Title: Adevărata Dragoste

Rating: K+ / T for this chapter :)

WARNING: mengandung Shonen ai/yaoi, shotacon. Bagi yang gasuka, tombol back masih siap menanti~ *nunjuk keatas* XD

Summary: AU. Seorang pangeran, dengan keinginannya mencari cinta sejati dalam hidupnya setelah dikhianati oleh pelayan yang sangat Ia percayai. Akankah dia menemukan wanita— atau mungkin, pria yang Ia cari-cari? :: Main pairing - KaitoLen ::

Disclaimer : Karakter Vocaloid © Yamaha Music, I own nothing but plot of this story and OCs XD


::

Dan dongeng ini pun dimulai..

::

-o-o-o-o-

Adevărata Dragoste

::

Chapter 1

::

The Blue Prince from The Diamond Kingdom


-o-o-

Alkisah di sebuah negeri,

Negeri yang diberi nama Negeri Diamond.

Negeri yang hanya diperintah oleh seorang Raja,

yang hanya memiliki seorang anak lelaki.

-o-o-

"Kaito,"

Seorang lelaki berambut biru, dengan warna mata yang sama, sebiru lautan itu menolehkan wajahnya saat sebuah suara yang dikenalinya sebagai suara Ayahnya—Sang Raja terdengar memanggi namanya.

"Ada apa?" jawabnya malas sambil memperhatikan lelaki tua dengan mahkota di kepala itu berjalan perlahan ke beranda tempatnya duduk sambil memandang rembulan yang bersinar dengan indahnya di langit.

Sang Raja menghela nafas sejenak,

"Mungkin sudah sekian kali Ayah berkata begini padamu, tapi, Bagaimanapun juga Ayah ingin kau—" sebelum Raja menyelesaikan omongannya, Pangeran yang bernama Kaito itu memutusnya.

"—Ayah ingin aku segera mendapat permaisuri kan?" ucapnya dengan wajah dingin, lalu kembali mengalihkan pandangannya pada benda langit yang bersinar redup di gelapnya langit malam. Pandangannya menerawang jauh.

Sang Ayah akhirnya duduk di samping putra kesayangannya itu setelah menghela nafas sekali lagi. Ditepuknya pundak Sang Pangeran pelan, agar pandangan lelaki itu kembali padanya,

"Memang itu yang Ayah maksud. Selama ini Ayah sudah berkali-kali memerintahkanmu untuk segera mencari pasangan untuk menjadi menantuku. Tapi kenapa sampai sekarang belum juga kau bawa seorang wanita ke hadapanku?"

Masih tanpa melihat ke arah Ayahandanya, Kaito menjawab, "Aku hanya.. belum menemukan wanita yang cocok. Semuanya sama saja. Mereka cuma mengincar kekayaan dan kesempatan menjadi pendamping seorang pangeran. Tidak ada yang mencintaiku sepenuh hati. Aku muak dengan semua itu."

"Pikiranmu terlalu jauh, Kaito." sahut Sang Raja lagi.

"Pasti ada, entah disini atau di suatu tempat, wanita yang mencintaimu sepenuh hati. Kau hanya belum menemukannya. Kau hanya perlu membuka hatimu untuk mereka."

Kaito melihat Ayahnya tersenyum bijak saat mengatakan hal itu. Sementara dirinya sendiri tidak berkata apa-apa sebagai respon, hanya tersenyum kecut, lalu berdiri dari posisi duduknya.

Ia menatap wajah tua itu sesaat,

"Katakan pada pelayan—siapa saja, untuk membuatkanku es krim untuk kudapan malam ini, lalu antarkan ke kamarku." sebuah senyum, entah palsu atau tidak, menatap mata sang Raja untuk sementara,

" Tolong ya, Ayahanda." –lalu wajah itu kembali berbalik, sambil berjalan menjauh dari sang Ayah yang kini mendesah pelan atas sikap anaknya, sekaligus sedikit sweatdrop mendengar pesanan sang pangeran—yang bisa dibilang seperti anak kecil.

