"Saya karyawan bagian pemasaran di perusahaan anda, Sajangnim"

Chanyeol mengangguk, ia membungkuk dan mengatakan pada Jiwon untuk masuk ke mobil. Lalu Chanyeol menghampiri seorang anak yang tampak habis menangis, membeli es krim di dekat gerbang sekolah. Ia sempat melirik pada Baekhyun yang sedang membuka pintu mobil untuk Jiwon.

Sementara Baekhyun melihat anaknya diam berjalan lesu ke mobil dengan hidung dan mata yang memerah menahan tangis, ia menghampiri anaknya dan membuka pintu.

"Ssshhh" Baekhyun mendesis kala sakit perutnya makin terasa. Ada Jiwon di pangkuannya.

Jiwon akhirnya menangis memeluk Baekhyun, bahunya bergetar hebat dengan tangan kecil yang meremas pakaian Baekhyun.

"Hngk, aku tak melakukan apapun, Papa, hiks" cicit Jiwon sambil menggeleng keras, Baekhyun merasa begitu perih. Ia memperhatikan Chanyeol yang berbincang dengan wanita yang mungkin orang tua anak itu, mengelus anak itu dengan sayang dan membelikannya es krim.

"Papa, aku ingin es krim juga, hiks" ucap Jiwon, Baekhyun tersentak kaget. Ia kira Jiwon tak melihat apa yang Chanyeol lakukan, sungguh, anaknya pasti merasa sangat sakit hati. Chanyeol malah merangkul anak orang lain dan menyuruh anaknya sendiri untuk masuk ke mobil sendirian disaat anaknya butuh pembelaan.

Baekhyun hendak keluar mobil, namun saat ia hendak membuka pintu. Perutnya terasa sakit sampai-sampai ia mangaduh dan tanpa sadar meremas lengan Jiwon membuat anak itu menoleh padanya.

"Papa sakit?" tanya Jiwon khawatir, Baekhyun tersenyum simpul tanpa menjawabnya.

Chanyeol masuk ke mobil seolah apa yang lakukan itu tak menyakiti siapapun, Jiwon langsung menenggelamkan kepalanya kembali di ceruk leher Baekhyun tak mau bersitatap dengan ayahnya.

"Don't cry, baby boy."

Hanya itu yang Chanyeol katakan. Setelahnya ia makan siang di apartementnya dan kembali berangkat ke kantornya. Hari ini Chanyeol pulang setelah Baekhyun dan Jiwon tidur, ia pulang terlalu larut.

Paginya Jiwon makan dengan tenang, anaknya hanya menurut apa yang Chanyeol katakan tanpa protes. Ia juga tidak banyak berceloteh di meja makan, Baekhyun tentunya mengerti mengapa Jiwon bersikap seperti itu. Bahkan ada raut ketakutan saat Chanyeol mendekatinya.

Baekhyun mulai berbenah rumah, mulai dengan kamar Jiwon. Ia menunduk untuk mengambil mainan Jiwon yang berserakan, namun perutnya terasa sangat sakit membuatnya jatuh terduduk dan mengaduh. Jatuhnya semakin memperburuk keadaan, Baekhyun merasa perutnya semakin sakit.

Baekhyun terus mengaduh bahkan kini menangis tersedu sambil menyentuh perutnya, ia berbaring miring membentuk dirinya seperti janin dengan isakan keras. Beruntung ponselnya ada di saku, ia menelepon dokter pribadi keluarganya dengan tangisan yang masih ia keluarkan.

Drrrttt… drtttt..

"Tuan, maaf password-"

"610405"

Setelah itu terdengar hentak kaki begitu cepat, Baekhyun merasa ada orang yang mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di kasur Jiwon. Ia masih merintih sakit, terlebih ketika dokter itu meluruskan tubuhnya.

"Maaf, saya izin menggunakan dapur untuk mengambil handuk dan air hangat" ucap dokter itu sopan lalu pergi ke dapur. Tak lama, ia kembali dengan handuk kecil berwarna putih dan air hangat.

Dokter Kim menaruh handuk yang telah direndam dan di peras pada air hangat itu di perut Baekhyun.

"Apa anda tak mengetahui kalau anda,ummm-hamil?" tanya Dokter Kim dengan hati-hati. Baekhyun tersentak kaget, ia yakin dengan apa yang ia dengar.

Hamil.

"Hamil?" Baekhyun mengulang, dokter Kim mengangguk yakin.

