Flowers Heart
Cast: Jeon Jungkook
Kim Taehyung
Other Casts
Genre: Romance, Hurt/comfort, Angst
Length: Two-shoot
Disclaimer: Fiksi
Inspired by:
BTS Love yourself's poster
By. RainKim 'n Aii-nim
.
.
Jeon Jungkook telah lama kehilangan arti untuk hidup di dunia ini. Tak masalah baginya bila ia akan mati besok, hari ini atau bahkan detik ini, Jeon Jungkook sama sekali tak peduli.
Lelaki beriris sekelam malam itu meyakini bahwa hidupnya selalu dikelilingi dengan ketidakberuntungan. Bagaimana tidak? Ia sudah menjadi sebatang kara setelah kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat saat usianya masih belia, terlunta-lunta dan harus bekerja keras seorang diri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan saat pertama kalinya mengenal cinta, Jungkook justru dikhianati oleh kekasihnya yang berselingkuh dengan sahabat karibnya sendiri. Seakan tak cukup sampai disitu, ia pun di vonis dokter mengidap penyakit mematikan yang membuat usianya takkan lama, jika tak segera di tangani. Miris, jadi untuk apa ia hidup jika yang di tanggungnya hanyalah nestapa tanpa henti?
"Jungkook-ah, ini bunga yang kau pesan kemarin."
Pemuda itu tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya untuk menerima seikat bunga dari perawatnya. Ia menghirup dalam aroma khas bunga itu sebelum menempatkannya dipangkuannya.
"Terimakasih." Gumamnya.
Perawat itu tersenyum ramah, "Perlu aku antarkan?" tawarnya.
Kepala Jungkook menggeleng pelan. Menolak dengan halus tawaran dari perawat yang telah menjaganya selama ia dirawat di rumah sakit ini. Aneh memang, ia berada disana sebagai pasien tapi mangkir dari setiap pengobatan dan terapi yang harus ia jalani. Sekali lagi, Jungkook tidak peduli meskipun ia harus mati. Ia hanya ingin menikmati sisa hidupnya tanpa harus buang-buang energi dengan pengobatan yang tanpa hasil. Meskipun kondisinya kian hari kian lemah. Meskipun kini Jungkook terpaksa harus duduk di kursi roda akibat pembengkakan di kedua pergelangan kakinya kerena penyakitnya yang semakin parah.
Meski begitu, Jungkook tidak pernah ingin menyulitkan siapapun. Bakan saat ia merasa lelah dan butuh dukungan dari orang lain, Jeon Jungkook tidak pernah sekalipun mengeluh walaupun terlihat gurat menyerah di wajahnya.
"Tidak perlu, Jim."
Perawat dengan name tag Park Jimin itu hanya mengulum senyum memandang Jungkook yang mulai menjauh perlahan dengan memutar kedua roda wheelchairnya menggunakan tangan.
Ia boleh saja menyerah pada hidupnya, tapi bukan berarti ia lantas menyia-nyiakan sisa hidupnya yang berharga. Jungkook bertekad akan mengisinya dengan hal-hal yang berguna agar sekali saja, orang-orang dapat tersenyum mengingatnya saat kelak ia tiada.
.
.
Seorang lelaki melangkah menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali kepalanya menoleh kekanan dan kekiri. Mengulas senyum begitu berpapasan dengan beberapa perawat yang dikenalnya.
Tadi pagi saat datang berkunjung, ia tidak sengaja melihat anak-anak yang dirawat disini sedang bermain di sebuah ruang khusus. Maka kini, dengan sekantong penuh susu berbagai macam rasa yang dibawanya, pemuda bermarga Kim itu melangkah menuju ruangan tersebut. Ia menyukai anak kecil dan sepertinya akan menyenangkan bila bermain dengan mereka.
Langkahnya terhenti didepan pintu ruangan yang bertuliskan 'Children Room' saat mendapati ruangan itu kosong tak berpenghuni meninggalkan mainan yang masih berceceran dilantai.
"Ada yang bisa dibantu, tuan?"
Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan mendapatkan figur seorang perawat tersenyum ramah kearahnya. Tangannya mengusap tengkuknya karena merasa canggung tanpa sebab.
"Aku ingin bertemu dengan anak-anak yang dirawat disini dan memberikan mereka sebotol susu. Tapi sepertinya mereka sudah pergi." jelasnya.
Perawat itu mengulum senyum. "Setiap sore mereka akan bermain di taman belakang rumah sakit. Jika anda berkenan, saya bisa mengantarkan anda kesana."
Pupil lelaki itu berbinar senang. Kepalanya mengangguk cepat. "Terimakasih..." Ia menatap nametag yang terpasang di dada sebelah kanan perawat itu. "... Jimin-ssi." imbuhnya.
Jimin tersenyum kecil kemudian melangkah bersama dan membicarakan beberapa hal basa-basi mengiringi langkah mereka. Di luar dugaan, ternyata mereka seumuran dan Jimin termasuk orang yang cukup menyenangkan untuk diajak bicara.
"Disana."
Ia mengikuti arah pandang Jimin dan menemukan sekumpulan anak kecil yang sibuk bermain dan merangkai bunga. Pemuda itu lalu kembali menatap Jimin kemudian tersenyum hangat sebelum melangkah sendiri mendekati mereka karena Jimin harus pergi keruangan Dokter.