-o-o-

Sang Pangeran dipuja semua gadis di kerajaan dan negaranya,

banyak gadis dan Putri yang menawarkan diri

untuk menjadi Permaisuri baginya,

.

Namun, sang Pangeran tidak pernah menerima satupun dari mereka.

.

-o-o-

Kaito berbaring di atas kasurnya yang berukuran king-size. Dengan posisi terlentang, ia meletakkan telapak tangannya di atas dahi dan matanya, pandangannya mengarah pada langit-langit kamar berwarna biru dan hiasan-hiasan yang sebenarnya tidak terlalu diperhatikan olehnya.

Pikirannya melayang jauh.

Selama ini dia memang sering bertemu dengan gadis-gadis atau putri negeri lain. Gadis-gadis cantik jelita yang sejujurnya— menarik perhatiannya. Ia juga sering menjalin hubungan yang –menurutnya- membosankan dengan gadis-gadis itu, bahkan sampai tahap yang tidak seharusnya ia lakukan sebelum menikah dengan gadis tersebut— tentu saja hal ini tidak diketahui Ayahnya atau siapapun kecuali mereka berdua.

Namun semuanya gagal.

Gadis-gadis itu pada akhirnya diketahuinya hanya mengincar kekayaan atau mungkin statusnya sebagai Pangeran. Kaito sendiri tidak merasakan apa-apa saat bersama gadis-gadis itu, tidak ada cinta, tidak ada nafsu.

Hanya satu, membosankan.

Kalaupun ada seseorang yang benar-benar menarik perhatiannya, yang selalu dipikirkan olehnya, yang selalu ia inginkan supaya terus berada di sisinya, hanya ada satu orang. Ya, sejujurnya Ia tengah merasakan hal tersebut pada satu orang— satu orang yang bisa dibilang sangat dekat dengan dirinya saat ini,

Namun Kaito tidak pernah—atau tepatnya, tidak mau menganggap perasaannya pada orang itu sebagai 'cinta', karena..

"Pangeran Kaito,"

Pikiran Kaito dibuyarkan oleh suara seseorang yang tampak memanggilnya disertai suara ketukan dari pintu kamarnya. Suara seseorang yang sangat dikenalnya.

Ia segera bangkit dari posisi tidurnya dan berlari ke depan pintu, sebelum membukanya dengan wajah yang gembira.

"Gakupo!" serunya bagaikan anak kecil saat mendapati seorang lelaki berambut panjang berwarna ungu dengan seragam yang berwarna dominan biru dengan hiasan-hiasan putih— seragam seorang pelayan, berdiri di depan pintu sambil membawa segelas es krim,tersenyum lembut kepadanya.

"Saya mengantarkan es krim pesanan Pangeran. Rasa vanilla, seperti biasa kan?" ucap butler itu sambil menyerahkan segelas es krim yang dibawanya pada Kaito, yang menerimanya dengan suka cita.

"Hehe.. Terimakasih! Ini buatanmu kan?" sahut Kaito dengan wajah seperti anak kecil. Gakupo mengangguk seraya tertawa kecil.

"Benar sekali. Es krim dengan resep rahasia turun temurun buatan Kamui Gakupo. Kesukaan anda pada es krim memang tidak berubah sejak dulu, Pangeran."

"Sudah kubilang tidak usah memanggilku dengan sebutan Pangeran." Kaito merengut. "Bagaimanapun, kita kan teman sejak kecil. Panggil saja aku Kaito." ucapnya sambil meletakkan satu tangannya di atas pundak Gakupo.

Gakupo menggelengkan kepalanya,

"Tidak. Maafkan atas kelancangan saya menolak permintaan Pangeran, tapi, status saya sekarang adalah pelayan anda, jadi saya tidak bisa memanggil anda dengan sebutan tanpa gelar yang tidak sopan seperti itu." jawabnya seraya meletakkan telapak tangannya di atas tangan Kaito yang memegang pundaknya, lalu menyingkirkannya perlahan.

