Hai, Drama Queen
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rate : T
Genre : Friendship, Romance (dikit)
Warning : Ooc, AU, miss typo(s), EYD berantakan, alur membingungkan.
Note: Di sini tidak ada yang kakak adik kandung. Jika bersaudara, maka akan menggunakan OC sendiri.
Chapter 1
.
"Aku hanya menganggapmu penggantinya!"
"Kenapa?"
"Karna aku tidak percaya apa yang kau katakan,"
"Aku hanya berkata jujur, soal alasan mengapa aku mencintaimu, aku tidak tahu,"
"Maaf, bagiku kau hanya seorang pengganti,"
Jduargh
Ino mematung menatap punggung yang berjalan menjauhinya. Ia tidak peduli dengan hujan yang mulai turun membasahi tubuhnya. Ia tetap berdiri pada tempatnya. Memandang tidak percaya pada sosok yang kini telah menghilang.
Pengganti? Kata itu sukses membuat hati gadis blonde keturunan Yamanaka ini mematung. Manik birunya menatap hampa pada rinai hujan yang semakin deras membasahi taman sore ini.
Ia tidak menyangka dengan apa yang ia dengar. Tentang apa yang barusan lelaki itu katakan. Hatinya seakan teriris. Padahal sosoknya lah yang membuatnya percaya, yang selalu ada dan selalu membuatnya terbuka. Tapi kini, sosok itulah yang justru membuat Ino begitu hancur.
Tawanya, senyumnya yang secerah mentari tidaklah terbit dari bibir manisnya. Sorot matanya begitu datar, ia tidak menangis, lebih tepatnya ia tidak ingin menangis.
Lalu ia tersenyum tipis. Betapa bodohnya dirinya, ia pikir sosok itu juga merasakan hal yang sama. Perasaan yang hangat, perasaan yang begitu menggelitik dan perasaan panas saat melihat dengan sosok lain. Lagi-lagi Ino tersenyum miris, harusnya ia tahu bahwa dirinya bukanlah orang yang ia inginkan. Tapi mengapa ia tidak menyerah. Perhatian, tawa, amarah, dan tangisannya, ternyata ia anggap sebagai pengganti orang itu. Orang yang tidak Ino ketahui. Miris memang, saat kita mencintai seseorang tetapi orang itu justru melihat kita sebagai pengganti masalalunya. Jadi selama ini, ia menganggap diri Ino sebagai seseorang di masa lalu. Oh, betapa bodohnya ia.
Tubuh Ino mulai bergetar, bibirnya terlihat bergetar dan wajahnya memucat. Ia mulai beranjak pergi dari taman yang memang tidak ada siapapun selain dirinya. Ia berjalan oleng, mempertahankan kesadarannya.
.
Pagi yang cerah dengan permadani biru membentang di langit. Cicitan burung mengucapkan selamat pagi silih berganti pada murid yang mulai berdatangan. Canda dan tawa memenuhi koridor sekolah. Juga adegan jahil yang sering dilakukan di sepanjang jalannya.
Author High School (AHS) adalah sekolah khusus untuk membimbing murid-muridnya menjadi seorang penulis ahli. Sekolah yang berisikan 7 ruang kelas, 5 ruang klub, uks, toilet dan ruang guru. Dan kelas itu sendiri terbagi menjadi 4. Kelas Reader, yang berisikan para pembaca dan pengamat. Kelas Junior, penulis pemula yang mayoritas di dalamnya murid yang baru saja memberanikan diri untuk menjadi penulis. Kelas Senior, berisikan murid yang telah cukup ahli dalam membuat karya yang mampu menghipnotis pembaca, namun masih perlu dibimbing lagi. Kelas Super, kelas ini berisikan orang-orang yang karyanya siap untuk dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh penerbit ternama. Kelas ini pula tidak perlu diragukan lagi karya yang tercipta, hampir semua murid di kelas ini memiliki debutnya masing-masing.
AHS ini juga memiliki asrama, dimana setiap murid yang memiliki rumah dengan jarak yang jauh bisa menggunakan asrama ini. Yah, dikarenakan letaknya memang sangat terpencil, berada di pinggiran Konoha, jauh dari pusat kota.
