00
Suara percikan dari api unggun bergema diantara batang pohon. Bayangan dari ketiga orang tampak menari-nari mengikuti liuk api yang semakin membesar, setelah pria berambut hitam sekelam malam itu menambah beberapa ranting kering. Tak ada bulan atau bintang di langit, menciptakan suasana hutan yang sepi dan mencekam.
"Tinggal sedikit lagi." Kata Aizu kepada dirinya sendiri, mengamati enam ikan besar yang mulai berubah kecoklatan. Disamping pria surai hitam itu duduk seorang perempuan bersandar pada salah satu pohon, sibuk mengamati kuku tangan hasil seni cat kuku yang baru saja dia pelajari dari kenalan lama.
Di sisi lain, Naruto terus menatap sebal Aizu seolah tatapannya bisa membakar dan menjadikan wajah rupawan sang pria sama dengan ikan bakar di depannya. Malam semakin larut, angin berhembus dingin namun tidak menyurutkan panas dalam hati pemuda bersurai merah khas Uzumaki.
"Aku masih tetap tidak setuju dengan keputusanmu Ai-nii," Kata Naruto. "dan jika aku sudah memutuskan, aku tidak akan pernah mau untuk menjilatnya kembali."
Aizu tak langsung menanggapi. Dia lalu mengambil salah satu ikan yang kelihatan matang dan meberikan pada Shion yang langsung diterima dengan senang hati. Satu-satunya gadis dalam kelompok yang sibuk dengan kukunya itu tak langsung menyantap menu malamnya itu, dia biarkan angin membantu proses pendinginan. Kuku-kuku miliknya tak bisa menunggu lama untuk mendapat perawatan.
"dan—"
"Kau masih tetap keras kepala membantah ucapan walimu ini?" sela Aizu, menghentikan segala ucapan Naruto yang sejak kemarin bak rekaman rusak menganggu hari-harinya yang tenang. Aizu memang tahu anak angkatnya ini berbeda dengannya. Sikapnya berbanding dengan dirinya yang kalem, keras kepala adalah kata yang tepat untuk kepribadian si anak angkat.
Alih-alih anak angkat, Naruto memilih menganggap sosok Aizu sebagai seorang kakak dan dalam hal ini saja Aizu setuju karena dia tak pernah menggap pria beumur dua puluh dua yang belum berciuman pantas disebut ayah.
"Kalau Ai-nii sudah tahu seperti apa aku ini," kata Naruto. "kenapa masih terus memaksaku? Pokoknya sampai kapanpun aku tidak setuju dengan keputusanmu-ttebayou!"
"Maka dari itulah aku semakin yakin Konoha adalah tempat yang cocok untuk mengembangkan nalurimu sebagai seorang ninja."
"Apa!?"
Shion yang sudah memutuskan tidak terlibat dalam drama ayah anak ini, akhirnya menyerah. Sejak bergabung dangan Asosiasi, baru pertama kali ada hal yang membuatnya tertarik selain informasi dan uang. Selama ini dirinya hanya berpikir bahwa Asosiasi adalah tempat dimana bisa menjadi dirinya sendiri tanpa terikat dengan orang lain. Namun, hal itu berbeda ketika dua tahun lalu Esekutif memutuskan untuk mengelompokannya dengan Aizu dan Naruto.
"Maksudnya, Konoha adalah tempat yang cocok untuk meredam sikap anak kecilmu itu chibi!" ejek Shion menikmati setiap raut kemarahan bocah bersurai merah. "Ah~ aku jadi ingin lihat bagaimana Naruto yang sok dididik oleh si tua Hiruzen. Aku pasti akan memberikan setangah uangku jika hal seperti itu sampai terjadi."
"Diam kau! Aku tidak butuh uang kotormu."
Shion sudah terbiasa mendengar umpatan Naruto yang baginya seperti lantunan musik dari bar tua langganan ketika melepas penat sambil melirik nakal para pria demi mendapat keuntungan sepihak. Aizu tampak tak terganggu karena pertengkaran ini sudah menjadi cemilan kesehariannya.
