The Mirror
.
Disclaimer : Naruto [Masashi Kishimoto]
Warning : CANON, Typo(s), Miss Typo(s), OOC, Alive!MinaKushi, Brother!MenmaNaru, Based on the Road to Ninja Movie, latar waktu setelah invasi Pain.
Genre : Family, Friendship, Adventure, Hurt/Comfort.
Summary : Kejadian tak terduga dialami Naruto ketika ia bertemu dengan Nagato. Terbangun di Konohagakure yang berbeda dengan desanya, seakan-akan menambah keanehan yang ia alami. /'Sepertinya Mini Mugen Tsukoyomi milikku akan mempan pada Naruto,' pikir Madara./ "Kau bukan kakakku! Omong kosong apa ini? Ayah dan ibuku sudah tewas! Merekalah yang menyegel monster ini dalam tubuhku!"/ CANON, Two-shoot, Based on RTN Movie. RnR?
.
.
Tempat ini gelap dan senyap bagaikan ruang hampa. Ketiga orang yang berada di tempat ini terdiam setelah seorang pria bersurai merah mengakhiri cerita masa lalunya.
Pria itu menghela nafas. "Setelah kematian Yahiko, Akulah yang memimpin organisasi," ujar pria bersurai merah itu yang merupakan Uzumaki Nagato, sosok Pain yang asli.
"Banyak temanku yang tewas setelah itu. Semua orang di Negara Api membicarakan tentang kedamaian, tapi banyak misi-misi dari Konohagakure yang memicu perang. Orang -orang Negara Api tahu mereka terlibat dalam perang, mereka itu orang munafik yang bicara soal kedamaian.
Kedamaian negara-negara besar adalah hasil dari pengorbanan negara-negara kecil. Kedamaianmu adalah kekerasan buat kami. Kalian hidup hanya menyakiti orang lain tanpa kalian sadari. Selama manusia hidup, akan hidup pula kebencian, dan tak akan pernah ada kedamaian di tanah terkutuk ini.
Apa yang Jiraiya katakan hanyalah angan-angan belaka," sambung Nagato sambil menatap seorang pemuda bersurai pirang dari Konoha.
Uzumaki Naruto, ninja asal Konohagakure tersebut terdiam ketika Nagato menatapnya.
Setelah berhasil mengalahkan Pain, Naruto memang sengaja untuk menemui Nagato seorang diri. Ia ingin berbincang langsung dengan sosok Pain asli dan memastikan suatu hal yang masih berkecamuk dalam hatinya.
Seorang wanita bersurai biru yang sedari tadi terdiam mulai angkat bicara. "Kini kau telah mendengarkan kisah kami, sekarang berikan kami jawabannya!" perintah wanita bernama Konan tersebut.
Naruto mengeluarkan sebuah Buku yang berjudul The Legend OF The Gutsy Ninja (Legenda Ninja Pemberani). Ia teringat perkataan gurunya, Jiraiya.
"Aku yakin suatu saat nanti orang akan saling mengerti satu sama lain."
Pemuda bersurai pirang ini bergumam pelan, "Mungkin itu benar... aku rasa kau benar, Nagato."
"Benarkah?"
"Aku mengerti keadaanmu. Tapi aku masih belum bisa memaafkanmu. Aku masih membencimu!"
"Kalau begitu mari kita selesaikan-"
"Tapi..."
Ucapan Nagato sengaja dipotong oleh Naruto. Konan dan Nagato tak mengerti apa lagi yang anak ini ingin ungkapkan. Kedua anggota Akatsuki tersebut berhasil dibuat bertanya-tanya.
Naruto tersenyum ke arah dua orang di hadapannya.
"Pertapa genit telah mempercayaiku. Jadi aku akan percaya apa yang Guru Jiraiya percayai. Lalu aku akan memutuskan kutukan kebencian itu. Jika ada hal yang lebih baik dari kedamaian, aku akan mencarinya. Aku tak akan menyerah! Itu adalah jawabanku!"
Nagato tersentak kaget. "K-kalimat itu?" tanyanya terbata-bata.
Konan memandang heran ke arah sahabatnya. "Ada apa, Nagato?"
Naruto tersenyum miring. "Itu benar. Kata-kata itu ada dalam buku ini. Buku pertama yang dibuat guru petapa Genit.
Dia menulis buku ini untuk mencoba mengubah dunia. Dan di akhir cerita ia menulis, bahwa ia terinspirasi oleh seorang muridnya untuk membuat buku ini, yaitu kau... Nagato!"
Mata Nagato melebar. "Apa? Tak mungkin!"
Kenangan dan kenangan terus berputar di otak Nagato bagaikan film. Pria berdarah Uzumaki ini tak sengaja menitikkan air matanya ketika mengingat kenangan itu. Ia pandang Naruto secara mantap.
"Aku tidak pernah mempercayai apa yang Guru Jiraiya percayai atau pada keyakinannya. Tapi kau memilih jalan yang berbeda. Dalam dirimu aku bisa melihat masa depan yang berbeda.
Aku... akan mempercayaimu, Uzumaki Naruto."
Mata Konan melebar mendengar penuturan Nagato. "Apa yang kau katakan Nagato?! Kau mempercayakan semua mimpi kita pada bocah ini?!"
"Era kita sudah berakhir, Konan. Aku percaya pada Naruto, karena Jiraiya-sensei pun percaya padanya...," jawab Nagato sambil tersenyum kecil ke arah Naruto.
Konan menggeleng tak percaya. "Tidak... jangan gegabah, Nagato."
