Author's Note :
Hmm, walau ga yakin ada yang review, tapi lagi cinta banget ini ama ZoSan TT,TT
Mudah-mudahan, readers berkenan memberi review untuk fic pertama saya di fandom ini, happy reading~
Pair : Roronoa Zoro x Sanji.
Genre : Boys-Love, Romance, Don't LIKE, Don't READ!
Disclaimer : ONE PIECE – Eichiiro Oda.
Summary :
"When love came true for a little boy who want to protect his master. The lost way to love someone coz he is boy. Roronoa Zoro want you, Sanji…"
"Garis turun temurun yang telah di terima untuk clan pelindung sama halnya dengan clan Roronoa. Dimana seorang Zoro harus di tugaskan melindungi anak bungsu dari Baratie."
MY FORTUNE
Ini zaman pertengahan dimana kehidupan masih bercampur dengan tradisi pada zaman Edo. Pada zaman ini, bangsawan sangat berkuasa. Dimana seseorang bangsawan saat berumur 7 tahun, di berikan seorang pelindung dari clan-clan kecil yang berpengaruh untuk mematuhi keinginan keluarga Bangsawan dan memperoleh gelar. Tradisi ini sudah 22 tahun berturut, dimana pihak clan kecil harus mempelajari beladiri, ilmu pedang, atau yang sejenisnya untuk di rekrut bangsawan jika ingin di berikan nama dan kekuasaan. Bahkan perjanjian 'buah iblis' pun masih berpengaruh hingga saat ini untuk mencegah kudeta dari clan kecil yang berfisik tak sempurna itu.
Suatu hari di sebuah kediaman salah satu bangsawan besar di wilayah East Blue. Yakni, bangsawan Baratie yang terkenal akan hasil perkebunan bahan makanan dan hasil olah bahan makanan yang luar biasa. Master chef yang berpengaruh di dunia. Keluarga satu-satunya yang memiliki rambut berwarna pirang. Sang kepala bangsawan, Zeff Baratie, tengah berjalan menuju dapur siang ini…
"Huwaaaaaaaaa, kak Nami, aku tidak tahaaaaaan, tanganku teriris lagi." Jerit salah seorang bocah berambut pirang sambil mengkhawatirkan jari telunjuknya yang mengeluarkan darah.
"Ah, tuan Sanji. Kau harus belajar hingga bisa mengupas kentang dengan rapi hari ini juga. Maafkan aku, aku tidak bisa menurutimu, ini perintah tuan besar." Ungkap Nami, gadis belia berumur 12 tahun yang keluarganya terpilih mengabdi pada Zeff sebagai maid di Baratie. Ia juga pengasuh khusus sejak Sanji di lahirkan.
"Hiks, aku tidak mauuu, aku mau ke kamar saja…" Rengek Sanji menyerah akan tugasnya. Nami mengernyit khawatir melihat bocah kecil itu. Ia membalut luka Sanji dengan hati-hati, ia pun berencana untuk menuruti tuan kecilnya ini.
"Baiklah, tuan istirahat saja dulu. Nanti kita teruskan." Ungkap Nami bimbang sambil membuka celemek putih dan topi koki Sanji.
"Siapa yang menyuruhmu untuk mengasihani bocah ini?" Nami tersentak ketika tuan besar Baratie itu masuk ke ruangan dapur ini.
"Ah. Aku minta maaf, tuan besar." Nami buru-buru menjauh dari Sanji dan menunduk takut. Tak seharusnya ia lemah pada keinginan Sanji.
"Kalau bukan karena jasa kedua orangtuamu yang sudah membantu kami di sini semenjak kau kecil, aku pasti sudah menendangmu keluar, Nami." Ungkap Zeff dingin. "Dan Kau bocah tengik, mau sampai kapan kau akan bermanja seperti anak kecil?!" Teriak Zeff pada Sanji kecil ini.
"Aku… aku tidak bisa ayah, aku tidak mungkin bisa mengupas dengan benar…" Jelas Sanji. Tapi setelah itu, tamparan keras Sanji rasakan hingga ia terjatuh dan ingin menangis. Nami saja sampai kaget melihatnya.
"Kau jangan manja! Kau jangan sampai memalukan nama Baratie! Aku tak akan mengampunimu kalau kau meninggalkan dapur ini dengan tangan kosong!" Ungkap sang ayah tegas dan kemudian meninggalkan ruang itu.
Nami buru-buru menghampiri Sanji yang terisak itu dan mencoba menenangkannya. "Sssst, sudah tuan Sanji. Aku akan membantumu, ya? Sudah jangan menangis lagi." Peluknya khawatir sambil mengelus rambut pirang bocah itu.
