Kokoro Kara Itoshii Hito
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Title : Kokoro Kara Itoshii Hito
Pairing : SasuNaru
Warning(s) : Boys Love, Typo banyak, EYD berantakan masih banyak belajar. Judul nggak nyambung. Pokoknya masih banyak kesalahan.
Catatan : "talk" dan 'mind',
Di chapter ini : SasuNaru masih 14 tahun.
Saya author baru dan ini ff pertama saya, jika banyak kesalahan maafkan saya yah.
Kokoro Kara Itoshii Hito yang berarti orang yang paling aku sayangi setulus hati, judulnya diambil dari salah satu lirik lagunya One Ok Rock hehehe..dah g perlu banyak cincong.
SELAMAT MEMBACA!
.
.
.
Chapter 1.
Terlihat seorang remaja berambut emo sedang berjalan sendirian di sebuah gang sepi, ia baru saja menyelesaikan kegiatan club memanahnya—hingga membuatnya harus pulang saat jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Namanya adalah Uchiha Sasuke, remaja biasa yang baru berumur 14 tahun. Meski masih kelas 2 SMP, tapi tampilannya menyerupai remaja17 tahun. Mungkin karena dia memiliki tinggi diatas rata-rata anak seusianya.
Saat ia hampir sampai dibelokan terakhir gang sepi itu, tiba-tiba ia melihat tiga orang preman yang berwajah sangar menghadangnya.
"Hei bocah! Serahkan uangmu—cepat!" sambil membentak—salah seorang preman itu menodongkan pisau kearah Sasuke.
Merasa diancam Sasuke sedikit memundurkan badannya, "Aku tidak punya uang".
"Jangan bohong!" preman kedua menggeledah serta merogoh kantung celana Sasuk, preman itu juga merebut tas punggung Sasuke paksa.
Ketiga preman itu mengobrak-abrik isi tas Sasuke dan tidak menemukan benda berharga apapun, mereka hanya menemukan setumpuk buku pelajaran dan beberapa alat tulis saja.
Merasa kesal tidak menemukan apa-apa, ketiga preman itu akhirnya memukuli Sasuke beramai-ramai. Sasuke tidak bisa melakukan apa-apa, ia kalah jumlah dan kekuatan para preman itu sunggung membuat Sasuke tampak lemah. Bukannya Sasuke tidak mau melawan, hanya saja—ia tidak begitu pandai adu otot dengan pria yang mempunyai badan sebesar preman-preman itu.
Puas memukuli Sasuke—ketiga preman itu meninggalkan Sasuke yang terkapar penuh luka dijalanan gang yang sepi itu. Sasuke mencoba untuk bangkit—namun sakit disekujur tubuhnya membuatnya susah untuk bediri.
"Ugh! Sial—sakit sekali" rintih Sasuke.
Tidak mau menyerah—Sasuke kembali mencoba untuk bangkit berdiri, dengan bantuang tembok gang itu—Sasuke akhirnya bisa berdiri. Dengan tertatih—Sasuke berjalan sambil berpegangan pada tembok gang.
Namun sayang—saat ia sedang berusahan menyeimbangkan tubuhnya sambil masih berjalan dengan berpegangan di tembok gang itu, tiba-tiba dari arah berlawanan—muncul seorang remaja pirang yang berjalan satu jalur tepat kearahnya.
Remaja pirang itu—juga berjalan sambil meraba-raba tembok gang yang sama dengan Sasuke, karena fokus Sasuke yang teralihkan dengan rasa sakit disekujur tubuhnya—ia tak sempat melihat ada seorang remaja berjalan kearahnya.
Saat jarak Sasuke dan remaja pirang itu semakin dekat, akhirnya membuat mereka bertabrakan dan Sasuke juga remaja pirang itu terjerembab ketanah.
"Aduh!" pekik remaja pirang ituyang terjatuh duduk didepan Sasuke, begitu pula dengan Sasuke—ia juga terjatuh sama persis seperti remaja pirang itu.