Konan semakin cemas ketika melihat gelagat Nagato yang hendak membentuk segel tangan.
"Nagato! Jangan gunakan jurus itu!"
Alis Naruto mengernyit tak mengerti. 'Apa yang akan dilakukan Nagato?'
Setelah melakukan rangkaian segel tangan, Nagato mulai meramalkan jutsu-nya.
"Gedo Rinne Tensei no Jut-"
Namun ketika Nagato hampir selesai meramalkan jutsu-nya, tiba-tiba seorang pria bertopeng datang dan langsung memukulnya. Otomatis, jutsu Nagato tadi dipatahkan.
BUAGH!
"Eh? Nagato!" pekik Konan dan Naruto bersamaan.
Pria bertopeng oranye tadi berdecap kesal. "Aku tak menyangka jika kau berhasil terperdaya oleh bocah ini, Nagato. Aku bersyukur karena aku tak terlambat untuk menghentikanmu. Jika kau melakukan jurus tadi, maka hancur sudah semua rencana yang telah aku susun! Kau terlalu dibawa perasaan, Nagato!"
'Uchiha Madara?!' batin Konan dan Nagato terkejut bukan main.
Mereka tak menyangka jika Madara akan repot-repot datang ke sini. Tanpa pikir panjang, Konan langsung berlari mendekati Nagato.
Nagato sendiri langsung menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Ugh! Sialan!" gumam Nagato lirih.
Naruto tak mengerti akan kondisinya saat ini. Tempat gelap ini semakin mencekam saja setelah pria bertopeng yang memakai jubah Akatsuki tadi muncul.
"Siapa kau?!" tanya Naruto.
Pria itu menoleh ke arah Naruto. Ia tertarik dengan pemuda di depannya ini. Apa yang pemuda ini miliki sehingga ia hampir berhasil membuat Nagato berkhianat dari Akatsuki?
"Kau bisa memanggilku Tobi. Aku adalah pemimpin Akatsuki yang sesungguhnya!"
Mata Naruto melebar tak percaya.
'Apa dia bercanda? Ia terlihat lebih berbahaya dibandingkan Nagato. Sial, apa yang harus kulakukan jika orang ini menyerangku? Cakraku sudah habis karena telah bertarung habis-habisan dengan Pain!'
Tobi berjalan pelan mendekati Naruto dan mengabaikan Konan serta Nagato.
"Aku sungguh tertarik denganmu, Bocah! Kau berhasil mengalahkan Pain, kau juga hampir berhasil membuat Nagato mengkhianatiku. Katakan padaku, apa motifmu melakukan ini semua?!"
"Motif? Aku melakukan ini semua untuk perdamaian!"
Tobi tertawa mendengar penuturan Naruto.
"Uzumaki Naruto... seorang Jinchuriki Kyuubi dari Konoha. Kau terus saja berkoar-koar tentang perdamaian dunia. Apa kau tahu arti perdamaian itu?"
Jarak demi jarak antara Tobi dan Naruto perlahan-lahan terpotong. Tobi terus saja berjalan mendekati Naruto.
"Perdamaian adalah kondisi di mana shinobi satu dengan shinobi lainnya dapat saling mengerti satu sama lain. Dan kebencian akan terhapus dari dunia ini," jawab Naruto mantap.
Nagato tersenyum kecil mendengar penuturan Naruto.
"Kau yakin itu bisa terjadi?"
"Tentu saja! Kenapa tidak? Guruku percaya hal itu, jadi aku pun juga percaya."
Langkah kaki Tobi berhenti tepat 1 meter di depan Naruto. Kedua orang itu saling berhadapan.
"Lantas... bagaimana dengan dirimu sendiri?" tanya Tobi yang membuat mata Naruto terbelalak, "apa kau yakin dapat terhindar dari kebencian itu?" sambungnya.
Naruto terdiam.
"Apa kau yakin jika kau dapat terbebas dari belenggu kebencian itu?" tanya Tobi sekali lagi.
"A-aku yakin...," gumam Naruto dengan nada ragu.
Tobi tersenyum licik ketika mendengar jawaban ragu yang diutarakan Naruto. Entah kenapa, sebuah ide gila terlintas di otaknya.
"Kenapa kau ragu? Sadarlah, dirimu juga diselimuti oleh kebencian itu, Naruto. Apa kau telah melupakan semua perlakuan tak adil warga Konoha padamu? Aku tahu kau bukanlah malaikat sebaik itu. Kau tetaplah manusia dan aku tahu jika perlakuan para warga itu sungguh membuat sakit hati."
Naruto tersentak kaget. Apa yang dikatakan Tobi benar. Sampai detik ini, ia masih mengingat akan semua perlakuan yang diberikan warga Konoha padanya. Dan semua itu menyakitkan.
"Apa kau tahu alasan kenapa Jiraiya melatihmu?" tanya Tobi.
"A-apa maksudmu? Tentu saja, karena ia ingin menjadikanku shinobi yang kuat. Ia percaya bahwa aku adalah anak yang ditakdirkan membawa perdamaian!"
"Hahaha! Aku tak mengira jika kau begitu naif. Jawabanmu itu salah! Asalkan kau tahu Naruto, tetua desa memaksa Jiraiya untuk melatihmu karena mereka ingin menjadikan kau sebagai alat perang yang matang. Mereka ingin kau kuat, agar kau bisa selalu melindungi mereka. Mereka berdusta selama ini! Mereka bahkan tak menceritakan hal ini padamu."
Untuk ke sekian kalinya Naruto dibuat kaget oleh pria di hadapannya.
