AN: Yamabushi (25), Yamanbagiri (22), Horikawa (15), Kanesada (17), Shokudaikiri (20-an), Ichigo (17), Namazuo dan Honebami (15), Yagen (13), Midare (12), Atsu (11), Maeda dan Hirano (10), Akita (9), Gokotai (8). Ini cuma perhitungan usia ngaco untuk keperluan fanfic, tidak ada pemikiran yang dalam.
Warning : Humor ala Antichthon. BL, OOC. Modern setting. Untuk ke depannya cerita ini akan menjadi sangat sinetron, karena sinetron menyenangkan.
Disclaimer : Touken Ranbu dan segala referensi judul di sini bukan milik saya.
.
.
.
.
Di kota ini, ada tiga bersaudara yang sudah tak punya orang tua.
Sebelum meninggal, orang tua mereka hanya sempat mewariskan sedikit harta—yaitu sedikit tabungan, sepeda Polygon yang bannya kempes satu, dan nama keluarga yang mengikat mereka bertiga : Kunihiro.
Dan sesuai petunjuk yang diberikan, mereka adalah tiga bersaudara yang miskin.
.
.
Keluarga Kunihiro
.
.
(Papa, Mama, dan Kakek Tetangga di surga… Kami bertiga baik-baik saja. Sedikit lapar, tapi bahagia. Paling tidak belum sampai tahap menjual ginjal… Walau akhir-akhir ini Kak Yamanbagiri mempertimbangkannya, sesekali, ketika tagihan listrik datang.
— Horikawa Kunihiro, 15 tahun, remaja tegar.)
.
.
Pagi di keluarga Kunihiro dimulai dengan suara orang senam pagi di depan apartemen bobrok:
"KA-KA-KA! KA-KA-KA!"
Yang sedang senam pagi dengan suara KAKAKAKA tanpa mempedulikan pandangan tetangga itu adalah Yamabushi Kunihiro.
Yamabushi Kunihiro lahir ketika almarhum orang tua mereka berwisata di gunung. Anak sulung yang paling berisik. Penganut agama Buddha yang taat. Punya gangguan bicara di mana dia tertawa dengan KAKAKAKA bukannya HAHAHAHA. Tidak bisa masuk pemandian umum karena punggungnya bertato. Murah senyum.
Setelahnya, ada seorang pemuda berambut pirang yang keluar dari pintu apartemen dengan papan nama Kunihiro.
"Ugh, kepalaku…"
Yang mengeluh pusing itu adalah Yamanbagiri Kunihiro.
Yamanbagiri Kunihiro lahir ketika almarhum orang tua mereka sedang ngefans-ngefansnya dengan penyanyi terkenal jaman dulu 'Yamanbagiri'. Anak kedua dari keluarga Kunihiro, pria tampan rendah diri yang berharap bisa ganti nama. Selalu pakai hoodies dengan model sama, akibatnya sering dicurigai tidak pernah mandi. Muram senyum.
Masuk ke ruangan apartemen itu, di bagian dapur ada asap mengepul dengan aroma nikmat.
"Hmmm, mmm~ La la la aku sayang sekali, Kane-saaan."
Yang sedang memasak sambil merusak lagu Doraemon itu adalah Horikawa Kunihiro.
Horikawa Kunihiro,lahir ketika almarhum orang tua mereka tinggal di… tepat sekali, daerah Horikawa. Bukti nyata orang tua tidak kreatif memberi nama. Anak bungsu dari keluarga Kunihiro. Andal dalam pekerjaan rumah maupun pekerjaan rumah tangga. Calon istri teladan idaman para mertua, sayangnya dia laki-laki.
Hari ini pun Yamabushi tetap ceria, Yamanbagiri sakit kepala, dan Horikawa bernyanyi lalalala. Hari yang biasa. Tetangga sebelah yang bermarga Samonji merapalkan sutera Buddha. Biasa.
.
"Selamat pagi, Kak."
"Pagi." Yamanbagiri kembali masuk ke apartemennya setelah mencuci muka di kamar mandi umum para penghuni. Wajahnya masih wajah bangun tidur—kusut dan cemberut. Walau bagian cemberutnya adalah ciri khas dari eskpresi Yamanbagiri Kunihiro. Pria itu memang hanya memiliki dua varian wajah yaitu cemberut dan sangat cemberut.
Yamanbagiri duduk di meja tengah, sementara Horikawa mencuci piring di dapur. Karena ini ruangan satu kamar, ia dapat melihat sosok adiknya yang ceria mengurus dapur lengkap dengan celemek. Ada empat kotak bekal berukuran sama di meja dapur. Satu untuk Yamabushi, satu untuk Yamanbagiri, satu untuk Horikawa, dan satu lagi…
Yamanbagiri terlalu pusing, jadi hal itu akan ia pikirkan nanti.