Dengan kesal—Sasuke melotot kearah remaja pirang itu, "Kalau jalan lihat-lihat dong! Masa ada orang didepannya—main tabrak saja!" teriak Sasuke marah dan ia juga mencoba berdiri kembali sambil berpegangan pada dinding gang itu lagi.
"Maaf, aku tidak tahu ada kau didepanku" remaja pirang itu masih duduk diam jalanan gang itu dan pandangan matanya tidak mengarah pada Sasuke melainkan kedepan—dengan pandangan yang kosong.
"Mangkanya—kalau punya mata itu dipakai, jangan hanya dipajang saja. Dasar!" umpat Sasuke sambil melangkah pergi meninggalkan remaja pirang tadi di jalanan gang yang sepi.
Sebelum dia benar-benar pergi—Sasuke melihat kearah remaja pirang itu dengan heran, terlihat remaja pirang laki-laki itu tak bergeming dan masih duduk jalanan gang itu.
"Menyebalkan" tidak mau mengurusi bocah itu—Sasuke akhirnya menghilang di belokan gang terakhir menuju rumahnya dan meninggalkan bocah tadi sendirian.
Sementara itu kembali pada remaja pirang yang tadi menabrak Sasuke, dia terus saja diam dan tetap memandang ke depan dengan tatapan kosong. "Sepertinya—orang tadi sudah pergi" gumamnya pelan.
Dengan gerakan perlahan sambil meraba-raba tembok gang, remaja pirang itu mencoba untuk berdiri. Setelah ia bisa berdiri dengan tegap, remaja pirang itu sekali lagi meraba tembok sambil berjalan dan tangan satunya yang bebas seperti meraba-raba udara kosong.
Saat remaja itu hampir sampai di pertigaan gang—tiba-tiba seseorang memanggilnya, "Naruto—jangan kesana!".
Seketika remaja itu menghentikan langkahnya, "Bibi Anko" gumamnya pelan.
Wanita yang bernama Anko itu mendekati remaja pirang yang bernama Naruto, kemudian Anko juga memegang tangan Naruto.
"Kau tahu—setelah kau melewati pertigaan gang ini, ada jalan raya yang lumayan padat oleh mobil. Beruntung Bibi menemukanmu. Jangan berkeliaran saat bibi tidak ada, itu sangat berbahaya" omel Anko sambil menggandenga tangan Naruto untuk kembali ke jalanan gang itu.
Namun Naruto tidak mau digandeng oleh Anko dan melepaskan tangan bibinya yang menggandengan tangannya, "Aku bisa jalan sendiri kok—bibi tidak usah khawatir".
Naruto kembali berjalan dengan meraba-raba tembok gang, ia bersih keras untuk tidak menerima bantuan Anko yang berniat membantunya berjalan. Naruto begitu yakin—ia bisa melewati jalan yang ia lewati tanpa bantuan siapapun.
Melihat keteguhan hati Naruto—Anko hanya bisa mengikuti keponakannya itu dari belakang sambil sesekali menjaga Naruto agar tidak tersandung atau terjatuh. Sudah 5 tahun—Naruto kehilangan indera pengelihatannya.
Semua ini disebabkan oleh kecelakaan bus 5 tahun yang lalu, saat itu—Naruto dan kedua orang tuanya sedang berjalan-jalan ke daerah Suna dengan naik bus. Namun tidak disangka—sebuah truk melaju kencang dari arah berlawanan dan tabrakan antara bus yang ditumpangi keluarga Narutodengan truk itu. Semua penumpang serta sopirnya meninggal, hanya Narutolah yang selamat—namun karena ada cidera parah di kepala Naruto. Dan berangsur-angsur—Mata Naruto mulai buta sampai sekarang.
