Ring
EXO Fiction
Characters: Baekhyun, Chanyeol, Jongin (Kai), Kyungsoo, Xiumin, and others
Pairing: Chanbaek, ChanKai
Warning: BL
Rated: T-M
Boomiee92
Bab Satu Takdir yang Aneh
Chanyeol mengakui jika perhatiannya pada kekasih mungilnya sangat kurang. Chanyeol mengakui bahwa komentar para fans terkadang membakar telinga. Chanyeol mengakui bahwa untuk sekedar bergandengan tangan sama seperti menantang induk singa beranak, apalagi untuk menghabiskan waktu bersama, bagaikan keajaiban. Namun, rasa cintanya sangat besar pada Byun Baekhyun.
"Kita putus." Kalimat mengerikan itu sangat mudah keluar dari bibir mungil Baekhyun.
"Kau bercanda kan?" Chanyeol tersenyum lebar seperti biasa, ia yakin kalimat mengerikan itu salah satu candaan Baekhyun.
"Tidak. Aku serius, aku tidak bisa melanjutkan ini Park Chanyeol."
Dan semua terlihat seperti gerak lambat, saat Baekhyun melepas cincin janji, meletakannya pada telapak tangan Chanyeol yang bergetar, terkejut. "Maaf," bisiknya kemudian berbalik, memunggungi Chanyeol, melihat selama beberapa detik kemudian melangkah pergi.
Chanyeol menggenggam erat cincin yang Baekhyun lepaskan tanpa perasaan itu, dia tidak peduli dengan luka dalam yang telah ia torehkan pada pemuda jangkung yang begitu mencintainya. Semua cinta yang Chanyeol percayai dan harapakan lenyap sudah, sekali lagi sebuah harapan menghancurkan sang tuan.
Chanyeol mengalihkan pandangannya tak mampu menatap kepergian Baekhyun, terlalu perih, terlalu kejam. Cinta sangat menyakitkan saat dia tak berjalan sesuai dengan harapanmu. Chanyeol menggenggam erat cincin yang yang kini terasa membakar kulitnya. "Byun Baekhyun…," gumam Chanyeol dengan bibir bergetar. Cincin di dalam genggamannya terasa semakin berat dan panas, seolah ia menggenggam bara api bukannya cincin emas. "Sial!" pekik Chanyeol tertahan, dilemparnya cincin emas pembawa kesedihan itu. Hari buruk ini akankah berubah menjadi baik atau justru buruk lagi? Begitulah pertanyaan yang ada di benak Chanyeol.
"Aw!" suara teriakkan seseorang mengagetkan Chanyeol namun dia belum beranjak untuk memeriksa apa yang terjadi, bisa saja itu suara teriakkan orang yang tersandung kaleng minuman, atau bahkan membaca berita di internet, banyak kemungkinan.
"Siapa yang main lempar-lempar di malam hari?!" pekik Jongin, tidak peduli dengan pandangan orang-orang yang menatapnya aneh. Dahinya sukses benjol. Ia menunduk mencari benda yang dengan indahnya mendarat pada dahi tak berdosanya. "Ini—cincin?" Jongin menunduk, ia ambil cincin itu, menelitinya.
"Ambil saja, kau boleh menjualnya sebagai ganti rugi." Suara berat seseorang mengejutkan Jongin.
"Kau yang melempar ini?" Jongin menunjukkan cincin yang ia pegang.
"Ambil saja." Balas Chanyeol datar, beruntung jalanan cukup sepi sehingga tak ada satupun pejalan kaki yang menyadari wajah Chanyeol. Meski ia memakai penyamaran tetap saja ada orang-orang bermata jeli yang mengetahui identitasnya, menjadi orang terkenal itu tidak selalu menyenangkan.
"Kau tidak meminta maaf?" Chanyeol hanya menatap lurus, datar, tanpa ekspresi. Chanyeol berbalik bermaksud pergi menuju mobil mewahnya yang terparkir, meladeni orang asing tak jelas, tidaklah penting.
