Lupa-lupa ingat juga sebenarnya sejak kapan aku tertarik pada dunia tulis menulis. Tapi yang kuingat, pertama kali aku menemukan blog ini saat November lalu. Ketika aku sedang dilanda stress berat karena tugas-tugas sekolahku. Apalagi, sejak diterapkannya sistem Fullday School dalam pendidikan jaman sekarang. Harapan manis tentang pulang sore namun tidak ada lagi tugas hanya buih omong kosong. Pulang sekolah jam 4 sore iya, tugas sekolah malah makin bertumpuk. Lelah rasanya setelah berkali-kali di-PHP-in oleh menteri pendidikan. Apalagi, jam tidur siangku juga terpaksa aku relakan gara-gara aturan baru tentang jam sekolah ini.
Aku menemukan blog ini secara tidak sengaja. Kala itu, aku sedang diberi tugas mencari sebuah cerpen untuk diidentifikasi unsur instrik dan ekstrinsiknya. Serta menelaah struktur dan kaidah dalam teks cerpen. Genre bebas, asal bukan karangan sendiri. Maka, mulailah aku mencari di mesin pencari. Cukup hanya mengetik kata 'cerpen' saja, ratusan cerpen langsung berjejer rapi sebagai hasil pencarian. Sebenarnya aku hanya asal menekan saat itu. Dipikiranku, yang penting ada cerpen sehingga aku bisa cepat-cepat menyelesaikan tugasku. Sumpah, aku hanya sembarang memencet blog. Harian Seijuuro. Itu nama blog yang terpampang di sana. Dengan cerpen berjudul Kemurnian Cinta, maka mulailah aku membaca cerpen itu dengan tekun.
—
Harian Seijuuro
siuubi
Akakuro Aircrafter Event 2017
—
Tugasnya sudah selesai. Bahkan sudah dikumpul dan diberi nilai. Tapi, cerita yang kubaca kala itu masih terngiang di kepalaku. Serupa rol film yang berputar cepat di kepalaku, aku masih bisa merasakan bagaimana bergetarnya hatiku ketika sang tokoh utama memperjuangkan cintanya. Klise, tapi terlalu membekas. Aku sampai dibuat baper selama seminggu penuh.
"Sudahlah Kuroko. Aku sampai hapal jalan ceritanya karena kau menceritakannya setiap waktu. Lagian, apa bagusnya kisah romansa? Aku lebih suka ini, komik shonen, memang ditujukan untuk laki-laki tanpa ada cinta-cintaannya." itu Kagami Taiga. Sedang menyuarakan protes sambil mengibas-ngibaskan majalah Shonen Jump yang selalu update komik shonen setiap minggunya. Omong-omong, Kagami itu sahabatku. Kami bertemu di SMA Seirin, satu klub denganku, klub basket. Walaupun peragainya kasar dan keras, tapi setidaknya hanya dia yang mau mendengar setiap cerita yang terbilang alay dariku.
"Itu karena kau belum pernah membacanya sendiri, Kagami-kun. Penulisnya menulis cerpen itu dengan hati. Feel-nya bener-bener dapat. Seakan-akan, tokoh utama itu memang hidup dan bernyawa. Mungkin, dia sedang berkelana di dimensi lain untuk memperjuangkan cintanya." aku temanggu. Tak main-main dengan perkataanku, tapi memang itulah yang kurasakan saat membaca ceritanya.
"Sudah, sudah. Kau malah semakin melantur, Kuroko. Lebih baik kau minum susu sana. Ada susu vanilla di kulkasku. Ambil saja. Supaya kau agak waras."
Aku mengerucutkan bibir. Kesal. Tak terima karena Kagami tidak sepemikiran denganku. Dia bisa berkata seperti itu karena dia belum pernah membacanya. Awas saja, kalau sekalinya dia membaca cerita itu kemudian baper, akan kupaksa dia mentraktirku susu vanilla selama sebulan penuh.
-
Jarum jam yang paling gemuk sudah hampir selurus dengan angka dua belas, tapi mataku masih saja terbuka lebar di depan layar laptop. Fokus membaca isi blog yang selama seminggu ini selalu mengganggu pikiranku.
Harian Seijuuro.
Nama blognya masih sama. Dengan tema warna merah yang belum berubah sejak terakhir aku melihatnya. Isinya juga banyak, tidak hanya satu cerpen yang kupakai untuk tugas tempo hari. Blog ini serupa antalogi. Cerpen, novel, puisi, syair, serta karya-karya sastra lainnya yang tak kalah menakjubkan semua ada di sini. Penulisnya bernama Akashi Seijuuro—yang sebenarnya baru aku tahu tadi. Pria berkulit putih dengan rambut merah. Lumayan tampan. Aku tahu karena si pemilik blog menaruh fotonya di kolom author profile.
