Summary : Eksistensi ku tak lebih dari sekedar adik secara formalitas dan babu yang disuruh ini itu. Oh ya! jangan lupakan kejahilan dan kesombongan kalian yang membuat hari-hari ku semakin berantakan!
Disclaimer : Boboiboy belongs to Monsta, kalo punya saya, akan terus saya pertanyakan kenapa Boboiboy bisa terpecah jadi 5(atau lebih?).
Genre : Humor, Romance, Family, Friendship, Hurt/Comfort ( walau saya gak yakin )
Rated : T (Author tidak bertanggung jawab atas kalimat kalimat ambigu yang dapat mengubah rating untuk Chapter selanjutnya)
Warning! : mengandung banyak kalimat bertele tele yang perlu dipertanyakan EYD nya, Typo bertebaran bak ranjau perang dunia, alur pasang surut tak jelas arahnya, dan beberapa kesimpulan dengan aliran sesat yang mendominasi cerita. Juga lawakan yang garing bak rengginang digoreng kering.
.
.
Author's Note : Saya peringatkan sekali lagi bahwa di fic ini NON-CEST. Cuma ada fanservis yang menjurus sih -,-
Baca aja, ntar juga situ ngerti :v
Enjoy Reading~
.
.
.
.
-Eksistensi-
Prolog: Pertanyaan
.
.
Siang itu di sebuah tempat bernama kantin sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama pulau rintis...
"Coba ngaca deh," saran Lidya kepadaku, dalam artian sesungguhnya.
"Udah, dan kalo dibandingkan sama abang abang gua itu, kagak mirip sama sekali," balasku cepat dengan wajah tegas.
Tegas karena pegel megang mangkok maksudnya.
"Yee, kan abang abang lu itu emang mirip semua bege. Kayak anak kembar malah. Saran gue nih, lu tes DNA aja," celoteh Lidya sekali lagi.
"Emang lu kata gua punya duid buat begituan? Uang jajan gua aja gak ampe 5 digit," dan sebuah getokan mendarat mulus di kepalaku.
"Eh bocah, lu lupa apa? Ibu gue kan dokter!" Ucapnya dengan wajah songong se songong-songongnya.
Abaikan.
Aku mendecih ria sambil memanyunkan bibir. Lalu kembali terfokus pada mie ayam yang baru habis setengahnya. Beberapa senior kelas 10 menyuruhku bergeser sedikit kekiri dan langsung kubalas dengan tatapan tajam.
Itu senior pada mau bikin gua nyungsep atau apa sih? Bangku kantin kan gak panjang panjang amat. Geser kekiri sedikit aja, bisa bisa jatoh ke pagar berduri alias kaktus.
Hei, analisis macam apa itu?
"Gini aja deh, elu ambil darah kakak kakak lu sama ortu lu. Habis itu ntar gua rayu ibu gua buat tes DNA. Ibu gua gak bakal nolak permintaan putri tunggalnya ini kok," senyum Lidya terbit menampakan barisan rapi gigi nya. Mengacungkan 2 jari salam presiden negara sebelah tepat di wajahku dan mengedipkan sebelah mata. Aku hanya bisa menggerutu melihat tingkah kekanak kanakannya itu. Tetapi, sejenak ia terdiam dan menoleh ke belakang. Ke arah dimana barisan meja khusus untuk anak anak kelas 11.
"Kenapa Li?" Tanyaku penasaran, ikut menoleh kearah tatapan Lidya.
Oh shit, anak itu lagi.
Luar biasa, tatapan ku langsung tertumbuk pada pemuda bersurai noir dengan manik scarlet terang. Berbeda dengan teman temannya yang lagi asyik melempar lempar bola bakso (entah sejak kapan permainan baru itu muncul), pemuda itu malah diam memperhatikan kami -dan disini gua gak merasa geer, seneng atau apa- sambil menopang dagu dengan sebelah tangan. Oke, ini mengingatkanku akan anime bad boy dimana perilaku mereka selalu dibilang cool oleh para kaum hawa berpredikat labil.
Yang ditatap menatap balik dengan tatapan lebih sinis daripada biasanya.