"Mau miso?" adiknya menawarkan.
Ia memijit pelipis. "Tidak nafsu."
"Kalau begitu, roti?"
"Tidak."
Horikawa berkacak pinggang, memasang sikap tegas, walau masih memakai celemek putih ala ibu-ibu paruh baya di Jepang. Tinggal bawa centong nasi. "Makanlah dulu, Kak. Nanti sakit."
Kalau ia menolak lagi, Horikawa pasti berceramah sangat panjang mengenai fakta di antara sarapan dan kesehatan—tujuh dari sepuluh anak kekurangan gizi sarapan atau semacamnya. Karena hari ini sedang tidak mood diomeli anak yang lebih muda, maka Yamanbagiri bersikap patuh, "Ya sudah, roti."
Beberapa menit kemudian, sepiring roti dan susu cantik terhidang. Yamanbagiri menggigit sepotong kecil, sekedar menyenangkan hati Horikawa.
Mengingat jam di dinding sudah menunjukkan waktunya, Horikawa bersiap sekolah. Ia merapikan dapur, melipat celemek, dan memasukkan dua kotak bekal ke dalam tas. Oh ya, dan tak lupa ciuman selamat jalan.
"Sudah ya." Cup. Ciuman mendarat di pipi Yamanbagiri sebelum pemuda bersangkutan melesat keluar untuk pergi sekolah. Jika ia dalam keadaan sehat, Yamanbagiri pasti akan meminta adiknya itu untuk menghentikan kebiasaan ini— pagi-pagi cuma bikin orang merinding. Tapi sakit kepala makin meradang, jadi Yamanbagiri diam saja sambil memandang roti di meja.
Tak lama kemudian, Yamabushi datang diiringi KA KA KA. Keringat di badannya yang berotot sangat banyak, sampai-sampai Yamanbagiri bergeser sedikit sambil menutup hidung. Untunglah sang kakak tertua orangnya tidak gampang tersinggung. "Ka ka ka, mana Hori?"
"Sudah pergi." Yamanbagiri menyorongkan roti dan susu yang belum disentuh. "Kak Yamabushi, silahkan."
"Itu bukannya sarapanmu?"
"Tadi aku sudah menghabiskan sup miso." Bohongnya.
.
.
.
.
Kompleks sekolah itu merupakan yang terbesar di kota. Memiliki pelayanan pendidikan dari TK sampai Universitas, sekolah ini terkenal dengan arsitekturalnya yang unik. Jalanan dari gerbang utama menuju gedung SMA itu sangat indah dan kebanggaan kepala sekolah, di mana barisan bunga sakura mekar di kiri-kanan. Beberapa siswa-siswi yang tampan dan cantik, tampak santai berjalan sepanjang jalur lurus berbatu setelah turun dari mobil mewah masing-masing. Sekolah ini memang terkenal banyak orang kayanya, sehingga orang jelek pun masih tampak terawat.
Jika ada yang terlihat lusuh, atau yang memakai ransel dan bukan tas Prada, sudah dipastikan itu adalah murid beasiswa—yang dalam istilah pergaulan sekolah itu, adalah murid miskin yang sayangnya pintar sehingga bisa mengisi kursi kosong. Contoh paling baru dan paling terkenal untuk 'murid beasiswa' yang dimaksud adalah Horikawa Kunihiro. Semua orang tahu siapa Horikawa Kunihiro.
Cuma dia yang ke sekolah naik sepeda polygon.
.
Sesampainya di sekolah, Horikawa segera mencari seorang satpam sekolah Shokudaikiri Mitsutada. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hanya ia seorang yang pergi ke sekolah naik sepeda, sehingga sekolah ini tidak memiliki parkir untuk sepeda maupun motor. Oleh karena itu, setiap hari ia harus menitipkan sepedanya pada Pak Satpam yang selalu membantunya. Kalau tidak dititipkan, takutnya dicolong orang.
(walaupun tidak akan ada yang mau mencolong sepeda butut itu kecuali tukang besi bekas)
Sebagai sekolah elit dengan banyak murid dari kalangan terpandang, tentu saja sekolah ini memiliki banyak staf keamanan. Namun yang paling disukai Hori adalah seorang satpam berambut hitam dan berpenutup mata, Shokudaikiri Mitsutada. Dibandingkan yang lain, satpam ini yang paling ramah dengan murid beasiswa macam dirinya. Biasanya, para karyawan sekolah membeda-bedakan perlakuan antara yang kaya dan yang tidak, hanya karena suatu faktor terkuat di dunia—apa lagi kalau bukan uang. Hanya beberapa saja yang berani memperlakukan sama, itupun takut-takut.