0o0
Sementara itu, di ujung north blue… wilayah yang banyak di tempati clan-clan kecil yang tidak mendapat gelar dan kekuasaan. Di sebuah Dojo di ujung hutan, nampak seorang bocah berambut hijau tengah mengayun-ayunkan pedang kayu untuk menebas manusia jerami yang selalu menemaninya berlatih selama 5 tahun ini.
"Fuaaah! Siall! Masih belum!" Kesalnya sambil membanting tubuh yang sudah berpeluh keringat ke rerumputan. Masih terdengar jelas suara air kolam dan hembusan angin tenang di sana sehingga deru nafas bocah itu lebih terdengar berisik ketimbang lingkungannya.
"Zoro, kau sudah berlatih keras. Jangan siksa tubuh kecilmu itu lebih dari ini." Seorang pria sekitar umur 17 tahun menghampiri Zoro, bocah kecil berambut hijau berkulit tan itu, sambil menimpali handuk kecil ke wajah Zoro yang tidur terlentang. Pria itu langsung membenahi manusia jerami yang babak belur karena Zoro berlatih sejak pukul 3 dini hari itu.
"Franky! Mana bisa aku tidak berlatih! Kalau begini, aku tidak bisa mengangkat gelar clan-ku!" Ungkap bocah kecil itu marah dan beranjak untuk mengambil barbell seberat 1 ton dan mulai melatih otot-otot tubuhnya.
"Hahaha, bocah cilik sepertimu memang hebat Zoro! Kau punya ambisi yang serius!" tawa Franky. "Hah, kalau saja aku bisa mencabut poni Iceberg! Tamatlah ia dan aku bisa mengangkat nama clan-mu ini…" Keluhnya kemudian.
Zoro tak mengindahkan keluhan Franky dan terus berkonsentrasi. Tak berapa lama, terdengar suara geta yang melangkah mendekat ke tempat ini.
"Zoro, beristirahatlah. Ada tamu untukmu." Suara ayah angkat Zoro, Shisou, yang di wariskan ayah kandung Zoro untuk menyandang nama Roronoa, mulai menghampiri Zoro yang terhenti dari latihannya. Di belakang sang ayah, terlihat sosok pria berbaju rapi yang zoro tidak kenal itu siapa.
"Ini tamu untukmu." Senyum sang ayah seperti biasa. Membawa kehidupan ini dengan santainya. Hal yang membuat Zoro sebal karena sepertinya sang ayah tidak peduli dengan gelar pelindung untuk clan Roronoa.
"Saya Mr.2, utusan dari Baratie." Sapa lelaki berbadan besar itu sopan. Zoro yang memang masih kecil dan hanya melatih ototnya itu (bukan otaknya) hanya terdiam polos. Sepertinya, Shisou tahu kebingungan pewaris murni tunggal Roronoa itu.
Franky masih asik membenahi manusia jerami. Ya, ia hanya orang bawaan di clan ini karena sejak kecil, Franky di asuh oleh Shisou tanpa tahu seluk beluknya. Sedangkan Shisou meghampiri Zoro dan berjongkok untuk menyetarai tinggi badan kecilnya.
"Coba buka mulutmu." Ujar Shisou. Zoro pun membuka mulutnya lebar-lebar dan Shisou memegang dagunya seraya meneliti dalam mulut itu. "Ya, sudah! Mr.2 ini, di utus oleh kepala besar Baratie untuk mengajakmu ke west blue. Aku rasa, kau sudah cukup umur, gigi taringmu sudah mulai tumbuh."
"Eh?!" Zoro baru sadar. "Ma-maksud ayah?! Aku, aku sudah bisa jadi pelindung?! Aku di ajak untuk jadi pelindung?!" tanyanya entah kagum, ragu, tak menyangka atau apalah. Shisou hanya menjawab dengan senyuman. Zoro mengerti arti senyuman itu, jadi yang ia tanya semuanya adalah benar! Dan Zoro sepertinya tidak tahu kalau ia akan menjadi pelindung di dalam keluarga bangsawan berpengaruh di dunia!
0o0
Beberapa minggu sejak peristiwa Sanji dan Zoro yang di deskripsikan di atas berlalu… saat ini, Zoro tengah ikut bersama Mr.2 dan ia berada dalam perjalanan menuju West Blue.
Sementara itu di dalam kamar tuan besar Baratie. Terlihat Zeff tengah terduduk khawatir, di depannya ada dua orang berpengaruh di Baratie dan sudah menjadi kepercayaannya. Patty, dan anak sulungnya, Doflaminggo.