Kaito mendengus, "Ya sudahlah kalau itu memang maumu. Tapi—"

Lelaki berambut biru itu kembali menatap Gakupo, kemudian melanjutkan dengan nada lirih, "Tapi, jujur saja aku tidak begitu suka sikapmu yang jadi terlalu sopan itu. Apa kau juga tidak bisa bersikap biasa saja padaku, seperti selayaknya seorang teman?"

"Tidak bisa, Pangeran. Karena anda adalah majikan saya sekarang, bukan lagi teman masa kecil atau sebagainya. Tolong maafkan saya." Gakupo kembali tersenyum dan membungkuk ala butler,

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Masih ada pekerjaan yang harus saya lakukan. Selamat menikmati es krim anda." —lalu lelaki itu pergi dari hadapan Kaito, menuruni tangga istana yang besar, sampai sosoknya tidak terlihat lagi oleh sang Pangeran yang masih terdiam di depan pintu kamarnya.

-o-o-

Semua orang bertanya-tanya,

'Mengapa Pangeran tidak juga memilih seorang gadis untuk jadi permaisurinya?'

'Apakah dia tidak pernah merasakan cinta?'

.

Mereka tidak tahu,

sang Pangeran tengah merasakan cinta,

.

-o-o-

Kaito menyendok sedikit es krim putih dengan topping berwarna ungu (yang dicurigai berasal dari terong, walaupun rasanya tidak seperti itu) lalu menjilat sendoknya, dengan pandangan yang masih kosong.

Laki-laki itu, Kamui Gakupo, adalah teman sejak kecilnya.

Dulu, Ayahnya juga memerintah kerajaan tetangga, dan bersahabat erat dengan Ayah Kaito dan kerajaannya. Karena itu, teman pertama yang dikenal Kaito adalah Gakupo. Begitu pula sebaliknya. Dulu, semua orang di kedua kerajaan tersebut tahu— dimana ada Kaito, pasti ada Gakupo. Bahkan tamu-tamu yang berkunjung ke tempat tersebut salah mengenali kedua bocah itu sebagai kakak beradik.

Kaito sangat menyayangi Gakupo.

Namun, 4 tahun yang lalu, terjadi kejadian yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Malam itu, malam bersalju yang dingin pada bulan Desember, kerajaan Spade milik keluarga Gakupo diserang oleh kerajaan lain yang ingin mengambil alih kekuasaan tempat tersebut. Raja Spade yang memang sedang lemah pada saat itu, tidak bisa mempertahankan kerajaannya saat orang-orang berjubah hitam yang membawa senjata itu menyerangnya secara mendadak.

Kerajaan Spade hancur.

Saat Kaito dan keluarganya berkunjung ke tempat itu pada hari berikutnya, mereka hanya menemukan puing-puing rumah yang terbakar, istana yang hancur, mayat-mayat yang bergelimpangan—

—dan Gakupo yang terduduk di tengah-tengah puing itu dengan wajah datar.

Karena tidak tega melihat Gakupo yang baru berusia tiga belas tahun saat itu, dan atas bujukan Kaito –Raja Diamond akhirnya membawanya ke kerajaannya—dan menjadikannya pelayan pribadi Kaito.

Gakupo tidak pernah protes akan statusnya sekarang. Ia tidak pernah mempermasalahkan kenapa Raja Diamond menjadikan dirinya yang pernah menjadi seorang putra mahkota— pelayan, dan bukannya mengangkatnya sebagai anak.

Mungkin baginya itu saja cukup.

Namun bagi Kaito, tidak.

Dan—tentang orang yang selalu dianggap Kaito berharga, orang yang diinginkannya selalu berada di sisinya, dan satu-satunya orang yang menarik perhatiannya, adalah lelaki itu.