Lelaki itu terdiam dipinggir taman menatap anak-anak yang sedang asik merangkai bunga dengan beberapa anak yang sibuk berlarian dan tertawa riang. Tiba-tiba rasa canggung menyergapnya. Tidak mungkin jika ia tiba-tiba bergabung dan bermain dengan mereka begitu saja.
"Kau harus mengikatnya seperti ini, Jiyoung-ah."
Kepalanya menoleh cepat menatap seorang pemuda lain yang duduk dikursi rodanya, sedang mengajari seorang anak merangkai bunga. Lelaki itu tersenyum kecil. Setidaknya ada orang dewasa yang bisa membantunya untuk dekat dengan anak-anak ini.
Ia mendekati pemuda itu ragu. Namun kakinya tetap melangkah tanpa henti. Tangannya terulur menepuk pelan bahu lelaki yang terlihat lebih muda darinya hingga pemuda itu menoleh kearahnya.
.
.
Jungkook sedikit terkejut ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahunya pelan.
"Hai." Sapa orang itu.
Jungkook mengerjap bingung, tapi kemudian ia tersenyum tipis ke arah lelaki tersebut. "Ya, ada perlu apa?"
Lelaki berpakaian semi formal dengan warna rambut caramel itu terlihat menatap sekeliling, sebelum duduk di kursi taman di samping Jungkook kemudian mengulurkan tangannya. "Aku Kim Taehyung."
Meski suasananya terasa canggung, tapi akhirnya Jungkook tetap menyambut uluran tangan itu. "Jeon Jungkook."
Mereka terdiam sesaat, lalu pria bernama Taehyung tersebut kembali bersuara. "Kau selalu bermain dengan mereka?" tanyanya sambil mengarahkan pandangan ke sekelompok anak yang tengah bermain.
Jungkook mengikuti arah pandang Taehyung. "Ya. Aku sering mengajak mereka bermain disini setiap sore. Menggambar, menyanyi, kadang mengajari mereka merangkai bunga agar mereka bisa menghias kamar rawat mereka dengan bunga yang dirangkai sendiri."
"Kau pandai merangkai bunga?" sorot mata Taehyung menampakkan binar tertarik, membuat Jungkook tersenyum malu.
"Na-ah. Aku hanya senang melakukannya."
Pria Kim ikut tersenyum. Tanpa diberitaupun ia tau bahwa Jungkook adalah salah satu pasien tetap di rumah sakit ini.
"Apakah keluarga Taehyung-ssi sedang di rawat disini?"
Pertanyaan Jungkook yang tiba-tiba sempat membuat Taehyung mengerjap bingung. Raut wajahnya kemudian berubah sendu, "Ya, Komatose karena lemah jantung."
Jungkook terdiam, merasa bersalah karena telah bertanya ketika melihat air muka Taehyung yang murung. Pandangannya kemudian menangkap sesuatu yang berada di dekat lelaki itu.
"itu, apa yang kau bawa?" Jungkook bertanya sambil melirik kantong kertas di sisi kanan Taehyung.
Yang ditanya tertawa canggung. "Oh. Ini beberapa botol susu. Aku berniat memberikannya pada mereka, tapi kau taulah, aku masih agak canggung dengan anak kecil. Tidak tau harus bagaimana memulai interaksi dengan mereka."
Jungkook tersenyum mendengar penuturan Taehyung. "Taehyung-ssi, perhatikan baik-baik." Kemudian atensinya teralih pada sekumpulan anak-anak yang sedang bermain tak jauh dari mereka. "Anak-anak, kemari sebentar." panggilnya menarik perhatian.
Segerombolan anak-anak itu menoleh kemudian berbondong-bondong menghampiri. Mereka berkerumun di sekeliling Jungkook dan Taehyung dengan tatapan ingin tau.
"Anak-anak, perkenalkan. Ini Paman Taehyung." Ucap Jungkook sambil melirik ke arah Taehyung.
Taehyung memasang senyum senatural mungkin lalu melambai singkat. "Hallo, senang bertemu dengan kalian."
Hening. Anak-anak itu masih belum mengerti perihal keberadaan Taehyung dan maksud Jungkook memanggil mereka tadi.
"Paman Taehyung ini ingin ikut bergabung dan bermain bersama, kalian tidak keberatan kan?" Jungkook bertanya dan jawaban anak-anak tersebut hanya gelengan singkat.
Taehyung sendiri sudah grogi bukan main. Apalagi jika melihat tanggapan skeptis mereka dan tatapan penuh rasa selidik yang mereka layangkan kepadanya. Sementara Jungkook disisinya menahan kikikan dan kembali buka suara.
"Nah, selain itu Paman Tae juga membawakan kalian sesuatu lho, iya kan Paman Tae?" Jungkook menyikut pelan lengan Taehyung, bermaksud meminta lelaki itu bicara. Anak-anak yang tadinya menatap penasaran ke arah Taehyung, kini beralih ke arah kantong kertas di pangkuan Pria Kim.
"Ah, benar. Ini-" Taehyung mengeluarkan sebotol susu rasa cokelat dan menunjukannya, "Paman membawa beberapa botol susu. Apa kalian suka susu?"
Anak-anak tersebut masih ragu-ragu menjawab. Dan Jungkook kembali bicara untuk membantu mencairkan suasana. "Wah, susu rasa cokelat. Bukankah Jiyoung suka susu cokelat?"
