Warning:

Ini cerita manxman, a.k.a. humu story. Jadi buat yang ga suka mending jangan dibaca n nyesal kemudian trus maki-maki JN buat cerita yang ga mutu.

YunJae bukan punya JN, tapi mereka punya satu sama lain. Cieeeeeee *naik2in alis sambil godain Jaejoong*

Crita ini JN ambil dari lagunya K Will-Please Don't. Lagunya keren abis, tapi Mvnya super keren. That's why JN nekat buat ff ini, yang entah kenapa buat JN kesemsem sendiri kalo baca hahah :D

Crita ini terbagi dalam 6 chapter yang super short. Awalnya JN ketik dari HP udah laaaammmmaaaaaa banget, ini juga baru JN edit ulang. Moga aja kesalahan JN yang dulu banyak banget udah lumayan berkurang.

Buat yang ga suka n tetap nekat baca JN ga tanggung jawab kalo seandainya ada review negatif yang JN hapus tanpa perasaan.

Typonya lumayan banyak, soalnya diketik juga tengah malam tapi setidaknya masih bisa dimengertilah ceritanya =.='

Happy Reading, Chingudeul.

-Part 1-
''Ireojima, jebal."

All Jaejoong POV

'Tapi kenapa?'

Pertanyaan itu yang selalui menghantuiku. Harusnya dia menjelaskan sendiri padaku, bukannya membuatku mencari jawaban sendiri yang aku tak tahu harus mulai mencarinya dari mana. Dia, Jung Yunho, bukannya memberi penjelasan malah tersenyum seakan senyumannya mampu menjawab setiap kebingunganku.

Flashback

"Maksudmu apa Yunho?"

"Aku ingin kau tetap bersama denganku, tinggal bersama kami."

"Tapi Yunho, aku hanya akan.."

"Tidak Jaejoong. Kau bukan pengganggu. Kami, tidak, aku membutuhkanmu disini. Di tempat ini. Jadi kumohon Jaejoong, jangan pergi."

Dadaku terasa sesak mendengar permintaan Yunho. Bukannya kehadiranku hanya akan membuat semuanya terasa canggung. Sekalipun dia tidak menyadari perasaanku, tapi tinggal bersama mereka sama saja menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Dan jelas saja itu membuatku terlihat menyedihkan, bukan?

"Yunho, kau yakin? Aku rasa-"

"Aku yakin Jaejoong. Percayalah padaku. Kumohon." Yunho menggengam erat bahuku. Mencoba meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sekalipun hatiku tetap ragu, dan yakin aku takkan baik-baik saja kalau harus tetap tinggal bersama mereka.

"Aku..." Saat aku menatap matanya, saat itulah hatiku goyah.

"Please don't go Jaejoong. I need you here."

"..." Aku mencintai pria ini. Dan demi nya aku lakukan apapun.

"Please."

"Ya, baiklah." Ya, apapun. Demi senyuman Yunho, bahkan kebahagiaanku sendiri aku pertaruhkan.

End of Flashback

_YunJae_

"Jae oppa..."

Saat itu aku sedang berusaha menenangkan diriku, sambil menikmati kesendirianku di teras belakang. Ahra yang tanpa sadar sudah merusak soreku, dengan tenangnya mengambil tempat disampingku dan merangkul tanganku. Aku tahu aku tidak boleh bertingkah seperti anak kecil, tapi gadis ini benar-benar tidak mampu membaca situasi. Aku tidak pernah bersikap akrab dengannya, tapi dia dengan santainya menganggap aku seperti teman bermainnya.

Hal sangat mengangguku.

Aku berusaha menjauhi mereka, terutama Go Ahra. Gadis yang tinggal bersama kami. Gadis yang Yunho kenalkan sebagai tunangannya. Tapi gadis seperti tidak peduli dan tetap menempel padaku setiap ada kesempatan.

Tidak, aku tidak membencinya.

Aku hanya tidak ingin menyukainya, itu saja.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Senyum itu lagi.

Senyuman yang membuatku mengingat posisiku.

Senyuman tulus, yang biasa dia berikan kepada sahabatnya dan terlebih kepada Yunho. Senyuman yang membuatku tidak tega untuk membencinya.

