HEART
Cast : Sehun x Luhan
.
.
Prologue
[20 April 2018]
Luhan pernah mengalami hari yang benar-benar buruk untuknya dimana dia tak bisa memejamkan mata walau dia sangat ingin tertidur, dalam benakknya selalu berpikir kenapa debaran jantungnya bisa segila ini hanya karna melihat seorang lelaki duduk dengan kemeja hitam didepan sebuah pusara dengan sebuah bunga Daisy putih ditangan nya. Luhan tak mengerti mengapa dia begitu ingin memeluk dan mengatakan pada lelaki dengan wajah datar tersebut bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Sungguh, aku bisa gila jika seperti ini. Apa penyakit jantungku kambuh lagi?"
Tidak.
e)(o
Malam ini adalah malam yang bersejarah dimana seorang lelaki bertubuh mungil mempertaruhkan hidup dan matinya didalam ruang operasi bersama bius dan pisau bedah. Dia menyerahkan semuanya pada dokter yang akan menangani ini, bagaimanapun Luhan sudah pasrah akan kehidupan nya menjalani semua ini dengan senyuman pahit yang nyatanya tak mampu menutupi sakit yang dia rasakan selama ini.
Entah malaikat mana yang rela memberikan sumber kehidupan nya kepada Luhan, jantung yang berharga, jantung yang mungkin dia rawat dengan baik semasa hidupnya dia berikan pada Luhan, genggaman tangan seseorang disampingnya menguatkan Luhan bahwa semua akan baik-baik saja. Sungguh Luhan sangat bersyukur memiliki lelaki sebaik Kai didunia ini.
"Percayalah padaku bahwa semua akan baik-baik saja, kau tau aku mungkin akan membakar rumah sakit ini jika sesuatu terjadi padamu," kekehnya diiring air mata, Luhan paham betul bahwa Jongin sudah tak sanggup lagi untuk sekedar tersenyum saat ini tapi lelakinya benar-benar bisa menenangkan ketakutan yang dialami oleh Luhan.
Lelaki dalam genggaman tangan Jongin hanya mengangguk lemah dengan senyuman lemah pula, kepalanya diusap sayang oleh sang dominan menandakan bahwa dia akan selalu bersama Luhan.
"Cukup pikirkan apa yang membuatmu tenang, janga tegang. Okay?"
Sekali lagi Jongin mendapatkan anggukan sebelum beberapa perawat membawa tubuh terbaring kekasihnya memasuki ruang operasi. Dan disanalah semua dimulai, bahkan jika Luhan sangat ingin melihat wajah malaikat pendonor jantung buatnya dia tak akan bisa karna nyatanya orang itu telah pergi tanpa mengucapkan apapun malam itu, dia menutup matanya dengan senyuman cantik yang mungkin akan menawan semua orang yang melihatnya.
Kenapa aku memilih pergi? Karna aku tahu semua akan baik-baik saja tanpaku. Hiduplah dengan baik dan kabulkan permintaan terakhirku, bisakah kalian bahagia?
Jongin duduk memegang kepalanya yang berdenyut sejak sejam yang lalu, pikiran nya tak bisa tenang memikirkan apa yang terjadi pada kekasih hatinya didalam sana, dia sedang berjuang melawan semuanya. Ini akan berjalan dengan baik bukan? Setelah ini, semuanya akan baik-baik saja bukan? Luhan-nya yang manis akan baik baik saja setelah ini. Mereka bisa menjalani hari-hari mereka seperti biasanya tanpa ada lagi Luhan yang tiba-tiba sakit meremas dadanya, ini akan berakhir. Sungguh.
Dua bulan yang lalu.
Mata rusanya menatap layar televisi didepan ranjang nya, baju rumah sakit yang dia gunakan seakan tak berarti apa-apa melihat wajah berseri serta mata berbinar dengan mulut mengunyah potongan apel. Luhan sama sekali tak terlihat sakit, dia selalu terlihat bahagia walau kadang merasakan dadanya sesak secara tiba-tiba, tawanya memenuhi ruangan ketika televisi menayangkan beberapa kelucuan. Seorang lelaki berkulit sedikit gelap memasuki ruangan ikut tersenyum melihat kekasih mungilnya tertawa lepas, dia meletakkan buah-buahan yang dia bawa tadi disamping ranjang Luhan.
"Ouh Jongjong sudah datang?"