Jongin menggenggam cincin emas di tangannya erat, kesal, ini pertama kalinya ia bertemu dengan orang tidak sopan dan tidak tahu adab. Maka jalan lain adalah membalas. Ia lempar cincin itu dengan kecepatan dan akurasi tinggi, sisa kemampuan bermain football di klub Football yang ia ikuti semasa SMA. Cincin emas kini mendarat di kepala belakang, si orang tak sopan.
"Ah!" pekik Chanyeol, rasanya sakit, seperti kerikil yang ditimpukkan pada belakang kepalanya. Ia berbalik, melihat orang asing tak jelas yang kini tersenyum puas ke arahnya.
"Maaf, tanganku licin. Ambil saja cincin itu untuk ganti rugi jika kepalamu benjol. Lumayan untuk biaya pengobatan."
"Kau…" geram Chanyeol dengan langkah panjang ia hampiri si orang asing tak jelas itu. "Benar-benar tak tahu diuntung!" Chanyeol menarik kerah si orang asing.
"Oh, jadi kau mau berkelahi denganku? Baiklah ayo berkelahi Park Chanyeol, tapi aku yakin itu tidak akan baik untuk reputasimu."
"Kau…, darimana kau tahu namaku?!"
Jongin melepas cengkeraman Chanyeol dari kerahnya dengan mudah. "Semua orang mengetahui siapa kau, dan tidak sulit untuk mengenali mata dan telinga lebarmu, lain kali pakai penyamaran yang lebih baik."
"Oh, sekarang kau bermaksud untuk mengancamku? Kau akan bicara pada media tentang kejadian ini dan mempermalukan aku? Kau mau mengancamku? Kau akan memintaku melakukan hal-hal tertentu untuk mencegahmu membuka mulut?"
Jongin mengerutkan dahinya, jengkel, ternyata selain tak tahu sopan santun, Chanyeol itu orang yang selalu berpikiran buruk terhadap orang lain. "Aku tidak serendah itu."
"Hah, jangan berpura-pura."
"Dengar ya, meski kau penyanyi terkenal tapi lagumu itu sama sekali bukan seleraku." Balas Jongin datar, ia memilih pergi, berurusan dengan Chanyeol yang tidak sopan, selalu berburuk sangka, dan narsis tidak akan berujung dengan baik. Waktu berharganya terbuang percuma.
Chanyeol ingin sekali berteriak menahan kepergian orang itu, namun dia tidak ingin menarik perhatian orang-orang di jalan. Chanyeol memilih pergi meski dengan kemarahan yang terpendam. Hari ini sangat buruk, Baekhyun memutuskan dirinya dan bertemu dengan orang asing sok terhormat.
Chanyeol menutup pintu mobilnya dengan kasar, marah dan jengkel bergabung menjadi satu. Ia berjalan dengan langkah menghentak meninggalkan tempat parkir gedung apartemennya. Setelah ini ia bahkan harus menghadapi hal menyebalkan lain. Di sakunya ponsel terus bergetar, ia abaikan tetap saja ponsel itu tidak lelah, atau lebih tepatnya orang yang berusaha untuk menghubunginya tidak lelah melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang.
Chanyeol berjalan menyusuri lorong apartemen sepi menuju lift. Dia tinggal di lantai teratas, atap gedung yang disulap menjadi taman adalah akses pribadi miliknya. Uang bisa mewujudkan semua keinginan, dan hanya orang asing menyebalkan yang menolak tawaran materi darinya. "Dasar sok terhormat," gerutu Chanyeol, ia heran mengapa pikirannya justru dipenuhi oleh orang asing itu, bukannya Byun Baekhyun.
Chanyeol mengetik kode pengaman, lampu yang menyala menyambutnya. Membuatnya mendesah jengah. "Akhirnya kau pulang."
"Suho hyung."
"Jangan memasang tampang polos, apa kau tahu bagaimana sopir dan menejermu kelimpungan mencari keberadaanmu?"
"Maaf." Sungguh, Chanyeol tidak ingin berdebat sekarang, harinya sangat buruk.
"Kenapa kau keluar tanpa sopir?"
