Ansatsu Kyoushitsu by: Yuusei Matsui.

Amaya Kuruta mempersembahkan:

BREAK DOWN

Fiction ini hanya khayalan author belaka dengan meminjam Chara dari Manga ciptaan beliau diatas. Yang belum membaca atau menonton serial animenya disarankan untuk menontonnya ^^.

WARNING!

Pasca pertengkaran Karma Nagisa. No Civil War. Berantemnya aja yang masuk. Penuh siksaan lahir batin, OOC, dan typo yang.. saya ga tau gimana ngilanginnya. Diikhlaskan saja ya ^^.

Depression!Nagisa. Bisa saja KarmaxNagisa XD.

Selamat menikmati ^^/

Oh, Nanti lihat A/N dibawah yaa!

Chapter 1

"Apa kau membenci Koro sensei, Karma-kun? Kita bahkan sudah pernah menghabiskan waktu menyenangkan bersamanya. Apa kau tak ingat?" Nagisa berusaha meyakinkan teman merahnya.

"KARENA ITU AKU BILANG BAHWA GURITA ITU SUDAH BERUSAHA MEMBUAT KELAS INI MENYENANGKAN! Kau saja yang tak memikirkan semuanya. Perasaan mereka yang masih berusaha lebih keras dalam pembunuhan ini."

"KAU SALAH! Perasaanku tidak seperti itu, Karma-kun!"

"Dia sudah berusaha membuat kelas penuh dengan rasa haus darah. Dan jika rasa itu tidak ada, maka kelas ini juga tidak akan ada! Apa kau tak bisa melihat semua kerja kerasnya? Ternyata selain tubuhmu yang kecil seperti perempuan, otakmu juga seperti anak kecil!" Ucap Karma sarkas. Nagisa terdiam. Ia bisa merasakan kalimat Karma barusan seperti bilah pisau yang baru saja diasah. Tajam dan pasti berhasil melukai. Semua kalimat Karma sebelumnya terngiang.

"Nagisa pembunuh terhebat kelas ini kan?"

"Kau seperti gadis cantik yang berkata kepada gadis lainnya untuk menyerah saja mencari lelaki."

"Ternyata selain tubuhmu yang kecil seperti perempuan, otakmu juga seperti anak kecil!" Dan Nagisa menatap tanah dibawahnya diam.

"Kenapa? Tak bisa berkilah lagi, huh?" suara Karma kembali terdengar. Nagisa menghela nafas. Kemudian ia mengangkat wajahnya. Karma menatap wajah didepannya bingung. Nagisa tersenyum. Tersenyum kecil.

"Kau.. benar." Ucapnya. Kemudian ia membungkuk.

"Maafkan aku.. Karma-kun.. semuanya. Aku sudah terlalu egois memaksakan keinginanku." Ucap Nagisa. para murid menatap surai biru yang menunduk itu bingung. Isogai menggeleng pelan.

"Tapi, Nagisa.. ini bukan..-"

TENG TENG

"Ah, bel sudah berbunyi. Sebaiknya kau memimpin kami kembali kekelas kan, Isogai?" Nagisa mengingatkan. Isogai menatap Nagisa resah. Kemudian ia menghela nafas dan mengangguk.

"Anggap saja aku tak pernah.. mengajak kalian menyelamatkannya." Ucap Nagisa lagi. Kemudian ia berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu.

"Mm.. semuanya, sebaiknya kita kembali ke kelas sekarang." ujar Isogai. Beberapa murid langsung melangkah. Masih diselimuti kebingungan. Apa Nagisa benar-benar menyerah semudah itu? Karma masih diam ditempatnya. Bingung menatap punggung teman-temannya yang berjalan menjauh. Dibelakangnya, Nakamura dan kelompok Terasaka juga diam menunggu apa yang akan dilakukan sang surai merah. Nakamura menghela nafas. Meskipun semua ini 'dimenangkan' oleh Karma, entah kenapa ia merasa akan terjadi sesuatu yang buruk.

.

.