Seorang siswi berjalan lesu dengan tas yang disampirkan di bahunya. Matanya yang terlihat kosong, kantung matanya yang tebal menandakan bahwa siswi tersebut tidaklah cukup tidur. Rambut pirangnya bergerak mengikuti langkahnya. Gadis bernama lengkap Ino Yamanaka ini terdengar sesekali menghela nafas panjang.
Manik seindah lautan itu ia tolehkan ke depan. Menatap lurus kelas yang akan ia tuju.
Ino pov...
Aku terus berjalan mengikuti langkah kakiku. Aku lelah, bahkan teramat lelah. Mengeluarkan secuil senyuman pun aku tidak mampu. Tadinya aku tidak ingin berangkat sekolah. Aku ingin sekali mengurung diri di kamar seharian. Namun aku ingat bahwa aku sudah absen lebih dari sehari, mau tidak mau aku harus hadir. Aku tidak ingin terlalu jauh tertinggal.
Aku menghela nafas kembali saat ku ingat kejadian 2 hari yang lalu. Kejadian penolakan dia padaku. Hatiku sakit, seakan ada sesuatu yang mengiris hatiku. Aku tidak menyangka mengapa ia bisa berkata sekejam itu padaku. Dia yang selalu membuatku tersenyum, dia yang mampu membuatku terbuka dan dia yang mampu percaya. Pengganti? Hanya kata itu yang membuat seluruh perasaanku hancur. Hingga aku tidak bisa bersuara. Ingin sekali aku memeluknya saat ku lihat dia mulai menjauh. Ingin sekali ku memastikan bahwa itu semua bohong, mengatakan bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Namun apa yang ku lakukan? Aku hanya diam, mematung bahkan aku tidak menangis. Hanya menatap nanar punggungnya. Oh, apakah benar, air mataku telah kering hanya sekedar untuk menangisi kepergiannya. Apa aku masih terpaut dengan luka-luka dahulu yang belum jua sembuh. Yang jelas aku kecewa tapi aku tidak bisa mengeluarkan emosiku.
Ku hela nafas lagi. Seharusnya aku tahu akan seperti ini. Bukankah aku pernah berkata bahwa aku menerima apapun jawabannya, tapi mengapa masih terasa amat sakit.
Ino pov end..
"Inoooo," pekikan keras itu mampu membuyarkan lamunan si gadis Yamanaka ini. Manik birunya menatap seorang siswi berambut pirang menyala dengan kuncir empat yang berdiri berkacak pinggang menatap Ino dan juga sosok pemuda malas dengan rambut yang menyerupai nanas berdiri di samping temari. "Temari," lirih Ino. Ia kembangkan senyum palsunya dan menghampiri sahabatnya itu.
"Ohayou, Temari-chan. Ohayou Shikamaru," sapa Ino dengan senyum lebarnya.
"Ohayou Ino, darimana saja kau, kenapa 2 hari ini kau absen hm?" Tanya Temari mencubit gemas pipi sahabatnya itu hingga sang empunya mempoutkan bibirnya lucu. Temari terkekeh lebar.
"Um, ada sedikit keperluan haha," sahut Ino menepuk-nepuk pipinya yang mendapat hadiah cubitan dari Temari. Ia tawa hambar. Shikamaru yang melihat itu hanya menghela itu tahu bahwa Ino berbohong. Dan ia pun tahu bahwa Ino memakai topeng saat ini. Tapi ia tetap bungkam dan membiarkan Ino berceloteh sembari membohongi ekspresi wajahnya.
"Ayo, sebentar lagi bel masuk, baiknya kita ke kelas," ucap Temari meraih pergelangan tangan Ino.
"Ne, Shikamaru, kami ke kelas dulu ya, jaa," seru Ino sambil terus mengikuti langkah Temari.
Shikamaru memanglah berbeda kelas dengan mereka. Ia berada d kelas Reader A, sedangkan mereka berdua berada di kelas Junior. Temari junior A, sedangkan Ino junior B. Tapi kelas mereka bersebelahan, jadi arah mereka pun sama.
.