"Err, itu Senior Halilintar kenapa?" Tanya Lidya polos tanpa menyadari tatapan maut terus ditujukan pada kami. Aku berdehem pelan lalu menenggak es teh manis yang kebanyakan air.
"Abaikan aja kakak gila itu," ujarku tenang "Terus, yang tes DNA itu gimana? Ng maksudnya, gak mungkin kan gua tiba tiba minta darah lima abang gua ama ortu gua, eh tapi ortu gua kan lagi kerja di luar negri. Trus kalo permintaan gua kayak gitu, ntar yang ada gua dikira ikut pesugihan," aku menopang dagu ku dengan sebelah tangan, lalu tangan yang lainnya kugunakan untuk mengaduk aduk es krim yang bahkan tak jelas rasanya.
"Ish, bego amat sih elu!" Ucapan Lidya sukses membuat es krim ditanganku terlempar kearah nya. Sialnya dia langsung bergeser ke kiri. Sudah terbiasa akan serangan mendadak rupanya.
Lagi lagi aku memanyunkan bibir. Merasa tak berselera untuk melanjutkan acara makan makan.
"Maksud gua, elu gak usah ambil darahnya. Ambil aja rambut nya kek, kuku nya atau apalah selama masih berhubungan ama badan. Eh itu mie ayam jangan dicampurin ama teh!" Bentak Lidya dengan suara merdu seriosanya (?)
Aku mengangguk pelan dan kembali mengaduk aduk mi ayam dengan kuah manis kecoklatan beserta es batu nya.
"Mau nyoba gak?" Tawarku pada Lidya.
Dan siang itu, di kantin sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama pulau rintis tersiar kabar bahwa ada seorang anak perempuan tahun terakhir sekolah menengah pertama yang melempari temannya dengan sendok dan garpu.
.
.
.
Di perjalanan menuju rumah, kata kata Lidya masih terus menghantuiku.
Kenapa baru sekarang aku menanggapinya serius? Aku memang sudah menyadarinya, bahwa diriku berbeda dengan kakak kakak ku sejak kelas 5 SD. Selain wajah dan beberapa Gen resesif lainnya, kasih sayang yang diberikan orang tua kami juga berbeda.
Tidak, aku tidak diperlakukan semena mena, justru kasih sayang orang tuaku melebihi anak lain.
Dan disanalah hal yang membuatku curiga. Maksudku, oh ayolah, aku memang anak bungsu. Tetapi menuruti semua keinginanku walaupun permintaan itu sangat amat menyebalkan adalah hal yang tak lazim bukan?
Kalau dipikir pikir lagi sih, kakak kakak ku memang tidak terlalu dekat denganku. Terlebih lagi, jika ada acara keluarga, entah mengapa aku selalu merasa berbeda, merasa tersisihkan.
.
Matahari mulai tergelincir, jam 3 sore Walaupun begitu, hari ini begitu panas, ditambah lagi baju yang kini kukenakan amat menyiksa. Baju dengan warna hitam yang mendominasi dan merah yang menjadi minoritas Ah, kalau kak Halilintar jalan bareng aku, pasti dikira pacaran.
Ih, bukan saatnya memikirkan pikiran nista itu, dasar...
Aku berlari secepat mungkin, setelah tanjakan itu dan berjalan beberapa meter lagi, aku akan segera sampai ke rumah. Aaah home sweet home. Yang bikin kepikiran sih, itu beneran rumahku atau bukan? Ah, persetan dengan itu semua. Yang penting segera pulang, tiduran di kasur empuk, nyalain AC, dengerin musik, terus ngerjain PR deh.
.
Aku merasa bahwa aku adalah salah satu contoh murid paling teladan...
.
Baru saja melewati tanjakan setara 45 derajat..
"Hei," seseorang menepuk bahu ku, aku menoleh ke arah suara. Sedikit kebingungan aku bertanya "Umm, maaf, anda siapa ya?" Tanyaku hati hati sambil berusaha mengingat siapa sosok dengan surai biru ke abu-abuan ini.
