Tittle : Magic Of The Elemental
Rate : T/K+
Genre : Magic, School, Family, Friendship, Romance(mungkin), dan Action
OC : Touko Yuuki, dan Touko Rin (saya buat kembar.)
Chapter : Prolog.
Declaimer : BoBoiBoy milik Animonsta dan cerita ini hanya karya fiksi milik author.
Warning : OOC, OC, Typo(s), No aliens, No robot, Miss EYD dan kesalahan besar lainnya.
Happy Reading...
Taufan POV.
Rasanya hari berlalu dengan sangat cepat ya? Aku bahkan seperti baru masuk sekolah tadi pagi, tapi bel pulang sudah berbunyi saja, dan tentu saja aku dengan semangatnya pulang ke rumah, hehe. Oh iya, kalian belum mengenalku? Aku adalah BoBoiBoy Taufan, atau kalian bisa memanggilku Taufan. Anak ke 2 dari 5 saudara kembar, yang katanya adalah kembaran teraktive. Tapi kurasa iya... haha. Aku meluncur dipapan skateboardku, di sepanjang lantai lorong sekolahku yang sepi. Walau aku bisa saja kena tegur, tapi sejujurnya aku tidak peduli. Aku sudah sering dimarahi bahkan di hukum, tapi bagai membentuk tembok. Aku sudah kebal terhadap itu semua, apalagi kakakku. Kalian tahu lah, dia adalah BoBoiBoy Halilintar. Si pemuda dingin, yang minim ekspresi. Perlu sejuta kejahilan untuk melihatnya berekspresi, meski yang ditunjukkan adalah ekspresi marah, setidaknya aku bisa melihat ekspresi selain wajah datarnya.
"Oh... Kak Hali!"
Aku berteriak pada kakakku yang kulihat sedang berjalan dengan memegangi topinya, sepertinya dia menurunkannya lagi. Kak Hali menoleh kearahku sebentar sebelum kembali menatap kedepan, dan lanjut berjalan. Hei apa apaan itu? Dia seperti tak mengenalku saja. Segera saja aku menaiki skateboardku menghampiri kak Hali dan menepuk pundaknya.
"Jangan berpura pura tak mengenalku, kak." Ucapku dengan wajah cemberut yang dibuat buat.
Kak Hali melirik kearahku dan mendengus tak nyaman, itu karena tanganku yang baru saja menyentuhnya.
"Untung aku tidak reflek membantingmu Taufan." Ucapnya dengan nada dingin, dan ekspresi datar seperti biasa. Aku menggidik ngeri ketika mendengarnya, sebelum nyengir lebar kepada kakakku ini.
"Maaf maaf..." Ucapku dengan sedikit tawa kecil. Aku melompat turun dari skateboardku, dan berjalan disebelah kakakku sembari menenteng skateboardku.
"Oh... iya kak? Nanti sore ada jam?"
"Ada."
"Dingin banget."
"Aku harus jawab apa lagi?"
"Ya apa kek... ada nanti jam Heal, atau Fisik, atau Element. Gitu kek..." Ucapku merajuk.
"Ada Element."
Aku hanya bisa bersweatdrop ria ketika mendengar jawaban kakakku. Yahh... sebaiknya aku tidak menanyainya lebih lanjut, jika aku masih sayang dengan punggungku. Rasanya nyeri jika aku membayangkan kak Hali membantingku. Dia tidak tanggung tanggung ketika membantingku, entah itu tempat ramai, atau di rumahpun, kak Hali akan membantingku, dan jika ditegur guru disini, dia hanya akan bilang 'Latihan, bu.' Yang hanya bisa ku iyakan, dengan wajah meringis merasa sakit. Oh iya... apa kalian bingung dengan kelas, kelas yang aku bicarakan? Kami adalah penyihir, atau apapun lah. Kami mendapat sihir ketika kami berumur 15 th, dan itu terjadi 2 tahun yang lalu. Awalnya dulu adalah kak Hali yang tiba tiba mengeluarkan percikan merah di tangannya, yang langsung ku pegang dan membuatku terjengkang, karena itu adalah aliran listrik. Dan di saat itulah, aku membuat gemuruh angin dirumah yang membuat rumah berntakan. Yang lain juga mendapat hal yang sama. Wow... aku terkikik geli ketika mengingatnya. Rumah benar berantakan saat itu.
Kak Hali menatapku dengan tatapan aneh, sebelum kembali ke wajah datarnya. Dan aku menghentikan kikikan geliku. Oh.. Heal adalah sihir penyembuhan. Fisik adalah Sihir untuk memperkuat fisik. Sedangkan elemt adalah sihir yang kami miliki. Lightning, Wind, Earth,Fire, Water, dan satu lagi adalah Ice. Keluarga kami memiliki jenis element yang berbeda beda. Kak Hali adalah Lightning. Adikku Gempa, memiliki element Earth, lalu Api adikku yang merupakan anak keempat memiliki element Fire, dan yang terakhir si bungsu Air, memiliki Element Water. Aku sendiri adalah Wind. Dan pemilik element Ice adalah, teman sekelasku, Yuuki. Dia benar benar dingin.