"Aku khawatir pada Sanji. Bisa-bisa ia akan di incar lagi oleh pemburu-pemburu tidak jelas dari mananya itu. Aku juga khawatir kalau-kalau kumisku ini sampai terpotong atau tercabut." Hela nafasnya berat.
"Tuan besar jangan khawatir, orang dari clan Roronoa yang tuan inginkan sudah kami jemput lewat Mr.2, utusan clan Bareque Works yang telah mengabdi kepada kita." Ungkap Patty menenangkan.
"Iya, semoga bocah itu cepat datang. Oh ya, Dofla, kau juga harus hati-hati dengan barang-berhargamu itu, jaga bulu-bulu berwarna pink yang sudah tumbuh di punggungmu itu sejak lahir." Ucap Zeff mengingatkan putra sulungnya yang slengean itu.
Clan pelindung memiliki ketidak sempurnaan dengan tumbuhnya taring yang tak normal pada manusia biasanya, karena clan pelindung memang terlahir untuk perjanjian buah iblis. Hidup dan mati hanya untuk melindungi masternya. Sedangkan keluarga bangsawan, sejak lahir sudah memiliki organ atau barang penting yang jika tercabut, hilang atau rusak, martabat orang itu sebagai bangsawan sudah jatuh dan tidak bisa di anggap bangsawan lagi, bahkan, barang berharga itu bisa di jual dengan harga mahal kepada orang biasa yang tak di takdirkan sebagai bangsawan maupun pelindung hanya untuk mendapat gelar kebangsawanan.
Maka dari itu, seorang bangsawan banyak di incar para pemburu dengan motif-motif tertentu. Karena latar belakang itulah, entah dari mana muasalnya, terlahirlah warga pelindung yang harus melindungi para bangsawan.
"Khekeheke, ayah tenang saja, Crocho-chan itu manusia pasir hebat dan aku juga sudah bisa menjaga diri, aku ini kuat." Jawab anak sulung Zeff itu dengan seringainya seperti biasa.
"Hmm, aku tahu kau memang bisa di banggakan. Tapi aku tetap saja khawatir." Desah Zeff lemah.
Lalu, saat itu, seorang pemuda dengan satu tangan berkait masuk kekamar Zeff.
"Tuan Zeff, Mr.2 sudah datang bersama bocah yang sesuai dengan perintah anda."
"Ah baiklah, Mr.1, aku akan segera bersiap."
"Kau selalu keren, ya. Crocho-chan." Timpal Dofla dengan seringaian mesum. Hal yang selalu di takuti Crocodile yang keren ini dari Bareque Works.
0o0
Sanji lagi-lagi melihat cermin yang di genggamnya sambil menggembungkan pipi. "Kak Nami, aku sebal sekali melihat alis ini." Ungkapnya.
Nami tertawa kecil melihat keluhan polos tuan kecilnya ini. Ia masih sibuk mengganti perban di kaki kiri Sanji dengan hati-hati. Minggu lalu, Sanji sempat di culik pemburu. Sanji berhasil di selamatkan dengan pengerahan pengawal-pengawal Baratie, tapi, kaki kirinya luka karena Sanji di perebutkan dengan kasar oleh si Pemburu.
"Tuan Sanji ini bicara apa, karena alis itulah tuan sampai terluka seperti ini." Ucap Nami tenang. Mendengar perkataan Nami yang datar dan tak memuaskan itu, Sanji masih menggembungkan pipinya. "Alis melingkar itu adalah barang berharga tuan Sanji sejak lahir. Tuan Sanji harus merawat itu baik-baik."
"Aaah, kak Nami. Berhenti berkata alis melingkar!" Rengek Sanji namun Nami hanya terkikik geli melihat kemarahan tuan kecilnya.
0o0
Zoro tercengang dengan munculnya Zeff yang ia dengar dari bisik-bisik pengawal di dalam bangunan megah ini adalah tuan besar penyandang nama Baratie.
'Kumis kepang apa itu?!' Gumamnya dalam hati. Wajarlah, karena bangsawan memiliki barang berharga, banyak bangsawan yang memang berpenampilan aneh dan menjunjung tinggi barang berharga mereka. Zoro yang masih kecil dan tak pernah melihat bangsawan sekalipun, wajar saja kalau ia tercengang dan ingin tertawa.
"Ahahaha, kau Roronoa kecil waktu itu! Akhirnya kau bisa mengabdi padaku." Tawa Zeff. Membuat Zoro tak mengerti, sebelumnya memang ia tak pernah melihat Zeff sekalipun, tapi mengapa bisa Zeff mengenalnya? "Apa keahlian yang kau banggakan, nak?"