"Aku tak percaya! Kau pasti berbohong!" bantah Naruto.
Tobi mengedikkan bahunya. "Terserah apa katamu, tapi yang kukatakan tadi adalah faktanya. Kau perlu bukti? Inilah buktinya!"
Naruto masih diam memperhatikan Tobi, begitu pun Konan dan Nagato.
"Konoha memanfaatkanmu! Bukannya desa itu memiliki ratusan shinobi yang lebih hebat darimu? Tapi kenapa mereka tak menyuruh para shinobi hebat itu untuk melawan Pain dan justru membiarkanmu bertarung sendiri dengan Pain?" tanya Tobi.
Lidah Naruto kelu, ia tak mampu menjawab karena jika dipikirkan lagi apa yang dikatakan Tobi benar.
"Itu karena mereka ingin mengujimu! Kau adalah sebuah senjata yang baru diasah selama hampir 3 tahun. Mereka ingin melihat kekuatanmu dan... hasilnya? Kau berhasil mengalahkan Pain. Tapi kau juga berhasil membuktikan pada mereka jika dirimu adalah senjata yang siap dipakai. Setelah ini, hidupmu akan lebih sulit lagi!"
Mata Naruto melebar. Ia tak percaya dengan bualan orang di depannya.
"O-omong kosong! Konoha menganggapku sebagai keluarga bukan sebagai senjata! Camkan itu!" bantah Naruto.
Sungguh, Tobi begitu amat tertarik dengan Naruto. Pemuda keras kepala ini rupanya tak mau mengakui jika dia tengah dimanfaatkan oleh Konoha. Sudut bibir Tobi terangkat ketika melihat keyakinan Naruto pada Konoha yang sedikit goyah.
"Tobi... hentikan! Apa yang sebenarnya kau inginkan dari Naruto?" tanya Nagato yang sedari tadi terdiam. Nafas pria itu terdengar putus-putus dari tadi.
"Aku ingin membuktikan bahwa Naruto hanyalah seorang anak yang belum mampu menanggung kebencian dunia shinobi di pundaknya," jawab Tobi dengan tenang.
Naruto tentu saja langsung membantah ucapan Tobi. "Itu tak benar, aku siap menanggung kebencian di dunia shinobi jika itu perlu!"
Tobi tertawa, mendengar ucapan Naruto tadi bagai lelucon yang menggelitik perutnya. Namun tak lama kemudian sorot mata pria bertopeng ini berubah serius. Ia menatap tajam Naruto.
"Baiklah, kita buktikan saja sekarang... apa kau bisa mengalahkanku yang merupakan salah satu korban kebencian dunia shinobi ini."
Naruto terbelalak kaget ketika melihat Tobi yang melayangkan tinju ke arahnya.
'Sial, aku tak bisa bertarung! Cakraku sudah habis!'
Dengan sigap Naruto melompat mundur menghindari pukulan Tobi. Alhasil pukulan itu pun menghantam tanah dan menciptakan kepulan debu yang mengelilingi mereka.
Tobi menyeringai. "Hoo... jangan menghindar begitu, Naruto-kun. Kemarilah dan lawan aku! Tunjukkan bahwa dirimu bisa menanggung kebencian itu!"
Naruto masih diam tak bergeming di tempatnya. Ia tak ada niatan sama sekali untuk melawan Tobi.
Pemuda bersurai pirang ini langsung terpental ketika Tobi memukul wajahnya secara tiba-tiba. Dentuman keras tercipta ketika punggung Naruto menghantam dinding tempat ini.
Ia sedikit mengerang sakit ketika merasakan ngilu di punggungnya.
"Oh ayolah, kau bahkan tak bisa membuatku berkeringat. Apa dengan kemampuan itu saja kau bisa menanggung kebencian? Jangan bercanda!" ejek Tobi.
Tak ada sahutan dari Naruto. Pemuda itu hanya terdiam.
"Inikah yang diajarkan Jiraiya? Dasar Sannin lemah, ia tak berguna karena mendidik murid sepertimu. Orang itu bahkan mati dalam keadaan mengenaskan di tangan Pain. Orang seperti itu memang seharusnya mati saja. Bukan begitu, Naruto?"
Tangan Naruto terkepal erat. Emosinya benar-benar memuncak sekarang ini. Pria bertopeng ini, beraninya dia mengolok-olok Jiraiya?
"K-kau! Beraninya kau menghina guruku!"
"Itulah kenyataannya. Jiraiya adalah orang yang tak berguna. Untuk apa kau menganggapnya sebagai seorang guru? Jiraiya bahkan terpaksa melatihmu karena ia dipaksa oleh Hokage," jawab Tobi dengan nada mengejek.
Bukan hanya Naruto saja yang tersinggung, jauh dari lubuk hati Nagato dan Konan juga tersinggung. Bagaimana pun juga Jiraiya adalah guru mereka.
Namun keduanya hanya mampu diam, terlebih lagi Nagato. Pria bersurai merah ini memang tak menyukai sikap Tobi pada Naruto. Namun, ia tak ada keinginan untuk bertindak dan menolong Naruto.
Nagato ingin melihat keputusannya untuk percaya pada Naruto itu benar atau tidak.
Naruto menggeram pelan. "Jangan hina petapa genit! Siapa pun dia, dia itu lebih baik darimu. Entah dia terpaksa atau tidak melatihku, yang penting dia adalah guruku!" ujar Naruto sambil berdiri dan melayangkan pukulan ke Tobi.
Tobi menyeringai. Pria itu dengan lihai mengelak ke kanan ke kiri menghindari pukulan Naruto.