"Aku ingin sendiri." Chanyeol berjalan menuju kamar bermaksud untuk mengabaikan kehadiran kakak, ayah, bos, dan jabatan lain untuk Suho yang bahkan tidak Chanyeol ingat semua.
"Baiklah kali ini aku maafkan, lain kali jangan mengulanginya lagi." Suho mengembuskan napas jengah, ia berdiri dari sofa Chanyeol, dia akan pergi untuk apa menunggu Chanyeol. Tidak ada gunanya.
"Besok Xiumin akan datang untuk memberikan jadwal kegiatanmu, dia menejermu jadi hubungi dia sekali-kali, tunjukkan etika baikmu Chanyeol, dia lebih tua." Suho masih sempat memberi nasihat pada pintu kamar Chanyeol yang tertutup. Nasihat yang sukses terabaikan.
Di dalam kamar dengan gaya minimalis dengan bebapa gitar akustik dan elektrik tertata rapi di pojok ruangan, Chanyeol berdiri memandangi beberapa potretnya dengan Baekhyun yang tertata rapi di meja nakas.
"Kau—tega sekali melakukan ini padaku, Hyung." Gumam Chanyeol, tangan kanannya masih memegang cincin emas, couple ring yang Baekhyun campakan begitu saja, seolah tanpa beban, semua perjuangannya terlihat tak berharga sama sekali. Apa Baekhyun berpikir jika selama ini hanya dirinya yang merasa lelah? Tidak, Chanyeol juga menginginkan sebuah hubungan manis yang sederhana, bukan sembunyi-sembunyi seperti rampok bank nasional.
Baekhyun marah saat dirinya menampik isu kedetakan, bukan karena malu atau semacamnya, Chanyeol hanya tidak ingin para pewarta menyentuh kehidupan tenang Baekhyun dan keluarganya. Saat Chanyeol mengalihkan isu dengan bekerja keras pada album terbarunya, Baekhyun berpikir Chanyeol telah mencampakkan dirinya. Kenapa semua usaha Chanyeol seolah sangat salah dimata Baekhyun.
Chanyeol mendesah pelan, ia genggam cincin di tangannya dengan erat, kemudian ia letakkan cincin itu di atas nakas, di depan salah satu frame berisi potret dirinya dan Chanyeol. dia lelah, hari ini cukup untuk Baekhyun ia akan menyimpan semua kekecewaannya untuk esok hari. Chanyeol tidak pernah menjadi laki-laki melankolis yang dikalahkan oleh cinta, namun hebat sekali seorang Byun Baekhyun yang mungil telah menjungkir balikkan dunianya dengan sempurna.
"Aw." Keluh Chanyeol pelan, saat kepalanya beradu dengan permukaan bantal yang lembut, rasa nyeri yang mengingatkannya terhadap lemparan bocah sok penting membuatnya kesal. "Besok aku harus meminta Xiumin hyung untuk memeriksa dan mengobatinya, dasar bocah hitam." Hitam, hanya itu yang Chanyeol ingat dari orang asing sok terhormat, dan sok penting, yang dengan kurang ajarnya melempar kepalanya dengan cincin.
"Hah…" desah Jongin, ia pandangi benjolan kecil pada dahi kanannya. "Menyebalkan sekali, jika dia tidak menyebalkan pasti aku ambil cincin itu." gerutu Jongin kedua tangannya dengan cekatan membuka kain plester berwarna cokelat polos dari bungkusnya, ia pasangkan pada permukaan kulitnya yang sedikit benjol.
"Beres." Gumam Jongin puas, dengan plester yang melekat pada dahinya, sekarang benjolan itu tampak sedikit keren. Ia berjalan keluar kamar mandi, dan duduk di tepi ranjang tempat tidur. Jam dinding bulat putihnya menunjukkan angka sebelas. Waktunya tidur, besok dia harus bangun pagi dan bekerja. "Selamat tidur Jongin, semoga mimpi indah."