Bocah bernama Jiyoung yang Jungkook tanya mengangguk.
"Nah, bagaimana jika Jiyoung menerima susu cokelat dari Paman Tae dan ucapkan terimakasih?"
Takut-takut, bocah perempuan berusia enam tahun itu mendekati Taehyung, mengambil susu tersebut dari tangannya dan mencicit pelan, "Terimakasih, Paman Tae."
Taehyung tersenyum lebar. Menahan diri agar tak mencubit gemas pipi gembil Jiyoung dan berakhir hanya mengelus surai hitam panjang bocah tersebut. Setelah Jiyoung kembali ke posisi, Taehyung mengeluarkan sebotol susu lagi. Kali ini dengan rasa strawberry. "Paman punya rasa yang lain. Strawberry. Apa di antara kalian ada yang suka strawberry?" ujarnya ramah.
Ada tiga anak yang merespon dengan mengacungkan jari-jari mungil mereka.
"Ah, benar! Minsu, Hwayoung dan Nari sangat suka strawberry." Jungkook menjelaskan dengan ceria, secara tak langsung mengenalkan nama anak-anak itu pada Taehyung.
"Benarkah? Kebetulan Paman membawa banyak rasa strawberry." Taehyung mengeluarkan lagi botol-botol susu dengan rasa yang sama dan menyerahkannya pada ketiga anak tersebut. Masing masing dari mereka memberi ucapan terimakasih yang manis dan di balas dengan usapan sayang di pucuk kepala oleh Taehyung.
"Uh, Paman..." seorang anak berusia sekitar lima, mendekat takut-takut ke arah Taehyung. Binar matanya yang bening menatap Taehyung penuh ragu.
Taehyung tersenyum, sedikit menunduk dan mengelus pelan pipi bocah itu. "ada apa adik manis? Siapa namamu?"
Bocah lelaki itu sedikit tersipu. "Taegukie..." ucapnya lirih. "Apa paman Tae punya susu rasa pisang? Taegukie suka pisang." Tanya bocah itu kemudian.
Taehyung berusaha mati-matian untuk tidak memekik. Anak kecil di hadapannya ini sungguh menggemaskan dan membuat Taehyung jatuh hati. "Tentu saja ada. Paman punya susu rasa pisang khusus untuk Taegukie." Ucapnya sambil menyerahkan susu itu pada Taeguk.
Si bocah memekik girang. Mengalungkan lengan mungilnya di leher Taehyung kemudian mencium pipi lelaki itu sambil berbisik terimakasih. Aksi yang cukup membuat Taehyung terkejut namun senyum lebar kemudian terbit di bibirnya. Dan setelah Taeguk menjauh, anak-anak lain yang sedari tadi memperhatikan mulai berani mendekati Taehyung dan menerima susu yang diberikan si pria Kim. Kecanggungan yang sempat terjadi beberapa saat lalu kini telah melebur menjadi gelak tawa dan pekikan girang khas anak-anak kecil tersebut.
Jungkook memperhatikan semuanya dengan seulas senyum di wajah. Bagaimana Taehyung mulai terlihat santai dan tak lagi kaku di hadapan anak-anak. Pria Kim tertawa lebar, sesekali mengusap dan menjawil pipi bocah-bocah itu gemas. Lalu tanpa sengaja tatapan keduanya bertemu. Taehyung tersenyum begitu menawan ke arah Jungkook sambil mengangguk sekali, mengucapkan isyarat terimakasih yang langsung di jawab Jungkook dengan kuluman senyum dan anggukan serupa.
Pipi pemuda Jeon terasa memanas, entah kenapa.
.
.
Keesokan harinya Taehyung kembali datang dan menghampiri Jungkook yang seperti biasa tengah bermain bersama pasien anak-anak di taman. Kali ini lelaki itu membawa bertangkai-tangkai bunga baby's breath di tangan.
"Jungkook-ssi." Sapa Taehyung ketika telah berada di samping Jeon muda.
Jungkook menoleh dan tersenyum begitu mengetahui siapa yang menyapanya. Taehyung kemudian duduk di salah satu kursi taman didekat Jungkook dengan pandangan yang tidak teralih dari bunga yang sedang dirangkai pemuda Jeon.
"Kau datang lagi."
Taehyung hanya bisa terkekeh membalas perkataan Jungkook. Ia kembali menatap bunga yang dibawanya sebelum mengangsurkannya kehadapan Jungkook, membuat pemuda itu menatapnya penuh tanya.
"Eum.. Bisa tolong rangkaikan bunga ini untukku?" pintanya.
Jungkook tersenyum lalu mengangguk pelan. Ia meraih bunga yang dibawa Taehyung dan mulai melakukan perkerjaannya. "Bunga ini terlalu banyak untuk dibuat satu rangkaian." ucapnya sembali merapikan beberapa tangkai bunga.
Taehyung mengerjap pelan lalu buru-buru menjawab. "Kalau begitu jadikan dua rangkaian. Bisakah?"
Pemuda Jeon kembali mengulum senyum. "Tentu saja, Taehyung-ssi."
Setelahnya hening menyergap keduanya. Jungkook terlalu fokus merangkai bunga dan Taehyung yang setia memandanginya.
"Apa kau memetik sendiri bunga-bunga ini, Taehyung-ssi?" Jungkook bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga yang ia rangkai.