Naruto berusaha menendang pria bertopeng tersebut, namun matanya melebar kaget ketika tendangan kakinya menembus tubuh Tobi.
"A-apa? bagaimana mungkin?"
"Hahaha... kau kaget? Inilah kekuatanku. Sekarang aku tak akan main-main lagi!"
Tobi mulai merangkai segel tangan. Dengan membuka sedikit topengnya, pria itu mulai meramalkan jutsu-nya.
"Katon : Gokakyuu no Jutsu!"
Naruto melompat ke belakang untuk menghindari ter jangan bola api itu. Ia dengan segera membuat Kagebunshin dan membentuk Rasengan.
Naruto berlari ke arah belakang tubuh Tobi. Pemuda tersebut langsung saja bersiap melancarkan serangan pada pria bertopeng itu tepat di titik butanya.
"RASENGAN!"
Namun, hasilnya sia-sia. Rasengan Naruto menembus begitu saja tubuh Tobi. 'Sial!' batin Naruto tak terima.
Rasengan itu justru menghantam tanah dan menimbulkan kawah yang cukup besar.
Di dalam kawah itu, Naruto terbatuk-batuk karena kepulan debu. Terlebih lagi, cakra Naruto saat ini benar-benar habis terkuras. Tubuhnya terasa begitu lemas.
Pemuda bersurai pirang ini jatuh tersungkur begitu saja. Nafasnya tak beraturan dan ia sedari tadi terbatuk-batuk. Naruto bahkan tak menyangka jika dirinya akan memuntahkan darah dalam jumlah yang tak sedikit. Apa ini efek karena ia memaksakan diri?
Di balik kepulan debu yang membumbung tinggi itu, tawa Tobi terdengar menggelar di tempat ini. Jelas sekali, jika pria itu tengah mengejek Naruto.
"Naruto... Naruto... Kau itu begitu keras kepala. Lihat sekarang? Dirimu justru tak berdaya seperti ini. Asalkan kau tahu, aku memang sengaja melakukan ini," ujar Tobi sambil berjalan mendekati Naruto yang tersungkur di tanah.
Pria bertopeng itu kini berjongkok di depan Naruto, memandang pemuda yang kini tak berdaya itu.
"Aku sengaja mengajakmu bertarung. Dalam kondisimu yang fit, mungkin aku akan sedikit kewalahan," ucap Tobi sambil menancapkan batangan besi milik Nagato di punggung Naruto.
Naruto mengerang sakit. Bahkan pemuda ini memuntahkan darahnya lagi. Kesadaran Naruto semakin lama semakin menghilang, pandangannya pun mulai mengabur.
" ... Tapi ini berbeda, cakra-mu terkuras setelah melawan Pain dan ini membuat sebuah keuntungan tersendiri bagiku," lanjut Tobi.
Kepulan debu semakin lama semakin menghilang. Nagato dan Konan sekarang dapat melihat jelas pemandangan di mana Tobi yang memegang sebuah batangan besi yang tertancap di punggung Naruto.
Naruto benar-benar tak kuat lagi. Tobi menyeringai penuh kemenangan.
"Dengan ini, aku nyatakan jika Jinchuriki Kyuubi berhasil kutangkap!" ujar Tobi penuh kemenangan.
Sayup-sayup, Naruto masih bisa mendengar ucapan Tobi. Namun apalah daya, detak jantungnya semakin lama semakin lemah. Pandangan Naruto yang tadinya mengabur kini menjadi gelap sepenuhnya.
Naruto benar-benar sudah tak sadarkan diri.
Untuk sesaat pohon buatan Konan ini diselimuti keheningan, sebelum Tobi berdiri sambil memapah tubuh Naruto yang tak berdaya.
"Aku prihatin dengan kehidupan anak ini. Hidupnya penuh dengan penderitaan dan Konoha adalah dalang dari penderitaan itu. Desa terkutuk itulah yang menimbulkan benih-benih kebencian di dunia shinobi," ujar Tobi sambil menatap Naruto sendu.
"Yah... sayang sekali, hidup anak ini harus berakhir sekarang. Bagaimana pun juga, kita harus mengambil Kyuubi dari dalam tubuhnya," komentar Konan.
Nagato yang mendengar itu mengangguk setuju. "Aku memang salah telah mempercayai Naruto. Bagaimana pun juga ia masihlah anak-anak yang memerlukan kasih sayang orang di sekitarnya. Dengan menanggung beban kebencian itu, hidupnya pasti akan lebih menderita lagi."
"Hidup menderita ya?" gumam Tobi sambil berpikir.
Alis Konan mengernyit tak mengerti. "Sepertinya kau merencanakan suatu hal?"
Nagato sedikit tak suka jika Tobi mengulur-ulur waktu lagi. Proses pengeluaran Bijuu dari dalam tubuh Naruto seharusnya dilakukan sekarang juga sebelum para shinobi Konoha datang.
"Bisakah aku membawa Naruto bersamaku dulu?" pinta pria bertopeng oranye ini.
"Untuk apa?" tanya Konan tak mengerti.
"Jujur, dari awal aku tertarik dengan Naruto. Aku... ingin membawanya lebih dulu," jawabnya ambigu.
'... Naruto adalah anak dari Minato-sensei. Ia mengalami penderitaan selama tinggal di Konoha.
Sensei adalah orang yang berharga bagiku, melihat kondisi anaknya yang seperti ini ... entah kenapa membuatku merasa bersalah.