Jongin bergelung di dalam selimut tebalnya, ia juga menyetel suhu kamar senyaman mungkin. Hari ini adalah hari yang indah seperti biasa, meski ada kejadian tak menyenangkan tentu saja. Jongin berusaha untuk tetap menikmati setiap detik waktu yang diberikan untuknya.
Tidur adalah keahlian Jongin, tidak butuh waktu lama untuk dirinya sampai kea lam mimpi. Insomnia adalah penyakit yang sepertinya memiliki hubungan buruk dengan dirinya.
Kokok ayam jantan, adalah bunyi alarm jam beker milik Jongin. Bunyi khas yang membangunkannya setiap pagi. Jongin bangun dengan perasaan bahagia, tentu saja karena tidurnya semalam sangat nyenyak. Tidak ada alasan lain.
Ia menggeliat, merenggangkan ototnya, turun dari tempat tidur, merapikan tempat tidur. Jongin bukan tipe orang yang suka berbenah namun kerapian tempat tidur menentukan kualitas tidurnya. Hal pertama yang dilakukan setelah bangun, sama seperti manusia normal abad ini, memeriksa ponsel. Melihat apakah ada pesan dari berbagai macam media sosial yang ia miliki.
"Kyungsoo hyung," gerutu Jongin. Kyungsoo selalu memanfaatkan fasilitas berkirim pesan yang ada di aplikasi ponsel, memakai fasilitas dasar yang sudah ada pada ponsel edisi pertama. Kyungsoo tidak pernah memanfaatkan media sosial, Jongin heran bagaimana menejer manis nan imutnya itu masih bertahan dalam adat tradisional.
Pukul 10 jangan terlambat, semua yang kau butuhkan ada di meja makan. Kris datang pukul delapan pagi, aku harap kau sudah rapi, jangan memakai pakaian yang terlalu terbuka, tetaplah sopan, aku akan menunggumu di tempat kerja.
Tidak memakai singkatan, menulis pesan seperti papan pengumuman adalah kebiasaan Kyungsoo yang lain. "Baiklah, Hyung sayang aku akan menuruti semua perintahmu." Gumam Jongin, ia letakkan ponselnya ke atas nakas.
Jongin masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan salah satu pesan Kyungsoo yang belum sempat ia tulis, mungkin kapasitas huruf pada aplikasi pesannya tidak cukup. Mandi, Kyungsoo selalu menekankan kebersihan, Jongin merasa, Kyungsoo adalah ibunya di kehidupan lalu.
Kaos polo putih polos, celana kain selutut adalah gaya yang cocok di musim panas. "Kaosku ada lengannya Kyungsoo, ini tidak terbuka kau tenang saja. Kenapa setiap gaya berpakaianku selalu terlihat seronok dimatmu," gerutu Jongin.
Ia mengambil sedikit minyak rambut, ia letakkan pada permukaan tangan kanannya, ia gosok kedua tangannya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan ia tata dengan gaya berantakan dengan bantuan minyak rambut. Kemudian sentuhan terakhir adalah memakai topi berwarna putih dengan gaya terbalik. "Tampan," Jongin mengomentari penampilannya di depan cermin dengan gaya narsis seratus satu persen.
Ransel berisi semua kelengkapan kamera, kertas kopian kontrak, bahkan sarapan sudah tersedia di meja makan. Jongin semakin yakin bahwa Kyungsoo adalah ibunya di kehidupan lalu. Selembar roti bakar dengan aroma margarin yang gurih segera Jongin ambil dan ia gigit.
"Kau sudah bangun?"
"Kau?! Bisa tidak bersuara sedikit saat tiba, mirip siluman." Jongin memandangi laki-laki berkulit putih dengan rambut pirang, dan garis wajah tegas. Kris Wu, kekasihnya.
"Maaf." Balas Kris datar.
"Sudah sarapan?"
"Langsung ke intinya saja Jongin, maaf aku ingin putus, aku tidak bisa menemukan kecocokan lagi denganmu."
Jongin menatap wajah Kris, mencerna semua kalimat yang keluar dari bibir tipisnya. "Putus?"