"Aku ahli pedang." Ujar Zoro dingin. Tapi, Zeff malah tertawa, apanya yang lucu? Pikir Zoro.
"Haha, kau memang bocah yang menarik. Karena itulah, aku ingin kau yang melindungi putraku. Kau memang bocah yang tak sopan pada bangsawan rupanya, gakgakgak."
'Aku tidak sopan? Kenapa dia malah tertawa? Bukankah dia harusnya marah?' Gumam Zoro kecil sweatdrop.
"Baiklah. Hari ini kau istirahatlah dulu, besok kita akan mengadakan perjanjian buah iblis dan akan ku pertemukan kau dengan Sanji. Patty, antar dia ke kamar para pelindung."
0o0
Sanji tengah melamun di balkon kamarnya. Ia merasa bosan karena ia tidak di perbolehkan beraktifitas sampai luka di kakinya sembuh. Apalagi, saat itu, pengasuhnya, Nami tengah membantu maid yang lain untuk menyiapkan makan malam. Tapi Sanji sendiri heran, kenapa kak Nami sampai di panggil kedapur untuk menyiapkan makan malam? Apakah ada upacara atau pesta?
ZRAKK.
Seseorang tepat mendarat di depan Sanji kecil. "Gah! Crocodile-san! Jangan mengagetkanku!" Teriaknya. Crocodile langsung merapikan bajunya akibat mendarat dari lantai 3 itu dengan sukses. Laki-laki pelindung Dofla itu memang tidak suka kotor bahkan ada debu sedikitpun di pakaiannya.
"Hai, adik kecilku." Wajah Dofla muncul beberapa menit di tempat yang sama di mana Crocodile mendarat. Putra sulung Baratie yang berusia 15 tahun itu memang suka melakukan hal-hal ekstrim dan selalu mengagetkan Sanji.
"Kau! Apa maumu, Dofla?!" Geram Sanji. Ia paling malas di goda kakaknya yang selalu berlaku mesum kepada Crocodile. Entahlah, Sanji tidak tahu kalau kakaknya itu hanya menggoda Crocodile atau memang menyukainya. Namun, Crocodile selalu risih jika Dofla melakukannya. Tapi mana mungkin, Crocodile itu laki-laki! Mana mungkin sang kakak menyukai laki-laki!
"He-hei! Tenang dulu, dong." Senyum Dofla dengan khasnya. "Kau ini bagaimana sih, bisa-bisa kau akan lebih dulu tua daripada aku, Sanji. Aku sudah tahu latar belakang pelindungmu. Aku hanya ingin membandingkannya dengan Croco-chan!"
"!?" Sanji mengerutkan alisnya tidak mengerti.
"Hmm, namanya Roronoa Zoro. Klan Roronoa hanya memiliki sedikit orang, sekarang, dia masih berumur 6 tahun, tapi 11 November nanti, dia berumur 7 tahun. Cukup usia yang di tangguhkan untuk melaksanakan perjanjian buah iblis 3 hari kemudian. Bocah yang hanya bisa mengandalkan pedang dan kekuatan otot. Haha, lumayan juga. Satu-satunya darah murni dari marga Roronoa sang ahli pedang legendaries—"
"Hei-hei! Apa maksudmu, Dofla! Aku tidak mengerti!" potong Sanji ketika Dofla membaca secarik kertas dengan asik sendiri itu.
"Loh? Ayah tidak memberitahumu? Ah! Aku tahu, kalau ayah memberi tahumu, kau pasti sudah kabur sebelum pelindungmu itu datang. Haha, tapi yasudahlah, yang penting si Roronoa itu tidak lebih unggul dari Crocho-chan! Dan lagi, kau juga masih lemah dan tak punya bakat untuk membela diri, Sanji. Aku pergi dulu~"
Kemudian, kedua orang itu menghilang dengan melompat ke lantai 1. Sanji menelan ludahnya. Pantas ada yang janggal seminggu terakhir ini. Ayahnya menyuruhnya beristirahat dan tak boleh melakukan apa-apa, dan lagi, ayah yang tiap hari suka marah dan bertindak keras itu tidak ada seminggu ini, di tambah lagi kak Nami yang sibuk juga. Apakah, mereka tengah sibuk memasak untuk mengadakan upacara?