Kamui Gakupo.

-o-o-

Namun, cinta itu berbeda.

Cinta itu bermula dari sebuah persahabatan

Cinta yang selamanya tidak akan disetujui siapapun.

.

Cinta terlarang.

.

Itulah yang dirasakan oleh sang Pangeran.

-o-o-

Pagi itu, Istana Diamond terlihat sangat rusuh. Pelayan tengah berlarian kesana kemari, mencari sesuatu, atau seseorang , sambil sesekali meneriakkan nama seseorang yang mereka cari.

Sang Raja terlihat sangat gelisah, bahkan Ia tidak bisa duduk tenang di singgasananya, berjalan kesana kemari sambil memijit pelan kepalanya yang tampak terasa pening.

Satu-satunya orang yang masih terlihat tenang mungkin hanya sang Putra Mahkota. Kaito baru saja bangun dari tidur lelapnya dan bingung melihat pelayan-pelayannya ribut berlarian, mengecek kamar satu per satu, dan berteriak,

"Gakupo-san!"

—yang membuat lelaki itu penasaran dengan apa yang terjadi.

-o-o-

"Gakupo menghilang?" seru Kaito tidak percaya. Ayahnya baru saja memberitahukan sebab mereka terlihat sangat panik pagi itu. Dan sesuai dugaannya— kepanikan itu ada hubungannya dengan Gakupo.

Sang Raja menghela nafas pelan dan menganggukkan kepalanya. Ia terlihat sangat gelisah. Tentu saja, Kaito juga gelisah dan khawatir setengah mati jika Gakupo menghilang tiba-tiba seperti ini karena Gakupo adalah orang yang dicin—er, maksudnya, sahabatnya. Namun, kenapa satu kerajaan jadi ikut gempar hanya karena itu?

Bukankah Ia hanya seorang pelayan?

Penasaran, Kaito mencoba menanyakannya pada sang Ayah yang sekarang masih mondar-mandir di depan singgasananya, "Ehh.. lalu, kenapa hanya karena Gakupo menghilang, Ayahanda jadi gelisah seperti ini? Mungkin saja Ia hanya sedang jalan-jalan atau bagaimana kan?"

Perhatian sang Raja teralihkan kembali kepada putranya. Ia menatap sepasang mata berwarna biru tua itu selama beberapa saat dengan wajah— bersalah? Sepertinya Ia tengah memikirkan sesuatu.

"Kaito, Ayah yakin kau pasti tahu tentang kehancuran kerajaan Spade empat tahun lalu. Namun, tahukah kau alasan di baliknya?" lelaki tua itu akhirnya angkat bicara.

"Ya, dan tidak. Setahuku itu karena ayah Gakupo diserang dan dibunuh orang-orang tidak dikenal pada malam hari kan?"

Ayahnya menggeleng,

"Itu hanya alasan palsu yang disebarkan agar rakyat tidak gempar. Sebetulnya, Ayah dan Raja-raja lain memiliki perkiraan lain— karena hanya Gakupo yang tersisa di antara lautan mayat dan puing-puing sisa kerajaan Spade pada waktu itu. "

"..Maksud Ayah?"

"Kecurigaan kami, dengan bukti-bukti yang ada, mungkin saja Gakupo adalah orang yang menghancurkan—atau memicu kehancuran kerajaan Spade, dan Ayah mengangkatnya sebagai pelayan untuk mengawasi gerak-geriknya bersama Raja-raja lain. Namun sekarang Ia menghilang, dan—"

Raja Diamond menghela nafas dan berbalik, sehingga Kaito berhadapan dengan punggungnya yang ditutupi jubah sutera berwarna biru tua.

"—yang Ayah takutkan adalah, dengan kepergiannya saat ini— dia juga akan menghancurkan kerajaan ini dan kerajaan lain dalam waktu yang tidak lama lagi."

Dan saat itu juga, tenggorokan Kaito bagai tercekat.