"Ya, maafkan aku Kim Jongin aku tidak bermaksud…,"
"Baiklah." Balas Jongin santai memotong kalimat Kris. Ia kembali sibuk dengan roti bakar menu sarapannya, sekarang giliran Kris yang melempar tatapan bingung. "Kenapa memandangiku seperi itu? apa jawabanku kurang jelas? Baiklah, aku kabulkan permintaanmu kita putus, mulai detik ini kita hanya teman biasa, bukan pasangan kekasih lagi. Kurang jelas? Ya ampun Kris Wu, aku tidak menyangka ternyata otakmu tak seindah wajahmu."
"Kau mau bilang aku bodoh?!" pekik Kris yang akhirnya sadar dengan kalimat menusuk Jongin.
"Aku tidak mengatakan bodoh, tidak ada kata bodoh pada kalimatku." Jongin memasang tampang polos, sementara kedua pipinya sedikit menggembung karena ia sedang mengunyah roti bakar.
"Sial kau Kim Jongin." Geram Kris.
"Kenapa sekarang kau yang kesal? Memang jawaban seperti apa yang kau inginkan? Berharap aku akan menangis, dan memohon padamu untuk tetap tinggal, kau ini…," Jongin meraih gelas berisi susu cokelat dan menenggak setengah isinya. Ia berdiri menatap Kris. "Jika itu yang kau inginkan, maaf aku sudah membuatmu kecewa."
"Selama ini kau tidak pernah berpikir hubungan kita serius?"
"Tentu saja aku serius, buktinya aku tidak pernah selingkuh, bagaimana kau bisa menduga yang tidak-tidak."
"Kenapa tidak ada perlawanan sama sekali saat aku memutuskan hubungan kita?" Kris menatap Jongin tajam.
Jongin memijit pelipis kirinya, jengah. "Drama macam apa yang kau tonton Kris Wu?"
"Jika aku mengatakan tidak jadi putus bagaimana tanggapanmu?"
"Kita bisa memulainya lagi jika kau mau."
"Itu saja?"
"Ya, memang apalagi?" Jongin membuka resleting ransel terdepannya, ia mengambil sebatang lollipop rasa jeruk kesukaannya, membuka bungkusnya ke sembarang tempat, tak masalah toh inikan rumahnya, kemudian menikmati benda manis yang membuatnya kecanduan itu.
"Aku selingkuh dengan Luhan."
"Hmmm." Balas Jongin datar tanpa ekspresi yang berarti.
"Tidak marah?"
PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat pada pipi kanan Kris namun tetap saja Jongin memasang wajah datar. "Aku harus bekerja, keluar sekarang."
Kris diam dan melangkah mengikuti Jongin, sungguh acara putus yang sangat tenang dan sederhana. Jongin berhenti di depan pintu, ia mengetikkan kode pengaman.
"Kau mengganti kode pengamanmu?"
"Tentu saja, aku tidak bisa membiarkanmu keluar masuk seenaknya dan mengambil barang berhargaku."
"Aku bukan pencuri."
"Dulu kau bukan pengkhianat lalu kau selingkuh, manusia bisa berubah setiap detik, berusaha untuk waspada itu baik." Jongin berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Kris yang baru saja menyadari ada orang sedatar Jongin.
"Sialan kau Kris Wu dan siapapun yang bernama Luhan itu! Seharusnya aku rontokkan gigi Kris, seenaknya dia berselingkuh di belakangku. Dan siapa itu Luhan?! Apa dia lebih tampan dariku?! Apa dia lebih tinggi dariku?! Persetan!"
"Kau sudah selesai Kai?"
"Ya, Kyungsoo hyung, aku dalam perjalanan menuju SM, sampai bertemu di sana."
"Kau yakin baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, jangan cemas, aku hanya ingin memukul wajah seseorang."
Kyungsoo langsung memutuskan sambungan telepon, Jongin memandangi layar ponselnya dengan bingung. "Aku tidak akan memukulmu Hyung, mana tega aku."