Taehyung mengangguk, "Ya. Dirumahku ada rumah kaca khusus untuk berkebun." Jawabnya.
Menoleh, Jungkook menatap Taehyung dengan binar di sepasang manik kelamnya, "Wah~ sejak dulu aku selalu ingin punya yang seperti itu." Ia kemudian kembali menunduk dan melanjutkan rangkaiannya. "Pasti menyenangkan ya? Aku juga sangat suka berkebun."
Tanpa sadar, Taehyung tersenyum melihat tingkah Jungkook yang kadang begitu ekspresif. Entah mengapa ia merasa kepribadian Jungkook begitu mirip dengan kepribadiaan orang itu.
"Kau benar-benar mirip dengannya." Ucapan itu terlontar begitu saja dari bibir Taehyung.
Jungkook kembali menoleh. Satu alisnya terangkat menandakan bahwa dirinya tidak mengerti maksud Taehyung.
"Dengannya? Siapa?" tanyanya bingung.
Taehyung mengerjap beberapa kali begitu menyadari kebodohannya. Mulutnya terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun tidak ada kata yang berhasil terlontar.
"Jungkook-ah."
Pandangan keduanya beralih pada seorang perawat yang menyerukan nama Jungkook. Jimin -perawat tersebut- berjalan tergopoh mendekati mereka. "Dokter Min mencarimu."
Pandangan Jimin kemudian beralih kearah Taehyung. "Anda datang lagi, tuan." sapanya ramah dan membungkuk singkat.
Taehyung tersenyum lalu mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia kembali menatap Jungkook yang melanjutkan rangkaian bunganya. Mengikatnya dengan simpul cantik menggunakan pita berwarna hijau lalu menyerahkannya pada Taehyung.
"Cantik sekali." Taehyung bergumam. Ia menerima dengan senang bunga yang sudah dirangkai apik oleh Jungkook. "Terimakasih, Jungkook-ssi." Imbuhnya.
"Sama-sama, Taehyung-ssi."
Taehyung menimang dan menatap kedua rangkaian bunga baby's breath di tangannya bergantian, kemudian ia menyodorkan seikat bunga di tangan kanannya itu pada Jungkook. "Untukmu."
Jungkook terkejut kemudian bertanya kikuk, "U-untukku?" kedua pipinya mulai bersemu ketika menerima rangkaian bunga tersebut. "Terimakasih." Bisiknya lirih.
Taehyung tersenyum lalu bangkit dari kursi, "Tidak perlu. Itu adalah ucapan terimakasih untuk rangkaian bunga yang cantik ini. Kalau begitu aku permisi, Jungkook-ssi, Jimin-ssi."
Kemudian Taehyung beranjak pergi setelah sebelumnya membungkuk singkat dan menggumam terimakasih sekali lagi.
Jungkook tersenyum. Bahkan pandangannya tidak teralih dari punggung Taehyung yang semakin menjauh hingga menghilang dalam kerumunan manusia yang berlalu lalang. Nafasnya berhembus pelan lalu kembali merangkai bunga yang sempat terabaikan olehnya.
"Kau menyukainya?"
Jungkook menoleh kaget kearah Jimin. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Apa-apaan kau ini." ucapnya panik.
Jimin tergelak keras. Ini pertama kalinya ia melihat Jungkook menjadi sepanik itu hanya karena sebuah pertanyaan sederhana.
"Astaga, Kook-ah. Kau lucu sekali."
Jungkook mencebik lalu melempari Jimin dengan beberapa tangkai bunga yang dipegangnya. Terkadang pemuda Park benar-benar menyebalkan bagi Jungkook, contohnya saja seperti saat ini.
"Sudahlah, bilang pada Yoongi Hyung kalau aku tetap tak ingin namaku di cantumkan di daftar tunggu pasien untuk menerima donor." Ujarnya sambil memalingkan muka.
Raut wajah Jimin seketika berubah mendengarnya, "Ayolah, Kook-ah. Dengarkan Hyungdeulmu ini sekali saja."
"Percuma, Hyung. Takkan ada gunanya."
Jimin bungkam. Ia sudah tak bisa lagi berkata-kata jika Jungkook sudah memanggilnya Hyung. Pemuda Park kemudian melangkah mendekat dan mengelus surai hitam Jungkook dengan sayang. "Setiap manusia yang hidup di dunia ini berharga, Kook-ah. Begitupun juga dirimu."
"Tapi aku tidak ingin, Hyung. Seolah-olah sama saja aku mengharapkan seseorang mati hanya agar aku bisa mendapatkan kesempatan menjalani kehidupanku yang hampa ini. Aku tidak mau."
Jimin mengangguk, beralih mendekap kepala Jungkook di dadanya. "Baiklah, Hyung mengerti. Kau masih bisa mengubah pikiranmu lain kali."
.
.
Hari berikutnya dan berikutnya lagi, Taehyung masih datang ke taman. Lelaki itu tetap membawa bunga yang sama dengan Jumlah yang sama. Meminta Jungkook merangkainya menjadi dua dan memberikan salah satunya pada Jeon muda sebagai tanda terimakasihnya.