Sambil menuntun sepedanya, Horikawa langsung menuju tempat pria itu biasa muncul. Meski sekolah itu besar, tapi menemukan Shokudaikiri Mitsutada cukup mudah. Ia sudah hapal rute keliling satpam tersebut. Tiap pagi, di daerah dekat gerbang utama yang mana siswi-siswi banyak berkumpul, patroli sekaligus ngeceng.
"Selamat pagi, Pak!"
"Oh, selamat pagi, Dek Hori!" sapa sang satpam sambil memberi salam hormat, walau matanya melirik ke sekumpulan gadis belia. "Tumben agak siang?"
"Iya, hahaha. Ada sedikit urusan di rumah." Jawab Hori renyah, sebelum kepalanya tertaling bingung. Ada yang lain hari ini. "Bapak pakai apa?"
"Ini namanya armor, Nak. Soalnya akhir-akhir ini banyak begal, jadi saya pakai armor untuk perlindungan ekstra."
"Oh, begitu." Oh, itu armor? Tadinya ia kira benda di bahu dan paha Satpam itu genteng dari atap sekolah. " Tapi kok armornya cuma di bahu sama paha, Pak?"
"Paling tidak bahu dan paha saya aman dari pembegalan."
"Oh, begitu." Horikawa bingung, tapi disenyumin aja.
Shokudaikiri ikut tersenyum. Dibandingkan murid-murid kalangan elit yang sombongnya ampun-ampunan, ia lebih suka anak sederhana tapi ramah macam Horikawa Kunihiro. Walau kasihan juga melihat anak manis seperti dia mengendarai sepeda butut. Kalau saja Shokudaikiri punya uang, sudah ia belikan sepeda baru. Tapi itu kan kalau dia punya uang—kenyataannya kan tidak ada. Meski bekerja di sekolah terpandang, tapi gaji satpam itu berapa, sih? Memberi makan Ookurikara saja sulit.
"Dek Hori pasti mau mencari Kanesada, ya?"
"He he he, kok tahu?" Tentu saja tahu, Horikawa Kunihiro. Kamu selalu menanyakan hal yang sama setiap pagi pada satpam sekolah, senior, teman sekelas, dan semua orang yang ada di sekolah ini—permisi, apa kau lihat Kane-san?
"Rasanya tadi saya lihat ada mobilnya di gerbang utama."
"Berarti Kane-san sudah datang ya? Pak, titip sepeda saya ya!" Horikawa langsung melesat pergi, meninggalkan sepeda warisan orang tuanya itu di pos satpam. Shokudaikiri hanya bisa geleng-geleng kepala. Kelakuan anak remaja. Dia yang sudah tua Cuma bisa maklum.
.
Setelah menitipkan sepedanya pada si satpam sekolah, Horikawa pun berlari lurus melewati jalur bunga sakura, tak menghiraukan cantiknya pemandangan di sekeliling. Bunga sakura yang mekar memang indah, tapi sosok berambut panjang bercahaya jauh di depannya itu lebih indah lagi. Berlari kecil mengejar sosok itu, semakin dekat langkahnya semakin ringan sampai bisa terbang.
"Kane-san, selamat pagi!" sapanya ceria.
Sret. Pemilik rambut halus bercahaya itu, 'Kane-san', berbalik dengan wajah luar biasa kesal sambil berkacak pinggang. "Kamu lagi, Kunihiro?"
Di mata Horikawa adegan ini berlangsung jauh lebih lambat, di mana Kane-san tercinta jauh lebih tampan berkali lipat, dan dunia di sekitar mereka jauh lebih bercahaya. Cling cling. Dan ya, bunga sakura yang berguguran di sepanjang jalan sekolah itu turun lima sentimeter per detik.
Sudah bukan rahasia lagi kalau tiada Kanesada tanpa Horikawa. Tergantung dengan siapa anda bergosip, maka Horikawa Kunihiro bisa digosipkan menjadi waifu Kane-san, asisten nomor satu Kane-san, hingga yang brutal tapi paling mendekati adalah babu Kane-san. Entah apa yang terjadi sampai pemuda wakizashi itu begitu taat pada sang tachi yang bahkan rarity-nya cuma tiga. Horikawa mengabdikan seluruh kehidupan sekolahnya untuk Izumi-no-kami Kanesada tercinta.
Kancing baju Kane lepas, Horikawa menjahitkan. Bogu kendo Kane kotor, Horikawa membersihkan. Kane mengidam yang asin-asin, Horikawa langsung lari beli Purina.