Sejak Naruto buta—tidak ada lagi senyum diwajahnya, bahkan dia lebih sering diam dan mengurung diri dikamarnya. Meski tak jarang ia berjalan-jalan keluar, jika hanya Anko yang mengajaknya pergi. Tidak mungkinkan—orang buta seperti Naruto, berjalan-jalan sendiri diluar.
"Maaf—aku, sudah membuat bibi khawatir" suara Naruto memecah keheningan diantara mereka.
Anko menanggapi Naruto dengan tersenyum, kemudian mengusap rambut Naruto lembut. "Sudahlah—jangan dipikirkan, mungkin bibi yang salah. Tadi bibi keasyikan belanja di mini market, sampai lupa pada mu. Harusnya bibi mengawasimu, bukannya malah membuatmu menunggu diluar mini market seperti itu. Maakan bibi yah—Naruto" dengan penuh penyesalan—Anko menatap Naruto yang masih berjalan didepannya sambil meraba-raba tembok gang.
"Lain kali—aku akan menunggu bibi didalam saja" tepat saat Naruto mengatakan itu—ia sudah berada diujung tembok dan membuat gerakan Naruto terhenti.
"Bibi—bisa bantu aku jalan" Naruto menggapai-gapai udara dengan tangan kanan dan tangan kirinya menggapai sang bibi yang berada tepat dibelakangnya.
Anko memegang tangan Naruto sambil mengarahkan kemana arah jalan yang akan dilewatinya, "Besok bibi akan membelikanmu tongkat lipat yang baru, tongkat lipatmu yang dulu sudah jelek".
"Terserah bibi saja"
Tak terasa—Naruto dan Anko sudah sampai di depan gedung Apartement tempat mereka tinggal. Apartement tempat Naruto dan Anko tinggal sangatlah mewah dan besar. Semua ini didapat karena kerja keras Anko yang berprofesi sebagai penulis novel terkenal dan penghasilannya cukup besar, hingga ia mampu membeli sebuah apartement mewah.
.
.
.
Sedangkan ditempat yang sama—Sasuke yang baru pulang dari kegiatan klubnya, segera ia memasuki lobi apartement tempatnya tinggal. Dan secara kebetulan ia bertemu dengan kakaknya—Uchiha Itachi.
Melihat adiknya babak belur—Itachi menghampiri adiknya dengan khawatir, "Sasuke—kau kenapa?" Itachi mendongakkan kepala Sasuke.
"Aku tidak apa-apa" elak Sasuke tidak memperdulikan tatapan cemas Itachi, dengan santainya—ia masuk ke lobi apartement. Sambil berjalan tertatih—Sasuke menekan pintu lift yang letaknya tidak jauh dari lobi apartement.
Itachi yang melihat adiknya acuh padanya—hanya bisa menghela nafas panjang. Semenjak kedua orang tuanya bercerai—Sasuke memilih tinggal bersama kakaknya. Itachi adalah seorang model terkenal, berkat kerja kerasnya—ia mampu membiayai uang kuliahnya. Meski semua kebutuhannya masih bergantung pada kedua orang tuanya, tapi Itachi—tidak pernah manja dan ia juga menabung sebagian uang pemberian orang tuanya untuk masa depannya nanti. Sama seperti Itachi—Sasuke juga masih bergantung pada kedua orang tuanya, meski mereka tingga terpisah jauh—Sasuke dan Itachi tetap mendapatkan nafkah dari kedua orang tuanya.
Ting.
Salah satu pintu lift apartement itu sebelah kanan terbuka, dengan bergegas Sasuke dan Itachi memasuki lift dan menekan salah satu nomer di lantai tempat mereka tinggal.
Di dalam lift—Itachi bertanya tentang keadaan Sasuke yang tiba-tiba lebam dan penuh luka, "Apa yang terjadi padamu?".
"Hn"
Mendengar jawaban singkat adiknya—Itachi kembali menghela nafas panjang, "Apa kau berkelahi?".