"Untuk usianya saya tak dapat memastikan, namun ini kram perut pasca berhubungan di usia janin yang masih sangat muda. Anda hanya perlu mengompresnya seperti ini untuk penanganan pertama. Um, saya harap anda dapat mengurangi frekuensi kegiatan malam anda bersama suami agar mengurangi kemungkinan lahir premature." Dokter Kim menjelaskan, Baekhyun mengangguk dengan wajah memerah menahan malu.

Dokter Kim pamit setelahnya, Baekhyun merasa lebih baik karena kompresan hangat itu. Ia memasak untuk makan siang sebelum Chanyeol dan Jiwon pulang. Hari ini ia membuat samyeopsal dan membeli hotteok debagai penutup. Ia tak lupa membeli vitamin untuk kehamilannya seperti yang Dokter Kim anjurkan.

Mood Baekhyun membaik setelah sakit perutnya berangsur membaik, ia berencana untuk memberitahu Chanyeol soal kehamilannya dan meminta Chanyeol untuk menemaninya ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Terdengar suara pintu terbuka, Baekhyun melepas celemeknya dan melangkah cepat ke arah pintu masuk. Sudah ada Chanyeol dan Jiwon yang membuka sepatunya, tak ada percakapan diantara mereka. Wajah Chanyeol tampak keras dengan gertakan rahang tegasnya. Namun Baekhyun tak menyadari itu dan tetap menyambut keduanya dengan senyuman cerah.

Dari wajahnya saja sudah terlihat bahwa ia membawa sesuatu yang menyenangkan dalam benaknya.

"Chanyuuuurrr" ujar Baekhyun riang, namun Chanyeol hanya meliriknya.

Melewatinya begitu saja dengan rahang mengeras,

"Kita harus tentukan hukuman apa yang membuatnya jera." Desis Chanyeol pelan tanpa menoleh, kening Baekhyun berkerut keheranan. Ia menoleh pada Jiwon yang memilin bajunya, wajahnya memerah dan air matanya mengenang di pelupuk.

"Apa yang terjadi, hmm?" tanya Baekhyun, ia berjongkook menyamakan tingginya dengan anaknya itu.

"Hyuktae menginjak kakiku, aku mendorongnya. Maafkan aku, hiks" Jiwon berhambur ke pelukan Baekhyun. Air matanya tumpah dan membasahi bahu Baekhyun, rasanya perih mendengar isakan Jiwon. Ia tahu betul anaknya tak akan berbohong, ia mengerti mengapa anaknya melakukan itu.

"Apa Hyuktae meminta maaf pada Jiwonie?" tanya Baekhyun lembut, ia mengelus surai lembut anaknya yang masih beraroma bayi.

"Aniyo, aku meminta maaf pada Hyuktae tapi dia malah memakiku, hiks" Jiwon masih tersedu, lengannya memeluk Baekhyun erat.

Baekhyun berdiri dengan Jiwon berada di dekapan, ia mengelus punggung Jiwon sambil melangkah ke ruang makan. Disana sudah ada Chanyeol yang memainkan ponselnya, wajahnya tampak serius memperhatikan layar datar itu. Ia menaruh ponselnya di saku ketika sadar Baekhyun datang.

"Kenakan celemekmu, sayang" suruh Baekhyun pada Jiwon, dia masih mengenakan celemek karena makannya masih berantakan. Jiwon tak protes seperti biasa, mengatakan kalau ia sudah besar dan tak perlu celemek lagi. Namun kali ini dia hanya mengangguk dan mengenakan celemeknya, Jiwon tak melontarkan protes apapun ketika Baekhyun membantu mengikatnya.

"Yeol, aku punya kaba-"

"Tentukan saja dulu hukuman untuk membuat anak ini jera." Potong Chanyeol cepat, ia mengambil jas nya di sofa lalu keluar tanpa pamit meninggalkan Baekhyun yang tercengang dan Jiwon yang meremat celemeknya sambil menunduk.

"Hiks"

Isakan kecil lolos dari anak berumur empat tahun itu, Bakehyun menoleh dan segera memeluknya. Awalnya hanya isakan, namun kini menjadi tangisan pilu yang Jiwon keluarkan. Ia menolak untuk Baekhyun peluk, anak itu tampak takut bahkan dengan ibunya sendiri membuat hati Baekhyun terasa robek saat itu juga.

Di satu sisi, ia mengerti Chanyeol kini tengah stress karena pekerjaannya, walau kali ini ia tak begitu terbuka dengan tak menceritakan detail masalahnya seperti dulu. Baekhyun memaklumi itu karena mengira Chanyeol belum sempat untuk menceritakan masalahnya karena ia pulang setelah Baekhyun dan Jiwon tertidur dan bnagun terburu-buru berangkat ke kantor.