Rasa cinta berlebihan sang junior terhadap seniornya ini juga terlihat dari kosakatanya. Kalau berkenalan dengan orang malah bilang, "Permisi, lihat Kane-san?" Kalau dimintai tolong sesuatu malah bilang, "Tapi bagaimana dengan Kane-san?" Bahkan ketika berhasil mendapat nilai 100 pun dia akan berseru di depan kelas, "KANE-SAN YATTA YO!"
Akibatnya sudah jelas. Di mana ada limpahan cinta eksesif, di situ ada imajinasi. Dari imajinasi menjadi gosip dengan berbagai varian (sekali lagi, tergantung anda bergosip dengan siapa). Dan salah satu gosip yang paling memalukan pada akhirnya menghampiri Kane-san:
(Harap dibaca dengan suara Kashuu Kiyomitsu, broker gosip sekolah:)
HOT PRESS: IZUMI-NO-KAMI KANESADA, RARITY TIGA KELOPAK BUNGA, SAAT INI TENGAH MESRA DENGAN JUNIOR INSIAL HK!
PENGAKUAN YANG MEMBUATMU GEMETAR!
Tentu saja yang bersangkutan tidak terima dengan beredarnya kabar burung seperti ini. Kenapa? Karena Horikawa Kunihiro tidak selevel dengan Izuminokami Kanesada. Wakizashi rarity dua berbeda dengan tachi rarity tiga. Bagi Kane, Horikawa Kunihiro bagaikan bunga—eh, maksudnya kucing di tepi jalan. Manis, tapi tetap saja kucing kampung.
Tentu saja pengandaian kucing kampung ini tidak diketahui yang bersangkutan. Dengan ketulusan yang polos, Horikawa memberikan bekal cinta. "Oh iya, ini bento untuk Kane-san!"
Kanesada melototi kotak bekal dibungkus kain polkadot. "Untuk apa ini?"
"Untuk Kane-san!" Senyum. "Mau, kan?"
Dalam hati Kanesada tak mau. Kenapa? Karena ini berbahaya. Karena jika sampai kakaknya yang mahasiswa Toudai, Kasen, tahu mengenai transaksi bento ini, dapat dipastikan ia akan menepuk bahu adiknya dan menasehati dengan otoritas seorang kakak:
"Syahdan, tidak ada yang lebih menyedihkan selain pemuda menerima love bento dari sesama pemuda."
Kalau sampai itu terjadi, takkan ada penyangkalan dari pihak Kane, karena bagaimana bisa menyangkal suatu kebenaran? Karena itulah, hari ini… dia harus meluruskan kesalahpahaman si junior terhadap hubungan mereka berdua.
Hari ini dia akan menolak bento Horikawa, lalu menjelaskan bahwa ia risih dengan gosip mengenai orientasi seksual mereka berdua, dan meminta yang bersangkutan berhenti mendekatinya. Hari ini ia akan mengucapkan, "Maaf, Kunihiro. Hubungan kita sampai di sini saja. Selamat tinggal. I'm fine, thank you."
(penerapan bahasa Inggris yang keliru ini murni kesalahan Izuminokami –'remed ujian Inggris'- Kanesada.)
Tetapi belum sempat ia mengucapkan Ku dari Kunihiro, pemuda manis di hadapannya sudah tersenyum bagai malaikat di surga, dan berujar semerdu burung kenari, "Hari ini tempura kesukaan Kane-san, loh."
Bau tempura pun mampir ke hidung, membuat Kane lupa kalau ia harus menolak. Sebab, patut diakui kalau masakan Hori itu enak. Terkadang malah lebih enak dibanding masakan pelayan di rumah atau menu spesial kantin sekolah. Seperti iklan acara masak, apapun bisa menjadi hidangan istimewa dengan bumbu Sasa di tangan Horikawa.
"Mudah-mudahan Kane-san suka,ya. Aku berusaha masak lebih enak dari biasa." tambah juniornya itu tanpa dosa. Bau tempura yang sedap itu bagai membisiki Kane,
"Izuminokami Kanesada, tidak baik menolak kebaikan orang. "
"…"
Makanan enak adalah keadilan dan keadilan harus ditegakkan. Nice food is justice, justice will prevail. Benar sekali, Kanesada mencari pembenaran dengan logika bodong.
"Yah, kalau kau memaksa, apa boleh buat. Biar Kanesada ini yang memakannya." Dengan sikap jual mahal yang terlatih belasan tahun, Kane merenggut bekal berbalut kain polkadot. "B-bukannya karena masakanmu enak atau apa, sih." Tanpa sadar dia bernada tsundere.
Mereka pun berjalan menuju sekolah. Kanesada dua langkah di depan Horikawa. Seberapapun cepatnya Kanesada melangkah, jarak di antara mereka tak pernah berubah. Apa Horikawa sengaja mengikuti langkahnya? Ini agak menyeramkan.