Sasuke tidak menjawab pertanyaan kakaknya, dia hanya terus memandang kedepan tanpa menghiraukan kakaknya yang khawatir.
Ting
Tak berapa lama—pintu lift terbuka, Itachi dan Sasuke keluar dari dalam lift bersamaan. Saat mereka baru menginjakkan kaki di lantai teratas apartement mereka, Itachi melihat Anko yang ternyata adalah salah satu pengajar di kampusnya.
"Anko-sensei" panggil Itachi yang berlari kecil sambil menghampiri Anko.
"Uchiha-san" Anko menyapa muridnya. "Kau juga tinggal disini? Wah! Kebetulan sekali, aku baru pindah kesini bersama keponakanku" Anko meminggirkan badannya dan terlihatlah Naruto yang sejak tadi berdiri dibelakangnya.
Melihat Naruto—Itachi mengerutkan dahinya, ia heran saat arah pandangan Naruto tidak menghadap padanya—melainkan ketempat lain. Dan tatapan Naruto seperti terlihat kosong.
"Ini keponakanku, namanya Naruto" Anko memegang pundak Naruto.
"Hai! Aku Uchiha Itachi" Itachi mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Naruto, namun Naruto malah mendiamkannya dan tidak membalas jabatan tangan Itachi.
Itachi menarik tangannya kembali saat menyadari Naruto tidak menjabat tangannya, tetapi malah diam. "Namikaze Naruto".
Anko melihat Itachi yang menunjukkan wajah heran, kemudian ia baru sadar—jika Itachi tidak mengetahui jika Naruto buta.
"Uchiha-san, maafkan ketidak sopanan Naruto yang tidak menjabat tangamu. Dia tidak bisa melihatmu—karena Naruto itu buta" jelas Anko dengan wajah sedih.
Kini Itachi mengerti—kenapa Naruto tidak menatapnya saat berbicara dan tidak membalas jabatan tangannya tadi, "Maaf—aku tidak mengetahui jika Naruto tidak bisa melihat" Itachi menggaruk pipi kanannya dengan canggung.
"Kakak berikan kuncinya—aku tidak bisa masuk" tiba-tiba Sasuke berteriak dari belakang Itachi. Tadi saat ia baru saja keluar dari lift, Sasuke bermaksud untuk langsung masuk kedalam kediamannya. Namun karena kuncinya ada pada Itachi—jadinya Sasuke tidak dapat masuk.
"Ah—maaf Sasuke, kakak hampir lupa" Itachi merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci apartemennya, kemudian Itachi menyuruh Sasuke untuk mengambil kunci apartemant ditangan tangannya lansung. Sasuke manghampiri Itachi yang masih mengobrol dengan Anko didepan apartement milik Anko.
Saat Sasuke sudah berada didekat Itachi untuk mengambil kunci apartemantnya, ia terkejut saat melihat Naruto yang berdiri tidak jauh dari Anko.
'Anak inikan—yang tadi di gang'
Sasuke mengerutkan dahinya saat melihat tatapan Naruto yang menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong, dengan penasaran—Sasuke menghampiri Naruto tepat didepannya. Namun sepertinya—Naruto tidak terusik dengan adanya Sasuke didepannya.
Sasuke sedikit menundukkan badannya—beruntung tinggi mereka sedikit sama (Sasuke lebih tinggi 5 centi dari pada Naruto) dan melihat kearah tepat dimata biru laut milik Naruto. Namun Naruto sama sekali tidak merespon dan membuat Sasuke mengerutkan dahinya.
"Dia buta" tiba-tiba Anko berbicara pada Sasuke dan membuatnya terkejut.
"Bu—buta?" Sasuke yang tidak percaya—kembali menatap Naruto dan mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah Naruto.