Karma dan yang lain kembali tepat sesaat sebelum Bitch sensei memasuki kelas. Ia sempat bertatapan sejenak dengan Nagisa saat memasuki kelas. Nagisa terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum sungkan kearahnya. Nakamura melangkah masuk dan segera duduk disamping Nagisa. ia bisa merasakan ketegangan di tubuh Nagisa.

"Nah, Sebenarnya kemampuan berbahasa kalian sudah sangat cukup. Jadi, untuk tes masuk nanti, kalian rayu saja tim pengujinya!" Seru Bitch sensei semangat.

"MANA BISA YANG SEPERTI ITU?!" Seru para murid dalam hati.

"Jadi, sisa waktu yang ada, kita akan gunakan untuk melatih skill membunuh kalian. Bagaimana?" Tawar Bitch sensei.

"Ugh.. asalkan bukan berarti semuanya sejenis rayuan." Gumam Mimura. Bitch sensei menunjuk Mimura.

"Oh, itu sangat diperlukan kau tau?" kemudian Bitch sensei berpaling dan melihat murid birunya. Ia tersenyum licik.

"Nah.. sebaiknya aku mencoba seberapa jauh kemampuan kalian sekarang. Nagisa-kun?" Nagisa menoleh cepat.

"Kau yang akan mempraktekkannya hari ini!" ujar Bitch sensei.

"Huh? Kenapa?" Tanya Nagisa.

"Tentu saja karena kau sudah berpengalaman dan.. skill membunuhmu diatas yang lainnya?" Jawab Bitch sensei serampangan. Nagisa terdiam.

"Nagisa pembunuh terhebat kelas ini kan?"

Kalimat itu kembali terngiang. Tidak, dia hanya tikus kecil yang penuh penyakit. Bukan. Dan tanpa ia sadari kalimat itu kembali menyayatnya. Nafas Nagisa memberat.

"Nagisa?" Panggil Kayano khawatir. Nagisa tersentak.

"Hm? Ada apa, Nagisa?" Tanya Bitch sensei. Nagisa berdiri dari kursinya.

"Ah.. aku harus ke toilet.." Izin Nagisa. Bitch sensei menyipitkan matanya. Apa murid birunya sedang mencari alasan untuk kabur? Tapi Instingnya berjalan cepat. Ada yang salah dengan muridnya itu. Bitch sensei mengangguk.

"Ah, sayang sekali. Kalau begitu pergilah." Ujarnya. Nagisa tersenyum kecil dan berjalan cepat melewati senseinya. Seisi kelas menatap punggung mungil itu dengan bingung dan juga.. khawatir.

.

.

Nagisa tidak tau apa yang terjadi, tapi disini dia sekarang. Berdiri didepan pemandangan diatas bukit. Jauh diseberang gedung kelas 3-E. ia mengambil tempat dan duduk disana. Kepalanya menengadah. Melihat awan diatasnya. Ia sudah terlalu egois hari ini.

Oh, kau tidak egois Nagisa. kau hanya mengutarakan pendapatmu.

Ya, pendapat yang egois.

Lalu kau akan mengatakan bahwa semua pendapatmu itu berarti egois?

Mungkin.

Jadi kau mau bilang kalau ucapanmu tak ada artinya?

….

Kalau kau hidup seperti ini, kau hanya akan dijadikan boneka oleh orang sekitarmu!

Kau tau kan, kau hidup untuk dirimu sendiri.

….

Nagisa terdiam. Dirinya berperang dengan hatinya. Kemudian ia menghela nafas.

"Kalau masalah boneka, sejak dulu juga sudah, kan? hanya menjadi mainan, mungkin itu fungsiku didunia." Gumam Nagisa. Dan kali ini hatinya terdiam. Tak ada bantahan. Nagisa tersenyum. Benar kan? Ibunya.. semuanya.. Nagisa jadi merasa iba. Iba pada dirinya. Kalau memang dia diciptakan untuk menjadi boneka orang lain, kenapa tidak sejak awal saja ia diciptakan sebagai boneka yang sesungguhnya? Bukankah itu akan lebih mudah. Bayangkan, sekeras apapun ibunya memukul, Nagisa tak akan merasakannya. Sekejam apapun kalimat yang mampir ditelinganya, Nagisa tak akan merasa sakit hati. Karena boneka tak bisa merasakannya. Iya kan? Nagisa terdiam sejenak.