"Hahaha, tidak usah formal begitu. Aku Kaizo, salam kenal," orang yang mengaku bernama Kaizo itu tersenyum, tetapi di mataku ia lebih terlihat seperti menyeringai But, wait... Ini bukan acara katakan cinta yang ada di Tr*nsTV atau dia mau modus kan?
Perasaan yang di Tr*nsTV katakan putus deh.
Ahsudahlah .
"Ng haha, i-iya salam kenal juga," balasku canggung "Ngg jadi, ada apa ya?" Aku membenarkan posisi tas punggung yang semakin melorot Salahku sendiri, kenapa pake acara bawa empat buku Campbell.
"Oh iya, sebentar..'' Pemuda beriris violet itu mengaduk aduk tas selempangnya, dan mengeluarkan sebuah bungkusan berwarna ungu pastel dengan pita biru laut
Oh my gosh, lucu bangeet.
"Ini untukmu..." Ujarnya seraya menyerahkan bungkusan entah berisi apa kepadaku. Aku menatap anak bernama Kaizo itu malu malu. Malu antara mau ngambil atau nggak . . .
Dan sejenak lagu malu malu kucing jadi backsound *meong meong meong*
Ih, apaan sih...
"Eh, ini untuk ku?" Dengan sedikit kecurigaan (karena takut isinya bom) aku mengambil bungkusan mungil imut-imut nan elegan itu.
"Ma-makasih Kaizo, Tapi kau tidak salah orang kan? Lagipula kita baru saja berkenalan.." Tanyaku ragu dengan suara mencicit seperti tikus kejepit.
Tiba tiba perkataan kak Halilintar lewat seenaknya di pikiran-
.
'JANGAN PERNAH MENERIMA PEMBERIAN ORANG ASING! APAPUN ITU! HEI, MAU KEMANA KAU?! APA?! MAIN?! AKU SEDANG MENASIHATIMU ADIK SIALAN! MAU KU BUAT KAU TIDAK BISA BERJALAN 2 MINGGU HAHH?!'
.
Dengan tampang ganyante dan full capslock.
Hahh... Menasihati apanya.
"Ng, apakah kau baik baik saja?" Pemuda beriris violet itu mengerenyit. Mungkin karena melihat tempangku ikut ikutan ganyante.
"Ah, iya maaf. Ta-tapi, kotak ini benar untuk ku?" Tanyaku sekali lagi setelah menormalkan posisi wajah.
"Iya," balas Kaizo santai "Disini panas, mau minum di kedai Tok Aba? Aku yang traktir," tawarnya seraya mendahuluiku.
Eh . . .
"MAU MAU!" Teriakan gak pake malu. Yang diteriakin hampir jatoh nyungsep ke selokan terdekat.
Aish, rupanya Author mulai tidak menggunakan EYD yang baik dan benar.
Dari tadi kayaknya…
"Ahahaha, kau ini benar benar bersemangat ya? Kemarilah," Ajak Kaizo dengan tampang seperti Om Om Pedo berstatus Homo plus badan segede kebo.
Kenapa pemikiran itu bisa lewat sih?
"Eh, iya tunggu akuu!" Segera aku berjalan cepat berusaha menyamakan langkah dengannya. Kulihat sekilas Kaizo tersenyum lembut padaku. Dan tanpa di aba aba jantungku berdetak keras-
.
Oh, inikah cinta pada jumpa pertama?
.
Mendadak konslet.
Astaga, siapapun tolong aku untuk mengenyahkan pikiran nista di sel-sel otakku!
Kami berjalan dalam diam Tidak ada satupun yang mau membuka percakapan. Dan inilah hal yang paling kubenci. Suasana awkward.
"Kau tahu? Aku selalu memperhatikan mu selama ini," pengakuan yang sedikit tiba tiba itu membuat ku tersentak.
Anjerr, jangan jangan anak ini psiko yang sering ada di pilem pilem?!
"Jangan menatapku dengan tatapan ngeri begitu.." Ia menoleh kearahku yang sedang berdiri diam dibelakangnya dengan mata melotot hampir keluar.
Berasa kayak di pilem pilem siksa kubur aja dah..