Kami berjalan berdua dalam diam. Huh ... Kak Hali bukan type orang yang suka ngbrol, jadi wajar saja jika kami diam. Aku mau bertanya tentang adik adik kami, percuma saja. Mereka sudah pulang duluan, dan aku sudah melihatnya tadi. Jadi beginilah suasana pulang kami berdua. Hening, tapi bedanya masih ada suara suara dari kendaraan lain sepanjang jalan, sedangkan kami pulang dengan berjalan kaki karena jarak sekolah kami tidak terlalu jauh.
Tak perlu waktu lama bagiku untuk melihat rumah kami, segera saja aku berlari kesana dan masuk dengan semangat.
"Aku pulang!"
Aku berteriak dengan semangat, membuat Air, dan Api yang sedang menonton TV melihat kearahku, begitu pula Gempa yang menyahut dari dapur.
"Kalian terlambat lagi, kak. Aku sudah siapkan makanan di meja."
"Gempa lagi yang masak?"
"Iya."
"Yah.. Harusnya Api tuh yang masak, kan namamu Api, cocok untuk masak."
"Ku gosongkan semua kalau aku yang masak." Ucap Api dengan senyum lebar, dan menatap kearahku.
"Rasanya pahit dong."
"Memang itu tujuannya."
"Kau terlalu suka membakar."
"Namanya juga Api."
"Hehh? Apa apaan itu?"
Segera saja aku melompat kearahnya dan menggelitikinya sembari tertawa terbahak bahak, begitu pula Api yang kegelian. Kak Hali berjalan kearah kamar, tanpa berniat menghentikan kami. Begitu pula Air yang hanya diam, terfokus pada televisi yang dia tonton. Sedangkan Gempa hanya menggeleng sebelum menghentikan kak Hali.
"Kak nanti Gempa ada kelas, kak Hali juga kan? Kita bareng saja."
"Iya ... nggak masalah." Jawab Kak Hali sembari naik ke lantai 2 kembali kekamarnya.
"Aku juga ada kelas, aku juga bareng." Ucapku dengan meihat kearah Gempa.
"Oke kak..."
"Jangan meleng." Ucap Api yang melemparku dengan bantal ketika aku tak sadar melepaskannya.
"Heee... kau ngajakin ribut ya?" Ucapku bercanda.
"Wleee..." Api menjulurkan lidahnya.
Aku mengambil bantal yang di lemparkan Api padaku, dan kembali menyerangnya. Kami tertawa dan bercanda dengan senangnya, Air sesekali melirik kami, dan begitu pula Gempa yang membiarkan kami, namun masih mengawasi kami. Kurasa kak Hali sudah tiduran di kamarnya. Beginilah kehidupan penuh warna keluarga kami, hahaha... Ribut sekali ya? Tidak juga sih... tapi menyenangkan bukan? Seperti keluar dari dunia sihir, kegaduhan ini seperti kegaduhan anak kecil biasa. Tapi tentu saja, kami tak bisa menghilangkan fakta bahwa kami adalah penyihir.
Aku bangkit berdiri ketika Api melemparkan 2 bantal kearahku.
"Hoo... kau mulai ya? Oke... Pusaran angin." Ucapku sembari membentuk bola angin di tanganku.
"Bebola api."
Kami mulai menggunakan sihir kami lagi, dan yang pasti teguran itu muncul lagi.
"Kak Taufan, Api. Kalian mau ku hukum lagi?"
Nah kan... Gempa menegur kami lagi. Aku menghilangkan sihirku, begitu pula Api. Aku menggaruk belakang kepalaku yang tak gatal dengan kikuk. Namun Api hanya nyengir lebar.
"Kita lanjutkan di training sekolah?"
Api berbisik padaku, dan langsung saja kusanggupi dengan senang hati.
"Siap."
Gempa hanya menghela nafas ketika melihat kami. Well... Kehidupan kami masih panjang. Tentu saja dengan konflik penuh tentang sihir dan hal tak rasional lain. Tapi itulah sihir, hal yang tak rasional, dan kami adalah bagian dari hal tak rasional itu.
To Be Continued
Yoooo... Minna chan...
Apa kabarnya nih? Lama deh nggak jumpa Arina nee :3
Pada kangen nggak? / All: Nggak ! #Dilemparbangkiaksekampung
Arina dateng lagi nih, dengan fic baru. Coba coba dalam sudut pandangnya Taufan :3
Yess... Magic, ini sekolah magic. Entah kenapa Arina sulit untuk membuat fic yang, well... real life. Tak masalah sih...
Oke Oke... ini konyol ya? Pendek ya? Prolog ini kayaknya :3
Kuharap bisa cepat lanjut ini(?) / all: apa apaan kau #dilemparmeja
.
And last ... Review nya Minna san :3
Arina nee-chan -