Tidak hanya aku, ternyata penggemar blog itu juga sangat banyak. Dalam setiap postingannya, orang yang berkomentar itu paling sedikit 100-an. Bahkan, ada postingan yang komentarnya sampai ribuan. Wajar saja, karya-karyanya memang luar biasa. Aku malah terkejut kalau belum ada penerbit yang tertarik dengan tulisannya. Kalau tulisan-tulisannya ini dijadikan buku, aku menjamin buku itu akan laku keras.
"Eh?!" aku melotot. Hampir berteriak seandainya tidak ingat kalau ini tengah malam. Barusan, aku baru saja menyelesaikan membaca salah satu cerpennya yang lain. Plotnya benar-benar keren, endingnya diluar dugaan. Aku sampai tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar. Menyalurkan semua perasaanku dalam sebuah ketikan. Komentarku panjang. Bahkan terlalu panjang untuk disebut komentar. Aku sudah hampir membuat tabloid.
Selesai mengirim komentarku dengan nama akun 'Kuroko Tetsuya', aku iseng me-refresh halaman itu. Dan, sungguh aku tidak menyesal setelah me-refresh-nya. Jantungku langsung berpacu cepat ketika belum ada semenit aku selesai mengirim komentar, si pemilik blog itu sudah langsung mengirim jawabannya. Singkat, tapi berhasil membuatku menjerit tertahan, menggigit-gigit bantal karena terlalu gemas.
Akashi Seijuuro: Halo, Kuroko! Salam kenal. Terima kasih sudah memberikan apresiasi terhadap karyaku. Aku menghargainya. Jangan bosan untuk membaca karyaku yang lain, yaa ;)
Masih jawaban yang normal sebenarnya, tapi rasa bahagiaku tidak bisa berbohong. Aku terlalu senang sampai mulas rasanya. Cepat-cepat, aku kembali ke depan laptop setelah puas loncat-loncat di kasur. Membaca ulang komentarku dan balasan komentarnya. Aku sampai meng-screenshot karena terlalu senang.
-
"Tingkahmu itu seperti sedang kasmaran, tahu." komentar Kagami keesokan harinya ketika aku selesai bercerita. "Kenapa kau senang sekali karena komentarmu dibalas? Bukannya itu wajar? Semua orang yang komentar di blog itu pasti dibalas oleh penulisnya. Kau saja yang terlalu berlebihan."
Aku cemberut. Menatap jengah pada Kagami yang sedang memangku dagunya malas. Kenapa dia tidak suka sekali melihat orang lain bahagia.
"Tapi, hanya aku satu-satunya yang dibalas dengan emotikon kedipan mata. Kalau orang lain, Akashi-kun pasti membalasnya diakhiri dengan titik. Hanya aku yang memakai emotikon, Kagami-kun. Hanya aku! Tidak salah lagi—"
"Tidak salah lagi, kau memang sudah tidak waras. Apa hebatnya, sih, kalau dibalas dengan emotikon? Kedipan mata lagi. Eeuu." Kagami memasang ekspresi seolah-olah jijik, "Kau bahkan memanggilnya 'Akashi-kun'. Sok akrab sekali."
"Kenapa? Namanya memang Akashi-kun, kok. Kalau aku memang hanya dianggap biasa oleh Akashi-kun, kenapa komentarku dibalasnya cepat sekali? Bahkan belum ada satu menit."
"Mungkin kebetulan saat kau mengirim komentarmu, Akashi—siapalah itu sedang online. Jangan terlalu baper, kau bahkan belum mengenalnya secara langsung."
Aku berdiri. Sengaja kudorong kursiku keras. Menunjukkan kalau aku serius ngambek. "Kau itu hanya tahu mengejek. Susah sekali kalau ingin curhat denganmu."
"Hey, hey, yak! Kuroko! Kau marah?! Aku kan hanya mengatakan yang sebenarnya." teriak Kagami namun tidak kuhiraukan. "Huh, dasar! Kenapa kau jadi seperti anak perempuan?"
Aku mendelik, berhenti ketika badanku sudah diambang pintu, menatapnya tajam, "Aku mendengar, Kagami-kun."
