Disclaimer : I did NOT own Harry Potter. even though I wish I had.
Inevitable
by
nessh
Chapter 1
Hermione Granger, usia 22 tahun, merasakan jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Hermione tidak sabar sekaligus takut menghadapi hari pertamanya bekerja. Ia bahkan tiba di tempat kerja barunya lebih cepat satu jam dari seharusnya, tapi Hermione tidak peduli. Dia sudah menunggu sangat lama untuk hari ini, untuk akhirnya melakukan hal yang selalu ingin dia lakukan. Sejak kecil, setiap kali seseorang bertanya apa yang ingin Hermione lakukan saat dia dewasa nanti, Hermione selalu menjawab dia ingin menjadi guru. Hermione selalu kagum pada sosok guru yang mengajarkannya banyak hal sejak ia kecil hingga sekarang. Jadi sekarang, setelah lulus dari universitas, akhirnya Hermione bisa menjalani mimpinya.
Hogwarts High School, berlokasi di pinggiran kota London, adalah tempat dimana Hermione akan mengajar setidaknya setahun ke depan. Seorang guru di sekolah ini baru saja pensiun dan Hermione akan mengisi tempatnya untuk mengajar English Class. Kepala sekolah mereka, Mr Dumbledore, sangat baik dan ramah. Ia banyak membantu Hermione dalam memahami kurikulum yang digunakan serta sistem di sekolah itu. Hermione juga sudah diperkenalkan dengan lingkungan sekolah, para guru dan bahkan kedua Head Boy dan Head Girl di sekolah.
Hermione masuk ke ruang guru dan melihat Mr Dumbledore sedang mengobrol bersama Mrs McGonagall, dua cangkir teh terlihat di depan mereka. Keduanya menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Tidak ada orang lain di ruangan itu jadi wajar saja suara pintu terbuka bergema sehingga terdengar jauh lebih keras.
"Ah, Miss Granger, ayo masuk dan duduk bersama kami." Kata Dumbledore sembari tersenyum, menunjuk kursi-kursi kosong di samping dirinya dan McGonagall.
"Selamat pagi, Mr Dumbledore, Mrs McGonagall." Sapa Hermione, ia memilih kursi di samping McGonagall, terpisah satu kursi dari Dumbledore di meja bulat kecil yang mereka duduki.
"Selamat pagi, Miss Granger. Panggil saja aku Minerva, kita rekan kerja sekarang." McGonagall tersenyum, melunturkan kesan kaku di wajahnya.
"Ya, ya, itu benar. Disini kami hanya normal saat rapat atau didepan siswa lain. Diluar itu, kau bisa memanggilku Albus." Sambung Dumbledore.
"Hanya jika kalian semua memanggilku Hermione." Kata Hermione.
"Jadi, Hermione," Dumbledore kini memusatkan perhatiannya pada Hermione. "Kau gugup untuk hari pertamamu?"
McGonagall mengangkat sebelah alisnya, "Tentu saja dia gugup, Albus. Siapa yang tidak gugup di hari pertamanya bekerja?"
Dumbledore terkekeh, "Seingatku kau tidak gugup di hari pertamamu mengajar Minerva. Aku masih ingat kau membuat segerombolan siswa berlari masuk ke dalam kelas hanya dengan satu tatapan. Well, kau masih bisa melakukan itu sekarang."
"Tetap saja aku gugup, Albus." McGonagall menoleh pada Hermione. "Kau sudah mempersiapkan dirimu untuk hari ini? Kelas mana yang akan kau ajar hari ini?"
"Aku akan mengajar kelas senior, 13A kalau aku tidak salah. Aku menghabiskan waktu semalaman mempelajari kurikulum dan bahan ajar untuk hari ini. Aku hanya berharap bisa melakukan semuanya dengan baik."
McGonagall mengangguk-angguk, lalu mereka melanjutkan mengobrol ringan.
Satu persatu guru lain mulai berdatangan. Hermione juga bisa mendengar suara dari arah lorong sekolah terdengar semakin ramai dan jelas, tanda bahwa siswa juga sudah mulai datang. Bel sekolah berbunyi tidak lama kemudian. McGonagall pamit karena dia harus mengajar pagi ini. Sementara Dumbledore akan membawa Hermione ke kelasnya dan mengenalkannya pada para murid.
Hermione dan Dumbledore berjalan beriringan melewati lorong. Sesekali para murid yang berlari melewati mereka menyapa Dumbledore. Sisanya hanya lari melewati mereka untuk masuk ke kelas. Hermione mendengar sayup-sayup suara McGonagall menyuruh para siswa untuk tidak berlari di lorong. Ia melirik Dumbledore, yang tampak santai dan tidak terlalu memperdulikan jika ia melihat siswa berlari. Lorong terlihat sepi karena kini para siswa sudah masuk ke kelasnya masing-masing. Mereka berhenti di depan sebuah pintu berwarna cokelat yang sudah terbuka. Suara siswa mengobrol terdengar ramai dari dalamnya. Sontak saja, jantung Hermione semakin berdetak kencang. Ia membiarkan Dumbledore masuk ke dalam terlebih dahulu, baru Hermione mengikuti tidak jauh dibelakangnya. Kelas langsung senyap saat semua orang menyadari Kepala Sekolah sedang berada di kelas mereka, plus Hermione. Hermione bisa merasakan tatapan penasaran dari orang-orang di dalam kelas. Mereka semua tampak seperti remaja pada umumnya, tidak semua orang mengenakan seragam dengan rapi. Hermione bahkan melihat siswi yang mengenakan roknya sangat pendek.