"Kane-san, hari ini ada latihan bersama Shinsengumi?" Yang dimaksud dengan Shinsengumi adalah istilah populer empat atlit terbaik klub kendo sekolah, di mana Kanesada termasuk di dalamnya. Selain pemuda itu, ada tiga orang lain yang termasuk dalam Shinsengumi—Kashuu Kiyomitsu, Yamatonokami Yasusada, dan Nagasone Kotetsu. Horikawa tidak terlalu mengenal ketiganya sebaik Kane-san. Atau lebih tepatnya, tiga Shinsengumi lainnya tidak sepenting Kane-san.
"Hmph." Kane-san membalas pertanyaan dengan tidak jelas, tapi Horikawa tahu kalau itu berarti ya.
"Aku boleh lihat, tidak?"
"Hmph." Kalau yang ini berarti tidak.
"Eh? Kenapa? Aku menganggu?"
"Hmph."
"Kane-san jahat sekali."
"Hmph."
"Ngomong-ngomong, besok Kane-san mau kumasakkan apa?"
Kane-san berhenti melangkah dua detik sebelum menjawab tegas, "Ayam goreng."
.
.
.
.
Yamanbagiri Kunihiro punya banyak kerja sambilan, salah satunya adalah menjadi pegawai rental video di dekat stasiun dari hari Senin sampai Jum'at, shift sore. Rental video itu biasa-biasa saja dengan koleksi biasa yang bisa ditemukan di rental video lainnya. Tidak sepi pelanggan, tapi juga tidak terlalu ramai. Yang membuat tempat itu menarik justru adalah orang-orang yang datang ke sana.
Misalnya hari ini, ada seorang pemuda berambut biru membawa tujuh bocah SD berseragam sama.
.
"KAK ICHI POKOKNYA POWER RENJER!" itulah teriakan membahana seorang anak kecil berambut hitam cepak dari rak terujung.
"KAK ICHI GAMBARNYA SEREM! AKITA TAKUT!" teriak ketakutan yang berambut pink muda ketika melewati rak film horror.
"Kak Ichi, yang ini!" seorang anak lain yang bermantel pangeran berlari menghampiri sambil membawa film Totoro.
"K-Kak Ichi jahat… Nggak sayang aku, hueeeee…." Salah satu bocah yang membawa boneka harimau menangis sesegukan, di tangannya ada video Doraemon.
"Kak Ichi, aku mau nonton ini! Orangnya seksi-seksi nih." Anak manis berambut panjang menunjuk satu dvd bergambar sekelompok manusia minim busana dengan pose yang membuat patah tulang, dan ternyata itu dvd season American Next Top Model.
"Kak Ichi, sesekali kita harus melewatkan waktu keluarga dengan film berkualitas." Tak mau kalah, seorang bocah berbaju dokter-dokteran menyorongkan dvd film yang covernya saja bikin ngantuk.
"Kak Ichi, tadi Kak Zuo sms dan katanya kita nonton Horror saja," ujar bocah berambut kecoklatan sambil bermain hp, "Jangan lupa Kak Bami nitip belanjaan, katanya uangnya dari Kak Ichi dulu."
.
Dalam hati Ichigo Hitofuri pasti berteriak, "ARGH PUSING!"
.
Itulah anekdot keluarga Toushiro di tempat peminjaman DVD depan stasiun sore itu. Ichigo Hitofuri, anggota R4, pangeran sekolah yang di waktu senggangnya harus diombang-ambing tujuh bocah cilik Toushiro. Jika di barat ada Putri Salju dan Tujuh Ekor Kurcaci, maka di timur ada Ichigo Hitofuri dan Tujuh Ekor Toushiro.
Ketujuh adiknya itu tidak pernah bisa diam, di mana pun, kapanpun. Padahal sebelum datang ke sini, ketujuh anak itu sudah berjanji akan bersikap manis. Tapi janji anak kecil adalah dusta, dan sekali lagi Ichigo terpedaya. Begitu sampai di DVD rental ini, mereka langsung berpencar, berlarian, berteriak, menangis, dan memberantaki rak berisi film. Benar-benar liar.
"Maaf ya Mas, adik-adik saya berisik." Kata pemuda itu bernada penyesalan, sebelum mengejar adik-adiknya yang berlarian di toko. Dari meja kasir, Yamanbagiri Kunihiro hanya bisa mengangguk maklum, tapi tidak memberi tindakan nyata untuk menolong si kakak yang berjuang sendirian.