"Aku tahu aku sudah berumur 7 tahun. Cepat atau lambat, aku akan punya pelindung dan memilki pembelajaran silsilah Baratie lebih keras lagi… tapi, kenapa ayah seburu-buru itu? Dan lagi tak memberitahuku… huks, gimana ini, seumur hidup, aku berharap tak pernah memiliki pelindung… aku takut akan resikonya, aku takut dengan perjanjian buah iblis itu…"
0o0
3 hari kemudian, lapangan Baratie sudah ramai di tempati para pengawal dan para bangsawan undangan, jamuan dan tempat upacara terbukapun sudah di siapkan. Tinggal menunggu admiral utusan dari Marineford saja upacara sudah bisa di laksanakan.
Sanji bergetar pelan di samping ayahnya yang tengah duduk di balkon besar, tempat strategis untuk melihat upacara di bawah kabin sana. Sanji tidak berhasil kabur 2 hari sebelumnya, tentu saja, karena kondisi kaki yang masih luka ini jugalah yang menyulitkannya. Alhasil, mau tak mau ia harus mengikuti upacaranya ini,
"Gurarararara, Zeff! Lama tak jumpa!" seorang pria besar dengan kumis putih anehnya menghampiri bangku Zeff.
"Ah! Kau Edward! Senang sekali kau meluangkan waktumu untuk hari ini!" Jelas Zeff senang dan menyuruh lelaki setengah baya itu duduk di bangku yang di sediakannya.
"Gurararara, itu bukan masalah. Sayangnya Marco tak bisa datang, maafkan aku, Zeff!" Edward mulai duduk di bangkunya.
"Ahahaha, anakmu itu sudah mulai belajar sejarah Shirohige, kah? Silsilah keluargamu boleh juga."
"Terima kasih, gurararara." Tawanya." Hoi, apakah ini putramu, Dofla?" Tanya Edward sambil memupuk tangan besarnya di kepala Doflaminggo yang duduk di antara Zeff dan Edward.
Zeff tersenyum mengiyakan. "Jangan sentuh kepalaku, kakek tua!" Bantah Dofla dan hanya di jawab oleh tawa Edward. Selang beberapa menit, Gold , bangsawan yang berpengaruh juga sama seperti Edward dan Zeff, datang bersama anaknya Gold .
"Hoi! Ace! Luffy-mu tambah lucu!" Sambut Dofla ketika melihat keluarga itu menaiki balkon. Memang benar saat itu, Luffy, manusia karet pelindung Ace, tengah menggunakan pita di kepalanya, Dofla yakin kalau Ace yang memaksa bocah berumur 7 tahun itu.
Setelah para ayah berbincang cukup lama, Roger mulai menghampiri Sanji yang masih duduk gugup di samping kursi Zeff.
"Ini anakmu yang akan mengikuti upacara?" Tanya Roger. Zeff yang memang biasa menjawab iya dengan isyarat, membuat Roger paham.
"Gurarara, anak semanis itu memang perlu di khawatirkan, Zeff!"
"Tuan besar, Admiral Aokiji yang di utus dari Marineford, kapalnya sudah ada di teluk barat." Terang Patty, dan Zeff, Edward maupun Roger mulai beranjak menyambut kedatangannya.
0o0
Zoro yang berdiri di depan pintu gerbang yang besar yang berada di ruangan cukup gelap ini mulai memeriksa gigi taringnya. "Hmmm, Ayah bilang hanya perlu di tempelkan di leher saja." Ucapnya sambil memenceti gigi taringnya. Zoro kecil memang tidak tahu apa-apa tentang perjanjian buah iblis, tapi tentang fungsi taring itu, Zoro sudah dapat sedikit cerita ayahnya untuk menggunakannya. Saat berada di ruang sinipun, Zoro sendiri tidak tahu untuk apa.
Tak berapa lama Zoro sibuk dengan persiapannya, terdengar bunyi terompet yang cukup meriah dan gerbang besar yang ada di hadapannya perlahan mulai terbuka. Zoro yang reflek keluarpun mulai tercengang melihat orang-orang yang duduk di balkon atas.
Didepannya memang terdapat beberapa pijakan kabin dan di sekitar kabin itu, berdiri serempak banyaknya pengawal. Tunggu, siapa bocah berambut pirang yang sepertinya berdiri dengan susah payah di atas kabin?
"Silahkan anda melangkah hati-hati kemari." Ujar orang gendut yang ada di samping bocah itu menyuruh Zoro. Zoropun perlahan mulai menaiki tangga-tangga kecil untuk menuju kabin. Zoro terheran-heran,'itu lelaki yang bernama Sanji? Badannya kelihatan lemah sekali…'
"Patty, aku takuut…" Bisik Sanji ketika melihat bocah berambut hijau itu menghampirinya. Sanji takut karena sepertinya wajah Zoro memang terlihat sangar.