"Hm," Tanpa menjawab lebih lanjut Jongin duduk disebelah Luhan memperhatikan potongan apel yang hampir habis, tangan nya meraih pisau dan mengupas beberapa apel lagi untuk Luhan.
"Kau dari mana saja?"
"Membeli buah di luar."
"Hng, apa ayahku sudah pulang?"
"Belum, beliau masih di Jepang mengadakan rapat."
"Hng, aku bosan."
"Mau jalan-jalan keluar sebentar?"
"Bolehkah?"
"Tentu."
"Boleh aku membeli bubble tea nanti?"
"Kita akan membelinya bersama? Kau mau rasa apa?"
"Taro."
"Habiskan dulu apel mu"
"Siap Jongjong."
Jongin hanya tersenyum lembut mengusap kepala kekasihnya, memandangi Luhan yang telah kembali terfokus pada televisi didepan nya. Dia selalu berpikir kapan semua ini akan berakhir, harusnya ayah Luhan sudah mendapatkan donor jantung itu sekarang jika saja pihak pendonor tidak membatalkan nya tadi pagi.
Luhan memandang kesekitarnya dengan takjub ketika sampai di luar, mungkin sudah lewat seminggu dia tidak keluar dari ruang rawatnya. Pantas dia jadi begitu merindukan suasana diluar, jemarinya meremas selimut kecil yang tersampir pada paha sebagai penghangat. Dibelakangnya Jongin masih setia mendorong pelan kursi yang didudukinya menuju sebuah toko bubble tea diujung jalan rumah sakit. Sebenarnya dia sama sekali tidak ingin menggunakan kursi roda seperti ini, dia jadi merasa seakan dia adalah orang sakit sungguhan yang hidupnya sudah tak lama lagi—walau kenyataan nya memang begitu—namun Luhan sama sekali tak ingin seperti itu, dia masih ingin hidup. Untuk lebih lama lagi.
"Apa aku berat?" Luhan sengaja mulai bertanya duluan karna pada dasarnya lelaki tinggi dibelakangnya sangat jarang berbicara jika tidak diperlukan. Ia sudah paham betul dengan sikap Jongin.
"Tidak"
"Kupikir kau akan kelelahan jika terus mendorong kursiku."
"Benarkah? Kupikir malah aku hanya mendorong kursi sekarang."
Luhan mengerucutkan bibirnya ketika mendengar jawaban dari Jongin, sebegitu ringan kah dia sampai Jongin hanya menodorong kursi yang dia tumpangi saja? Dia menatap Jongin dengan pandangan kesal mengundang senyum manis dari yang lebih tampan.
"Kenapa babylu?"
"Kau pikir aku ini apa? Kapas?"
"Bukan aku yang bilang"
"Menyebalkan"
Mereka sampai di toko bubble tea segera memesan apa yang diinginkan Luhan karna jelas Jongin sama sekali tidak berminat untuk membeli minuman berbola seperti kesukaan Luhan tersebut.
"Aku mau rasa—"
"Bubble tea rasa taro"
Seseorang memotong perkataan nya membuat Luhan menoleh bingung pada orang tersebut yang berdiri disebelahnya, namun pandangan nya segera teralihkan ketika pemilik toko bertanya apa pesanan Luhan berusan.
"Aku juga bubble tea rasa taro."
Seletah mendapatkan keinginan nya Luhan menatap Jongin dengan senyuman lebarnya mengucapkan terimakasih pada pemuda yang membawanya berjalan keluar untuk jalan-jalan kemudian dibalas dengan anggukan oleh yang lebih tinggi, setelah berkeliling kurang lebih setengah jam Luhan mengeluh bahwa dia lelah pada Jongin.
"Kita pulang?"
"Hng, aku lelah sekali."
Jongin hanya menurut membawa tubuh kecil Luhan kembali kerumah sakit, padahal mereka berkeliling bersama dan Jongin yang mendorong kursi Luhan sementara yang sakit hanya duduk menyedot minuman nya tapi lihat sekarang siapa yang kelelahan.
"Apa berjalan-jalan menyenangkan?"
"Sangat, andai saja aku bisa melakukan itu lebih lama."
"Bersabarlah Lu, semua ini akan segera berakhir"
"Aku akan menunggu."
Entah itu transplantasi atau kematianku.