Siapapun yang melihat akan salut dengan keteguhan Ichigo Hitofuri. Di sekolah mungkin dia pangeran, tapi di rumah dia adalah putera tertua keluarga Touhiro yang terkenal enggan ber-KB. Apa solusi keluarga banyak anak yang tidak menyewa babysitter? Korbankan putera sulung, orang tua sibuk bekerja.
Anak-anak Toushiro sangat banyak. Seperti yang tadi sudah diceritakan, ada Ichigo, putera tertua yang masih SMA. Setelahnya ada Honebami dan Namazuo, si kembar kelas satu SMA, pernah menang lomba kecantikan kategori remaja. Lalu ada tujuh Toushiro yang masih SMP dan SD: Yagen, Atsu, Midare, Maeda, Hirano, Akita, sampai Gokotai.
Menurut gosip, anak pendeta dari kuil rubah, Nakigitsune, juga merupakan anak haram Toushiro. Gosip ini didukung dengan fakta bahwa rambut Toushiro bersaudara saja banyak yang beda warna. Biru dan pink muda dapat DNA dari mana?
.
(Harap dibaca dengan suara Shishio, pembawa acara tv lokal:)
HOT NEWS: DUGAAN ADANYA PERSELINGKUHAN? Di antara sekian banyak Toushiro, yang manakah yang bukan Toushiro? Dari tayangan CCTV, dua putera Toushiro yaitu Atsu Toushiro dan Gokotai tertangkap basah tengah mendiskusikan dugaan adanya anak haram di keluarga Toushiro. Ikuti selengkapnya setelah yang satu ini!
.
Kembali ke dunia nyata.
Karena kesibukan orang tuanya, ditambah kewajiban moral dan afeksi alami, Ichigo dengan tabah mengurus adik-adiknya. Para adik yang masih kecil juga lebih akrab dengan si kakak sulung karena Honebami terlalu judes, dan Namazuo terlalu sering melempar tai kuda. Di dunia ini tidak ada yang lebih menakutkan selain orang yang suka melempar tai kuda. Di dunia ini tidak ada yang lebih menakutkan selain Namazuo Toushiro.
.
Setelah setengah jam berjuang di rental dvd ini, di mana sudah terjadi dua pertengkaran, tangisan histeris Gokotai dan perang-perangan ninja (piringan dvd jadi shuriken), akhirnya Ichigo menyerah. Ia pun berserah diri pada sang penjaga toko yang sedari tadi hanya memperhatikan udara.
"Mas, tolong pilihkan kami film kartun yang cerdas, lucu, ada adegan actionnya dan genrenya horror. Apa saja yang penting cepat ya."
"…" MEMANGNYA MESIN PENCARI GOOGLE? Yamanbagiri misuh-misuh sendiri, walau di luar tetap menjaga sikap karyawan sempurna. Kalau mengikuti kata hati sih, dia gatal ingin menjawab Boku no Pico, film kartun cerdas, lucu, ada adegan actionnya, dan genrenya dijamin horror. Dari mana priaini tahu kartun itu adalah rahasia yang tak terungkap.
"Nggak ada yang begitu, ya Mas?" Ichigo sendiri tidak yakin.
"Bukannya begitu… tapi saya sebenarnya jarang nonton dvd, jadi tidak bisa memberi rekomendasi yang tepat." Aku si kasir. Memang benar kok, di apartemen bobrok satu kamar keluarga Kunihiro tidak memiliki TV. Koran saja mereka pinjam tetangga.
"Wah, kok kerja di rental dvd malah jarang nonton?"
"Iya, soalnya nggak ada TV di rumah."
"Wah, Mas miskin ya?"
"…"
Tuhan.
"Kak Ichi! Kak Atsu pergi ke sana dan nggak balik-balik." salah satu Toushiro mini berambut mangkok menarik baju kakaknya dan menunjuk suatu sudut ruangan rental DVD. Sudut ruangan yang ditunjuk itu itu ditutup tirai tebal mencurigakan, dan sudut ruangan yang ditutup tirai tebal mencurigakan tidak pernah berarti baik.
"Eh?"
Yamanbagiri memberi info dengan wajah netral. "Di situ bagian AV."
Ichigo langsung melesat sambil berteriak murka, " ATSU KEMARI KAMU!"
.
.
Setelah jam delapan malam, Yamanbagiri selesai kerja sambilan. Ia pun pulang ke rumah dengan badan dan hati lelah.
Ngomong-ngomong, pada akhirnya keluarga Toushiro tidak pinjam apa-apa.
.
.
.
.