"Selamat pagi, semuanya." Sapa Dumbledore riang.
"Selamat pagi, Headmaster Dumbledore." Sahut mereka semua kompak.
Dumbledore baru membuka mulut saat pintu kelas tiba-tiba saja terbuka, membuatnya dan seluruh siswa di kelas ikut menoleh ke asal suara. Hermione juga mengikuti arah tatapan mereka dan ia mendapati dirinya melihat sepasang mata hijau terindah yang pernah ia lihat, namun mata tampak redup.
"Ah, Mr Potter. Tepat pada waktunya. Silahkan duduk, jadi kita bisa mulai kelas lebih cepat." Kata Dumbledore, masih dengan nada ringan dan senyum lebar memenuhi wajahnya.
Potter mengangguk. Dia berjalan ke barisan bangku paling belakang dan duduk di dekat jendela, bersandar ke punggung kursinya. Dasinya yang tidak terikat rapi menjuntai. Mata hijaunya menatap lurus pada Hermione.
"Sekarang karena kalian semua sudah ada disini, aku akan mengenalkan kalian pada Miss Granger, yang akan mengajar kalian mulai hari ini..."
Hermione tidak mendengarkan kata-kata Dumbledore dengan seksama, karena ia masih terpana pada mata hijau yang menatapnya tajam. Mata Potter itu terlihat redup, penuh rahasia dan emosi. Sesuatu yang Hermione tidak menyangka akan ia lihat dari seseorang yang baru berusia 17 tahun.
Dumbledore menyentuh bahu Hermione. Ia menyerahkan kelas pada Hermione dan keluar dari kelas untuk menuju kantornya sendiri. Hermione berdiri di depan kelas, memperkenalkan dirinya sekali lagi pada seluruh siswanya lalu memulai kelas dengan mengabsen siswanya satu persatu.
Pagi itu berlalu begitu saja.
Hermione duduk bersama dua orang guru lain; Aurora Sinistra yang mengajar matematika dan Oliver Wood yang mengajar olahraga. Wood hanya lebih tua setahun dari Hermione dan sangat tampan. Hermione bisa melihat banyak mata siswi meliriknya selama mereka duduk di kantin untuk makan siang. Sementara walau usia Sinistra terpaut cukup jauh dari Hermione (hampir 10 tahun), ia sangat mudah diajak bicara, sehingga Hermione mudah akrab dengannya.
"Jadi, bagaimana hari pertamamu?" tanya Sinistra, sambil mengunyah strawberry. Ia memangku dagunya dengan tangan kirinya, tangan kanannya masih memegang strawberry.
Hermione mengangkat bahu, menyimpan garpunya di atas sisa salad. "Lancar-lancar saja. Tapi aku sedikit penasaran tentang salah satu siswa."
"Memangnya kelas apa yang kau ajar tadi pagi?" sahut Wood.
"Kelas senior, 13A."
"Ah." Sinistra mengangguk-angguk, ia melirik Wood. "Sepertinya aku tau siapa yang kau maksud. Potter, benar?"
"Apa Potter punya track record yang negatif?" giliran Hermione bertanya dengan dahi berkerut. "Potter memang tidak banyak terlibat di kelas. Tapi sepertinya dia bukan anak nakal."
Sinistra menggeleng. "Justru sebaliknya, Hermione. Potter adalah anak yang sangat baik dan berbakat. Aku masih ingat saat dia baru masuk sekolah ini, cukup pintar di kelas dan sangat berbakat di olahraga tenis. Kalau kau melewati lemari piala di lorong kau akan melihat nama Harry Potter di beberapa piala kejuaraan tenis."
"Aku sendiri tidak tau banyak soal Potter karena aku baru masuk tahun lalu," tambah Wood. "Tapi aku pernah melihat Potter bermain, dia sangat berbakat. Coach Hooch menyayangkan sikapnya yang berubah dua tahun belakangan ini."
Sinistra mengangguk setuju, terlihat sedih. "Dia sangat berubah, bukan lagi anak periang yang pernah aku ajar. Aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi aku dengar dari Hooch, sahabatnya sendiri tidak tau apa yang terjadi. Potter menjadi penyendiri dan tidak banyak bersosialisasi dengan teman-temannya lagi."
"Aku masih melihatnya bicara dengan Weasley, tapi tidak sering. Mungkin karena Weasley sendiri sibuk di tim sepakbola."
"Ya, sayang sekali." Sinistra kembali mengunyah strawberry-nya. "Aku dengar dari Hooch beberapa universitas mempertimbangkan beasiswa untuknya."
"Itu benar," Wood mengangguk mengiyakan. Meneguk air mineralnya sekali sebelum lanjut bicara. "Tapi kalau Potter tidak ikut bertanding pada kejuaraan berikutnya, mereka tidak bisa melihat dia bermain untuk benar-benar mempertimbangkan itu."
Hermione mendengarkan cerita dari Sinistra dan Wood dengan seksama. Ia sendiri tidak mengerti kenapa anak laki-laki bermata hijau itu menarik perhatiannya. Mungkin sorot matanya yang membuat Hermione penasaran. Apa yang disembunyikan mata hijau itu? Dan mendengar cerita dari Sinistra dan Wood membuat Hermione yakin ada sesuatu yang salah di hidup anak itu. Sesuatu yang mengubah anak laki-laki periang menjadi pendiam dan tertutup. Hermione ingin mencari tau apa yang terjadi.
Tapi bagaimana?
a/n : tell me what you think about this story, with Hermione being Harry's teacher.
