Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Saya mengidap penyakit aneh. Ups, jangan berpikir yang aneh-aneh. Maksud saya, setiap kali saya rajin mengikuti anime/manga semacam Fairy Tail, pasti pengen dimodifikasi (baca: utak-atik #dijitak Hiro Sensei).

Dozo, Minna Sama!

.

Disclaimer: Hiro Mashima

Setting: Alternate reality.

Warning: OC, OOCness, typos, multi-pairings, etc.

.

Have a nice read ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Ekosistem pada pulau suci Fairy Tail kian meredup, kala para peri kehilangan cahayanya karena iblis tengah memercikkan kegelapan. Suasana dirundung duka, situasi genting menjadi pusat perhatian. Tak ada yang menghiraukan cuaca yang tengah menyelimuti pulau sumber kekuatan penyihir Fairy Tail.

Awan kelabu. Angin mendesau galau. Guntur menggelegar garang. Ombak menggulung ganas. Beberapa pusara air dengan masing-masing poros berkutat di tepian pulau para peri.

Kendati harapan dan semangat penyihir-penyihir dari Fairy Tail tak pernah padam bagai pelita ditiup topan, namun para peri tak menyadari bahwa mereka kehilangan seorang kawan yang dilenyapkan lawan.

Wanita itu tertawa seraya menyeret seorang pemuda yang paling ia benci menuju ke laut. Betapa indahnya bisa menyakiti seseorang yang bahkan tak bersalah, namun dipersalahkan olehnya. Entah wanita cantik berambut hitam itu kerasukan setan atau bagaimana, ekspresinya sungguh mengerikan.

Euforia kemenangan menguasai serikat gelap yang menjajah pulau suci serikat Fairy Tail. Tapi, kemenangan dan kepuasan tertinggi yang didapatkannya adalah saat melempar pemuda babak-belur yang diseretnya itu pada sebuah pusara air, yang seakan menyedot apa pun masuk ke dalamnya. Memutarnya, menghanyutkannya, menenggelamkannya seakan ingin melumatnya menjadi buih.

Ultear tertawa keji penuh keanggunan. Tangannya ia tempelkan pada bibir, lalu ia lambaikan pada tornado yang menelan salah satu penyihir es terbaik yang dimiliki serikat Fairy Tail.

"Sayonara, Gray Fullbuster."

.

#~**~#

A "Gray Erza" Fairy Tail fanfiction,

.

Eternal Ice

.

Chapter 1

"Lenyap"

.

By: Light of Leviathan

#~**~#

.

Di atas langit masih ada langit.

Meski tertatih, walau terluka, kendati butuh banyak pengorbanan, para peri berhasil merebut kembali sayap mereka yang sempat dicuri.

Walaupun serikat para iblis memiliki Zeref, tetap saja kejahatan tidak akan pernah menang. Sungguh hukum alam yang tak terbantahkan.

Tak ada yang bisa mengalahkan serikat Fairy Tail, terutama karena kecintaan mereka pada serikat dan seisinya. Harapan yang tak pernah padam, semangat dengan tekad api membara. Modal-modal utama yang menjelma menjadi sumbu penyulut kekuatan para penyihir Fairy Tail. Tak apalah memforsir diri sedikit, toh pengorbanan kecil itu tak sebanding dengan kemenangan yang berhasil mereka raih.

"Sudah kubilang, 'kan, Jiichan? Kita pasti bisa mengalahkan kunyuk-kunyuk ini! Hiyahahahaha~"

"Jangan banyak bergerak, Natsu! Kasihan Wendy chan jadi sulit berkonsentrasi untuk mengobatimu."

"Entahlah, aku masih khawatir soal Zeref—"

"Tenang saja, Lucy. Aku siap membantainya—ITTAAAIII! Kau gila atau bagaimana, sih? Sudah tahu lenganku terluka, justru kau pukul!"

"Urusai! Jangan sombong dulu, Natsu."

Tak ada yang berniat menginterupsi pertengkaran kekanak-kanakkan antara Natsu—plus Happy, dan Lucy. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing, meski seutas senyum menggelayut di bibir masing-masing. Biarlah ujian penyihir kelas S kali ini dibatalkan, yang penting mereka berhasil melindungi sumber kekuatan penyihir-penyihir asal serikat Fairy Tail.

Exceed putih milik Wendy itu terdiam. Mendadak rasa sakit menyerang kepalanya, ia memejamkan mata. Sekelebat bayangan singgah satu demi satu secepat kilat. Ia tak akan mampu mengingat semuanya satu per satu. Suara-suara bergaung di benaknya.