-o-o-

Namun, suatu hari,

orang yang dicintai Pangeran itu menghilang,

tanpa meninggalkan jejak yang jelas,

dan menjadi musuh seluruh kerajaan.

-o-o-

Kaito kembali merenung di kamarnya— memandang langit-langit kamar seperti biasa. Hari ini Ia merasa tidak berminat menjalankan aktifitas sehari-hari seperti berlatih biola, anggar, atau kegiatan yang biasanya Ia lakukan dengan penuh suka cita. Ia bahkan tidak bernafsu untuk memakan makanan-makanan enak yang telah disediakan pelayan-pelayan di depan kamarnya.

Pikirannya penuh dengan Gakupo.

Ya, tentu saja.

Sudah 24 jam berlalu semenjak hilangnya pelayan berambut ungu itu. Sekarang Kaito tidak dapat menyingkirkan bayang-bayang Gakupo dari dalam pikirannya.

Kemana dia pergi?

Untuk apa dia pergi?

Apa dia benar-benar ingin membalas dendam?

Apa dia benar-benar membenci kerajaan ini?

Apa dia.. membenciku?

Padahal dia pernah bilang, aku adalah Tuan dan 'sahabat'nya yang berharga,

Apa semua itu bohong?

Gakupo..

Kaito bangkit dari posisi tidurnya.

Tiba-tiba Ia merasa sangat kesal,

Sekaligus.. kehilangan.

Jadi, selama ini Gakupo telah menipunya? Jadi, semua tingkah manisnya itu hanya untuk mendapat kepercayaan darinya? Hanya agar Ayahnya tidak lagi mencurigainya?

Jadi, selama ini Gakupo tidak pernah menganggapnya Tuan.. atau sahabatnya?

"Dasar Gakupo brengsek!" seru Kaito penuh amarah seraya bangkit dan segera menyalurkan amarahnya pada benda-benda di ruangan itu. Vas bunga, figura foto, perhiasan seharga ratusan juta Ia lempar dan pecahkan begitu saja, menimbulkan bunyi yang gaduh dan membuat lantai kamarnya penuh barang pecah-belah yang telah hancur.

Ia tidak peduli lagi dengan harga yang harus Ia bayar untuk mengganti semua itu, Ia hanya terlalu marah untuk berpikir logis.

Ia merasa dikhianati oleh orang yang selama ini paling Ia percayai.

"…. Sialan." –selagi tinjunya bersandar pada tembok berwarna putih di sebelahnya, lelaki berambut biru itu merasakan setetes demi tetes air mengalir keluar dari kedua matanya.

Apa yang harus Ia lakukan?

-o-o-

Sang pangeran merasa dikhianati

Sang pangeran merasa ditipu

Sang pangeran berbalik membenci orang yang dulu dicintainya,

Dan memutuskan untuk melupakan orang tersebut

-o-o-

Sang Raja merasa tidak mempercayai pendengarannya saat seorang lelaki berambut biru membungkuk di hadapannya— Sang Pangeran, Kaito, tengah memohon izin kepadanya untuk melakukan sesuatu.

Sesuatu yang membuatnya sangat terkejut.

"Aku ingin pergi mengembara, Ayah." ucap Kaito lagi, dengan wajah yang serius. Jelas bahwa Ia tidak bercanda.

"Kenapa tiba-tiba sekali, Kaito? Kau tahu, dengan hilangnya Gakupo, kita harus bersiap untuk penyerangan yang mungkin saja secara nekat dilakukannya dengan bantuan kerajaan lain, dan—"

"Aku ingin menemukan cinta sejatiku." lanjut lelaki berambut biru tersebut tanpa memedulikan perkataan Ayahnya. Sang Raja terkesiap,

"Ayah selalu menyuruhku untuk mendapat permaisuri bukan? Dan Ayah bilang—kalau aku tidak menemukan cinta sejatiku disini, mungkin dia ada di tempat lain, aku hanya belum menemukannya. Dan sekarang, aku ingin menemukannya. Aku ingin melihat seperti apa pasangan hidupku yang mencintaiku sepenuh hati." lanjut Kaito, masih dengan pandangan yang lurus.