Naruto masih belum terlihat mau menurunkan tensi darahnya, seperti api unggun yang terus menyala di tengah kegelapan hutan. Dia tak akan selesai sampai wali berwajah stoic itu merbuah keputusan sepihak yang sudah sangat merugikannya.
Uzumaki muda itu menghela nafas panjang, mencoba untuk bersikap tenang. "Kenapa harus Konoha? Kalau ingin melatihku menjadi Shinobi seperti yang kauinginkan kenapa tidak dengan Komugakure? Bukannya kau pernah bilang kalau sistem mereka jauh lebih baik dalam melatih para penerusnya? Kau sendiri juga bilang Konoha terlalu lembek sahingga tak pantas dijuluki desa terkuat seentero dunia Shinobi."
Aizu menikmati ikan buruannya untuk kedua kalinya, nyatanya kreasi baru yang dia ramu membuat makanan laut itu lebih gurih di lidahnya. Pria itu masih terus meniup ikan yang masih panas dan Naruto berusaha untuk tidak menyambar ikan itu sekarang juga.
"Huh. Bukannya sudah kukatakan berulang kali dan Shion juga sudah memperjelasnya bukan? apalagi yang perlu kuperjelas untuk masalah ini?" tanya Aizu dengan sabar dan terus meniup ikan didepannya. Shion sudah kembali dengan kesibukannya dalam merias kuku-kuku lentiknya. Tak berniat mengambil bagian keduanya.
"Ai-nii hanya berputar-putar terus sejak tadi. Memberikan alasan tidak masuk akal seperti melatih kesabaranku, Ai-nii sendiri pasti bisa melatihku jika masalahnya seperti itu. daripada meninggalkanku di Konoha kenapa tidak langsung mengajariku melatih ninjutsu kelas menengah atau kuchiyose aki no tama?"
Aizu berdiri dan menatap anak angkatnya dari sorot hitam kelamnya. Naruto seketika itu juga merasa seperti melihat hantu, hal yang tidak dia suka sekaligus kelemahannya yang paling fatal. Tanpa sadar Dia telah menuang minyak di atas api.
"Ho~ jadi Naruto -kun mau dilatih kakaknya hm? Aku tidak keberatan sih, selama latihan neraka mau kau jalani seperti saat pertama kali kita bertemu." Aizu memamerkan senyum yang Naruto tahu sebagai tanda sinyal bahaya jika dia melakukan sedikit kecerobohan saja.
"A-aku aku…"
Ingin sekali Shion terus melihat wajah penuh ketakutan dari Uzumaki muda itu, sayangnya suara gesekan semak, membuat dirinya dan Aizu menyiagakan diri masing-masing. Hanya Naruto saja yang tampaknya tak menyadari kejanggalan dari arah jam tiga. Aizu masih terus menatap sang adik, walau indra pendengaran fokus menangkap setiap suara yang dirasa janggal. Shion walau terlihat tenang, dia sudah menyiapkan senjata andalan dari balik belahan kimono bagian dadanya.
"Ada tamu tak diundang rupanya." kata Aizu masih terus menatap Naruto.
"Ah… dua orang yang sejak tadi mengikuti kita dari desa, tampaknya sudah tak sabar beragabung dengan kita kapten." Dibalas Shion dengan senyum tak wajar. Sudah lama Shion menahan diri untuk tidak menyerang penguntit itu, dia paling benci jika yang namanya diikuti.
"Kalau begitu… Naruto, tolong babat habis tamu-tamu kita ini. kau pasti bisa melakukannya bukan?"
"Apa?"
Shion melemparkan lima jarum tepat menembus semak-semak. Di baliknya terdengar jeritan kesakitan dan akhirnya muncul dua orang berpakaian serba gelap dengan mengenakan topeng putih polos sehingga susah mengindetifikasi wajah keduanya. Ada luka bekas jarum dari pakian hitam keta yang mereka gunakan. Tampaknya serangan kejutan Shion tepat mengenai sasaran.
"S-siapa mereka-ttebayou." Naruto terkejut melihat dua sosok tak dikenalnya muncul dari semak-semak.