Terlebih, akulah yang membunuh Minato-sensei dan Kushina-san. Sepertinya Mini Mugen Tsukoyomi buatanku akan sedikit berguna pada Naruto.
Semoga saja, jurus genjutsu itu bisa menebus dosa-dosaku pada Minato-sensei. Yeah, semoga saja...,' pikir Tobi begitu lama.
Sejujurnya, Nagato dan Konan masih tak mengerti dengan alasan Tobi. Namun, Tobi adalah pemimpin Akatsuki yang sesungguhnya. Jadi, mereka berdua pun tak bisa menolak permintaan dari ketuanya.
Nagato menghela nafas, "Baiklah jika itu yang kau mau."
Dari balik topengnya, Tobi mengukirkan senyum. Ia sungguh ingin berterima kasih pada Nagato. Namun untuk menjaga wibawanya, ia urungkan niatnya itu.
Tobi menatap dua anggota Akatsuki di hadapannya dengan serius.
"Kita harus segera pergi dari sini sebelum shinobi-shinobi Konoha menemukan kita!"
Nagato dan Konan mengangguk setuju atas permintaan Tobi tadi. Mereka bertiga harus kembali ke markas Akatsuki sekarang juga.
Perlahan demi perlahan, pohon kertas buatan Konan yang tadinya menjulang tinggi kini berubah menjadi kertas yang kemudian beterbangan dibawa angin.
.
-The Mirror-
.
Naruto membuka matanya pelan dan mengerjapkannya berulang kali. Ia pandangi ruangan di mana ia berada saat ini. Ia tak tahu ini di mana, namun sekilas tempat ini terlihat seperti rumah sakit.
Ada apa sebenarnya? Kenapa ia tiba-tiba terbaring di rumah sakit? Kenapa juga tubuhnya terasa begitu sakit? Ia tak ingat apa pun. Ketika ia berusaha mengingat, ia justru merasakan rasa sakit yang luar biasa mendera kepalanya.
Tiba-tiba seseorang datang sambil membuka pintu dengan keras. Hal ini tentu saja membuat Naruto tersentak kaget. Namun sebelum ia sempat berkomentar, orang yang membuka pintu tadi langsung menerjang dan memeluknya erat.
"Hei, apa yang kau lakukan? Kau ini siapa? Kenapa kau tiba-tiba memelukku?" tanya Naruto tak mengerti.
Orang yang memeluknya tadi langsung tersentak kaget dan dengan refleks ia melepaskan pelukannya.
"Naruto... kau? Apa maksudmu? Aku ini Menma, kakakmu!"
"Kakak? Aku bahkan tak ingat jika memiliki kakak?"
Naruto dapat melihat jika orang di depannya ini terkejut bukan main. Jika diperhatikan lebih dalam lagi, pemuda di hadapannya ini memiliki fisik yang sama dengannya.
Mulai dari segi wajah hingga warna rambut, yang membedakan mereka hanyalah style rambut serta aura dewasa yang dimiliki orang di depannya ini.
"Naruto, apa kau serius? Kau tak mengingatku?"
Naruto hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Menma melebarkan matanya tak percaya. "T-tak mungkin!"
Tanpa berpamitan, pemuda itu langsung berlari keluar dari ruang inap Naruto.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa orang tadi memiliki fisik yang sama denganku? Terlebih lagi, dia kakakku? Oh ayolah, jangan bercanda. Aku ini anak tunggal," keluh Naruto dan berusaha memejamkan matanya lagi.
Namun, usaha Naruto untuk beristirahat harus tertunda ketika pemuda bernama Menma itu datang bersama seorang wanita yang mirip Tsunade.
Entah kenapa, Naruto ragu jika itu adalah Tsunade. Melihat dari penampilan wanita itu sekarang, entah kenapa itu terlihat tidak Tsunade sama sekali.
Lamunan Naruto buyar ketika wanita yang ia yakini adalah Tsunade itu menyapanya.
"Naruto... apa kau mengingatku?" tanya wanita itu dengan nada formal.
"K-kau... Tsunade-sama?" jawab Naruto ragu.
Hal ini membuat Menma terkejut. "Hah? Kenapa dengan Hokage kau ingat sedangkan aku tidak? Sebenarnya apa yang terjadi Naruto?"
Naruto bingung harus menjawab apa, ia sendiri lupa dan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Menyadari kebingungan Naruto, Tsunade berinisiatif untuk menanyai Naruto secara pelan-pelan.
"Kau masih ingat namamu bukan?"
"Tentu saja. Aku adalah Uzumaki Naruto."
Untuk ke sekian kalinya, Menma dibuat kaget oleh pernyataan adiknya. "Uzumaki apanya? Namamu itu Namikaze Naruto!"
Mengabaikan Menma, Tsunade mulai menanyai Naruto lagi. "Apa kau ingat siapa dirimu?"
"Aku adalah ninja Konoha. Anak dari Yondaime Hokage dan Uzumaki Kushina."
Menma menggelengkan kepalanya tak percaya. "Tsunade-sama, apa yang sebenarnya terjadi dengan anak ini? Dia bahkan menyebut Tou-san dengan sebutan Yondaime!"
"Apa ada yang salah?" tanya Naruto dengan nada datar.
"Lihat! Inilah yang salah. Adikku Naruto itu tak seperti ini, memiliki pribadi dingin itu seolah bukan Naruto saja! Dia itu anak yang ceria!"
"Aku ceria?" tanya Naruto pada dirinya sendiri.
Ia memang dari kecil berusaha untuk tegar dengan selalu menjadi seorang periang. Ia benci dikasihani, dengan topeng ceria itu ia berharap dapat berbaur seperti biasa di masyarakat.
