Uwaaaa, gara2 liat XS tribute di Youtube n di FB nya Ish yang memuat foto2 XS, Chel jadi kepengen bikin fic XS juga nih hahaha (gampang banget kegoda bikin fic -.-)

Aduh, tapi maap nih kalo misalnya Chel lebay n terlalu gimanaaaa gitu, soalnya Chel baru pertama kali nih bikin fic XS DDX, tar tolong kasi komen/kritik/sarannya yah ^^

Disclaimer: KHR dan semua aktornya cuma punya Amano Akira-sensei. Kalo punya Chel sih, tar genrenya pasti shonen-ai =_= hahah XD. But The Run Away ©

Warning: Seperti yang Chel bilang, di sini Shonen-ai, tapi OOC, GJ, AU, Lebay, Garing, Pemaksaan, dsb. Don't like it? Don't read!

Pairing: Mainly XS (yes, of course), slight: 1827 (pasti aja selalu ada XD) 8059 (Ini juga selalu ada) D18 (mendadak diadain ehehe).

Dah ah…Enjoy the story~

.


Plan 1. The Prisoner's Execution


Meringkuk di dalam penjara selama setahun bukanlah hal yang menyenangkan, tidak ada kebahagiaan apapun yang bisa diraih di balik jeruji besi itu, sama sekali tidak ada. Penjara hanyalah tempat bagi orang-orang yang dipaksa merenungkan kesalahan-kesalahan dan merenggut kebebasan mereka. Padahal sudah pasti sesuatu yang dipaksakan terhadap orang yang sudah kebal terhadap berbagai aturan itu tidak mungkin akan digubris. Toh, begitu mereka bebas, tak ada jaminan kalau mereka sudah menjadi orang baik kan? Yah, walaupun ada juga beberapa penjara yang menggunakan cara-cara spesial agar semua tahanan mereka 'tobat' dan kembali ke jalan yang benar. Contohnya seperti penjara paling terkenal di Alcatraz, California.

Penjara Alcatraz seharusnya sudah berhenti beroperasi karena kedisiplinannya yang 'terkenal' dan juga biaya operasionalnya yang kelewat mahal, namun karena tingkat kriminal di dunia semakin meningkat pesat, akhirnya penjara legendaris tersebut kembali dibuka pada akhir bulan Mei beberapa tahun yang lalu.

Ada yang mengatakan bahwa Alcatraz adalah neraka dunia, sekali kau masuk ke dalamnya, jangan pernah berharap akan bisa keluar dengan selamat. Karena itu beberapa narapidana lebih memilih dihukum mati ketimbang menghabiskan sisa hidupnya di sana. Tapi tidak bagi seorang laki-laki berambut hitam yang duduk di pojok salah satu jeruji besi sambil bermain-main dengan sebuah peluru, semua orang memanggilnya Xanxus.

Xanxus adalah narapidana 'elit' yang konon telah membantai seluruh anggota keluarganya tanpa alasan logis. Tapi itu hanya mitos, cerita yang sesungguhnya tidak pernah ada yang tahu, bahkan orang yang berhasil menangkapnya saja masih menimbulkan tanda tanya yang besar. Laki-laki bermata merah menyala itu melempar-lempar sebuah peluru ke udara berulang-ulang. Sebentar kemudian ia menyimpan besi kecil itu ke saku celananya kemudian menerawang ke arah pintu masuk.

Ada yang datang.

Dua orang penjaga berjalan masuk ke lorong lebar yang dipenuhi puluhan jeruji besi, mereka menggandeng seorang tahanan yang diborgol dan berjalan lurus ke arah Xanxus. Tahanan itu berambut panjang, perempuan kah?

"Xanxus, maaf kali ini kau harus berbagi 'kamar' dengan tahanan lain." Ujar salah satu penjaga. Mata merah Xanxus segera memicing tajam menatap tahanan yang mereka bawa. Sementara tahanan lain yang berbeda jeruji bergumam-gumam kasihan melihat tahanan baru yang akan se'kamar' dengan Xanxus, beberapa di antara mereka tertawa cekikikan.

"Aku tidak sudi berbagi dengan sampah lain, enyah dari hadapanku!" Sahut Xanxus tajam.

"VOOOOI! Aku juga tidak sudi masuk penjara ini bodoh!" di luar dugaan, tahanan baru yang mereka bawa itu berani menyahut kata-katanya yang barusan. Padahal selama ini belum pernah ada yang berani menghadapi Xanxus, termasuk para penjaga penjara dan tahanan seniornya. Namun yang membuat Xanxus lebih kaget lagi adalah karena ternyata dia laki-laki. Entahlah, karena gelap, wajahnya tak terlihat, tapi Xanxus yakin kalau dia laki-laki. Mana ada sih perempuan yang mampu berteriak keras begitu.