'Pantas saja tadi dia tidak melihatku saat digang tadi dan malah menabrakku'
"Aku tidak pernah lihat orang buta yah? Dasar kampungan!" ejek Naruto yang sejak tadi merasakan ada seseorang yang mengamatinya. Meski buta—Naruto bisa merasakan ada orang yang sejak tadi memperhatikannya, dia juga merasa risih—saat merasakan hembusan nafas Sasuke yang sempat menerpa wajahnya.
Tidak terima dengan kata-kata Naruto—Sasuke menatap tajam kearahnya, "Kampungan kau bilang—Sialan kau!".
Tanpa menghiraukan Sasuke, Naruto meraba-raba pintu apartement untuk menemukan knop pintu dan saat ia sudah bisa menemukannya, Naruto masuk kedalam apartemntnya—meninggalkan Sasuke yang uring-uringan diluar sana.
"Maaf yah! Naruto sedikit kasar, tapi dia tidak bermaksud seperti itu. Sebenarnya dia anak yang baik, mungkin karena dia merasa asing dengan kalian—sifatnya jadi judes seperti itu" jelas Anko sambil meminta maaf pada Sasuke.
"Aku juga minta maaf—mungkin adikku juga kurang sopan pada Naruto tadi" Itachi menlirik Sasuke sebentar, kemudian menundukkan badannya untuk meminta maaf pada Anko.
"Sepertinya—Sasuke dan Naruto seumuran, kapan-kapan mainlah ketempat kami—Sasuke. Ku pikir—akan lebih baik jika Naruto mendapatkan teman baru" Anko tiba-tiba memegang tangan Sasuke sambil berharap jika Sasuke akan menjadi teman baruu bagi Naruto nanti.
"Eh? Aku?"
Tanpa menunggu jawaban dari adiknya, Itachi memegang pundak Sasuke. "Naruto juga bisa main ketempat kami, dan Sasuke pasti bisa menjadi teman bagi Naruto kelak. Iyakan—Sasuke" dengan nada penuh ancaman—Sasuke terpaksa mengangguk.
"Terima kasih" dengan terharu—Anko meninggalkan duo Uchiha itu dan masuk kedalam apartemntnya.
"Aku—kasihan melihat Naruto" gumam Itachi pelan, namun masih bisa didengar oleh Sasuke.
"Kasihan kenapa?"
"Diusianya yang begitu muda—ia harus kehilangan kedua orang tuanya dan juga kehilangan penglihatannya. Kita beruntung Sasuke, meski kedua orang tua kita bercerai—tapi mereka masih hidup dans ehat sampai ssekarang" Itachi menghela nafas panjang, kemudian ia berjalan menuju pintu apartementnya yang ternyata bersebelahan dengan apartement milik Anko.
"Jadi dia—yatim-piatu" gumam Sasuke pelan, kemudian ia ingat saat pertama kali bertemu dengan Naruto saat di gang tadi.
"Kalau jalan lihat-lihat dong! Masa ada orang didepannya—main tabrak saja!"
"Maaf, aku tidak tahu ada kau didepanku"
"Mangkanya—kalau punya mata itu dipakai, jangan hanya dipajang saja. Dasar!"
Mengingat kejadian tadi saat digang—entah kenapa membuat Sasuke merasa bersalah, seharusnya—ia sadar jika Naruto itu buta dan tidak seharusnya juga Sasuke mengatakan hal seperti itu padanya.
"Sasuke! cepat buka pintunya" teriak Itachi saat dirinya sudah berada di depan pintu apartementnya.
"Iya—sebentar" Sasuke membuka pintu apartementnya dan masuk kedalam bersama kakaknya.
Keesekoan harinya.
Pagi ini—seperti biasa, Sasuke berangkat bergegas untuk berangkat sekolah. Dengan langkah santai—Sasuke keluar dari pintu apartemantnya. Tepat saat Sasuke baru keluar dari apartementnya, Naruto membuka pintu apartementnya.
Terlihat Naruto memakai baju olahraga pagi ini, mungkin ia ingin pergi berolahraga. Sasuke tidak berniat untuk menyapanya dan memutuskan untuk pergi ke dalam lift.