"Tuan Sanji tenang saja, tidak apa-apa kok." Ucap Patty menenangkan. Ketika Zoro tepat berada di hadapannya, Sanji berusaha mengalihkan pandangan mata Zoro yang menatapnya serius dengan memalingkan wajahnya terus kehadapan Patty. "Nah, sekarang, tuan Sanji buka sedikit bajunya, ya?" Ucap Patty hati-hati, karena sepertinya Sanji benar-benar ketakutan sampai matanya terlihat berair, Patty jadi bingung harus bagaimana.
"Huks, tidak mau, aku takut Patty.." Isaknya. Zoro masih menunggu dengan disiplin di hadapan kedua orang itu, bisa dilihat, hasratnya tidak bisa terkendali ketika melihat Sanji kecil.
Ini tanda-tanda gigi taring itu benar-benar berfungsi.
"Tidak apa tuan Sanji, kami disini menjagamu. Tenang, ya?" Pinta Patty. Sanji mencoba menahan isakannya dan menoleh ke balkon di mana tempat ayahnya berada, sepertinya, ayahnya begitu tidak mengkhawatirkannya dengan muka tegas seperti itu.
Sanji mulai meraih kerah baju kokinya sendiri dan melepas satu kancing bajunya. Patty mulai menjauh darinya, dan Zoro mulai mendekat padanya.
Entah mengapa, hasrat Zoro kecil menginginkan darah yang ada di dalam tubuh anak berambut pirang dengan alis melingkar itu. Padahal Zoro ingin tertawa melihat alis aneh itu, tapi hasratnya tidak bisa di kendalikan!
Sanji bersusah payah untuk memiringkan tubuhnya, memperlihatkan sisi lehernya pada Zoro. Dan dengan perlahan, Zoro kecil memegang pundak Sanji sambil menatap sisi leher yang luas itu. Sanji sedari tadi sudah menutup mata, tak mau melihat ketidak sempurnaan warga pelindung itu sedekat ini, ya, taring mengerikan itu.
Tanpa sadar, air liur Zoro kecil mulai menetes di leher Sanji. Patty menatap khawatir melihat tuan mudanya yang berada jauh di depannya. Suasana ini begitu amat menegangkan.
Jantung Zoro berdebar tak terkendali dan darahnya berdesir hebat dengan sendirinya, satu yang ada di pikirannya saat itu, ia menginginkan darah anak yang di hadapannya!
"..mmnh!" Sanji meringis dan mengerutkan alisnya ketika ia merasakan taring bocah berambut hijau itu menancap di lehernya. Dari atas balkon di kejauhan sana, Nami juga khawatir dengan tempo yang cukup lama itu. "Mmmh,, aghh! Sakit! Ayah!"
Reaksi Sanji dan jatuhnya Sanji kelantai kabin dengan Zoro yang masih menancapkan taring di lehernya membuat Dofla, Zeff, Patty dan yang lainnya mulai gaduh.
"AYAHH! SAKIIT! Uggh!" Sanji kecil mulai menjerit histeris dan memukul-mukul kepala hijau itu.
"Pe-pengawal! Pengawal!" Ucap Patty yang berada paling dekat dengan panik. Banyaknya pengawal yang ada di sekeliling kabin mulai berhambur menuju Sanji dan mencoba untuk melepas bocah Roronoa dari Sanji dengan bersusah payah.
"Hhuhuhuhu. Ayah! Ayaaahh…." Isak Sanji mulai merasakan darahnya dihisap habis-habisan.
"ayah! Ayah! Sanji dalam bahaya!" Terang Dofla.
"Iya! Iya aku tahu! Patty pasti sedang mengatasinya!" Jawab Zeff dengan panik dan bimbang untuk turun dari balkon.
"Tsk!" Dofla yang kesal dengan kebimbangan ayahnya ingin melompat dari balkon untuk menyelamatkan sang adik, tapi buru-buru di cegah oleh lelaki jangkung berambut keriting berpakaian angkatan laut.
"Bocah berambut hijau itu tidak bisa di kendalikan. Biar aku yang turun." Ucap jenderal bernama Aokiji itu dengan tenang.
"Gurararara, sama seperti Bonney ketika menghisap darah Marco." Tawa Edward, sepertinya Edward dan Roger tidak begitu khawatir dengan suasana gaduh itu karena mereka sudah pernah mengalami apa yang Zeff rasakan. Ace juga diam dengan wajah datar karena ia pernah merasakan suasana yang lebih parah daripada anak bungsu Baratie itu ketika mendapatkan Luffy.