"Murid sahku direbut. Jadi, aku terlantar."

Sepasang mata, biru bagaikan safir…

"…karena itulah, kekuatanku perlahan lenyap."

Sepintas warna kuning kecoklatan…

"Tolong rahasiakan ini dari siapa pun!"

Seseorang bersujud di ruangan yang amat berkilau…

"...kutukan? Kalian yang terkutuk!"

Tawa sadis yang menegakkan bulu roma menggema di kesunyian.

Tubuh berbulu putihnya mengejang, setitik airmata bergulir dari sudut matanya, ia meraung persis kucing marah yang kelaparan dan tak henti dicambuk. Dicambuk oleh kemampuannya meramalkan masa depan. Wendy menjerit ketakutan. Semua perhatian mulai teralih padanya.

Tidak… hentikan! Jangan dilanjutkan siklus ramalan di masa depan ini!

"Charleee!"

Happy mengguncang-guncangkan tubuh Charle, berusaha membangunkannya dari mimpu buruk yang melarutkannya dengan realita di masa depan.

Wanita yang memiliki kemampuan time ark… siapakah dia? Bukankah dia perempuan yang dikalahkan Lucy dan Cana?

"Sayonara, Gray Fullbuster."

"CHARLE!"

Happy membuka paksa mulut Charle, kemudian menyumpalnya dengan ikan yang dimilikinya. Lily menyiapkan segelas air untuk Charle.

Charle tersentak, matanya terbuka kembali. Ditariknya ikan yang yang menyumpal mulutnya, dibuangnya sembarangan. Napasnya tersengal-sengal. Sekujur tubuhnya basah dan bergetar hebat.

"Charle…" Semua menghela napas lega. Mereka khawatir sekali melihat exceed yang tsundere itu mendadak kejang-kejang tak terkendali.

Lily menyodorkan segelas air minum, Happy membantu Charle untuk menenggaknya hingga tak tersisa. Setelah Charle kembali tenang, Wendy yang menangis memeluknya erat-erat.

"Sudahlah, Wendy…" kata Charle lemah, "aku rasa aku sudah baik-baik saja. Jangan menangis."

Makarov menghampiri exceed betina itu, menatapnya non-ekspresi. "Katakan apa yang kau lihat!"

Semua, kecuali Makarov dan Charle, saling berpandangan tak mengerti.

"Yang bisa aku simpulkan, akan ada satu lagi dragon slayer," jawab Charle lugas, "tapi dia terkutuk."

Berita mengejutkan.

Suasana mulai riuh-rendah pasca mereka mendengar berita yang diberikan Charle. Beberapa dari penyihir-penyihir Fairy Tail tampak tak percaya.

"Te-terkutuk?" cicit Lucy ketakutan. Ia merapat pada Natsu sementara Happy sudah memeluknya.

"Ma-maksudnya terkutuk itu bagaimana?" tanya Levy, mewakili ketidakmengertian orang-orang di sekitarnya.

"Entahlah, aku tidak ingat. Terlalu banyak adegan dan suara-suara tiba-tiba menyerangku. Aku tak mampu mengingat semuanya," tutur Charle. Seketika wajahnya memucat, ia teringat sesuatu.

Sebelum exceed itu menyuarakan kekhawatirannya, Erza mengangkat tangannya—meminta perhatian.

"Ada yang kurang," ucap penyihir kelas S itu lambat-lambat, "…di mana Gray? Aku dari tadi tidak melihatnya."

Natsu tersentak. Ia mengendus-engus. "Ba-baunya… bau si Hentai Yarou lenyap. Tidak mungkin!"

Makarov menghembuskan napas panjang. Ia melipat kedua lengan di punggungnya. "Inilah yang kutakutkan. Jangan katakan tidak ada yang tahu Gray di mana… jawab aku, beritahu kami semua, jika ada yang melihat Gray, angkat tangan!"

Hening.

Tak ada yang bergerak.

"A-ano…" Charle angkat bicara lagi, "…tadi, dalam siklus ramalan, aku melihat cewek itu—" exceed itu menunjuk pada Ultear yang terkapar tak berdaya. "—bersama Gray."

Semua pandangan tertuju pada Ultear. Wanita itu tertawa licik di sela batuk darahnya.

Natsu, dengan aura pekat yang digelapkan kemarahan, melangkah mendekati Ultear diikuti Lucy, Erza, dan juga Happy.

"Di mana Gray?" Natsu mendesiskan pertanyaan. Kepalan tangan kanan itu diselimuti api warisan naga.