Terkadang mereka akan duduk disana cukup lama. Ikut bermain bersama anak-anak atau sekedar memperhatikan dari kejauhan. Sebenarnya ada satu hal yang ingin sekali Jungkook tanyakan pada Taehyung. Perihal siapa gerangan seseorang yang sering Taehyung kunjungi di rumah sakit itu. Saat sedang bersamanya ataupun bercengkrama dengan beberapa anak, Taehyung memang memasang wajah ceria, tapi dibalik itu Jungkook tau, bahwa Taehyung menyimpan kesedihan di dasar hatinya. Seseorang itu pastilah orang yang berharga bagi Taehyung dan Jungkook entah kenapa merasa takut.
Pernah sekali ia melirik diam-diam ke arah jari jemari Taehyung. Kosong, tak ada satupun cincin yang melingkar disana. Jadi, masih bolehkah Jungkook menyemai perasaan asing yang mulai menyusup ke hatinya?
"Taehyung-ssi." Panggil Jungkook sore itu ketika mereka tengah duduk bersisian, mengawasi para bocah yang asik bermain dan berlarian.
"Ya?" Jawab Taehyung tanpa mengalihkan pandangannya dari anak-anak tersebut. Sesekali Lelaki itu akan tersenyum dan tertawa melihat tingkah menggemaskan mereka.
"Umm... itu..." Jungkook berucap ragu. Ia memainkan jari-jemarinya di pangkuan. "Seseorang yang sering kau kunjungi di rumah sakit ini... jika aku boleh tau, siapa dia?"
Senyuman Taehyung perlahan meluruh. Ia beralih memandang Jungkook yang menatapnya ragu campur cemas.
"Benar juga ya? Kalau dipikir-pikir aku sama sekali belum menceritakan tentangnya padamu." Tatapan Taehyung kemudian jatuh pada gumpalan awan jingga di atas sana. "Namanya Hyeri." Ucapnya kemudian.
Hyeri, Nama seorang wanita. Jungkook membatin dalam hati.
"Dia gadis yang ceria. Hangat. Sangat suka berkebun dan merangkai bunga, sepertimu." Taehyung kemudian melirik Jungkook dan terkekeh pelan, "Dia adalah-"
"Hyuuung! Kookie Hyuung!" sosok bocah lelaki bernama Taeguk, si penyuka susu rasa pisang, berlari menghampiri Jungkook dan Taehyung sambil membawa sebuah mahkota bunga di tangan mungilnya.
"Ya Ampun, Taeguk-ah. Jangan berlarian, nanti kau jatuh." Tegur Jungkook kemudian menangkap tubuh gempal bocah itu dan mendudukkannya di antara ia dan Taehyung. "Ada apa, eum?"
Taeguk nyengir lebar, lalu menunjukkan mahkota bunga itu di hadapan Jungkook. "Ini. Taeguk dan teman-teman membuat mahkota bunga untuk Kookie Hyung." Ujarnya ceria.
Jungkook tersenyum dan mengelus surai Taeguk, "Cantik sekali. Terimakasih." Kemudian mengambil mahkota bunga itu dan memakainya, "Apakah Hyung cocok memakainya?"
Taeguk mengangguk antusias hingga surai hitamnya bergoyang-goyang. "Hyung cantik, seperti puteri."
Jungkook dan Taehyung tergelak mendengar penuturan polos bocah itu. "Aku ini laki-laki, tau."
"Hei, kenapa hanya Kookie hyung yang dapat mahkota bunga? Paman Tae tidak di beri juga?" Taehyung ikut menimpali, sedikit memutar tubuh Taeguk agar bocah itu menghadapnya.
Bocah lima tahun itu bergumam pelan, meletakan telunjuk mungilnya di dagu sambil sedikit mendongak seolah tengah berpikir serius, "Hm, sebentar." Tubuh gempalnya kemudian meloncat turun dan berlari menghampiri kawanannya.
Taehyung tertawa, tapi kemudian ia seperti sadar akan sesuatu. "Hei, Jungkook-ah. Kenapa kau membiasakan mereka memanggilmu hyung sedangkan aku mereka panggil Paman?" Protesnya sambil memasang mimik cemberut yang lucu.
Jungkook terkekeh, "Berapa umurmu, Taehyung-ssi?"
"Huh? 28 tahun. Waeyo?"
Pemuda Jeon kembali terkekeh, "Ani. Umurku 23 tahun. Kita selisih lima tahun. Bukankah wajar jika aku di panggil Hyung sementara kau mereka panggil paman, Paman Taehyungie?"
Taehyung ikut terkekeh, "Yah, baiklah. Terserah Kookie Hyung saja."
Mereka berdua tertawa dan beberapa saat kemudian, Taeguk kembali berlari ke arah mereka.
Bocah itu sedang kelebihan energi sepertinya.
"Paman Tae pakai ini saja." Ujarnya ketika telah sampai dan mengangsurkan sebuah mahkota yang terbuat dari kertas karton ke arah Taehyung. "Ayo dipakai agar serasi. Kookie hyung jadi Puteri dan Paman Tae yang jadi Pangerannya."
Ucapan polos Taeguk membuat Jungkook tertegun. Ia bisa merasakan jika wajahnya memanas tanpa sebab. Diam-diam ia melirik ke arah Taehyung. Sepertinya pemuda itu tak menunjukkan reaksi terkejut atau apapun. Taehyung malah tersenyum senang dan memakai mahkota itu di kepalanya lalu menarik Taeguk ke pangkuan. "Kalau begitu Pangeran yang baik hati ini akan mengajak Taegukie terbang dengan helikopter yang besar, wuusshhh." Taehyung kemudian berdiri dan menggendong Taeguk dalam posisi telungkup di kedua lengannya. Mengayunkan tubuh bocah itu seolah-olah tengah terbang.