Namun nyatanya salah, masyarakat Konoha masih saja memperlakukannya tak baik dan justru semakin menjadi saja. Ia tahu sekarang, tak ada yang namanya jahat atau pun baik. Semua manusia itu sama saja, mereka semua jahat.
Naruto sudah lelah berpura-pura untuk tegar selama ini. Itu semua terlalu menyakitkan, perlakuan Konoha, pengkhianatan Sasuke, kematian Hiruzen semuanya menjadi kompleks. Tuhan seakan-akan tak membiarkan Naruto bahagia.
Naruto melamun mengabaikan kehadiran Tsunade dan Menma. Mengingat semua kenangan menyedihkan itu membuat air mata Naruto tak sengaja menetes. Ia menangis.
"Eh? Naruto?" pekik Menma kaget.
"Naruto... ada apa sebenarnya? Ceritalah!" pinta Tsunade.
"Aku... aku tak mengerti. Ini semua membingungkan! Aku tak mau ada di sini! Aku mau pergi! Percuma aku di sini karena semua orang membenciku!" teriak Naruto sambil berusaha bangun dari ranjangnya.
Tsunade dan Menma tentu saja kaget. Naruto belum sembuh betul, lukanya masih parah. Terlebih lagi, ada masalah di sini.
Ini semua bermula dua minggu yang lalu di mana Tsunade memberikan misi pada Naruto ke Amegakure untuk mematai-matai desa itu. Seminggu kemudian, Naruto tak kunjung memberikan kabar. Hal ini membuat Tsunade uring-uringan dan mengerahkan puluhan Anbu untuk mencari anak itu. Tsunade merasakan firasat yang buruk.
Dan tiga hari yang lalu, para Anbu menemukan Naruto yang tak sadarkan diri di perbatasan Konoha-Ame. Selama dua hari ia koma dan hari ini baru siuman. Tak seharusnya anak ini pergi dari rumah sakit.
"Naruto apa yang kau lakukan? Kondisimu belum membaik!" cegah Tsunade ketika melihat Naruto yang berusaha melepaskan selang infusnya.
Namun Naruto justru menampik tangan Tsunade, hal ini membuat Menma geram. Dengan marah, pemuda itu menampar pipi adiknya.
"Apa... apa yang kau lakukan? Dia adalah Hokage-sama! Kenapa kau tidak sopan padanya, Naruto?! Bukannya ayah mengajarkan pada kita untuk hormat pada Hokage?!"
Naruto merasakan panas yang menjalar di pipinya. Ia pandang Menma dengan tajam.
"Omong kosong! Ayahku sudah mati! Dia... dia sengaja menyegel Kyuubi dalam tubuhku karena ia ingin aku digunakan sebagai senjata Konoha!"
Menma benar-benar ter sulut emosinya. Ia langsung meninju pipi kiri adiknya.
"MENMA!" pekik Tsunade.
"Kurang ajar! Kau mengatai Tou-san sudah tewas? Dan apa tadi? Kenapa kau bilang seperti itu, kau bukan senjata Konoha! Kau itu pahlawan Konoha!"
Menma tersentak kaget ketika melihat Naruto yang begitu hancur.
"Aku ini monster! MONSTER! SEMUA ORANG MEMBENCIKU KARENA AKU ADALAH KYUUBI! KALIAN TAK TAHU APA-APA KARENA AKU YANG MENANGGUNG PENDERITAAN INI SEORANG DIRI!" teriak Naruto.
Tanpa bicara apa-apa lagi, pemuda bersurai pirang tersebut langsung keluar rumah sakit melalui jendela.
"Naruto...," gumam Menma dengan pandangan sendu.
.
-The Mirror-
.
Naruto yang masih menggunakan piyama rumah sakit tampak berlari di atap rumah penduduk.
Suasana hatinya kacau, apalagi setelah orang bernama Menma tadi memancing emosinya. Terlebih, ia merasakan sesuatu yang aneh di sini. Ini memang Konoha, tapi ini tampak seperti Konoha yang berbeda.
Bahkan penampilan Tsunade tadi seperti bukan Tsunade saja. Wanita yang biasanya memakai baju yang sedikit terbuka itu bahkan kini berpakaian tertutup dengan kacamata yang bertengger manis di wajahnya.
Terlebih lagi, orang bernama Menma yang mengaku sebagai kakaknya. Memang, ia mengakui jika memiliki kemiripan fisik dengan pemuda tadi. Tapi, tetap saja ia adalah anak tunggal. Ini terasa membingungkan saja.
Lama melamunkan hal itu, tiba-tiba Naruto dikejutkan oleh sebuah kunai yang menggores sedikit pipinya.
"Namikaze Naruto! Kami perintahkan kau untuk berhenti sekarang juga! Ini perintah dari Godaime-sama!" teriak salah satu orang Anbu yang berlari mengejar Naruto.
Naruto kesal. Ia semakin mempercepat laju larinya. Tak sengaja, mata Naruto menyorot ke arah patung hokage.
Matanya terbelalak kaget ketika melihat patung Yondaime yang tidak menunjukkan wajah ayahnya. Apa-apaan ini? Jadi sekarang ayahnya bukan seorang hokage? Sebenarnya apa yang terjadi di Konoha?! Ini gila!
Tanpa disadari Naruto, tiba-tiba Sasuke berdiri di depannya. Hal ini tentu saja membuat Naruto kaget dan hilang keseimbangan, alhasil ia terjatuh dari atap penduduk itu.
"AHHH!"
