Satu
'Penampilannya berbeda. Pergilah ke alamat ini dan kau akan langsung tahu siapa yang harus kau bereskan.'
Sasuke membaca kembali email yang masuk ke ponsel hitam miliknya satu jam lalu.
Nama dan alamat. Ya. Memang hanya itu yang ia perlukan.
Memasukkan ponselnya ke saku jas, pria Uchiha itu melangkah memasuki ruangan besar di salah satu lantai gedung bertingkat ini. Banyak sekali tamu. Para pria dan wanita terlihat sangat anggun dan elegan dengan jas dan gaun mereka. Tapi hal itu tidak menjadi hal yang penting. Karena keberadaannya di sini tidak sama dengan mereka.
Sekilas keping onyx-nya mengedar pada tempat dimana ia berada saat ini, sesuai alamat yang harus ia datangi. Sangat meriah dan banyak hiasan di sana sini.
Di depan sana, terlihat dua pasang suami istri paruh baya yang berdiri di atas panggung yang sengaja di buat demi acara ini.
Wajah mereka jelas menggambarkan kebahagiaan.
Sasuke menyunggingkan senyum miring. Ya. Memang mudah ditemukan.
.
.
.
Dua
Gelap adalah hal pertama yang menyapa indera penglihatan Sakura saat ia membuka pintu kamar Hinata. Hidungnya mengernyit lucu kala bau menyengat yang khas terasa begitu menusuk. Gadis itu jadi berpikir bagaimana Hinata bisa tahan tidur di kamar ini. Tapi toh ia memang harus menempati ruangan ini jika ingin beristirahat.
Sakura membawa langkahnya mendekati tempat tidur single yang kini ditempati oleh Hinata. Ia tidak dengan tangan kosong datang ke ruangan ini. Karena pada faktanya, gadis itu tengah memeluk sebuah boneka beruang yang nyaris menyamai ukuran tubuhnya.
Boneka beruang yang sangat lembut dan berbulu tebal. Perlahan gadis itu mengulum senyum mengamati boneka yang ia bawa. Hinata pasti senang melihat ia membawakan boneka ini untuknya. Pikir Sakura.
Sepasang keping emerald-nya mengedar mengamati ruangan yang hanya ditempati oleh sahabatnya itu. Sengaja ia membiarkan sinar lampu tak menyambut kedatangannya. Tidak terlalu gelap sebenarnya, karena bias-bias cahaya bulan yang menembus masuk melalui celah gorden, sudah cukup baginya untuk bisa melihat paras cantik Hinata yang tengah terlelap dibawa sang bunga tidur.
Pandangannya lalu terpaku pada bingkai foto yang diletakkan di atas meja nakas disamping tempat tidur. Walau dalam keadaan remang, gadis itu sangat mengenalinya. Itu adalah foto dirinya dan Hinata. Ia ingat saat itu mereka sedang berkunjung ke rumah Sasuke - salah seorang teman dekat. Senyum bahagia jelas terpancar dari wajah mereka saat pria Uchiha itu mengarahkan kamera miliknya untuk mengabadikan kecantikan dua gadis yang kadang membuat orang lain iri itu.
Ah, tiba-tiba saja terlintas wajah Sasuke dibenaknya. Seketika Sakura tersenyum mengingat kebaikan pria itu. Meski terkadang hatinya dirambati secercah rasa tidak suka kala pria itu bersikap terlalu baik pada salah satu di antara mereka.
Raut wajah gadis itu berubah kaku selama dua detik, tapi langsung kembali seperti semula. Lagi -ia menggerakkan bola mata indahnya, yang kali ini terhenti pada pola konstan yang bergerak teratur di layar monitor. Gadis Haruno itu mendesah kecil. Kenapa harus ada benda semacam itu di kamar Hinata.
Detik berikutnya ia teringat akan tujuannya datang ke kamar itu. Maka perlahan ia bergerak lebih dekat untuk meletakkan boneka beruang yang lembut itu di tempat tidur Hinata. Ini pasti akan mengejutkan. Sakura tertawa kecil membayangkan reaksi sahabatnya itu melihat kehadiran dirinya bersama boneka yang super besar.
Sungguh Sakura sangat menikmati saat-saat dimana ia menaruh benda lembut nan berbulu itu diiringi dengan bunyi nyaring yang panjang dan monoton, yang sepertinya berasal dari sisi tempat tidur Hinata.