"Tidak ada."

"Aah~ ayolah oppa. Tidak mungkin kau disini hanya untuk melamun. Kau tahu oppa, hari ini kami bla bla bla..."

Aku tersenyum miring tanpa sepengetahuannya. Benar saja aku melamun, memikirkan nasibku yang sedang sial karenamu. Aku membiarkannya berceloteh panjang lebar mengenai perjalanan panjangnya hari ini bersama Yunho. Dan entah apa yang merasukiku, aku membiarkannya begitu saja.

"Oppa~ kenapa kau malah diam saja?" kali ini dia melepas kaitan tangannya pada lenganku dan beralih menghadapkan seluruh badannya ke arahku sambil meletakkan tangannya dipinggangnya seakan marah padaku.

"Kau berisik." Kataku jujur namun tanpa ekspresi. Tapi bukannya marah, gadis itu malah tersenyum geli sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangannya menahan tawanya agar tak lepas.

"Jae oppa, kau lucu sekali. Tidak, tidak. Kau malah sangat imut."

"Hei.."

Akhirnya Ahra tertawa lepas melihat ekspresiku. Yang aku sendiri tidak tahu apa yang lucu denganku sehingga membuatnya tertawa seperti itu. Dia bahkan mengacak-acak rambutku membuat wajahku semakin terasa panas saat aku berusaha menangkis tangannya dengan tidak terlalu kasar.

"Hahaha oppa, wajahmu memerah. Kau sangat menggemaskan."

Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku pun bangun dari bangku itu dan berjalan menjauhi Ahra yang masih tertawa dengan mengikutiku dari belakang sambil sekali-kali menarik bajuku sambil menarik bajuku dan berkali mengucap maaf. Aku tidak marah padanya, aku marah pada diriku yang tidak mampu mengendalikan diriku. Semarah-marahnya aku pada hubungannya mereka, aku tidak punya alasan untuk marah pada Ahra. Dia hanya tunangan Yunho yang tidak mengetahui persaanku, sama seperti Yunho.

Ini benar-benar menggelikan. Aku berusaha bersikap baik padanya sekalipun aku ingin sekali membencinya. Aku berusaha agar sikapku tidak menunjukkan kalau aku membenci kehadirannya, tapi hatiku terasa panas mengingat kedekatannya dengan Yunho. Namun demi Yunho aku harus bertahan. Mungkin saja masih ada harapan untukku mendapatkan perhatian Yunho, mungkin saja dengan pengorbananku ini Yunho sadar dan mau mencintaiku.

'Pikiran yang sesat Jaejoong. Bodoh.'

"Yunnie oppa. Lihat Jae oppa marah padaku."

Ahra yang tadi mengekoriku sekarang sudah berjalan mendahuluiku saat melihat Yunho yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Gadis itu bergelayut mesra pada tangan Yunho sambil merajuk karena ulahku.

'Sial.'

Aku merasakan wajahku semakin panas. Kali ini karena melihat kemesraan mereka. Hal yang selama ini selalu kuhindari, kalau bisa.

"Sudahlah Jaejoong, Ahra hanya bercanda." Yunho melingkarkan tangannya pada pinggang Ahra dan tersenyum lebar ke arahku. Bisa kulihat dimatanya, Yunho sedang berusaha menahan tawanya.

'SIAL!'

"Hmm." Kali ini bukan hanya wajahku yang memerah, mataku mulai terasa panas. Tanpa mengatakan apa-apa lagi aku mengubah arah jalanku dan mengambil kunci mobilku yang berada di atas meja. "Aku pergi dulu." Aku tidak lagi menghiraukan suara Yunho dan Ahra yang menanyakan kemana aku pergi karena dengan buru-buru aku keluar dari rumah itu dan menutup pintu dengan sedikit kasar dan masuk dengan terburu kedalam mobil. Tepat saat aku keluar dari halaman rumah kami, air mata yang kutahan mengalir juga. Sakit yang selama ini kutahan, hari ini tidak terbendung lagi.

"Yunho.. Ireojima, jebal."

-TBC-