"Fotografer yang bekerjasama dengan kita sekarang sangat berbakat, namanya Kim Jongin, dia masih muda dan berprestasi. Kau mau mendengar tentang prestasinya?" Xiumin berusaha memulai hari dengan ceria, melihat wajah Chanyeol yang tertekuk seperti orang yang kalah berjudi dalam jumlah besar.
"Tidak, aku tidak ingin mendengar prestasi orang lain."
"Kenapa?"
"Tidak ingin saja. Aku hanya butuh kerja bagusnya bukan prestasinya. Jangan-jangan aku kecewa dengan hasil kerjanya meski ia memiliki prestasi segudang."
"Baiklah, habiskan roti lapismu kita segera sampai di SM."
"Kali ini konsepku apa?"
"Apa kau lupa?!" pekik Xiumin antara terkejut dan sebal dengan ucapan Chanyeol.
"Maaf Hyung, aku sedang banyak pikiran akhir-akhir ini."
"Baiklah aku jelaskan. "Xiumin memilih mengalah, berdebat dengan Chanyeol tidak pernah membuahkan hasil yang memuaskan. "Kesan misterius, konsepnya akan ada pemotretan di gedung tua, reruntuhan bangunan, dan tentu saja hutan, misterius dan liar, terdengar menggoda bukan?"
"Hmm..," balas Chanyeol, mulutnya sibuk mengunyah roti lapis sementara kedua mata dan tangannya sibuk dengan ponsel. Ia melihat media sosial milik mantan kekasihnya, berusaha mencari tanda-tanda mencurigakan Baekhyun, dan alasan keputusan menyebalkannya. Nihil, tidak ada hal yang mencurigakan kecuali perubahan status Baekhyun yang tadinya in relationship berubah menjadi single. "Haah..," desah Chanyeol, semuanya benar-benar nyata sekarang, hubungannya kandas.
"Musik apa yang sedang Hyung dengarkan?"
"Baby don't cry untuk menghiburmu." Balas Kyungsoo dengan kedua mata bulat polosnya.
"Aku tidak mengenaskan seperti dugaanmu, Hyung."
"Kau bisa menangis di bahuku Jongin." Jongin langsung memandangi kedua bahu sempit Kyungsoo, sama sekali tidak cocok dijadikan tempat bersandar.
"Aku tidak akan menangis, aku hanya semakin jengkel kenapa kau tidak mengatakan jika kita akan bekerjasama dengan Chanyeol?"
"Kau harus bersikap professional Jongin, dan lagi, kenapa kau tidak suka dengan Park Chanyeol, dia lumayan keren menurutku."
"Dia manusia paling angkuh yang pernah aku temui."
"Tidak perlu melibatkan perasaan pribadi dalam pekerjaan, asal kau tahu bayaran agensi Chanyeol padamu sangat besar, lebih besar dibandingkan saat kau terbang ke Afrika dan memotret Badak."
"Heii…," peringat Jongin, tidak suka jika Kyungsoo merendahkan profesinya dulu sebagai fotografer alam liar. "Kepuasan tidak terukur dengan materi."
"Kepuasan tidak akan mengenyangkan perutmu." Balas Kyungsoo, menusuk, Jongin langsung diam. Kyungsoo benar, sekarang dirinya harus bersikap realistis.
"Permisi, maaf membuat kalian menunggu lama." Suara lembut seseorang membuat Jongin mengangkat wajahnya, ia lihat Kyungsoo sudah berdiri dari duduknya dan menjabat tangan seseorang.
Jongin menjulurkan lehernya melihat Chanyeol yang berdiri di belakang laki-laki berpipi lucu yang kini tengah bersalaman dengan Kyungsoo. "Chanyeol ini fotografe berbakat yang aku katakan tadi, namanya Kim Jongin."
"Dia Xiumin menejer Chanyeol, manis kan?"
"Kau suka?" Jongin langsung melirik tajam Kyungsoo, tidak ada perubahan ekspresi pada diri Kyungsoo kecuali kedua matanya yang terlihat lebih lebar sekarang. "Tebakanku tepat."