Benturan keras tercipta ketika Naruto terjatuh di sebuah kios pasar. Penduduk yang berlalu lalang pun terpekik kaget melihat kejadian yang tiba-tiba itu.
"A-aduh," rintih Naruto ketika merasakan punggungnya yang berdarah karena mengenai patok kayu yang tajam.
Sasuke dan beberapa Anbu tadi langsung turun dan memastikan kondisi salah satu anak dari shinobi elit Konoha tersebut.
"Naruto, kau tak apa?" tanya Sasuke khawatir. Ia merasa bersalah karena membuat sahabat karibnya terluka.
Beberapa penduduk pun kini juga ikut mengerubungi Naruto. Mereka tampak cemas pasal keadaan pahlawan mereka. Namikaze Naruto adalah pahlawan mereka. Pahlawan yang telah mengorbankan dirinya untuk dijadikan wadah Kyuubi.
Apa sekarang ini dia baik-baik saja?
Naruto sendiri tidak memperhatikan sekelilingnya, ia sibuk mengaduh sakit dari tadi. Ia bahkan tak menyadari jika Tsunade dan Menma sudah ada di sini bersama Rookie 9.
Menma pun menepuk pundak adiknya. "N-naruto... kau baik-baik saja?" tanyanya hati-hati.
Naruto tersentak kaget, matanya terbelalak ketika menyadari jika dirinya saat ini menjadi pusat perhatian warga Konoha. Rasa sakit yang mendera punggungnya juga seolah hilang begitu saja.
Menma merasa sedikit kesal karena diabaikan adiknya. Namun, ia pun memasang raut datar seperti ciri khasnya selama ini.
"Ini... ada apa ini?" Akhirnya Naruto pun buka suara.
"Naruto-sama, Anda tak apa?"
"Oh tidak! Namikaze-kun, punggungmu terluka parah! Kau harus segera berobat! Bisa infeksi nanti!"
"Ya ampun, Naruto-san. Maafkan aku. Karena patok tendaku, punggungmu jadi terluka parah seperti itu. Biarkan saya bertanggung jawab."
"Ya, aku juga akan turut membiayai biaya rumah sakit nanti. Mendengar bahwa kau sudah kembali saja sudah membuat kami bahagia bukan main."
Di detik itu juga, lidah Naruto terasa kelu. Ada sensasi hangat yang menyusup di hatinya. Untuk pertama kalinya, Naruto merasakan bahwa pandangan penduduk desa tak lagi menatap tajam ke arahnya.
Ia merasa diperhatikan oleh mereka. Bahkan penduduk tampak begitu khawatir. Jujur, ia begitu senang kali ini. Namun, apa ini benar? Apa perhatian yang ditunjukkan penduduk ini nyata?
Menma memperhatikan Naruto yang menunduk sedari tadi. Ia menyadari ada yang tak beres dengan Naruto.
"Ini semua... Kebohongan apa lagi ini?! KALIAN PURA-PURA PEDULI PADAKU BUKAN? MANA SIKAP KALIAN YANG SUKA MENYIKSAKU? JANGAN MUNAFIK SEPERTI INI! KALIAN SEMUA NAIF!" teriak Naruto tak terima.
Ia masih senantiasa menundukkan kepalanya. Jujur, Naruto tak berani menatap mata para penduduk yang biasanya menatap dirinya tajam.
Dengan sigap, Naruto berdiri. Ia mengabaikan rasa sakit di punggungnya dan berkeinginan untuk pergi dari tempat ini.
Sebelum Naruto melangkahkan kakinya, Menma langsung shunsin ke belakang Naruto dan memukul tengkuk leher adiknya. Alhasil, Naruto jatuh tak sadarkan diri.
Sebelum tubuh adiknya menyentuh tanah, Menma segera menangkap tubuh Naruto dan memapahnya.
'Luka di punggungnya cukup parah,' batin Menma ketika melirik bagian belakang pakaian rumah sakit Naruto yang penuh darah.
"Aku mohon maaf atas kelakuan tak sopan adikku tadi. Naruto memang berperilaku aneh sejak ia sadar dari komanya. Aku dan Godaime-sama tengah melakukan penyelidikan. Jadi, mohon bantuannya ya, minna," pinta Menma sambil membungkukkan badannya ke arah penduduk desa.
"Ya ampun. Kasihan sekali, Naruto-sama. Semoga ia lekas sembuh!" ujar salah seorang penduduk.
Naruto memang dianggap sebagai pahlawan oleh penduduk desa Konoha. Semua orang di sini begitu segan dengannya. Melihat pemuda itu bersikap dingin dan kasar seperti tadi terasa seperti bukan Naruto saja.
Sekarang semua orang mengerti. Rupanya pahlawan mereka tengah dalam masa sakit.
Menma melirik ke arah Tsunade. Tsunade yang mengerti pun menganggukkan kepalanya. Kemudian keduanya pergi dari sini dengan shunsin bersama Naruto menuju Rumah Sakit.
.
-The Mirror-
.
Saat ini, Rookie 9 tampak berkumpul di koridor rumah sakit. Mereka menantikan Tsunade dan Menma yang tak kunjung keluar dari ruang inap Naruto.
"Aneh sekali. Sebenarnya apa yang terjadi pada Naruto ya?" tanya Chouji tak mengerti. Pemuda kurus yang dikenal pintar di kalangan Rookie 9 ini tampaknya didera kebingungan.
Sakura hanya mampu menggelengkan kepalanya. "Aku tak tega melihat Naruto seperti itu. Naruto-ku yang baik hati itu kini berubah menjadi dingin," keluh putri dari Yondaime Hokage tersebut.