Sakura mengembangkan senyum manis seraya kakinya merajut langkah keluar dari ruangan itu.
Ah, setelah ini ia akan berkunjung lagi ke tempat Sasuke dengan perasaan senang.
.
.
.
Tiga
Gaara terdiam memandangi batu bertuliskan nama sahabatnya. Mereka bukan hanya teman satu kampus tapi juga satu apartemen sejak empat tahun lalu. Langit mendung dan gerimis halus seolah mengerti benar bagaimana suasana hati pria bersurai merah itu hari ini.
Semua kerabat telah lebih dulu beranjak meninggalkan area pemakaman. Menyisakan dirinya yang masih termenung dengan setelan formalnya.
Pantofel hitam yang membalut sepasang kakinya sedikit kotor terkena tanah dan debu. Mengingatkannya pada sosok sang sahabat karena dialah yang memilihkan sepatu itu saat dirinya akan menjalankan sidang akhir di kampus satu tahun lalu.
Senyum miris terpasang di wajah pucatnya.
"Kau masih di sini?" Suara halus Tenten memasuki indera pendengaran Gaara. Satu alisnya terangkat samar, tidak menyangka gadis itu akan menghampirinya kemari.
Gaara menoleh pada gadis yang baru saja memanggilnya.
Kedua mata gadis itu terlihat sedikit sembap, tampak habis menangis. Tentu hal itu sangat ia maklumi. Tapi Gaara tidak bisa menampik bahwa Tenten terlihat manis dengan pakaian dinasnya.
Sungguh, sudah lama Gaara merasakan sesuatu yang romantis padanya. Tentu ia pria yang cukup pemalu untuk bisa mengungkapkan apa yang hanya ada di dalam hatinya itu.
Sayang, gadis ini sudah memiliki kekasih ternyata.
"Aku sudah bilang akan menemuimu kan?"
Tenten tersenyum mendengar suara datar Gaara. Ia maju selangkah. Meraih tangan kanan pria itu dan dengan lembut memakaikannya gelang perak yang memang sudah ia siapkan.
Gaara menatap pergelangan tangannya dalam diam. Ia tersenyum melihat hal yang sama juga terjadi pada pergelangan tangan Tenten.
Ia memang mencintai gadis ini. Tapi sungguh tak menyangka mereka akan mengenakan benda couple ini hari ini. Modelnya memang tidak terlalu bagus, tapi tidak masalah.
"Kita pulang sekarang?" Tenten menggenggam jemari Gaara. Gelang mereka bergemerincing saat bersentuhan. Mereka terlihat sangat dekat. Tapi ia tidak khawatir sahabatnya akan marah, karena pria itu sudah istirahat dengan nyaman saat ini.
Gaara menatap Tenten sesaat. "Bolehkah aku memelukmu?"
Gadis bersurai coklat itu mengangguk dan tersenyum tipis menerima rangkulan tangan kiri Gaara di punggungnya.
Hanya sesaat. Pria itu lalu menegakkan tubuhnya, menatap lurus ke depan dan melangkah beriringan dengan Tenten meninggalkan area pemakaman. Bersiap menempati kamar barunya mulai saat ini. Well, ia rasa tidak akan senyaman apartemennya yang lama.
.
.
.
Empat
"Terlambat lagi hari ini?"
Sakura baru saja keluar dari lift saat suara Gaara menyapa telinganya. Gadis itu melayangkan pandangannya ke kanan dan ia melihat seorang siswa yang mengenakan dasi biru dengan garis merah, yang itu artinya ia adalah siswa tingkat akhir.
Tersenyum malu, gadis itu mengangguk. "Aku bangun kesiangan tadi. Entahlah, ku rasa alarm-ku tidak aktif." Gaara -siswa tingkat akhir itu- memutar matanya malas mendengar alasan gadis di depannya.
"Bersyukurlah karena hari ini Mr. Lee tidak hadir. Jadi ku rasa kau tidak akan terkena hukuman." ucapnya sambil berjalan menuju lorong-lorong kelas. Di belakangnya, Sakura berusaha menyamai langkah mereka.
"Benarkah? bagaimana kau bisa tahu?" tanya gadis bersurai merah muda itu heran. Hey, mereka beda kelas. Bahkan beda tingkatan. Jadi bagaimana pria itu tahu siapa saja yang akan mengajar di kelasnya hari ini.