Pada sisi lain, ia teramat mengerti masalah Jiwon di sekolah. Hyuktae yang selalu mengganggunya dan Jiwon tak bisa bersabar dengan hal itu, benaknya mengatakan Chanyeol hanya melihat saat Jiwon pas untuk menjadi pihak yang bersalah. Ia merasa gagal sebagai seorang ibu, meluruskan kesalahpahaman saja sulit baginya.

Tangisan Jiwon masih terdengar, ia memeluknya mengatakal kalimat penenang untuk anaknya, hatinya teriris kala Jiwon meracau bahwa itu bukan salahnya. Jiwon berkali-kali minta maaf dan meminta untuk mempercayai kata-katanya dalam tangisnya, lengannya masih bergerak untuk mendorong Baekhyun agar tak memeluknya.

"That's not my fault, hiks."

"Aku tak berbohong,pa. Hiks, hiks"

Jiwon terus meronta, ia ketakutan walau hanya Baekhyun peluk.

"Jangan hukum aku, Papa. Hiks" Inilah ketakutannya, Baekhyun melepas pelukannya namun tetap memenjarakan Jiwon dalam kukungan lengannya.

"Papa tidak menghukummu, sayang. Jadi tenanglah," ujar Baekhyun pelan, Jiwon akhirnya memeluknya walau masih menangis.

Tangisan Jiwon mereda, ia tampak kelelahan dengan menyandarkan kepalanya di bahu Baekhyun. Lama-kelamaan ia tertidur dengan sisa lelehan air mata di pipinya, Baekhyun menidurkan Jiwon di kamarnya dan ikut berbaring di kasurnya walau sedikit sempit. Jiwon terus menggenggam jarinya bahkan ketika ia tidur pulas.

Drrrrttt.. Drrrrttt…

Baekhyun bangun mendengar suara getaran ponselnya, ia terperanjat melihat ini sudah pukul delapan malam dan ada sembilan panggilan tak terjawab dari Chanyeol. Baekhyun bangun dengan cepat, namun detik yang sama perutnya terasa kram lagi.

"Unghh" Baekhyun menggigit bibirnya menahan sakit, ia melirik pada Jiwon yang masih tertidur dengan menggenggam jari manisnya. Ia melepaskannya perlahan lalu bangun dengan kepayahan dan berjalan menuju dapur.

Perutnya kembali terasa sakit, jadi ia hanya membuat scramble egg dan salad buah untuk penutup. Ia memasak dengan cepat karena menu sederhana itu, lalu menelepon Chanyeol.

"Yeobo, aku tak pulang malam ini, maafkan aku"

Baekhyun hanya mengatakan 'Ya' lalu menutup teleponnya. Mood nya begitu buruk mendengar Chanyeol tak pulang malam ini, Chanyeol mulai menggila dengan pekerjaannya melupakan kewajibannya di rumah. Setidaknya itu yang Baekhyun pikirkan.

Esoknya Chanyeol datang pagi hanya untuk sarapan dan mengantarkan Jiwon, Baekhyun sedikit was was membiarkan Jiwon ketakutan bersama Chanyeol. Namun ia percaya bahwa semarah apapun Chanyeol, tak akan bermain tangan pada Jiwon.

Ia mencoba tetap berkonsentrasi untuk mengerjakan desain seperti biasanya, ia mulai meninggalkan pekerjaannya dan mulai memasak. Ia membuat hidangan kesukaan kedua lelaki yang menjadi pelengkap hidupnya itu, sup iga sapi. Mungkin ini akan membuat Chanyeol sedikit melunak karena biasanya ia akan membantu Jiwon untuk memakannya karena anaknya itu akan kesulitan memakannya.

'Cha, kuharap semua lebih baik. Aku akan menyampaikan perihal kehamilanku pada Chanyeol.' Batin Baekhyun melihat hidangan yang ia siapkan begitu lucu dengan beberapa hiasan yang ia buat.

.

.

.

.

To be continued

.

.

Next chapter:

BRAK

Baekhyun berjengit mendengar suara gebrakan pintu dan jeritan Jiwon. Ia segera berlari tanpa sempat melepas celemeknya menghampiri pintu depan untuk melihat apa yang terjadi.

.

"Kau keterlaluan!" desis Chanyeol, namun Baekhyun tak bergeming. Ia memeluk perutnya dan mengaduh, air matanya lolos begitu saja tanpa bisa ditahan. Sakit perutnya datang mendadak seakan menghentak dirinya dari dalam.

.