"Oya? Bukannya kalian adalah buronan yang sudah meresahkan penduduk desa maupun peloncong disekitar sini?" kata Aizu tenang mengamati kedua tamunya itu. "kalau tidak salah… ah! Gon dan Gin bukan? dua perampok yang sudah menjadi buronan negara Api dengan imbalan yang lumayan untuk seminggu. Bagaimana menurtumu Shion?"
"Seminggu? Jangan bercanda, kepala mereka bahkan tidak sampai harga kimono termurah koleksiku."
"Souka, kalau putri Shion sudah berkata demikian, tak ada yang perlu kita laporkan pada Asosiasi bukan? nah Naruto untuk malam ini kau yang menjadi tokoh utamanya."
"Apa? kenapa harus aku?"
"Karena mereka berdua tidak ada harganya bagi kami. Aku sibuk dengan ikan dan Shion sudah mengecap mereka sebagai sesuatu yang tidak layak diburu. Jadi kau saja yang membereskannya. Hitung-hitung menambah isi celengan rubahmu kan?"
Tidak tahu apa yang diekspresikan kedua perampok itu mendengar hinaan yang Aizu ucapkan, namun getaran genggaman katana salah perampok berbadan pendek menandakan mereka tidak terima harga diri mereka dianggap sebelah mata.
Tak kuat menahan marah, salah satu dari mereka langsung menyerang. Namun naas serangan yang terhitung cepat itu ditangkis dengan mudah oleh Aizu dengan sarung pedang yang tak pernah absen dari punggung bidangnya.
"Tuh kan menyerang tanpa adanya seni bertarung yang indah, bagaikan sebuah haiku yang tidak memenuhi syarat. Andai kakakku disini, kau pasti sudah dibakar habis karena menodai seni berpedang."
Sosok penyerang itu langsung mundur ketika tatapan Aizu menembus lubang topeng miliknya. Dia merasa seperti melihat kematian datang tepat di depan hidungnya. Perampok itu kembali dan mereka saling menatap satu sama lain sebelum menghilang di balik gelapnya hutan.
"Ah… kabur, inilah kenapa kau harus belajar di Konoha Naruto. Aku akui perkembanganmu cepat selama delapan tahun ini, tapi dalam segi ketangkasan dalam merespon apa yang sedang terjadi, kau masih jauh dibawa Shion."
"Apa!" Naruto tidak terima mendapat penilaian jauh lebih rendah dengan Shion sebagai acuannya. Namun, dia juga menyadari salah satu kelemahannya itu. seperti yang dikatakan kakaknya dia kuat tapi lemah dalam merespon.
Uzumaki muda itu menhentakan tubuhnya di atas kayu mati dengan suara yang keras. Shion cekikikan melihat betapa lucunya Naruto jika merengut seperti itu, Aizu diam dan tenang menikmati acara makan malamnya yang terganggu.
"Begini saja, jika kau mampu membuatku terkesan saat ujian chunin tahun ini, maka aku akan memberikan kunci kuchiyose untuk tiga makhluk yang lain sekaligus dan beberapa teknik suiton serta doton terkuat milik mendiang Hokage dan Tsuchikage terdahulu… bagaimana?"
Mendengar tawaran menggiurkan yang jarang Naruto peroleh dari kakaknya itu, dia langsung melupakan sikap keras kepalanya dan lupa akan prinsipnya untuk tidak menjilat apa yang sudah dia ucapkan. Shion sendiri sampai tak kuasa menahan suara keras yang dilontarkan sang Uzumaki muda, dia langsung menghilang dari ke dalam hutan tanpa sepengatahuan Naruto ataupun Aizu.
"Kau tidak berbohong untuk kali ini bukan? ini bukan termasuk cara licikmu untuk menyuapku bukan?"
Aizu hanya diam menanggapi pertayaan bertubi-tubi yang dilontarkan anak angkatnya itu. Dia menawarkan ikan yang sudah matang yang langsung disambut dengan suara perut Naruto yang tidak tahu malu.
"Tentu ini bukan bohongan. Pernahkah aku berbohong untuk melatihmu menjadi Shinobi berbakat?"[]
.
.
Uzumaki Naruto—12 Tahun; disini dia berambut merah seperti Uzumaki pada umunya.
Shion—12 Tahun.
Aizu—22 Tahun.