Luhan tersenyum kecut mengingat hidupnya sangat menyedihkan, dia bahkan merindukan masa dimana dia menjadi anak sekolah nakal seperti dulu tapi kini semua hanya tinggal angan karna nyatanya dia lemah sekali sekarang, sebuah tangan mengusap sayang kepalanya mau tak mau membuatnya mendongak menatap Jongin, lelaki itu memnundukkan tubuh menjemput sebuah kecupan manis pada dahi sebelum kembali mendorong kursi sang kekasih.
"Semua akan baik-baik saja, ini akan segera berakhir."
Iya, Luhan juga selalu mengharapkan semua ini berakhir dengan cepat. Entah itu dengan kematian nya atau dengan kehidupan barunya tapi sungguh siapa yang akan bertahan dengan penyakit yang bersarang dalam tubuhnya, dia juga ingin semua ini berakhir dan menjalani kehidupan dengan tenang dan bahagia.
e)(o
Pria bermata bulat dengan balutan jas putih keluar dari ruangan operasi Luhan menemukan wajah pucat Jongin penuh tanya dan harap menatapnya, jelas sekali raut kekhawatiran terpancar dari wajah tampan tersebut menatap mata bulatnya. Lelaki itu menghela nafas panjang sebelum mengucapkan kata-kata yang berhasil membuat dunia Jongin berhenti berputar.
"Operasi nya berjalan lancar, kita hanya tinggal menunggu pasien siuman dan memeriksa keadaan nya, sejauh ini semuanya masih stabil,"
"Terima kasih banyak dokter Do."
"Jangan berterima kasih padaku Jongin, berterima kasihlah pada tuhan yang telah mengizinkan kelancaran dari semua ini," ucapnya berlalu pergi membawa setetes air mata mengaliri pipi putihnya.
Do Kyungsoo, haruskah dia mengharapkan kematian orang lain demi cintanya? Tentu tidak, dia bukan manusia sebejat itu bahkan jika Luhan mati belum tentu dia beruntung mendapatkan cinta dari kekasih pasien nya karna itulah dengan sekuat tenaga dan semua yang dia bisa dia berusaha menyelamatkan Luhan agar orang yang dia cintai bahagia bersama Luhan, anak itu harus tetap hidup untuk terus mengukir senyuman diwajah Jongin nya.
Getaran ponsel dalam sakunya menyentak lamunan Jongin, tangan nya yang masih lemah mengangkat panggilan telepon tak kalah lemahnya. Jongin bahkan tak bertenaga untuk sekedar member kabar pada ayah Luhan yang jauh disana saking kaget dan bahagianya dia.
"Iya tuan, semuanya berjalan lancar."
Air mata kebahagiaan berlomba-lomba membasahi pipinya saat mendengar ucapan syukur dari calon mertuanya disebrang sana, Jongin telah berhasil dan dia tak akan jadi membakar rumah sakit ini.
Dua bulan setelahnya
Kehidupan Luhan jauh berbeda dari sebelum dia mendapatkan transplantasi jantung, Luhan yang biasanya penuh dengan canda tawa dan keriangan walau dia tengah sakit kini lebih banyak diam. Bahkan belakangan Luhan gemar sekali membaca padahal semua orang yang mengenalnya juga tahu bahwa Luhan bukanlah anak yang rajin semasa hidupnya. Luhan juga terlihat senang sekali membantu para maid nya didapur dinbanding bermain game hingga tertidur didalam kamarnya.
Baik Jongin maupun ayahnya tak pernah mempermasalahkan perubahan tersebut karna nyatanya Luhan berubah pada sosok yang lebih baik sekarang. Hanya saja melihatnya jarang berbicara membuat Luhan tampak sangat berbeda, dia hanya akan berbicara bila ada kepentingan atau ada yang bertanya padanya.
Hubungan nya dengan Jongin juga sudah tidak sedekat dulu karna jongin yang pada dasarnya tak banyak bicara dulu selalu diajak bicara oleh Luhan sekarang justru saling berdiam diri hanya sesekali melempar senyum atau mungkin mengucapkan kata cinta seperlunya, mereka tak lagi seharmonis dulu.
"Jongin?" Lihat? Bahkan panggilan Jongjong sudah lama menghilang dari mulut yang lebih kecil, dia tak lagi suka merengek atau manja seperti dulu yang mana membuat Jongin mau tak mau rindu dengan sosok Luhan yang dulu, tapi tidak dengan penyakitnya.
"Ada apa Luhan?"