Ino tengah termangu duduk sendiri di bawah pohon nan rindang. Ia menghela nafas panjang sembari memejamkan mata. Perlahan ia menghembuskan nafasnya. Semilir angin menggoyangkan anak rambut pirangnya. Sengatan mentari yang telah beranjak naik, tidak menyurutkan gadis itu untuk tetap tenang duduk di bawah pohon.
"Bolehkah aku duduk di sini?" Tanpa menoleh pun Ino sudah tahu siapa gerangan yang mengganggu waktu istirahatnya. Dan tanpa menjawab pun Ino tahu bahwa siswa berkucir nanas ini akan tetap duduk di sampingnya.
Keheningan tercipta di antara kedua insan berbeda gender itu. Masing-masing masih menikmati sejuknya angin di siang hari. Mereka bukannya memilih ke kantin untuk mengisi istirahat siang, justru mereka hanya diam diri di bawah pohon itu.
"Ehem," Shikamaru mencoba memecah keheningan itu. Ino menoleh dan mengernyitkan keningnya kepada sahabatnya itu.
"Kau ada masalah hm?" tanya Shikamaru. Sejak tadi pagi, ia terus memikirkan sahabat blondenya itu.
"Tidak, aku tidak apa-apa, Shika," jawab Ino mengalihkan maniknya ke arah lain. Shikamaru hanya menghela nafas mendengar jawaban Ino.
"Aku tahu kau tengah tidak apa-apa dan aku tahu kau tengah dalam masalah," ia telah lama menjalin persahabatan dengan keturunan Yamanaka ini. Jadi salah besar bila Ino berbohong padanya.
Hening. Ino tidak berbicara apapun. Ia masih bertahan dalam diamnya.
"Aku ditolak olehnya,".
Tiba-tiba saja kata itu lolos dari bibir Ino. Shikamaru ingin membuka mulutnya, namun ia urungkan, menunggu Ino menyelesaikan ucapannya.
"Dan parahnya, ia hanya menganggapku pengganti. Haha... Bodohnya aku, Shika. Terus bertahan mencintainya, menunggu ia memandangku, namun ia hanya melihatku sebagai penggantinya," Ino tertawa dengan mata yang menatap nanar.
"Cinta memang rumit, Ino. Bukankah kau lebih tahu dari pada aku?" Ucap Shikamaru. Manik hitamnya memandang ke arah awan yang berarak.
"Ya, aku tahu. Ku kira takan sesakit ini. Dan aku telah berkata bahwa aku akan menerima apapun yang terjadi. Tapi aku butuh waktu untuk bisa terbiasa dengan ini, Shika," kata Ino lesu. Maniknya telah dipenuhi air mata yang siap meluncur dari matanya.
"Menangislah bila itu bisa melegakan hatimu, Ino,".
Ino menggeleng pelan. "Aku takan menangis hanya karena ini, Shika. Coba jelaskan, apa yang kurang dariku, Shika?" suara Ino meninggi dengan air mata yang telah tumpah membasahi pipinya.
"Kau baik. Ku rasa dia hanya belum bisa melihat dirimu, Ino," ucap Shikamaru berusaha menenangkan sahabatnya itu. Ia menepuk-nepuk bahu Ino. "Aku yakin kau akan mendapatkan yang lebih baik darinya," lanjut pemuda keturunan Nara itu.
"Aku tak yakin, mungkin lebih baik aku menyendiri dan intropeksi diri, Shika," lirih Ino.
"Kalau itu yang terbaik untukmu, aku akan mendukungmu,".
"Trima kasih, Shikamaru,".
.
Ino berjalan sendirian menuju lokernya. Hari telah mulai sore. Kegiatan belajar pun telah usai satu jam lalu. Hanya tersisa beberapa siswa yang kebetulan mengikuti klub sekolah.
Ino berjalan lambat dan sesekali menghela nafas. Udaranya terasa begitu sesak bagi Ino, hingga gadis cantik keturunan Yamanaka harus berkali-kali menghela nafas.
"Eh, Sasuke belum juga masuk ya?"
"Entah lah. Papan'nya masih di black list,".
"Padahal aku ingin bercerita dengannya,".
Sasuke? Black list? Ino mengerutkan alisnya saat mendengar bisik-bisik dari kelas reader B. Kelas yang memang ia lewati saat ia hendak ke loker.