Zeff khawatir tentu, karena waktu upacara Dofla berjalan lancar dan Crocodile tak sampai kehilangan kendali seperti ini. Padahal, ia sangka, upacara Sanji sama lancarnya dengan putra pertamanya, pantas saja Sanji takut melaksanakan upacara ini karena mungkin Sanji tahu beginilah resikonya.
"Kalian semua, minggirlah." Aokoji menunjukan kekuatannya dan menyuruh orang-orang yang berkumpul di sekiling Sanji untuk menyingkir. Aokiji mengangkat tangan kirinya dan mulai membekukan udara di sekitar tangannya dan ia mulai menyentuh punggung bocah Roronoa.
Seketika itu juga, tubuh Zoro membeku menjadi es. Sanji yang begitu kehabisan darahnya, mulai kelelahan untuk menangis dan berteriak kesakitan dan ia mulai pingsan.
Aokiji mengangkat Zoro dengan hati-hati agar tak ada satupun tubuh bocah kecil itu yang hancur.
"Sudah selesai." Ungkap Aokiji datar sambil mendirikan Zoro hati-hati keatas tandu yang di bawa dari angkatan laut bawahannya. "Siram anak itu dengan banyak air untuk menormalkannya." Ungkap Aokiji kepada Patty dan mulai meninggalkan tkp sambil mengangkat Sanji yang pingsan dengan ceceran darah di sekitar lehernya untuk di bawa kepada Zeff.
"A-Ayo! Ayo bawa bocah itu! Ayo siram dia!" Perintah Patty kembali panik. Dengan kejadian akhir itulah, upacara mulai selesai. Zoro, resmi menjadi pelindung uintuk Sanji…
0o0
Seminggu setelah hari upacara….
"Hiks, aku tak mau menemuinya!" Isak Sanji sambil memeluk dirinya dan tetap bersikeras tak mau menemui pelindungnya yang bernama Zoro itu.
Zeff mengusap mukanya kesal. Ia juga tahu Sanji pasti trauma dengan kejadian upacara waktu itu, tapi mau bagaimana lagi? Zoro sudah resmi jadi pelindungnya dan itu berarti Zoro juga Cuma harus mengisap darah Sanji.
"Hiks, ohohoho ayolah Sanji, ayah mohonnn~~" Isak Zeff. Kali ini ia terpaksa harus berakting lemah. Sanji terdiam tak tega melihat ayahnya yang meraung itu. Nami saja sampai tidak tega melihat tuan besar Baratie itu sampai menangis *ia tidak tahu kalau Zeff berakting*
"A-Ayah… iya, baiklah, aku akan mempersilahkan Zoro menemuiku… hiks, sudah ayah jangan menangis lagi…" Kini Sanji mulai sedih melihat ayahnya yang keras bisa menangis untuknya. Zeff tersenyum di balik tangisannya. "Tapi, ayah juga harus ada disini…" Pinta Sanji.
"Ok! Baiklah. Zoro, kau boleh masuk." Terang Zeff dan lalu seorang bocah masuk dengan ratapan bersalah.
Sanji masih berkemul dengan selimutnya. Berusaha untuk menyembunyikan tubuhnya sebaik mungkin, takut-takut Zoro akan menyerangnya lagi.
Namun pada saat itu, mata laut Sanji terbelalak ketika bocah berambut hijau itu memohon padanya.
"Aku benar-benar minta maaf atas upacara itu. Aku mohon, maafkan aku master." Tunduk Zoro dalam-dalam.
Zeff tersenyum melihat aksi pemberani dan bertanggung jawab pelindung baru di keluarganya ini.
"A-Aku sudah memaafkanmu…" Ujar Sanji ragu.
"Aku mohon. Jadikanlah aku pelindungmu! Aku akan mengabdi padamu, tuan alis keriting!" Kini Zoro tak sadar harus mengakrabkan diri bagaimana, ia lupa nama masternya semenjak kehilangan kesadaran saat tragedy upacara itu.
Rasa iba Sanji menjadi urat berkedut di dahinya. "Panggil aku master, Marimo bodoh!" Sanji melempar bantal kepada Zoro. Zoro langsung kaget saat ia selesai dari menunduknya malah mendapat lemparan bantal putih.
"A-Aku kan lupa namamu, jadi aku memanggilmu begitu!" Zoro balas tak terima.
"Enak saja kau panggil aku alis keriting! Kau itu, mirip sekali dengan Marimo bodoh!" kini entah kenapa Sanji dan Zoro malah saling bertengkar, bukannya khawatir seperti Nami yang berusaha melerai, Zeff malah tertawa dan berjalan keluar.