Mereka tertawa riang. Terlebih Taeguk yang bahkan sesekali memekik karena takut campur girang. Sementara Jungkook memperhatikan mereka berdua dalam diam.
Perlahan, ia meraba jantungnya yang berdetak kencang.
'Tuhan, untuk apa kau hadirkan rasa ini lagi saat aku sudah menyerah untuk berjuang? Masihkah ada keajaiban untukku, Tuhan?'
.
.
Hari demi hari berlalu dan Taehyung masih tak pernah absen menemui Jungkook dengan tangkai-tangkai bunga baby's breath yang akan di rangkai. Selama itu pula lah Jungkook menyadari bahwa perasaan asing di hatinya untuk Taehyung semakin bertambah setiap detiknya. Jungkook menyadari bahwa Taehyung telah membuatnya jatuh cinta. Segala hal yang dilakukan pemuda Kim membuatnya merasakan bahagia tanpa disadarinya.
Maka disaat Taehyung mengatakan bahwa ia berharap Jungkook akan sembuh, saat itu pula Jungkook mulai kembali meminum obatnya. Ia juga meminta Jimin untuk mengatur kembali jadwal pengobatan yang selama ini ia tolak. Bahkan di suatu pagi, ketika Jimin datang ke kamar rawat Jungkook untuk mengecek kondisi pemuda itu, Jeon Jungkook mengatakan kalimat yang membuat Park Jimin menatapnya tak percaya.
"Kau serius, Kook-ah?"
Jungkook mengangguk konfirmatif. "Serius, Hyung. Jadi, masih bisakah jika aku ingin mencantumkan namaku di daftar tunggu pasien yang butuh donor? Aku berubah pikiran Chim Hyung. Aku ingin sembuh."
Jimin kontan saja langsung memeluk Jungkook erat. Binar bahagia tergambar jelas dalam raut wajah perawat Park. Akhirnya, adik kesayangannya itu kembali menemukan semangat hidupnya yang sempat pupus. "Pasti bisa, Kook-ah. Pasti. Ya Tuhan, Yoongi Hyung pasti senang sekali mendengar hal ini."
Jungkook terkekeh dan melepas pelukan Jimin, "Iya, Dokter Min pasti akan senang sekali." Ucapnya jahil sambil mengedipkan sebelah matanya.
Pemuda Park mendengus dan menjitak kepala Jungkook pelan, "ish, kau ini. Jangan rusak suasananya. Aku sedang senang, tau!"
Dan mereka kembali terkekeh setelahnya.
Ya, Jeon Jungkook akhirnya memiliki keinginan dan tujuan untuk sembuh. Dan pemicunya adalah seorang pria bernama Kim Taehyung.
.
.
Cuaca cukup cerah pagi itu dan untuk pertama kalinya Jungkook memiliki keinginan untuk berkeliling rumah sakit. Biasanya setiap Jimin menawarkan untuk mengajaknya berkeliling, ia selalu menolak dengan alasan bahwa taman saja sudah cukup baik untuknya.
Jungkook mengulum senyum setiap berpapasan dengan perawat dan pasien yang dikenalnya. Bahkan ia juga berkunjung ke ruang inap pasien yang cukup ia kenal dan berakhir diberikan makanan atau buah yang sebelumnya sudah berikeras ditolaknya, seperti saat ini.
"Bawa saja, Kook-ah. Hyung punya banyak."
Jungkook mendengus pelan. Ia menolak bukan karena tidak ingin merepotkan atau malu, hanya saja Jungkook memang tidak menyukai buah-buahan yang diberikan itu.
"Tapi hyung-"
"Pokoknya bawa saja, oke?"
Akhirnya Jungkook mengangguk pasrah dan meletakkan beberapa buah dipangkuannya.
Tak lama kemudian, pintu ruangan itu terbuka dan menampakan sosok laki-laki berambut perak yang tengah tersenyum sehingga lesung pipi di wajahnya terlihat.
"Oh, Namjoon hyung." Sapa Jungkook pada pemuda itu.
Kim Namjoon menghampiri mereka kemudian berdiri di sisi ranjang. "Ku pikir JinSeok sendirian, ternyata kau juga disini, Kook-ah."
Jungkook tersenyum dan mengangguk. Lalu perhatian Namjoon teralih pada pemuda yang tadi ia panggil JinSeok dan menyerahkan bungkusan plastik yang ia bawa. "ini pesananmu."
JinSeok -SeokJin- tersenyum cerah dan menerima bungkusan tersebut. Diam-diam Jungkook melirik isinya. "Heee? Memangnya Seokjin Hyung sudah boleh makan itu?"
"Sssttt!" seruan Jungkook mendapat balasan berupa desisan dan delikan maut dari Seokjin. "Jangan keras-keras. Nanti ketauan."
Jungkook mencebik sementara Namjoon terkekeh. "Memang tidak boleh, tapi Seokjin hyungmu ini terus saja merengek dan minta di belikan makanan tersebut sejak kemarin. Aku tidak tega. Lagipula kalau porsinya sedikit ku rasa tidak apa-apa." Namjoon berucap sambil mengelus sayang surai Seokjin. Sementara yang di usap kepalanya hanya tersenyum dan mulai melahap makanan kesukaannya bak anak kecil.