Sementara itu Naruto yang baru mau memasuki lift—tiba-tiba dihentikan oleh panggilan Anko, "Naruto! Kau lupa tongkatmu" Anko menyerahkan tongkat lipat baru milik Naruto, tongkat itu baru dibelinya lewat toko online dan baru sampai pagi-pagi buta tadi.
Dengan senang hati, Naruto menerima tongkat lipat khusus tuna netra itu dari tangan Anko. "Terima kasih—bi" Naruto tersenyum lembut pada Anko, kemudian Naruto kembali melangkahkan kakinya menuju kearah lift. Meski Naruto buta—ia sempat menghafalkan tata letak lift itu dengan menghitung setiap langkahnya.
Saat sampai didepan lift, Naruto maraba-raba tombol lift yang mengarahkan kelantai bawah, setelah ia menemukan tombol itu—Naruto menekannya.
Ting
Pintu lift itu terbuka, dengan bergegas—Naruto memasuki lift itu. Tanpa Naruto sadari—ternyata didalam lift itu ada Sasuke. Melihat Naruto memasuki lift sendirian, Sasuke sedikit was-was. Bagaimana ia akan sampai di tempat tujuan—jika Naruto tidak bisa melihat.
Namun pemikiran Sasuke itu salah, Naruto bisa memecet tombol ke lantai dasar dengan sangat mudah. Apartemant yang Sasuke tinggali memang hanya memiliki 7 lantai dan apartement ini juga sangatlah mewah. Selain kemewahan yang disuguhkan di apartement ini, kawasan apartemnt ini juga mempunyai keindahan tamannya yang asri bisa dan bisa dibuat untuk lari pagi serta berolah raga olah tubuh yang lain.
Di dalam lift—Sasuke dan Naruto sama-sama terdiam. Sasuke tidak mau kehadirannya disadari oleh Naruto, mungkin ia masih canggung untuk memulai pembicaraan dengan remaja pirang didepannya ini.
Posisi Sasuke berada dibelakang Naruto, dari belakang—Sasuke melihat punggung kecil milik Naruto. Ia heran—padahal Naruto itu laki-laki sama sepertinya, tapi—kenapa punggung Naruto sangat kecil dan wajah Naruto juga terkesan manis untuk ukuran anak lelaki seusianya.
Saat Sasuke masih berkutat dengan pikirannya—tiba-tiba tanpa disadari olehnya, Naruto berbalik badan menghadap tepat kearah Sasuke. Sasuke yang terkejut—hanya bisa diam sambil menatap Naruto.
"Kata bibi Anko, dibelakang sini—ada kaca besarnya" gumam Naruto pelan dan ia juga melangkah sedikit menuju bagian belakang lift yang memang terdapat kaca besar disana. Meski Naruto tidak bisa melihat, tapi sekali saja ia ingin merasakan kaca. Sejak Naruto menjadi buta, ia sama sekali belum pernah berkaca. Toh juga apa gunanya berkaca, matanya saja tidak bisa melihat. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rupanya sekarang ini.
Tapi—sekali-kali bolehkan, orang buta seperti Naruto itu berkaca. Sekali saja ia ingin membetulkan letak rambut, merapikan bajunya didepan kaca seperti orang normal lakukan. Naruto meraba lantai lift dengan tongkatnya untuk membantunya menemukan dinding belakang lift itu.
Saat Naruto merasakan tongkatnya menyentuh sesuatu, dirinya segera sadar jika ia menemukan dinding belakang lift dan dengan percaya dirinya—Naruto memajukan tubuhnya untuk sekedar membenarkan rambutnya. Meski ia buta—apa salahnya mengaca sebentar dan merapikan dirinya sendiri. Biarpun dikatakan aneh—tapi Naruto tidak peduli. Orang buta juga butuh penampilan keren kan, pikirnya dalam hati.