"Kau! Naruto-ku katamu? Dia itu Naruto-ku, dasar Sakura no Baka!" bantah Hinata tak terima. Gadis dengan pakaian terbuka ini benar-benar tak terima.
Melihat temannya yang ingin bertengkar, Ino berniat untuk melerai.
"H-hinata, S-sakura sudahlah... N-naruto kan sedang sakit. Tak seharusnya kita ribut saat ini," ucapnya malu-malu.
Shikamaru mengangguk. "Ino benar. Naruto 'kan sakit, kita tak boleh seperti ini!" ucapnya dengan ekspresi konyol.
Kiba dan Shino mengangguk setuju. Untung di rumah sakit ini tak ada anjing atau pun serangga, jika kedua hewan itu ada pasti dua orang ini akan membuat kegaduhan.
Sementara Sasuke dari tadi terdiam. Ia memikirkan kalo ada suatu hal aneh yang dialami Naruto.
Sakura menepuk pundak Sasuke berniat menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. "Ada apa? Kau memikirkan Naruto?"
"Tentu saja tidak, Sayang. Aku hanya memikirkanmu seorang karena kau adalah bidadariku," ujar Sasuke sambil memberikan Sakura setangkai mawar.
Wajah Sakura memerah karena menahan kesal. Anak dari mendiang Yondaime ini langsung meninju Sasuke.
"BAKA! BISA-BISANYA KAU MEMBUAT GOMBALAN KETIKA TEMAN SATU TEAM-MU SEDANG SAKIT, HAH?!"
Kelakuan dua orang anggota tim 7 ini, membuat Rookie lain sweatdrop.
"A-aduh," rintih Sasuke ketika merasakan kepalanya yang berputar-putar.
.
-The Mirror-
.
Tsunade memandang Menma serius. "Dari hasil penyelidikan kita, aku menduga jika ada yang bermasalah mengenai ingatan Naruto. Ia tak begitu memahami kondisinya sekarang, emosinya pun jadi tak terkendalikan," ujar wanita berkacamata ini.
Menma pun tak kalah seriusnya. "Apa ini perbuatan musuh? Ia dengan sengaja mengotak-atik ingatan Naruto agar bisa mendapatkan kyuubi dari dalam tubuhnya?"
Hari ini adalah hari ketiga sejak kejadian di mana Naruto melarikan diri dari Rumah Sakit dan berakhir jatuh di kios perdagangan.
Tsunade mengangguk setuju. "Itu hanya persepsiku saja. Kita hanya tinggal bersikap biasa pada Naruto. Bantu dia mengingat sekitarnya kembali, terlebih jangan pancing emosinya. Ia sedang dalam keadaan tak stabil sekarang."
Menma mengangguk. Ia jadi teringat kemarin hari ketika Naruto berusaha kabur lagi dari Rumah Sakit.
Ia khawatir kalo adiknya berniat untuk melarikan diri dari Konoha. "Oh iya, Godaime-sama. Ada hal yang ingin saya beritahukan pada Anda."
"Apa itu?"
"Sejak kemarin, Naruto terus berbicara hal aneh padaku. Ia terus bilang jika ini bukanlah Konoha. Ini bukan desanya dan ini bukan dunianya. Ia pun juga bilang jika aku bukan kakaknya karena ia adalah anak tunggal."
Dahi Tsunade mengerut tak mengerti. Apa ini karena efek ingatan Naruto yang kacau ya?
"Kau tenang saja, Menma. Itu semua pasti disebabkan oleh ingatan Naruto yang kacau. Musuh pasti dengan sengaja menambah ingatan baru dan menghapus beberapa ingatan lama dari memori Naruto. Hal ini yang membuat ingatannya kacau balau."
Menma mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu saya pamit undur diri. Saya harus bersiap karena hari ini Naruto telah diperbolehkan pulang dari Rumah Sakit"
"Baiklah, kau boleh pergi."
Menma mulai berjalan menjauh dari meja Hokage. Namun langkahnya terhenti ketika Tsunade memanggilnya lagi.
"Minato dan Kushina akan pulang dari misi mereka di Iwagakure besok hari. Jadi, bersiaplah juga."
Menma hanya mengangguk paham dan segera undur diri dari ruangan Hokage.
Tsunade menghela nafas lelah. Ia tak menyangka jika Naruto akan mengalami hal ini. Yang ia harapkan saat ini adalah semoga musuh tak mengetahui kondisi Naruto saat ini.
.
.
To Be Continue.
.
.
A/n : "Halo! Sebelumnya jangan gebukin aku karna aku publish cerita baru ya? Ini adalah cerita canon pertamaku dan juga cerita ini rencananya hanya sampai chapter 2.
Cerita ini juga aku gunakan buat pemancing mood-ku. Akhir-akhir ini mood ku jelek gitu ceritanya. Jadi, semacam pelarian gitu :'v.
Oh iya, kalo ada yang nanya soal kapan fic-ku yang lain update, kayaknya masih lama sih. Sebenarnya udah aku ketik tuh yang chapter terbaru. Nah, tanpa diduga file dokumennya tiba-tiba ngilang gitu. Otomatis, chapter terbarunya juga ikut ilang. Kalo gini 'kan akunya jadi radak males ngetik lagi -,- *plak*."
Oke, sampai jumpa di chapter depan. Jangan lupa tinggalkan jejak dan oleh-oleh di sini ya? Gua butuh saran~
Thank you.
RnR, please ^_^.
\|/