"Aku bukan psiko, tenang saja..." Sejenak aku bisa bernapas lega "Tetapi melihat seseorang menderita karena penyiksaan memang menarik,"
.
Kaizo langsung ketawa sadis.
.
JDHUARR BLAAARRR CTHAAARR (Ini mau ujan atau gimana?)
Kak Halilintaaaaaarrr cethaaarrr Membahanaaa bak fatamorganaaa Heleep meeeeh!
Melihat wajahku yang setengah pucat setengah biru, Kaizo mendekatiku.
Catatan, dengan tampang Yuno Gasai.
"Apa yang kau lakukan?!" Insting bertahanku langsung keluar, melangkah mundur, siap-siap kabur.
.
"Tenang saja, akan kubuat kau bahagia sayang...
.
Ayo kita pergi ke dunia dimana hanya ada kita berdua saja di sana," Kaizo semakin mendekatiku.
.
Huanjerr, bulu kuduk gua remeng semua.
.
Disaat aku lengah akan bulu kuduk, Kaizo menyentuh dagu ku.
Dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Bisa kurasakan hembusan nafas Kaizo yang lembut menerpa wajahku.
Aku menutup mata pasrah dengan wajah memerah, antara malu deg deg an dan takut mati terbunuh di usia muda.
Tiba tiba . . .
.
JDHUAKKK
.
Eh? Itu ada yang ketabrak tiang atau bagaimana? Suaranya apa banget lah ya.
Aku membuka mataku dan mendapati Kaizo tengah jatuh berdebam di atas hamparan aspal. Ujung bibir sebelah kiri nya terluka.
Baru saja aku mau menolongnya, Kaizo bangun dan segera duduk dengan lutut kanan yang ditekuk sebagai tumpuan lengannya. Sedangkan lengan kanan yang di tumpu menyentuh luka dengan gaya erotis.
Astagfirullah, mataku panas
Kelilipan debu kayaknya
"Kau! Kemari!" Suara menggelegar seperti halilintar yang sangat cocok dengan nama si empunya.
.
Apa?
.
ASTAGA! Sejak kapan kak Halilintar ada disini?!
Oh... Jadi Kaizo ketabrak kak Hali ya?
Tapi.. Melihat luka yang ada di bibir Kaizo, kemungkinan keduanya ialah Kak Hali membogem mentahkan Kaizo.
Aku tak menjawab, masih kaget dengan teleportasi mendadak dari seorang Halilintar dan konklusi random yang barusan kudapat
"KUBILANG KEMARI!" Kak Halilintar menarik (baca: menyeret) tubuhku mendekat ke pelukannya
Tunggu, apa? Author gak salah nulis kan?
"Ka-kak Halilintar?" Suara ku sedikit bergetar, tidak pernah sekalipun dalam seumur hidup aku dipeluk Kak Hali. Dan sekarang, secara tiba tiba seorang Halilintar dengan ego setinggi menara petronas memelukku
Benar, aku tidak berkhayal. Dia memelukku.
"Kau tidak apa apa?" Tanyanya posesif. Semakin mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di leherku. Kuinformasikan bahwa tinggiku hanya se tinggi dada bidang milik Kak Hali
Tuhan apakah kiamat akan segera terjadi?!
Kurasa tidak, semoga
"I-Iya kak, a-aku gak napa napa kok" Sesaat aku bisa mencium wangi Mint menguar dari Kak Hali.
Wajahku blushing mendadak
Aih, jika ada cermin. Wajahku sudah pasti akan terlihat konyol di sana.
"Sudah kubilang, jangan berbicara dengan orang asing kan? Apa kau masih perlu 'kuajari' dulu?" Bisiknya tepat di telingaku. Wajahku semakin memerah dibuatnya Ia mengangkat wajahnya, masih dalam posisi tadi. Dan ia -entah dengan sengaja atau tidak- membuat kepalaku bersandar ke dada bidang miliknya. posesif.
.
"Tidak akan kubiarkan siapapun menyentuhmu!"
.
Sebuah gumaman keluar dari mulut Kak Halilintar. Walau hanya sebuah gumaman kecil, aku masih bisa mendengarnya sedikit.