-
Kembali seperti malam kemarin, malam ini aku membuka blog 'Harian Seijuuro' lagi. Aku tak pernah bosan ketika membaca tulisan-tulisannya. Tulisan itu seperti menyedotku ke dimensi lain. Seolah cerita dan karakter tokohnya benar-benar hidup dan nyata. Aku selalu kagum dengan bagaimana cara Akashi Seijuuro menulis. Tak lupa, semua kekagumanku itu aku tuangkan juga dalam tulisan di kolom komentar. Hampir semua postingannya aku komentari. Berharap aku bisa mendapat perhatiannya karena sering melihat namaku di sana.
Dan jujur saja, aku hampir pingsan bahagia ketika aku tahu bahwa yang kulakukan ini tidak sia-sia.
Akashi Seijuuro: Hai, Kuroko! Terima kasih atas apresiasinya, ya Aku senang sekali. Eum, Kuroko? Apa aku boleh mengenalmu lebih dekat? Ah, maaf, aku tidak sopan, ya? Aku hanya penasaran denganmu akhir-akhir ini. Aku tidak memaksa :)
"Tentu saja boleh, bodoh!" aku memaki pada layar laptop. Gugup terlalu senang, aku mulai mengetik jawabannya.
Kuroko Tetsuya: Boleh, kok :) Lagian, akhir-akhir ini juga aku mulai tertarik dengan dunia tulis menulis. Mungkin, aku bisa membicarakan ini denganmu.
Modus. Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik pada dunia sastra. Aku hanya tertarik dengan semua tulisan yang ditulis oleh Akashi. Sekalian aku juga penasaran dengan orangnya. Maka, setelah bertukar id Line, mulailah aku chatting-an dengan Akashi Seijuuro.
-
"Hoi, Kuroko! Aku bosan. Daritadi kau kacangi terus." Kagami berguling-guling di ranjang tidurku. Tipikal anak kurang kerjaan. Terang saja, daritadi aku hanya sibuk dengan handphone-ku. Mana sempat aku meladeni Kagami.
"Diamlah. Aku sedang chatting dengan Akashi-kun."
"Ck," dia bangkit dari tidurnya. Menatapku serius, "Kuroko, dengar. Apa kau tidak takut? Awalnya mungkin hanya ngajak kenalan di dunia maya. Lama-lama, kalau sudah makin dekat, minta ketemuan. Ternyata pas ketemuan, kau malah diculik. Jangan mudah percaya pada orang via online, Kuroko."
Aku tersenyum maklum, mengerti kekhawatirannya. "Tenang saja, Kagami-kun. Aku dan Akashi-kun hanya sebatas tahu nama, tempat tinggal, dan sekolah masing-masing. Selebihnya, hanya tentang karya sastra dan tulis menulis. Aku tidak pernah mengobrol lebih dalam dari itu dengan Akashi. Apalagi urusan pribadi, aku juga tahu itu."
"Tapi—" ucapan Kagami tertahan ketika melihat sorot keyakinan dari mataku. Aku hanya mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. "Aku hanya khawatir padamu, Kuroko. Mengertilah."
"Iya, terima kasih. Kau memang sahabatku."
-
Sejak aku dan Akashi bertukar id Line, aku semakin dekat dengannya. Tak banyak sebenarnya yang kami bicarakan. Tak pernah keluar dari topik 'tulis menulis'. Tapi hebatnya, aku selalu menikmati ketika mengobrol dengan Akashi.
Banyak fakta tentang Akashi yang aku tahu sejak kami mulai dekat. Akashi Seijuuro, tinggal di Kyoto, bersekolah di SMA Rakuzan. Terlahir dikeluarga berada. Selain menulis, hobi lainnya sama sepertiku. Basket. Posisinya sebagai point guard. Jadi, selain berbicara tentang menulis, kami juga sering mengobrol tentang basket.
Meski kami memang sering mengobrol via chat, tapi ini pertama kalinya kami mendengar suara masing-masing. Akashi yang menelponku duluan.
"H-halo?" Jangan salahkan aku kalau gugup. Ini benar-benar pertama kalinya. Aku berdehem beberapa kali, takut kalau suaraku terdengar aneh oleh Akashi.
"Tetsuya?" Oh iya, aku belum cerita. Akashi memang selalu memanggilku dengan nama depanku.
"Y-ya?" Sial, aku terlalu gugup sampai tidak tahu mau bicara apa. Tenggorokanku kering rasanya. Perutku mulas. Aku mulai tidak karuan. Pasti suaraku terdengar bergetar di sana.
"Hm, aku hanya ingin memberi tahu. Minggu depan, SMA Rakuzan akan latih tanding dengan tim SMA Seirin. Aku akan datang ke Tokyo. Mungkin, kita bisa bertemu?"
"Oh, iya, boleh." Hening sebentar. Sebelum, "EEEEHHH?!" teriakan melengking dari pita suaraku meluncur keluar.
Fin.