Kejadian tak terduga tadi rupanya membuat tahanan lain terkagum-kagum ngeri. Berbagai suara segera terdengar riuh memenuhi ruangan lembap yang gelap.

"Wah, kau lihat itu? Kau lihat? Dia berani berteriak begitu terhadap Xanxus, Xanxus yang itu."

"Umurnya tidak akan lama."

"Khehe, mungkin dia belum melihat neraka."

Mendengar dikata-katai seperti itu, sang tahanan baru pun menoleh ke arah penjaga.

"VOI! Aku tidak mau di sini! Bersik sekali!"

"Kau tidak punya pilihan Squalo, penjara yang lain sudah penuh." Sahut sang penjaga, ia menoleh ke arah Xanxus yang masih diam di pojok sambil mengamati tahanan baru yang akan menjadi teman sekamarnya. "Bagaimana Xanxus? Hanya sebentar saja."

Setelah berpikir lama, akhirnya Xanxus berkata pelan, "Ck, terserah! Tapi aku tidak menjamin kalau dia akan utuh di sini."

Kedua penjaga itu mengangguk kemudian memasukkan Squalo ke dalam jeruji besi setelah melepas borgolnya, mereka sama sekali tidak menggubris teriakan Squalo yang meminta dipindahkan ke ruangan lain lalu pergi begitu saja, meninggalkan tahanan baru mereka yang malang bersama Xanxus.

"VOOOOOI! PENJAGA BRENGSEK! KEMBALI!" teriak Squalo sampai menimbulkan gema. Xanxus yang merasa telinganya sakit akibat teriakan Squalo yang barusan spontan saja melempar kepalanya dengan sebutir peluru yang tadi ia mainkan. "VOI! Apa-apaan kau?"

"Berisik sampah! Kalau masih mau hidup, jaga kelakuanmu!" geram Xanxus sambil berdiri dan mengambil pelurunya.

"Cih, mau hidup pun percuma, silakan saja kalau kau mau membunuhku sekarang, aku tidak peduli!"

Xanxus melempar kepala Squalo dengan pelurunya lagi, kali ini sangat keras sehingga pelurunya terpental keluar dari jeruji besi dan Xanxus tak bisa mengambilnya.

"VOI! Sakit brengsek!" rintih Squalo sambil memegangi dahinya yang sekarang timbul sedikit benjol.

"Kau bilang kau tidak peduli kalau aku membunuhmu sekarang, baru dilempar pakai tangan saja sudah meringis, apalagi dengan senjata sungguhan?"

Squalo mengumpat dalam hati sambil menggertakkan gigi,

Si brengsek ini benar-benar kurang ajar!

Tak mempedulikan tatapan tajam Squalo, Xanxus berjalan ke arah dinding dan meninjunya sampai timbul retakan yang cukup dalam.

"Ini batas wilayahku, kalau kau melebihinya, aku akan benar-benar membunuhmu!"

Squalo membandingkan antara wilayah Xanxus dan wilayahnya. Perbedaannya sangat jauh, 3 : 1.

"Kenapa wilayahku kecil sekali? Tidak bisa lebih adil hah?" protes Squalo.

"Memangnya kau pikir ada yang adil di penjara? Jangan bermimpi, stronzo!" Squalo tak sanggup berkata apa-apa lagi, dia sudah lelah meladeni sang juragan Alcatraz yang arogan.

Antara stress dan kesal tak karuan, lelaki berambut panjang itu pun beranjak ke wilayahnya dan meringkuk lesu.

"Ck, kalau bukan karena besok aku akan mati, aku tidak sudi sejeruji denganmu." Bisik Squalo.

"Kau bilang apa tadi?"

"Tidak, aku bilang aku akan mati kalau tidak menuruti perintahmu!" Balas Squalo kasar lalu membetulkan posisi tidurnya membelakangi Xanxus.


Suara berisik yang timbul berulang-ulang membuat Squalo terjaga dari alam mimpi, ia membuka matanya dengan berat, kemudian setengah sadar menoleh ke arah Xanxus yang ternyata sudah bangun.

Apa sih yang dia lakukan pagi buta seperti ini? Berisik sekali!

Xanxus terlalu serius melakukan push up dengan satu jari telunjuknya hingga ia tak menyadari kalau Squalo menatapinya dengan heran.

Voi, dia itu bukan manusia ya? Telunjuknya saja sampai berotot begitu.

Batin Squalo.

Xanxus menengokkan kepala saat ia merasakan aura tatapan Squalo yang mengganggu semedi-nya. Seketika laki-laki kekar itu berhenti melakukan push up dan berjalan ke arah Squalo yang masih meringkuk.