Jungkook memperhatikan interaksi sepasang sejoli itu dalam diam. Jujur dalam hati kecilnya, Jungkook iri. Ia juga ingin seperti Seokjin yang memiliki seseorang seperti Namjoon. Selalu memperlakukan Seokjin bak pangeran dan menuruti setiap kemauannya.
'Apa Taehyung-ssi juga pemuda yang perhatian seperti Namjoon hyung?'
Pemuda Jeon lantas menggeleng pelan. 'apa sih yang ku pikirkan?'
Akhirnya Jungkook memutuskan untuk pamit pergi. Namun saat berada diambang pintu, ia kembali menoleh kebelakang. Menatap pemuda yang duduk ditepian ranjang pesakitannya.
"Seokjin hyung." panggilnya.
Pemuda itu menoleh menatap Jungkook dengan seulas senyum hangat. "Ada apa?"
"Himnae." ucapnya pelan (Semangatlah!)
Seokjin tersenyum kemudian mengangguk semangat. "Kau juga, Kook-ah."
Jungkook balas tersenyum sebelum kembali mendorong rodanya, keluar perlahan dari ruang inap Seokjin.
Sudah sekitar 30 menit ia mendorong kursi rodanya mengelilingi rumah sakit dan rasa lelah mulai menyergapnya. Jungkook menatap sekitar, mencoba mencari salah satu perawat yang bisa dimintai bantuan untuk memanggilkan Jimin. Namun hanya ada perawat yang sedang sibuk bertugas disana.
Ia menghembuskan nafas lelah kemudian kembali mendorong rodanya sampai akhirnya berhenti disebuah ruang inap. Pintu ruang inap itu terbuka lebar dengan beberapa perawat yang berlalu lalang tanpa henti. Jungkook tau, sesuatu pasti terjadi pada pasien didalam sana.
Jungkook tetap terdiam disana sampai akhirnya Dokter yang sejak tadi berada didalam ruangan itu keluar dengan sebuah senyuman lega dibibirnya. Sepertinya penyelamatan mereka berhasil, pikirnya.
Kepalanya sedikit menengok kedalam ruangan itu. Terdapat beberapa perawat yang sedang merapikan peralatan medis dan seorang wanita yang sedang terbaring lemah disana. Jungkook meneguk ludahnya kasar. Melihat alat-alat medis yang terpasang sepertinya wanita itu sedang dalam masa koma. Walaupun sudah terbiasa melihat hal seperti ini, namun hatinya tetap merasa sedih begitu melihatnya.
Ia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan itu. Dan pandangannya berhenti begitu melihat sesuatu yang familiar baginya. Ada sebuah rangkaian bunga yang menghiasi meja disebelah ranjang pesakitan wanita itu. Bukan rangkaian bunga biasa, namun bunga baby's breath yang dirangkai dengan pita hijau persis seperti...
Kepalanya menggeleng pelan, "Mungkin hanya mirip saja." gumamnya.
"Kau sedang apa disitu, Jungkook-ah?"
Jungkook terperanjat ketika mendengar seseorang menegurnya. Dilihatnya seorang perawat laki-laki -sama seperti Jimin- datang menghampirinya. Perawat itu bernama Jung Hoseok. Jungkook cukup kenal, karena Hoseok juga akrab dengan Jimin.
"Hoseok Hyung. Bukan apa-apa, hanya sedang melihat-lihat." Jawab Jungkook sekenanya.
Perawat Jung lalu ikut melongok ke dalam kamar pasien ketika telah sampai di sisi Jungkook. "Oh, kau sedang melihat Nyonya Kim ya?" gumam Hoseok.
"Nyonya Kim? Hoseok Hyung kenal?"
"Yah, tidak juga. Ia baru saja menjadi ibu minggu lalu. Bayinya lahir premature dan Nyonya Kim harus koma karena beliau mengidap penyakit lemah jantung. Ku dengar kondisinya sudah sangat parah dan membutuhkan donor jantung segera." Jelas Hoseok.
Jungkook termenung. Tumbuh rasa iba dalam hatinya melihat kondisi wanita itu. Si wanita masih terlihat muda, mungkin hanya beberapa tahun di atasnya. Dan mereka berdua sama, sama-sama menanggung penyakit mematikan dalam tubuhnya. Hanya saja bedanya-
"Biasanya suaminya akan datang setiap sore sambil membawa rangkaian bunga untuk istrinya. Romantis sekali. Lalu suaminya akan menemani beliau sampai larut. Kadang menginap. Dilihat dari tatapannya saja jelas sekali kalau suami Nyonya Kim itu begitu mencintai istrinya. Oh, ngomong-ngomong suami Nyonya Kim itu tampan."
Jungkook tersenyum jahil mendengar penuturan terakhir Hoseok, "Oh ya? Hyung tau siapa namanya?"
Perawat Jung nampak berpikir, "Coba ku ingat-ingat. Kim Taekwan? Taehwan? Tae-ah aku lupa. Pokoknya dia tampan."
Jeon muda lantas terbahak, "Hyung lupa namanya, tapi bisa ingat kalau pemuda itu tampan. Ya ampun..."