Yah.. Sebenarnya aku tidak yakin bahwa kalimat itulah yang digumamkan Kak Hali mengingat sejak kecil aku sudah divonis menderita penyakit budek akut.
Kak Hali melepaskan pelukannya dan menatapku intens. Aku tidak bisa melakukan apa apa selain salah tingkah
"Hei kalian, kalau mau mesra-mesra an lihat keadaan sekitar dulu napa," intermezzo Kaizo dengan wajah datar. Ia sudah berdiri tegak walaupun pakaian nya terlihat agak kotor
Ah, lupa! Disini masih ada Kaizo!
Dan beberapa ibu ibu tukang gosip yang sedang menonton sandiwara kami
"Tenang saja anak manis," Kaizo berjalan mendekat, "Aku bukan seorang sadis atau psiko," dan lagi lagi ia menyentuh dagu ku. Namun kali ini ibu jarinya sedikit mengusap bibirku.
Tuhan, kembalikan kepolosanku
"Mau apa kau?" Kak Halilintar mencengkram pergelangan tangan Kaizo agar menjauhi ku. Wajahnya mengeras, menatap dengan amarah. Kaizo menyeringai setan dan segera menarik pergelangan tangannya kembali.
Aku disini kebingungan melihat sinetron mereka berdua "Aku hanya penasaran saja dengan adik bungsu manis yang sering kau ceritakan itu," Kaizo semakin menyeringai. Ia menatapku sebentar dengan tatapan yang sulit diartikan lalu berbalik "Sepertinya tawaranku itu untuk lain waktu saja, sampai jumpa bocah manis-
.
Oh ya! Kalau kau mau mencariku, tanya saja ke kakak posesif mu itu," Kaizo berjalan santai seolah tidak terjadi apa apa. Kami menatap punggung Kaizo yang hilang ditelan tikungan
.
Sesaat aku melihat Kak Halilintar hampir melempari nya dengan batu bata
"Ngg, Kak Hali...?" Aku menyadarkan kak Hali sekaligus menahan tangannya agar tidak melempar batu bata milik tetangga. Kak Halilintar mendengus kesal. Lalu menatapku sinis walau wajahnya sempat memerah beberapa saat.
Bahkan memerahnya sampai ke telinga
"Kak Hali, kakak kenal Kaizo?" Aku mengabaikan ekspresi wajah Kak Hali dan menuntut penjelasan dengan wajah serius
Sangat serius.
Hening, yang terdengar hanya suara ambulans.
Makcik Ida mau melahirkan sepertinya.
Ia berbalik pulang ke rumah dan tidak menjelaskan apapun, seenaknya saja meninggalkan diriku yang masih dipenuhi tanda tanya
Wait... Loading process
Tadi Kaizo bilang, Kak Halilintar sering menceritakanku kan? Tapi ke siapa? Kaizo? Atau masih ada orang lain?
Tidak! bukan itu pertanyaannya Pertanyaannya kenapa Kak Hali membicarakanku?
Kenapa kak Hali mendadak posesif begitu?
.
.
.
Dan sore itu, aku mendadak gila karena tidak mengerti akan kejadian yang kualami
.
.
.
TBC~
《Curhatan Gak Penting Author Rese》
Alohaaa *Mulai stress*
Jadi... fic abal ini adalah fic pertama di fandom ini sekaligus fic pertama sayaah TEPUK TANGAN UNTUK KITA SEMUAAA *hebohsendiri*
Pertama tama... Marilah kita ucapkan puji syukur ke hadirat tuhan yang maha esa #Digamparmassa
Oke, salah topik Pertama tama... Saya masihlah bocah baru disini. Karena itu saya mohon bantuan para author yang sudah mengarungi lautan fandom ini lebih dulu daripada saya
Untuk para Author senior, maafkan daku yang masih newbie nan lebe ini. Tolong terimalah daku yang masih luntang lantung tidak menemukan tempat untuk berada *nangispilu*
Dan yang terakhir, aku masih bingung OC ini mau kuberi nama dan gender apa *Kokoronyesek*
Apa? Tokoh utama ini perempuan?