"Kalau kau sudah bangun, lekas bangun, sampah! Jangan malas-malasan di sini!" bentaknya sambil menendang tubuh Squalo dengan keras hingga pria malang itu membentur dinding.

"V-VOOOOOIII! Kau tidak perlu menendangku, Brengsek!"

Mendengar kata 'brengsek' keluar dari bibir Squalo, Xanxus pun naik pitam. Dia menjambak rambut panjang lelaki itu dan memaksa wajahnya untuk berhadapan dengan wajah Xanxus.

"Dengar sampah sialan! Asal kau tahu saja, kau sedang berada di kandang singa sekarang, kalau macam-macam, nyawamu gantinya!" geram Xanxus. Tapi bukannya takut, Squalo malah meludahi wajah Xanxus yang penuh luka bakar sambil memasang ekspresi ha-emang-gue-pikirin?

Xanxus segera membanting kepala Squalo ke tembok karena emosi yang menderu-deru, namun kali ini Squalo tidak melawan ataupun berteriak seperti biasa, dia juga tidak merintih sedikitpun, hanya menyeka darah yang mengalir dari hidungnya akibat benturan keras dan diam dengan wajah bersungut.

Kalau diperhatikan dengan baik, raut wajah Squalo nampak putus asa dan gelisah. Tapi apa pedulinya? Mau gelisah kek, mau mati kek, itu sama sekali bukan persoalan bagi Xanxus.

"Huh, semenjak orang baru itu datang, tempat ini semakin berisik saja." Komentar salah satu tahanan yang terbangun akibat teriakan mantap dari Squalo. Beberapa tahanan tidak mempedulikan mereka dan tetap meringkuk tidur. Sementara Squalo sendiri duduk bersandar sambil meraba-raba hidungnya yang masih berdarah.

Sakit...


Menjelang siang hari, beberapa penjaga membawakan makanan dan membagikannya kepada para tahanan.

"Ini makananmu Xanxus." Seorang penjaga berkaca mata menyodorkan baki yang berisi roti dan sup.

"Ck, lagi-lagi makanan sampah." Dengus Xanxus jijik, tapi tetap saja diterimanya. Laki-laki itu hanya melihat satu baki, mana bagian Squalo? "Oi, mana bagian untuk sampah yang di sana? Jangan bilang kalau aku harus berbagi makanan dengannya juga!"

"Tentu saja tidak, Squalo akan dieksekusi mati malam ini. Dia tidak membutuhkan makanan." Sahut sang penjaga lalu pergi begitu saja meninggalkan Xanxus yang mengangkat sebelah alisnya keheranan. Kemudian ia menoleh ke arah Squalo yang masih diam menundukkan kepalanya, kegelisahan masih menghiasi wajah laki-laki berambut perak itu dan kali ini terlihat lebih jelas.

"Jadi itu alasanmu kenapa kau tidak peduli kalau kubunuh?"

Squalo tak bereaksi. Daripada harus menjawab pertanyaan makhluk buas di depannya dan mendapat pukulan lain, ia lebih memilih diam dan hanya menerima pukulan batin. Xanxus mengerti dengan tindakan 'bijaksana' Squalo yang tidak mencoba untuk melawannya, tapi ia benci kalau laki-laki itu tidak menghiraukan pertanyaannya barusan. Setelah meletakkan nampan di lantai, pelan-pelan ia melangkah ke arah Squalo dan menggertaknya dengan galak. "Jawab pertanyaanku!"

Squalo sempat mendongak tapi cepat-cepat memalingkan mukanya lagi saat mata mereka bertemu. "Hmmp, memang apa pedulimu?"

Apa pedulinya?

Benar, ia memang tidak peduli. Tapi entah kenapa dia juga tidak bisa menghiraukannya begitu saja.

"Jawab saja pertanyaanku, sialan!"

"Untuk apa? Memangnya kalau aku menjawab pertanyaanmu, kau akan membantuku kabur dari sini hah?"

Xanxus mengerutkan keningnya tipis kemudian tertawa keras seolah-olah baru saja mendengar lelucon anak SD.

"Kau berniat kabur dari sini? Ha! Bermimpilah terus, stronzo!"

Squalo akhirnya menoleh dan mendongak menghadapi mata merah Xanxus yang segar sambil melempar pandangan merendahkan.

"Aku masih punya urusan yang harus kuselesaikan di luar sana, tidak sepertimu yang pasrah dikekang seperti binatang liar!"

Squalo mengira Xanxus akan menghajarnya lagi, tapi ternyata tidak. Setelah lama bertatapan dan bertukar death glare, laki-laki itu malah berjalan ke arah nampannya dan meraih roti, sementara mangkuk yang berisi sup ia sodorkan pada Squalo.