Jung Hoseok menyalak lirih, "Berisik Kook."
"Ahaha... iya baiklah, maaf..." Jungkook lalu kembali tersenyum jahil. "Hanya saja aku tak menyangka, bahwa selain belok, Hoseok hyung juga suka yang beristri dan beranak."
Bola mata Hoseok melebar tak percaya, "Astaga, Kau ini. ya Tuhan..."
Jungkook makin terpingkal. Tangannya refleks menangkis saat Hoseok hendak menjitak kepalanya. "Kalau saja kau bukan pasien kesayangan Dokter Min dan Jimin, sudah ku ceburkan kau ke kolam ikan belakang rumah sakit." Desis Hoseok berbahaya.
Pemuda Jeon hanya mengulum tawa dan menggeleng pelan. "Kau takkan pernah bisa melakukan itu padaku meskipun aku bukan pasien kesayang mereka, Hyung."
"Kenapa kau bisa percaya diri begitu?"
"Karena..." Jungkook tersenyum hingga gigi kelincinya menyembul, "Selain pasien kesayangan Yoongi hyung dan Jimin, aku ini juga pasien kesayanganmu."
Senyum hangat perlahan terbit di wajah Hoseok. Jemari perawat itu terangkat mengelus surai Jungkook lembut. "Kau benar, Dongsaeng. Maka dari itu lekaslah sembuh."
Jeon muda terkekeh pelan menikmati usapan di kepalanya, "Kalau begitu ayo dorong kursi rodaku dan antarkan aku ke kamar. Aku lelah."
Usapan Hoseok berubah jadi geplakan pelan. "Aish, bocah ini benar-benar." Tapi ia tetap menuruti dan mendorong kursi roda Jungkook menjauh dari lorong rumah sakit tersebut.
Di tengah perbincangannya dengan Hoseok selama perjalanan, Jungkook terngiang dengan kata-kata pemuda itu tadi.
Suami Nyonya Kim yang tampan dan selalu membawa seikat bunga setiap kali datang berkunjung...
Entah kenapa tiba-tiba Jungkook jadi teringat pada Taehyung.
.
.
Jungkook duduk termenung sambil menyangga dagu di bangku taman. Di sebelahnya ada Taeguk yang tengah berjongkok dengan gaya serupa. Tak seperti biasanya, hari ini Taehyung tidak datang. Dan fakta tersebut entah mengapa membuat hati pemuda Jeon jadi gundah gulana.
Satu helaan napas keluar dari bibir Jungkook, membuat bocah di sebelahnya menoleh bingung, "Hyung sedang kangen Paman Tae ya?"
Jungkook melirik Taeguk kemudian mendengus, "Aku? Tidak."
Si kecil Taeguk ikut-ikutan mendengus, "Yah... jadi hanya aku ya yang kangen Paman Tae? Menyebalkan." Gerungnya lucu dengan bibir terlipat imut.
Jungkook terkekeh dan mengacak rambut Taeguk. Lalu, tatapannya jatuh pada seikat bunga hasil rangkaiannya dan bocah itu.
"Taeguk-ah, ingin ikut Hyung ke suatu tempat, tidak?"
.
.
Jungkook dan Taeguk kini tengah menyusuri lorong rumah sakit yang cukup lengang. Taeguk bersikeras ingin jalan sendiri, meskipun Jungkook sudah menawarinya tumpangan untuk naik ke pangkuannya. Bocah tersebut dengan gaya sok dewasanya berkata jika tak ingin Jungkook kelelahan dan kerepotan. Jadilah si kecil Taeguk berjalan di sisi Jungkook sambil sesekali berceloteh riang.
Pemuda Jeon berencana ingin menjenguk wanita yang dilihatnya kemarin. Sekaligus memberikan wanita itu satu rangkaian bunga baby's breath yang ia bawa di pangkuannya. Walaupun Jungkook tau, wanita itu sedang koma namun Jungkook tetap ingin memberikannya. Itu seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan. Memberikan rangkaian bunga kepada pasien yang baru dikenalnya, seolah rangkaian bunga tersebut berisi sebuah harapan. Harapan agar para pasien lekas sembuh dan memiliki semangat hidup, bukan seperti dirinya.
Mereka berdua berhenti didepan pintu ruang rawat wanita itu. Perlahan Jungkook menggeser pintunya, tidak ingin menimbulkan keributan sedikitpun. Tapi, senyum yang sejak tadi terukir dibibirnya lenyap, begitu melihat apa yang ada dihadapannnya. Kondisi ruangan wanita tersebut memang masih sama seperti hari kemarin. Hanya saja di dalam sana kini terdapat pemandangan lain yang membuat jantung Jungkook serasa di remat seketika.
.
.
.
To be Continue
.
.
.
A/N :
Anyeoooonggg...
Seperti yg tertulis di bio, Winter Sunshines adalah akun kolaborasi dari RainKim dan Aii-nim. Disini kami akan mempublish karya-karya dari hasil kolaborasi dan project ff kami... Jadi, mohon dukungannya Readers-nim...
Anyway...
Happy Birthday uri Jungkookie...
Seluruh doa yang terbaik untukmu, tetaplah menjadi dirimu sendiri. Dan maafkan nuna nuna mu yang sering menistakanmu. wkwkwkwk
Jangan lupa reviewnya yaaaa
Regards,
Rain-Ai