Namun tanpa Naruto sadari, ternyata tonglatnya bukan menyentuh dinding pintu lift yang terdapat kaca itu. Tetapi—tongkat lipat milik Naruto menyentuh ujung sepatu milik Sasuke. Saat Sasuke menyadari Naruto melangkah mendekat kearahnya—ia hanya bisa diam.
Sasuke sempat terkejut, saat dengan tiba-tiba Naruto memajukan badannya. Dan wajah tan milik Naruto tepat berada didepan wajanya. Mata Sasuke bertemu dengan mata Naruto. Sasuke sempat membelalakkan matanya saat Naruto tiba-tiba tersenyum lembut kearahnya, bukan kearah Sasuke sebenarnya—melainkan kearah kaca. Naruto tidak tahu saja—jika didepannya bukanlah kaca. Melainkan Sasuke yang terdiam kaku sambil menatap Naruto yang berdiri didepannya.
Sasuke baru sadar jika Naruto mempunyai mata biru secerah langit biru dan ternyata saat Naruto tersenyum—ia begitu manis. Kini di kedua pipi Sasuke muncul semburat merah muda, beruntung Naruto buta—jadi ia tidak bisa melihat rona pink milik Sasuke.
Saat Sasuke masih berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba Naruto memajukan wajahnya dan betapa terkejutnya ia saat menyadari bibir mereka hampir bersentuhan.
Glup
Sasuke meneguk ludahnya paksa, ia benar-benar tidak bisa memikirkan apa-apa lagi saat merasakah hembusan nafas Naruto menerpa wajah serta bibirnya.
'Sedang apa sih dia? Ish! Ini terlalu dekat'
"Aku—lupa, bagiama bentuk bibirku, warna mataku dan seperti apa wajahku sekarang?" Naruto menyentuh bibirnya, kemudian naik untuk menyentuh matanya.
Pandangan Naruto begitu sedih dan hampir membuatnya menangis, "Apakah—aku tampan? Ataukah aku ini jelek?" lanjutnya lagi. Dan tanpa disadarinya—air matanya turun dari kelopak mata Naruto, ia begitu sedih. Di usianya yang menginjak remaja, Naruto masih belum bisa melihat. Bahkan ia lupa bagaimana wajah kedua orang taunya sebelum mereka meninggal.
"Aku rindu ayah dan ibu, kenapa kalian tidak mengajakku saja waktu itu hiks..hiks. Sekarang aku buta, aku tidak bisa melihat dunia ini. Aku benci gelap, semuanya sangat menakutkan hiks" tiba-tiba Naruto menundukkan badannya dan ia juga menangis sejadi-jadinya untuk meluapkan kesedihannya selama ini.
Sasuke yang melihat Naruto menangis, menjadi tidak tega. Entah kenapa—saat melihat Naruto menangis, hatinya merasa begitu terluka.
"Ibu hiks—ayah hiks..tolong bawa aku bersama kalian, aku sudah tidak tahan dengan kegelapan ini hiks" Naruto meremas bajunya yang tepat berada didadanya, ia meraung sejadi-jadinya tanpa memperdulikan Sasuke yang juga merasakan kepedihan hati Naruto.
Ting
Pintu lift terbuka, Naruto segera menghapus air matanya dan bergegas menuju taman yang berada didepan apartemannya. Sementara itu Sasuke yang juga keluar dari lift yang sama dengan Naruto, merasa ada yang salah dnegan dirinya saat ini.
"Kenapa—Aku merasa berdebar? Ada apa denganku ini?" Sasuke memegangi dadanya yang berdebar dengan kencang.
Kemudian Sasuke menatap punggung Naruto yang masih terlihat dibalik pintu lobi yang transparan. "Jangan-jangan aku—" Sasuke merasakan wajahnya mulai menghangat.
"—Menyukainya"
.
.
.
Tbc
Mohon riviewnya yah para reader sekalian, sampai jumpa di chapter depan