"Kau tahu, kurasa jantung ini berbeda dengan milikku."
Jongin mengangkat alisnya kebingungan dengan penuturan halus sang kekasih, dia mendekati Luhan untuk mengambil posisi tepat didepan tempat duduk Luhan.
"Memang, itu adalah jantung orang lain babylu. Berbeda dengan milikmu."
"Apa karna jantung ini berbeda?"
"Kenapa?"
"Karna jantung ini tak pernah berdetak sekeras dulu ketika bersamamu, perasaanku telah pergi bersamaan dengan jantungku."
Luhan berucap dingin membeku seluruh pergerakan Jongin yang mematung di lorong rumahnya, lelaki kecil itu berbalik meninggalkan kekasihnya dengan perasaan gusar takut menyakiti tapi sungguh dia tak tahan dengan hubungan mereka yang jelas tak didasari oleh cintanya. Luhan sudah tidak mencintai kekasihnya lagi.
e)(o
Matanya memandang kosong jalanan sora yang ramai dibalik jendela kaca, mobil yang membawanya melintasi sebuah pemakaman umum sebelum memasuki kawasan rumah sakit dimana Luhan harus menjalani pemeriksaan mengenai penyakitnya yang belakangan terus menunjukkan peningkatan pada hal yang lebih positif.
Mata Luhan tak sengaja menangkap seorang lelaki berkulit putih berwajah tak asing duduk sendirian membawa setangkai bunga Daisy berwarna putih. Terlihat wajah nya begitu dalam menatap sebuah nisan diantara banyaknya makam disana, seketika jantungnya berdebar dengan kencang tanpa dapat dicegah.
"Apa ini?" bisiknya lirih pada diri sendiri, pandangan nya menunduk menatap sepatunya sebelum akhirnya turun dari mobil yang membawanya.
Sepasang kakinya ia bawa menuju ruangan dokter Do, dokter yang biasanya selalu memberikan perawatan padanya. Luhan menatap mata bulat dokter tersebut tanpa berniat mengucapkan apapun seusai pemeriksaan mereka, dia hanya diam selama pemeriksaan berlangsung hingga detik ini.
"Ada keluhan tuan Lu?"
"Apa perasaanku ikut terbuang bersama jantung lamaku dok? Kenapa aku tak merasakan apapun lagi ketika aku berada didekat kekasihku?"
Checkmate.
Do Kyungsoo menghentikan gerakan nya mendengar ucapan dingin penuh rasa penasaran dari kekasih orang yang dia cintai. Apakah takdir tengah memihaknya? Bahkan tanpa kematian Luhan sekalipun dia akan dapat berusaha mengambil hati Kim Jongin.
"A-aku tidak begitu tahu, tapi aku pernah dengar bahwa beberapa kasus transplantasi mengubah pribadi penerimanya."
Hanya tundukan lesu yang dapat Luhan lakukan sebelum air matanya turun dalam kebingungan, mengapa takdirnya begitu sulit? Sejujurnya dia hanya ingin hidup bahagia dengan orang yang dia cintai tapi justru kini rasa cintanya hilang bagai disapu angin. Harapan nya untuk membangun sebuah keluarga bahagia bersama Jongin sirna seketika.
Ditempat lain lelaki yang membawa Daisy putih tadi meninggalkan bunga tersebut pada makam yang dikunjunginya meninggalkan tempat tersebut dengan wajah datar tak menunjukkan sedikitpun kesedihan nya, dia ingin menangis hanya saja dia tak ingin terlihat lemah. Dan dia juga ingat betul apa yang diucapkan pemilik makam sebelum perpisahan mereka.
"Hiduplah dengan baik, Oh Sehun"
Benar.
Sehun tak akan mengingkari janjinya, Sehun tak akan mengecewakan dia karna itu Sehun berusaha untuk hidup dengan baik, tanpa air mata dan kesedihan. Mungkin dengan tak tersenyum akan menutupi kesedihan nya.
"Aku akan menunggu," dia bergumam seorang diri
entah itu kebahagiaan atau kematian.
TBC
.
.
.
.
Mohon kritik dan saran yang membangun^^
Terimakasih yang sudah menyempatkan diri untuk membaca.
Saya masih belum bisa move on dari empat postingan Oohsehun di instagram miliknya, kenapa harus tanggal 20 ya HHS? Mending yang nge BIM mundur deh hwhw
Salam HUNHAN IS REAL