SRAK..SRAK..

Nagisa menoleh dan mendapati Karasuma sensei berdiri disana.

"Ah, Karasuma sensei.." Nagisa menyapa. Karasuma menatap Nagisa datar.

"Apa yang kau lakukan disini? Kelas sudah mulai sejak 30 menit yang lalu." Tanya Karasuma. Nagisa tersenyum. Kemudian sesuatu melintas dikepalanya. Ia segera bangkit dan menghampiri senseinya.

"Ne, Karasuma sensei.. bisakah aku memohon satu hal padamu?" Tanya Nagisa. Karasuma memicingkan matanya. Memohon sesuatu? Nagisa?

"Apa itu?" Tanya Karasuma.

"Fasilitas cuci otak.. penghapusan memori.. bisakah.. aku menggunakannya?"

.

.

Karasuma terdiam mendengar request dari Nagisa. Apa-apaan itu?

"Nagisa, itu bukan fasilitas yang bebas digunakan siapapun. Lagipula, itu hanya akan terjadi jika kau bukan lagi murid kelas 3-E." Jawab Karasuma. Nagisa terdiam.

"Apa yang membuatmu ingin mencuci otakmu?" Tanya Karasuma. Nagisa tersenyum kecil.

"Kau tau.. lelucon?" Tanya Nagisa.

"Huh?" Karasuma melihat Nagisa bingung. Kemudian Nagisa tertawa.

"Itu hanya lelucon, Karasuma sensei. Haaah.. kalau begitu, aku akan kembali kekelas." Jawab Nagisa. ia berjalan melewati sosok Karasuma yang menatap punggungnya.

"Ada yang salah dengannya." Pikir Karasuma.

.

.

Koro sensei nampak asyik memakan takoyaki yang ia beli tadi pagi. Disebelahnya, Nagisa nampak memperhatikan senseinya sambil sesekali tersenyum.

"Jadi, kita sudah disini selama satu jam dan kau belum mengatakan apapun. Ada apa?" Tanya Koro sensei. Nagisa tersenyum.

"Aku hanya ingin melihatmu lebih lama, sensei. Kami harus membunuhmu kan? jadi, aku ingin melihatmu lebih lama lagi." Pikir Nagisa.

"Mm.. tidak apa-apa. Aku hanya.. berfikir apa yang kau mau dari kami, sensei." Jawab Nagisa. Koro sensei memasukkan satu potong lagi.

"Apa yang kumau ya? Tentu saja aku mau kalian menjadi yang terhebat." Jawab Koro sensei. Nagisa tertawa kecil.

"Maksudku bukan itu." Koro sensei menoleh.

"Jadi?"

"Maksudku.. kau.. apa kau benar-benar ingin kami membunuhmu, sensei?" Tanya Nagisa.

"Tentu saja." Jawab Koro sensei tanpa ragu.

"Tapi.. tapi bagaimana jika ada jalan lain untuk mencegahmu meledak? Bagaimana jika akhirnya kau tetap bisa hidup tanpa harus merusak bumi?" Tanya Nagisa. koro sensei meletakkan batang lidi yang dia pakai untuk menusuk Takoyakinya.

"Nagisa-kun, kau tau.. sejak sensei datang dan menjadi target pemerintahan seluruh dunia, sudah banyak yang melakukan penelitian dan berbagai operasi. Operasi pembunuhan." Koro sensei menuangkan air.

"Tapi, tidak semua Negara memilih untuk menyusun strategi pembunuhan. Ada beberapa dari mereka yang sepakat untuk melakukan keduanya. Penelitian untuk membunuhku dan menyelamatkanku." Jawab koro sensei. Nagisa melebarkan matanya.

"Jadi?" Nagisa bertanya semangat.

"Nurufufufufu~ tentu saja itu mustahil menurutku." Ucap Koro sensei.

"E-eh? Kenapa?" Tanya Nagisa. Wajah Koro sensei melebut. Tentakelnya mengusap lembut kepala Nagisa.