Saran saya, baca dari ulang. Apakah ada kalimat yang menyatakan bahwa anak ini perempuan? Anak manis? Iya dia manis tapi belum tentu perempuan kan? *Ditendangkebulan*
Apa? Kalau jalan bareng dikira pacaran dengan halilintar? Oh sepertinya kalo tokoh utama ini cowok, dia straight atau udah belok masih patut dipertanyakan *Kibasrambut*
Jadi bagi para Readers sekalian yang ingin mengusulkan nama dan gender untuk tokoh utama rese ini, monggo (bener monggo kan?) saya tunggu, tapi beserta alasannya ya. Satu orang maksimal 2.
Okhai, cukup sampai sini cuap cuap saya. Saya beserta jajaran papan catur (?) Mengucapkan terimakasih #PLAKK
Oh ya, Author juga minta maaf karena banyak kata kata yang tidak sopan. Karena yahh... Manteman saia terbiasa akan kata kata itu *menatapdosadosa*
Akhir kata (asik bahasaku)
Mind to revi-
Bentar, belum kelar *soundefect ON: gesekan biola penyayat hati* Saya... sebenarnya... tidak terlalu mengharapkan review, fave, atau follow dari pembaca sekalian mengingat fic ini begitu abal dan nista *nangisdarah*
TETAPI! *tampangganyante*
Saya sangat amat mengharapkan kripik (singkong) pedas dan saran dari para pembaca. Sungguh,,,-
-demi kebaikan dan masa depan kita bersama *modus*
Kabur ah~ Akhir kata buhbayy * tebar bunga*
Additional Story:
Suara pintu dibanting mengaggetkan 4 remaja laki laki labil yang saat itu sedang nonton drama korea di ruang keluarga.
.
Iya, mereka punya hobi nonton begituan.
.
"Kak Hali, udah pulang? Kenapa muka nya asem begitu?" Taufan yang sedang nyomot pisang goreng sisa acara sedekahan tetangga kemaren, menyapa Halilintar yang langsung mendapat tatapan sinis dari saudara kembarnya.
Sedangkan Gempa, tidak mau repot repot kena getah perang saudara, langsung pergi ke dapur. Haus sepertinya.
Api masih setia dengan drama korea yang di tontonnya. Beralaskan karpet yang ada bekas gosong kena setrika, sekali sekali ia menyerobot tisu murahan dari atas meja yang baru saja dibeli kemarin.
Air? Loh air mana?
Oh, dia lagi tidur di bawah meja.
Dan sekedar info saja, kepala Air berada tepat di pangkuan Api.
"Aku pulang," seorang anak bersurai noir dengan mata sewarna obsidian masuk ke rumah dengan wajah blushing parah. Tanpa di aba aba, anak itu ngacir naik ke lantai dua. Dan suara langkah kaki anak itu disusul oleh suara debaman pintu.
"Kalian kenapa sih? Jangan jangan kau ngapa ngapain anak itu? Hei mengakulah, kau mencium anak itu ya?" Goda Taufan yang masih tidak peka dengan aura pembunuh milik kakak kembarnya itu.
"Diam kau," Halilintar malas meladeni Taufan dan langsung pergi ke kamarnya Tetapi sebelum Halilintar masuk, Ia berteriak-
.
"WOYY ADEK BEGO! CEPAT SIAPKAN MAKANAN!"
.
Dan tanpa merasa bersalah, Halilintar masuk ke kamar dengan wajah damai sejahtera aman sentosa.
Dari lantai dua terdengar sahutan-
.
"DASAR KAKAK SIALAAAAAN!"
.
Atau lebih terdengar seperti teriakan sarkas?
Sedangkan Air yang sedang tidur di lantai ruang keluarga harus menahan sakit akibat kepalanya yang menghantam meja secara tiba tiba.
Bahkan meja nya ampe retak.
Oh, Api masih menangis akibat drama korea berjudul Endl*ss Love. Tidak menyadari Air yang ngambek karena merasa dicuekkin.
Dan hari itu, berjalan seperti hari hari biasanya . . .
.
.
.
Dah, selesai beneran
Mind to Review?
.
.
.
Sincerely,
Akinari Ishibashi