"Sebaiknya kalian mengakrabkan diri." Kyungsoo mendorong punggung Jongin, mau tidak mau Jonginpun berdiri dan berjalan menghampiri Chanyeol sembari menunjukkan senyum bahagianya kepada Xiumin. Sepertinya Kyungsoo benar-benar sengaja mengumpankannya pada situasi tak menguntungkan, Kyungsoo adalah psikopat sejati, menurut Jongin.
"Kim Jongin senang bekerjasama dengan Anda, Park Chanyeol." Jongin mengulurkan tangan kanannya dengan sopan.
"Panggil Kai saja untuk mengakrabkan diri! Kita bekerjasama kurang lebih satu setengah bulan!" pekik Kyungsoo di belakang.
Jongin tersenyum canggung, jika di dunia ini ada semacam poling untuk mencari siapa orang yang paling menyebalkan, Jongin yakin Kyungsoo pasti menang. "Halo, aku Park Chanyeol."
"Oh!" pekik Jongin tertahan saat ia merasakan genggaman kuat tangan Chanyeol yang sebenarnya tidak masuk dalam kategori berjabat tangan, melainkan meremas dengan segenap tenaga.
"Kai, nama panggilan akrabmu Kai. Baiklah Kai, mari bekerjasama dengan baik." Chanyeol adalah aktor sejati, bagaimana dia menampilkan wajah ramah dengan senyum lebar sementara tangan kanannya serasa remuk.
"Ya." Balas Jongin datar, ia gerak-gerakkan tangan kanannya yang kebas akibat cengkeraman Chanyeol, Jongin kembali duduk di samping Kyungsoo.
"Kalian terlihat akrab," bisik Kyungsoo.
Bagaimana Kyungsoo dengan polosnya melihat semua itu sebagai keakraban, jelas-jelas itu terlihat sebagai genderang perang. Kyungsoo itu polos atau bodoh sih?
"Aku dan Kyungsoo akan keluar sebentar untuk mengurus kontrak, kalian pasti akan akrab dengan cepat." Xiumin tersenyum lebar, diikuti Kyungsoo meski tak berekspresi namun sangat jelas jika Kyungsoo menikmati acara keluarnya bersama Xiumin.
Suara lembut pintu yang tertutup, adalah tanda dimulainya perang. "Jadi, kau merayu menejerku agar kita bekerjasama atau kau mengancam akan menyebarkan isu tentang kita?"
Jongin hanya membuka mulutnya namun tak mampu menemukan kata, rasanya kata-kata sesarkastik apapun tidak akan mampu menutup mulut besar Chanyeol. "Kau tidak bisa menjawabku kan?" ejek Chanyeol.
Jongin mengambil ransel yang ia letakkan di sampingnya, mengambil kopian surat kontrak. "Kim Minseok itu siapa? Dia yang menghubungi menejerku Kyungsoo hyung untuk menawari pekerjaan ini, selain itu kesepakatan kontrak sementara dibuat satu bulan sebelum insiden kemarin malam."
"Hah! Itu pasti kontrak palsu!" pekik Chanyeol tidak mau kalah. Ia melipat kedua tangannya di depan sambil duduk di atas meja kerja Xiumin.
Jongin hanya mengerutkan dahinya, bagaimana bisa semua penggemar menganggap Chanyeol itu lucu dan murah hati. Kenyataannya?! Dia itu sombong, tidak mau kalah, narsis, dia layak mendapatkan semua kosa kata negatif di seluruh dunia, patut untuk disematkan kepada Chanyeol.
"Baiklah, aku akan melihat bagaimana hasil kerjamu apa kau sehebat prestasi yang dituliskan pada halaman internet dan majalah itu." Jongin memilih bungkam dan memperhatikan Chanyeol dengan wajah datar.
"Awas saja jika fotoku nanti jelek, dasar mantan fotografer alam liar."
"Jika fotomu nanti jelek berarti Singa jauh lebih tampan dibandingkan dirimu oh mungkin juga Gorila, Gajah, Badak, atau binatang lainnya."
"Diam!" pekik Chanyeol kesal, keduanya bertatapan dengan tajam.
"Dasar menyebalkan!" pekik keduanya bersamaan.
TBC