"Nagisa-kun.. seperti yang kau tau, aku adalah makhluk super. Dan tentu saja ada banyak hal yang bisa kulakukan. Kalian semua sudah tau bagaimana hal-hal yang hampir mustahil dilakukan manusia biasa bisa kulakukan dengan mudah." Koro sensei mengangkat wajahnya.

"Dan menurutmu jika sensei berhasil selamat dan bisa hidup dengan umur normal manusia pada umumnya, apa yang akan terjadi?" Tanya koro sensei. Nagisa memiringkan kepalanya tak mengerti.

"Sensei ini.. bisa menjadi salah satu penyebab perang, Nagisa-kun." Jawab koro sensei. Nagisa mengernyit bingung. Bagaimana bisa?

"Kau pasti bingung kan? biar sensei jelaskan. Sensei bisa melakukan banyak hal yang bisa menguntungkan umat manusia. Tapi sifat manusia tidak semuanya sama. Sensei takut hal ini akan membuat beberapa Negara menjadikan sensei sesuatu yang diperebutkan untuk kepentingan Negara tersendiri. Dan itu justru akan menciptakan situasi yang rumit." Ujar Koro sensei. Nagisa menggigit bibirnya.

"Karena itulah.. sensei ingin.. kalian membunuh sensei. Meskipun jika akhirnya aku tidak mati dan bisa membuat bumi selamat dari ledakan, sensei yakin bisa mengatasinya. Meskipun akan sangat rumit. Tapi.. bukankah akan lebih mudah jika sensei terbunuh di akhirnya?" Tanya Koro sensei. Nagisa menggeleng pelan.

"Aku.. tidak ingin kau mati.. sensei." Gumam Nagisa pelan.

"He? Bukankah kau pernah bilang di hari ketujuh kita belajar bersama kalau kau akan membunuh sensei, Nagisa-kun? Kau yakin akan menyia-nyiakan 30 milyar?" Goda Koro sensei. Nagisa terdiam. Apa dia kembali menjadi orang egois? Nagisa segera berdiri dan tersenyum. Kemudian tanpa kata ia berjalan meninggalkan ruangan itu. Koro sensei menatap anak didiknya diam.

"Sesuatu telah terjadi padanya." Gumam Koro sensei.

.

.

Nagisa mengepalkan tangannya sembari berjalan menuruni bukit. Jadi.. dia akan tetap kehilangan Koro sensei meskipun dia berusaha menyelamatkannya? Jadi semuanya hanya harapan hampa? Nagisa tersenyum getir. Entahlah, semuanya jadi sangat kelabu bagi Nagisa. Kenapa.. kenapa orang yang begitu ia cintai harus terenggut dari kehidupannya? Apa memang Nagisa diciptakan untuk menjadi sendiri? Setelah sosok ayah dan 'Ibunya' hilang, sekarang dia harus kehilangan Karma. Nagisa hanya tak bisa berdiri ditempat yang sama dengan Karma. Dan Nagisa yakin sikapnya tadi pasti membuat dirinya semakin jauh. Dimata Karma dan teman-temannya. Dia sudah terlalu egois. Lalu? Lalu setelah ini Tuhan akan mengambil guru kesayangannya. Satu-satunya makhluk yang mau mendengarnya. Yang bisa mendatangkan solusi dari setiap masalahnya.

"Rasanya.. sempurna sekali.." Gumam Nagisa lirih.

"Oi, kau yang disana!" Suara laki-laki itu membuat Nagisa menoleh. Ia bisa melihat sekelompok orang berseragam hitam. Nagisa mengernyit. Ia mengenal mereka. Kelompok anak SMA yang menculik Kayano dan Kanzaki saat wisata kemarin. Mereka berjalan mendekat dan tersenyum licik.

"Ada apa?" Tanya Nagisa datar. Sang pemimpin nampak terganggu dengan cara Nagisa yang terlalu santai. Ia melangkah maju dan menarik kerah baju Nagisa.