0o0
5 tahun berlalu, Sanji dan Zoro sudah menjadi remaja tampan berusia 12 tahun dan hubungan mereka begitu kurang baik meskipun Zoro tetap melindungi Sanji jika terjadi masalah. Zoro juga sudah di ketahui memiliki kekuatan iblis transaparan dan ia juga sudah menjadi ahli pedang yang begitu bisa di andalkan oleh Sanji.
"Nami-Swan~ kau semakin sexy hari ini~~" Lambai Sanji pada Nami yang sedang menjemur.
"Ahahaha, kau sekarang jadi pria dewasa ya Sanji." Senyum Nami terpaksa. Kalau bukan karena Sanji itu adalah tuannya. Dia pasti sudah menendang bocah mesum itu jauh-jauh.
" Kapan-kapan, mandikan aku lagi ya, Nami-swaaaan~~~" lambai Sanji lagi pada Nami yang masih menjemur pakaian di bawah sana. Nami berusaha untuk tidak menghiraukannya daripada harus marah.
"Mesum." Suara baritone dari arah belakang Sanji sukses membuat Sanji begitu marah.
"Apa urusanmu, Marimo bodoh! Dia pengasuh yang paling cantik tahu!" Geramnya.
"Tapi, minta di mandikan dengan umurmu yang sudah begini sama aja kau melecehkan Nami." Terang Zoro sambil menggaruk-garuk belakang rambutnya dan mulai membaringkan tubuhnya di sofa kamar Sanji. Tapi dengan segera, Zoro menahan sebuah kaki yang melayang di atas tubuhnya.
"Pergi dari kamarku." Geram Sanji.
"Kalau aku meninggalkanmu sebentar saja, kau yang lemah itu pasti akan diburu lagi. Kau yakin, master?"
Seringaian dan tatapan meremehkan Zoro membuat Sanji tambah kesal. Benar apa kata Zoro, selama 5 tahun ini Zoro yang selalu kena resiko untuk melindunginya. Sanji pun mengangkat kakinya dan meninggalkan Zoro. Tak mau menghabiskan waktu dengan Marimo berotak otot itu.
0o0
Malam amat berlarut. Zoro berdiri sendiri dalam keheningan didepan balkon kamar Sanji. Menjaga masternya itu yang sedang terlelap. Zoro menghela nafas dalam dinginnya malam. Ia masih menyesali perbuatannya dalam upacara 5 tahun lalu. Itu membuat dirinya jarang meminta darah Sanji sampai sekarang. Meski darahnya sering bergejolak ketika berada di dekat Sanji, Zoro selalu memaksa untuk mengendalikannya. Sanji selalu di peringati Zeff untuk tidak menyiksa Zoro. Dan Sanji rutin memberi darah pada Zoro sebulan sekali. Padahal seharusnya pelindung harus menerima darah dari masternya seminggu dua kali. Meski Zeff sudah menasihati agar Sanji tak berkeras kepala, namun Sanji tak mau mendengarnya. Lagipula, Zoro juga menerima keputusan masternya itu, apalagi saat menghisap darah, Sanji selalu mengutus beberapa orang mengawasi dirinya.
Tiba-tiba, mata Zoro yang mengantuk terusik dengan cahaya terang dari arah sebuah kamar.
"Itu kamar tuan Dofla, apa ada penculikan!?" Zoro khawatir dan mulai melompat-lompat menuju kamar yang cukup jauh dari kamar Sanji. "Sial! Sebenarnya kemana Sir Crocodile berada?!"
Ketika sampai tepat di depan kamar Doflaminggo. Zoro berusaha menapak tak segaduh mungkin. Tapi, tiba-tiba langkah Zoro terhenti ketika mendengar suara aneh dari dalam.
"Ah..ah! master Dofla! Hentikan, uuhhmm.."
Zoro kenal suara erangan itu, itu bukannya suara Crocodile? Zoro menggunakan kekuatan buah iblisnya dan mendekat kearah jendela balkon untuk menerawang yang ada di dalam…
Tiba-tiba Sanji Mata Zoro terbuka dan buru-buru meninggalkan tempat itu. WHAT THE HELL?
"I-itu… tuan Dofla bercumbu dengan sir Crocodile?" Ujar Zoro tak menyangka. Dia juga sukses mimisan dengan lancarnya.
:: Zo-San ::
Huwaaaa, tadi mau aku selesaiin One-shot, tapi sepertinya malah bakal jadi chap…
Pembaca yang baik, ZoSan lover… butuh komentar kalian, mind to review?