Ultear berjengit jijik mendengar nama pemuda yang paling dibencinya itu disebut-sebut. Ia memicingkan mata, dengan susah payah dan napas terengah-engah ia menjawab, "kukalahkan si bodoh itu, lalu dia mati…"

"GRAY TIDAK MUNGKIN MATI!" raung Natsu murka.

Erza menggeser Natsu ke samping, ia menduduki Ultear dan menampar-nampar wanita itu hingga wajah cantiknya tak dapat lagi dikenali. "Katakan di mana Gray berada, Ular Licik!"

"Kembalikan Gray!" seru Lucy marah.

"Gray tidak selemah itu!" teriak Happy, tak percaya.

"Aku membuangnya ke pusara air… cari saja jasadnya yang mengapung, terombang-ambing di laut dengan ombak tak menentu," jawab Ultear lemah. Kesadarannya kian menipis dan sulit dipertahankan.

Erza hendak menyarangkan satu pukulan telak tepat di wajah Ultear, namun semburan air keburu menebas kesadaran wanita itu.

"Juvia tidak sudi mengampuni siapa pun yang menyakiti Gray Sama!"

"Tenanglah!" seru Makarov tegas, ia nyaris saja sekalap anak-anak lainnya karena ternyata anaknya hilang satu. "Yang masih kuat dan mampu, kita berpencar dan cari Gray bersama-sama!"

Tak ada seorang pun yang bersedia duduk dan menunggu hasil pencarian Gray, semua ikut turun tangan mencari pemuda yang lenyap itu. Beberapa dari mereka tidak memercayai perkataan Ultear, mereka mencari Gray di seluruh penjuru pulau Fairy Tail. Dan sisanya mencari di sekitar pulau bahkan menembus badai untuk mencari penyihir yang memiliki kebiasaan tidak wajar itu.

Nyaris menghabiskan waktu sehari penuh untuk mencarinya, namun semua kembali dengan nihil hasilnya. Tidak ada yang bisa memastikan keadaan Gray. Penyihir es itu lenyap tak berimba, tak meninggalkan petunjuk apa pun.

Makarov mendesah. Raut kecewa dari wajah pias anak-anaknya membuatnya bertambah khawatir. Hanya Gildartz yang bungkam dan Makarov dapat merasakan ada sesuatu yang mengganggunya.

Mencoba bersabar, Makarov berusaha menenangkan penyihir-penyihir muda yang amat disayanginya. "Gray pasti baik-baik saja. Anak itu tidak lemah apalagi bodoh."

Protes keras datang dari rekan-rekan setim Gray, begitu rusuh mereka seolah mereka adalah itik-itik yang kehilangan induknya.

"Kita harus mencari Gray lagi!" Natsu ngotot. Ia menolak mentah-mentah perintah Makarov yang menyuruhnya beristirahat. "Kalau kau dan yang lainnya lelah, istirahat saja sendiri! Ayo, Happy!"

"Aye, aye, sir!" Happy merentangkan sayapnya, lalu meraih baju Natsu. Keduanya terbang melesat meninggalkan mereka yang tampak galau.

"Maaf, Master," kata Erza. Mimik seriusnya dinodai setitik kemarahan yang berusaha ia tahan, "aku ikut mencari Gray. Kalian istirahat saja."

Lucy menggeleng, ia berdiri dan menghampiri Erza. Ia membungkukkan badan sekilas pada Makarov, tanda meminta maaf atas kelancangan mereka. "Aku juga tidak bisa tenang kalau ada teman yang lenyap tak berjejak." Lucy mengalihkan pandangan pada Erza. "Aku ikut dengan kalian!"

Erza mengangguk, tanpa membuang waktu kedua gadis itu bergegas mengikuti Natsu, kemudian saling berpencar mencari rival Natsu yang satu itu.

Usai kepergian mereka, semua mulai ribut dan ingin mengikuti jejak Natsu, namun Gildartz angkat bicara.

"Zeref hilang… dia tak ada di mana pun."

.

#~**~#

To be continue

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Duh, saya merasa berdosa melenyapkan Gray. *peyuk Gray* maafkan aku, Gray kun~ (Gray yang belum kebagian aksi, membuang muka. "Tiada maaf bagimu, Lite." #nangis gelundungan) T_T

Saya mohon maaf jika fic ini sudah 'basi' atau mengecewakan, atau pun karena hints GrayEr-nya cuma nyempil secuil. Huweee… saya harus konsisten terhadap plot. Ihiks.

.

Terima kasih sudah menyempatkan membaca. Kritik dan sarannya selalu ditunggu. ^_^

.

Sweet smile,

Light of Leviathan a.k.a LoL