"KAU TIDAK INGAT DENGAN SIAPA KAU BICARA HM? KUINGATKAN KAU, SAAT ITU KALIAN MENANG HANYA KARENA GURU ANEH KA-" Mata Nagisa menyipit tajam saat mulut sang pimpinan mengatakan kalimat guru aneh. dengan cepat ia melempar tasnya membuat perhatian semua orang disana teralih dan ia mengayunkan tangannya.

CLAP

BRAK

Nagisa memegang lehernya sejenak. Kemudian ia melihat sekelilingnya. Para murid SMA itu terbelalak melihat sang pimpinan lumpuh ditangan pemuda kecil itu.

"Cih!" Para pemuda itu bergerak mengepung Nagisa. Nagisa sudah akan melompat menghindar saat telinganya menangkap salah satu ucapan mereka.

"Dasar kau laki-laki cantik!" Nagisa membeku. Kemudian tanpa ia sadari, tubuhnya terjatuh. Membuatnya menjadi objek pukulan dan tendangan.

"Hahahaha lihat kan? kau memang seperti perempuan!" seseorang dari mereka berucap.

"Ternyata selain tubuhmu yang kecil seperti perempuan, otakmu juga seperti anak kecil!" KAlimat itu kembali muncul kepermukaan.

"Ugh.." Lenguh Nagisa.

"Hei.. jangan bilang kau memang wanita. Kau tau, biasanya pria akan melawan jika diperlakukan seperti ini!"

"Bagaimana kalau kita buktikan?" seseorang dari mereka menarik dasi Nagisa. Nagisa merasa tubuhnya gemetar. Karena perlakuan mereka, dank arena kalimat itu terngiang. Menghantui otaknya. Detik berikutnya, ia bisa melihat sebuah tubuh melayang diatasnya. Disusul bunyi benda besar yang jatuh dengan keras. Kemudian lapangan itu hening. Nagisa melihat sekitarnya. Banyak tubuh yang tergeletak disana.

"Kau baik-baik saja, Nagisa?" Nagisa mengangkat wajahnya.

"Isogai?" Isogai tersenyum. Kemudian ia mensejajarkan dirinya dengan Nagisa.

"Banyak lebam dan luka di tubuhmu." Ucapnya. Nagisa mengerjapkan matanya. Kemudian ia tersenyum.

"Um. Tak usah khawatir. Aku akan baik-baik saja." Jawab Nagisa. Isogai masih menatap Nagisa cemas.

"Tidak ada yang baik-baik saja dengan semua luka dan lebam itu." Nagisa dan Isogai menoleh. Karma menendang tubuh terakhir. Kemudian ia berjalan kearah Nagisa. Nagisa dengan cepat berdiri. Sedikit limbung, tapi ia berhasil membungkuk kearah Karma dan Isogai.

"Terimakasih sudah menolongku." Ujarnya. Isogai tersenyum.

"Tidak masalah. Kami hanya kebetulan saja ada didekat sini." Jawab Isogai. Nagisa tersenyum.

"Jadi, apa yang kau lakukan, Isogai?" Tanya Nagisa. Isogai menggaruk kepalanya.

"Kau tau aku miskin kan, Nagisa? dan besok ulang tahun ibuku. Jadi aku pergi ke gunung dan mengumpulkan bahan-bahan untuk dimasak besok. Setidaknya, ini akan menjadi hadiah yang bagus untuk Ibuku. Koro sensei memberitahuku tadi." Jawab Isogai. Nagisa tersenyum sendu.

Dan saat sensei mati nanti, tak akan ada lagi saran darinya..

Kemudian ia menoleh dan matanya bertemu dengan manik pucat Karma. Hanya beberapa detik sebelum akhirnya Nagisa menunduk. Hatinya masih diliputi rasa bersalah dan.. takut. Ia takut Karma akan merasa terganggu dengan kehadirannya.

"Ah, kalau begitu aku akan pulang lebih dulu." Pamit Nagisa.

"Kau yakin tak perlu diantar?" Tanya Isogai.

"Biar kuantar." Karma menawarkan diri dengan suara datarnya. Nagisa dengan cepat menggeleng.

"Aku bisa pulang sendiri." Jawab Nagisa cepat.