Black list adalah list siswa yang tidak masuk sekolah dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Orang yang akan mem'black list dirinya. Ia harus mencantumkan namanya ke sebuah papan hitam yang terletak bersebelahan dengan loker.
Ino memandang nama 'Sasuke Uchiha' yang berada dalam papan hitam itu. Ia berusaha mengingat kapan terakhir ia berjumpa dengan pemuda itu.
Flashback..
Ino tengah sibuk menulis artikel di perpustakan sekolah. Maniknya fokus menatap layar komputer di hadapannya. Karena penat, Ino menyempatkan diri membuka akun facebook miliknya. Ia mengernyit melihat status dari pemuda yang jarang meng'update status itu.
Ketika senang kau mendekat, tapi ketika ku susah, kau menjauh. Seolah aku tidak ada.
Sejak kapan pemuda emo itu ber'galau ria? Muncul pertanyaan di benak Ino. Seingatnya, Sasuke selalu menulis puisi-puisi yang sulit dimengerti. Maka dari itu, Ino merasa aneh dengan Sasuke.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seperti pepatah, baru saja Ino memikirkan Sasuke dan sekarang orang itu ada di depannya.
"Belum pulang?"
"Belum,"
"Mengetik cerita?"
"Ya,"
"Oh,"
Bukan! Sebenarnya Ino ingin menanyakan tentang status yang Sasuke buat, tapi naluri'nya menahan agar tidak mencampuri kehidupan Sasuke.
"Pusing," kata Sasuke singkat.
"Pusing kenapa?"
"Pusing memikirkan dompetku yang menipis,"
Ingin sekali Ino tertawa mendengar ucapan Sasuke. Seorang Sasuke ternyata bisa melarat? Ia pikir hanya dirinya? Bukan tertawa, Ino justru mengonsentasikan pikirannya. Aduh Ino, kenapa kamu ja'im sekali sih?
Sasuke pergi meninggalkan Ino setelah pernyataan tadi. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi Ino.
Flasback off..
Itulah sepenggal kisah yang Ino ingat sebelum Sasuke mem'black list dirinya. Ia meraih sesuatu dalam tas'nya. Rupanya ia mengambil kartu nama ke'anggotaan pelajar miliknya. Maksud hati, ia ingin menempelkan namanya ke dalam papan hitam. Ia tengah patah, ia butuh sendiri dulu. Tapi Ino masih menimbang keputusannya itu. Apakah dengan black list mampu menyelesaikan masalahnya? Dan apakah ia akan baik-baik saja karna bertahan di sekolah yang sama dengan dia?
Ino menarik kembali kartu anggotanya dan memasukan ke dalam tas. Ia tidak akan meninggalkan masalahnya. Bukankah Ino adalah perempuan kuat da tegar? Shikamaru pun mengakuinya.
Kemudian ia berjalan meninggalkan papan hitam itu. Ia berjalan menyusuri koridor-koridor yang telah sepi itu.
Manik birunya melebar saat melihat 'dia. Pemuda yang disukainya. Pemuda yang menolaknya. Pemuda yang membuatnya patah. Dan pemuda yang menganggapnya penganti.
Sabaku no Gaara
Dengan wajah dinginnya, ia melewati Ino begitu saja. Tanpa ada sapaan, sindiran dan ejekan yang biasanya keluar.
Hal itu membuat Ino semakin murung. Kenapa? Padahal ia menerima penolakannya. Kenapa Gaara menjauhinya? Kenapa Gaara seolah tidak mengenalnya?
Bagaikan disayat sembilu. Hati Ino tercabik-cabik. Dua kali semakin sakit. Gaara mengacuhkannya dan membencinya. Gaara boleh menolaknya. Tapi Ino tidak terima bila Gaara menjauhinya.
.
Tbc...
Kisah ini berdasarkan kisah CyberLove yang mendapat rombakan sana-sini hingga menjadi sebuah fic gaje dari Chimi. Mwuhehe maaf bila ada pihak yang tersinggung. Chimi sudah meminta ijin dari pihak yang sering muncul. Piiiss ^-^v