"Makanlah!"

Squalo menatapi sup di depannya kemudian ganti memandang Xanxus yang mulai melahap roti dengan satu gigitan besar. Dia tak percaya kalau makhluk yang paling arogan dan egois di dunia itu mau berbagi makanan dengan orang yang sudah berani menghinanya.

"Mau dimakan tidak?" tanya Xanxus kasar.

Jujur sebenarnya Squalo sangat lapar, sejak datang ke Alcatraz kemarin malam dia belum makan apapun. Dengan agak berat hati ia meraih mangkuk putih yang sedikit kotor itu kemudian menyeruput isinya sampai habis.

Makanan di penjara parah sekali sih! Umpat Squalo. Yah, paling tidak perutnya sudah terisi sekarang.

"Aku benci mengatakan ini, tapi—terima kasih." Gumam Squalo gak rido. Xanxus hanya mendengus. "Kenapa kau mau membagi makananmu?"

"Karena aku tahu mereka menggunakan air bak mandi untuk memasak sup itu." Jawab Xanxus watados sembari menghabiskan rotinya. Perut Squalo mendadak terasa mual, hampir saja ia muntah ke arah wajah Xanxus.

"B-BRENGSEK! Pantas saja kau memberikannya padaku!"

"Jangan banyak mengeluh sampah! Masih untung aku mau berbagi makanan denganmu!"

"VOOOOOOIIII! Ini bukan makanan! Ini sampah!"

"Apa ruginya? Sampah hanya makan sampah!"

"VOOOOOOOOOIIIII!"

"BERISIK!"

Akhirnya adu mulut itu pun diakhiri dengan Xanxus yang melempar mangkuk bekas sup ke kepala Squalo sehingga bertambahlah benjol di dahinya.


Lima jam sebelum eksekusi mati, Squalo mundar-mandir gelisah di wilayahnya yang sempit. Sesekali ia menghela nafas, sesekali ia tampak berpikir keras. Lagaknya sudah seperti orang yang memikirkan berbagai cara untuk menghindari penagih hutang. Mulanya Xanxus tidak menghiraukan Squalo dan ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu saja, tapi rupanya lama-lama Xanxus merasa terganggu juga.

"Oi! Bisa diam tidak?"

Squalo menoleh sebal sambil menggerutu.

"Tidak bisa! Aku sedang memikirkan cara untuk kabur dari sini!"

"Ck, sudah kukatakan percuma!"

"Apa salahnya mencoba?" Squalo yang kesal memukul tembok dengan kedua tangannya dalam depresi. "Aku masih punya urusan, belum boleh mati sekarang!"

Ini pertama kalinya bagi Xanxus melihat seseorang yang tidak putus asa untuk bertahan hidup dari eksekusi mati. Lagipula apa sih urusan Squalo sampai sebegitu pentingnya?

"Memangnya apa yang akan kau lakukan begitu keluar dari sini?"

"Bukan uru—" Squalo menghentikan kata-katanya begitu melihat efek serius di wajah Xanxus. Saat itu juga ia yakin kalau Xanxus akan benar-benar membunuhnya bila ia mencoba melawan. "Tch, aku sedang mencari seeorang di Italy, aku harus bertemu dengannya sebelum aku mati."

Xanxus berdecak pelan, kecewa mendengar jawaban Squalo. "Alasan konyol."

"Terserah! Hinalah aku sepuasmu, tapi setidaknya aku masih punya alasan hidup!"

"Kau pikir aku tidak punya?"

"Kalau kau punya, seharusnya kau mengerti situasiku dan membantuku mencari cara untuk kabur dari sini, bukannya terus memberiku komentar-komentar yang tak berguna, dasar sialan!"

"Apa kau bilang?"

"VOI! Kau mulai tuli ya? Aku bilang, DASAR SIALAN!"

"Sampah brengsek, akan kubunuh kau seka—"

Kata-kata Xanxus terpotong karena suara pintu lorong yang tiba-tiba saja terbuka keras. Sepuluh penjaga berpakaian serba hitam datang menghampiri Xanxus dan Squalo, kemudian salah satu dari mereka berkata tegas.

"Squalo, eksekusimu akan dilaksanakan sekarang juga."


.

Gah, parah banget yah… x_x

Ah, amatirannya bener" deh…

Sekarang masih pendek soalnya ceritanya masih prolog..wehehe.

Di chapter berikutnya mungkin lebih parah lagi...

Oh ya, kalo gak keberatan tolong review, kasih komen, kritik, saran, ngeflame, atau apalah, biar ceritanya lebih bagus n gak garing… onegai~! XD