Sang Raja menghela nafas, "Soal itu, aku memang menyuruhmu mendapat Permaisuri, Kaito. Tapi tolong perhatikan keadaan kerajaan juga. Kalau kau tidak ada di kerajaan ini saat kritis nanti…."

"Aku melakukan ini demi Kerajaan, Ayah." Kaito berdiri dari posisi membungkuknya dan menatap sang Ayah tepat di kedua matanya.

"Maafkan kelancanganku, tapi jika Kerajaan ini memang begitu kritis, bukankah akan lebih baik jika aku— Pangeran Mahkota, mengungsikan diri terlebih dahulu? Bukan karena aku takut, tapi jika aku ada disana, apa yang dapat kubantu? Pengalamanku dalam bertarung masih terlalu sedikit, Ayah. Bukankah justru jika Kerajaan ini hancur saat aku pulang nanti, dan jika hanya aku yang tersisa— akulah yang akan membuat Kerajaan baru dengan permaisuri baruku. Akan kuulang semuanya dari awal, jadi Kerajaan ini tidak akan mati." jelasnya. "Aku tidak melarikan diri."

Sang Raja terdiam, memikirkan penjelasan anaknya yang sebenarnya ada benarnya juga. Sementara Kaito menunggu keputusannya dengan wajah yang berharap.

Setelah berdiam diri beberapa saat, Ia berdiri dari posisi duduknya di atas Singgasana dan mendekati putra satu-satunya tersebut,

"Anakku, kau sudah yakin dengan keputusanmu ini?"

"Aku yakin."

"Kau tahu konsekuensinya berada di luar sana seorang diri?"

"Tentu saja aku tahu."

"Kau siap untuk menghadapi semua itu?"

"Aku siap."

Sang Raja menghela nafas, lalu menepuk pundak Kaito dengan kasih sayang,

"Baiklah. Pergilah, anakku. Akan kusiapkan peralatan yang mungkin kau butuhkan." Ia memberikan senyum penuh wibawa dan mengelus pelan pundak Kaito.

Kaito tersenyum puas,

"Terima kasih, Ayah."

Ia membungkukkan badannya sekali lagi sebelum keluar dari ruang Singgasana itu, meninggalkan Ayahnya yang sebenarnya masih tersenyum paksa di belakangnya.

-o-o-

Sang Pangeran meminta izin pada sang Raja

Untuk mengembara keluar dari Istana

Demi menemukan cinta sejatinya

Dan melupakan perasaannya,

Pada orang yang masih dicintainya.

-o-o-o-o-

:: To Be Continued


A/N:

Akhirnya saia post juga ini fic =w=;; Idenya udah lamaaaaa sekali ini, terinspirasi dari liriknya Evil Series dan Synchronicity –nya Kagamines, dan sedikit imajinasi tentang Prince!Kaito dan Butler!Gakupo XD Maaf kalo masih ada typo dan kalo ceritanya gajeee D'X Rin dan Len akan muncul di chapter selanjutnya X) Cerita aslinya juga baru akan dimulai di chapter berikutnya, dan sepertinya di chapter berikut ratingnya akan sedikit (?) naik =w=;;

Soal judul, gahahahah, Adevãrata Dragoste diambil dari bahasa Romawi, artinya 'True Love' –setidaknya itu kata gugel trenslet. =w=d *dibakar* Soalnya entah kenapa saia kebayangnya setting fic ini rada-rada Romawi, lagipula saia suka judulnya lol XD

Anyway, buat yang udah baca sampai sini, review puhleeaaaase? Fic ini akan kulanjutkan kalo ada respon yang bagus. Kalau tidak yaaaa.. hiatus :p

Okay, feed me with reviews please! XD