Gaara menoleh sesaat, dan menggedikkan bahunya acuh. Sikap yang selalu Sakura herankan sejak pertemuan mereka satu minggu yang lalu.
Gadis Haruno itu baru akan membuka mulut untuk bertanya lagi saat seseorang memanggilnya.
"Sakura-chan."
Merasa namanya dipanggil, gadis itu menoleh, dan mendapati wajah Ino yang menatapnya bingung. "Oh. Hai, Yamanaka. Kenapa kau ada di luar kelas?"
Sakura memutar tubuhnya untuk fokus menghadap gadis yang baru saja memanggilnya itu. Gadis yang dipanggil Yamanaka itu mendengus sebal. Sahabatnya itu memang suka seenaknya memanggil marga orang lain. "Aku baru kembali dari toilet? Sedang apa di sini? ayo ke kelas."
Sakura hanya tertawa kecil mendengar jawaban sahabat bersurai pirangnya itu, dan melangkah bersama Ino menuju kelas mereka.
.
.
"Apa kau masih bertemu mereka?"
Hari sudah senja saat bel pulang sekolah berbunyi. Sasuke dan Naruto sedang berada di koridor menuju lift.
"Kenapa menanyakan itu?" Bukannya menjawab, Sasuke malah balik bertanya.
"Tidak apa-apa. Hanya penasaran, karena kau sudah lama sekali tidak bercerita tentang mereka," jawab Naruto acuh.
Hening sesaat, dan Sasuke merasa ia tidak harus menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
Tiba-tiba saja si pria Uzumaki menepuk keningnya keras, membuat Sasuke menoleh dan menatap heran ke arahnya.
"Kau pulanglah duluan. Kurasa aku meninggalkan buku tugasku di kelas." Naruto berbalik arah menuju kelas tanpa menunggu persetujuan Sasuke.
Dan Sasuke hanya berdecak melihat tingkah pria cassanova yang suka seenaknya itu.
Pria itu melanjutkan langkah menuju lift yang akan membawanya ke lantai dasar. Ia semakin mempercepat langkah saat melihat pintu lift terbuka.
Mungkin seseorang baru saja masuk. Pikirnya.
Begitu memasuki lift, Sasuke menyadari dirinya memang tidak sendirian. Ada Sakura di sana.
Dan juga Gaara.
Sasuke mengernyitkan dahi melihat kedua orang itu yang sepertinya cukup akrab. Sementara Sakura menatap malas pada pria yang baru saja bergabung itu, Gaara hanya melayangkan tatapan datarnya.
Pintu lift tertutup, dan tidak ada yang bersuara hingga lantai dasar. Dinding lift tersebut berlapis kaca sehingga Sasuke bisa melihat dengan jelas bayangan Sakura di dinding sekeliling mereka.
Bersamaan dengan pintu lift terbuka, Sasuke menahan lengan Sakura yang hendak melangkah keluar. Gadis itu melayangkan protes lewat tatapan matanya yang tajam.
Si pria Uchiha menghela nafas. Sudah biasa ditatap seperti itu oleh kekasihnya. "Bukankah sudah kukatakan-"
"Jangan terlalu dekat dengan pria manapun, hm?" Sakura mendengus tak suka dengan kalimat yang sudah sangat ia hapal, lalu menyentakkan tangannya dari genggaman Sasuke. "Ayo Gaara-kun, kita pulang."
Gaara menatap Sasuke masih dengan tatapan yang sama -dan dibalas hal serupa oleh Sasuke- sebelum ia melangkah mengikuti Sakura yang sudah berjalan di depannya.
"Aku tidak melarangmu dekat dengan siapapun," gumam si pria Uchiha seraya memandang punggung kedua orang itu yang semakin menjauh.
Lagi- ia menghela napas.
"Aku hanya tidak ingin kau menggunakan lift sendirian saat pulang sekolah. Seperti tadi."
.
.
.
End
.
.
.
.
Dua dan empat udah pernah aku post. Ngga ada niat apa2 sih, cuma mau nyatuin riddle2 yng udh aku buat jdi satu page :D
Review ya~
Klo ada yng review dan aku ada ide lagi, bakal dijawab di chapter berikutnya.
^.^