Malam di keluarga Kunihiro jarang bervariasi. Biasanya, malam berjalan dengan Horikawa mengerjakan pekerjaan rumah, sedangkan Yamanbagiri mengerjakan pekerjaan sambilan di rumah. Yamabushi sendiri selalu pulang malam setelah Horikawa tidur, karena pekerjaan konstruksi jalan yang menyita waktu. Kondisinya mirip dengan anak yang jarang bertemu papanya karena sibuk kerja. Kebutuhan skinship untuk tumbuh kembang Horikawa terpenuhi dari pihak Ibu—eh, maksudnya, dari Yamanbagiri.
Malam ini, seperti biasa, Horikawa mengerjakan pekerjaan rumah , lalu ia menulis diary. Tapi bagi Yamanbagiri Kunihiro, malam ini adalah Malam Perencanaan Keuangan Keluarga Kunihiro Untuk Bulan Depan (MPKKUBD).MPKKUBD terjadi sebulan sekali. Dalam MPKKUBD, Yamanbagiri Kunihiro akan menghitung setiap pemasukan dan pengeluaran hingga setiap sennya. Jika ada kelebihan pemasukan, Yamanbagiri akan menabung. Jika ada kelebihan pengeluaran, Yamanbagiri akan jual darah di rumah sakit terdekat.
MPKKUBD adalah salah satu dari banyak hal yang meresahkan Yamanbagiri Kunihiro. Malam ini pun pemuda berambut pirang itu serius berhitung di meja tengah, mulut merapal angka, tangan menghitung recehan. Satu yen, dua yen, tiga yen. Tak heran kalau di rambut mulai muncul tanda ubanan dini. Untunglah rambutnya pirang, jadi tersamarkan.
Selesai menuliskan angka-angka, ia akan mengevaluasi catatan pengeluaran itu sambil mendesah panjang. Semakin panjang desahannya, berarti semakin ada yang tak beres.
"Akhir-akhir ini biaya makan kita banyak, ya." Pemuda berambut pirang itu membuat pernyataan yang menyesakkan. Yamanbagiri berwajah suram, tapi digit angka di catatan pengeluaran keluarga Kunihiro itu lebih suram lagi.
"Hmmm." Horikawa yang tengah mengerjakan pekerjaan rumahnya juga berwajah suram, walau lebih karena permainan cahaya dari lampu lima watt apartemen Kunihiro. Sedikit watt lebih hemat, itu motto kakaknya. Sedikit watt lebih hemat juga pembenaran kakaknya ketika Horikawa kecil menangis minta AC di musim panas.
"Bagaimana ini? Kalau begini terus kita takkan bisa bertahan untuk ke depannya." Helaan nafasnya berat. Walau selalu emo, tapi cuma dua hal di dunia ini yang membuat Yamanbagiri ingin bunuh diri: yang pertama adalah namanya dan yang kedua adalah uang. Jika nama Yamanbagiri membuat pemuda itu sakit hati, masalah keuangan membuatnya sakit maag. Sakitnya tuh di sini, di sini, di sini.
"Mmm." Walau tidak sampai sakit maag seperti kakaknya, tapi topik keuangan keluarga membuat Horikawa gugup. Bagaimanapun dia anak termuda yang hidupnya bergantung pada para saudara. Apalagi kedua kakaknya sampai berkorban tidak kuliah karena harus bekerja. Horikawa memang sudah berusaha mendapatkan beasiswa di sekolah bagus untuk meringankan beban keluarga, tapi tetap saja itu tidak cukup. Pengeluaran akademis tak terduga selalu ada.
Yamanbagiri menghitung, mencoret-coret angka, lalu ia teringat sesuatu. "Hori, kalau dipikir-pikir, kamu selalu membuat empat bekal. Satunya lagi untuk siapa?"
Ups. Di suatu tempat ada yang bernyanyi: Kamu ketahuaaan….
Dalam hati Horikawa ikut bernyanyi : Aku ketahuaaan….
"Mmmm."
"Hori?"
"Mmmm….AH NYAMUK!" Plok!
"Hori."
Jurus tepukan nyamuknya gagal mengalihkan pembicaraan. Sial. Memang ini cuma efektif dipakai sekali. "Maaf, Kak, aku… Aku..."
Meskipun di sekolah ia terkenal sebagai wota seorang tachi rarity tiga, tetapi di rumah Horikawa tidak pernah memberitahu siapa ataupun apa itu Kane-san. Kenapa? Sederhana saja. Karena kakaknya itu benci orang kaya. Terutama yang berjenis kelamin laki-laki.
Sebagai orang miskin yang makan asam garam kehidupan, Yamanbagiri Kunihiro memiliki rasa tidak percaya terhadap orang berada. Baginya, pangeran alias pria kaya baik hati adalah cerita senyata Cinderella. Dongeng. Mitos. Borjuis yang bersikap manis selalu ada maunya. Hal ini mungkin dipicu dari pengalaman cintanya yang kandas terhadap seorang pria kaya (pangeran?) berinsial M. Jangan tanya siapa M yang dimaksud, dalam diary Yamanbagiri yang dibaca Horikawa pun hanya ditulis insial M.
(ngomong-ngomong, walau kakaknya itu membosankan, tapi diarynya sangat seru dibaca, seperti 50 Shades of Grey dengan kearifan lokal.)
Kalau sampai tahu adik tercintanya ngebabu pada seorang kaya sampai taraf bento segala, meskipun hubungan itu konsensual, Yamanbagiri Kunihiro tetap akan marah besar. Dan Horikawa Kunihiro teramat tahu, seberapa desktruktif amarah kakak protektif yang pernah jadi juara kendo.
Karena tidak bisa berbohong, akhirnya Horikawa memilih setengah berbohong. "Aku… Aku naksir cewek di sekolah, Kak. Jadi aku bikin bekal untuk dia."
"Naksir cewek? Di sekolah?"
Ups. Salah kata-kata. Sekolahnya kan sekolah orang kaya.
"I-Iya, tapi dia bukan orang… orang kaya sombong, kok." Setengah benar, kan? Kane-san tidak sombong. Kane-san idaman Hori. Kane-san forever."Cuma orang biasa."
"Murid beasiswa juga?"
"Mmm." Dari pengalaman Horikawa, bergumam tidak jelas adalah reaksi paling aman jika kau tidak bisa menggeleng atau mengangguk. "Ti-Tidak apa-apa kan? Aku kan anak remaja, butuh kasih sayang. "
"Tunggu sebentar, memangnya ada perempuan yang mau dibuatkan bekal oleh laki-laki?"
"E-Eh, ada kok! Soalnya cewek itu suka yang jago masak, gitu. Kriteria suami idaman tahun 2015 kan yang jago masak, hahahaha…" Apa suara tawanya terdengar aneh? Apakah seharusnya Hori tidak menghindari pandangan Yamanbagiri? Padahal dia pernah sekali menonton episode Lie to Me.
"Kau suka padanya?"
Aku suka Kane-san. "Aku suka dia."
"Oh, begitu. Ternyata adik Kakak sudah besar, ya.." Yamanbagiri memegang dagu, berpikir sedikit sambil mengernyit, lalu mengangguk. "Baiklah, kalau begitu tidak apa-apa, asalkan jangan sering-sering."
Horikawa malah kaget dengan penerimaan Yamanbagiri yang begitu mudah. Entah daya tangkap Yamanbagiri yang makin tumpul atau akting Horikawa yang makin tajam? "T-Tunggu, Kakak percaya?"
"Memangnya kau berbohong?"
"Tidak!"
"Ya sudah, kan. Kakak percaya Hori."
BRAK! Satu kalimat, satu senyuman, dan Hori merasa didorong ke jurang.
.
.
Tengah malam adalah waktunya tidur. Meja tengah didirikan ke dinding, dan tiga futon digelar. Menjejalkan tiga futon di ruangan sesempit ini memang memaksa, tapi apa boleh buat. Manis pahit lah, toh masih musim semi. Tiga futon di ruangan sempit baru terasa bagai neraka di malam-malam musim panas—terutama karena bau badan Yamabushi berkembang biak tiga kali lipat dalam hawa panas. Ketiganya sampai harus tidur dengan jepit jemuran di hidung.
"Selamat tidur."
Horikawa langsung masuk ke dalam selimutnya dan berbalik badan, siap untuk tidur. Atau lebih tepatnya siap pura-pura tidur, karena ia tak bisa. Banyak pikiran.
Kakak percaya Hori. Suara kakaknya menempel di telinga, tak lepas-lepas. Berbohong benar-benar tidak menyenangkan. Tapi jika ia jujur, reaksi kakaknya akan menakutkan.
Di dinding, di bawah sinar lilin, ada bayangan Yamanbagiri tengah menjahit boneka sebagai kerja sambilan tambahan. Sesekali bayangan itu memijit bahu, pegal. Horikawa yang tak bisa tidur menonton bayangan itu, sambil menimbang apakah kebohongannya itu dibenarkan. Mungkin jika ia mempertemukan kakaknya dengan Kane-san, Yamanbagiri akan melihat kehebatan Kane-san sehingga ia tidak akan terlalu marah. Atau sebaliknya?
Ini semua gara-gara pria bernama M itu, Horikawa kesal, mencari pelampiasan, sehingga Kak Yamanbagiri jadi trauma. Semoga M terkena ambeien akut.
Suasana malam cukup hening sebelum terdengar suara BRAK pintu didobrak dan KAKAKAKA. Horikawa tidak perlu berbalik badan untuk tahu itu siapa.
.
.
to be continued