"Kau tidak bisa pulang sendiri, Nagisa!" Ucap Karma cepat. Nagisa menoleh dan menatap Karma sejenak. Kemudian ia menunduk. Tapi senyuman itu masih menempel diwajahnya.

"Um. Aku tau. Tapi, aku akan pulang." Jawab Nagisa. Kemudian ia tersenyum. "Semoga kita berjumpa lagi." Pamit Nagisa. kemudian ia berjalan menjauh. Karma menatap tubuh mungil yang nampak kesusahan berjalan itu.

"Mm.. Karma.. kenapa kau bilang Nagisa tidak bisa pulang?" Tanya Isogai bingung. Karma terdiam. Kemudian tanpa menjawab pertanyaan itu dia berbalik arah dan melangkah pergi. Isogai hanya menatap Karma bingung. Karma memasukkan tangannya ke saku celananya.

"Dia tidak bisa pulang. Tidak dengan keadaan seperti itu. Aku pernah mendengar bahwa ibunya adalah orang yang keras."Pikir Karma. Karma hanya tak tau sekeras apa Hiromi Shiota.

.

.

Nagisa terengah.

BUAG

Lagi. Balok kayu itu mendarat keras di kakinya. Tentu saja Hiromi Shiota akan marah melihat keadaan anaknya. Wajah penuh luka dan lebam, seragam yang nampak kotor. Belum lagi kenyataan betapa terlambatnya anak itu pulang.

"Kau ingat ini baik-baik, Nagisa.. bagaimanapun caranya, luka ini harus sembuh sebelum atasan ibu datang kesini. Tuhan.. bisakah kau menjadi anak penurut sesekali pada ibumu? Tidak mungkin kan Ibu menunjukkan wajah seperti ini pada atasan ibu dan anak lelakinya? Padahal ibu sudah membelikanmu gaun cantik lainnya untuk acara itu. tapi kau malah berbuat sangat tidak feminine, Nagisa!"

BUAG

Ugh. Nagisa mengernyit kesakitan. Ia tak tahan lagi. Akhirnya ia berbisik lirih.

"A.. aku akan berusaha.. maafkan aku, ibu.." ucapnya. Hiromi menatap hasil karyanya dengan tajam.

"Aku tak akan segan menghukummu lebih parah dari ini, Nagisa. jadi sekarang bersihkan dirimu dan tidur!" Hiromi berjalan meninggalkan ruang keluarga itu. Ruang keluarga? Bagi Nagisa, itu tak lebih dari ruang eksekusi. Nagisa tersenyum sinis. Selesai. Sudah.. semuanya mati. Semua mati dimata Nagisa. atau.. Nagisa yang mati? Setidaknya seperti itu. Kemudian Nagisa menyeret tubuhnya. Ia menghela nafas melihat tangga didepannya. sekarang bagaimana ia bisa menaiki tangga dengan rasa sakit tak terkira di kakinya?

.

.

Nagisa terbangun tepat sebelum alarmnya berbunyi. Telinganya berdenging kecil. Nagisalah satu-satunya orang yang tau betapa keras pukulan dari Shiota Hiromi. Nagisa tau itu hanya bentuk frustasinya saja. Meskipun jelas tidak wajarnya. Nagisa bangkit dan duduk ditepi kasurnya. Ia bisa mendengar suara kehidupan dari arah dapur. Sedikit mengernyit, Nagisa berdiri. Kakinya masih terasa sakit berkat 'hukuman' pulang terlambat semalam. Ia berjalan gontai kearah kamar mandi. Baru saja ia menutup pintu kamar mandi, Nagisa mendengar suara ibunya.

"Nagisa-chan, kaa-san harus mencuci celanamu dan kaa-san belum menjahitnya. Jadi, pakailah seragam yang kaa-san letakkan diatas kasur!" Teriak Hiromi. Nagisa menjawab lirih. Kemudian ia segera menggosok giginya dan mencuci mukanya. Setelah lima menit yang penuh perjuangan, Nagisa tertatih berjalan keluar. Ia menghampiri kasurnya dan menemukan sebuah kemeja, sweater nila dan..

"A..ini.."

Nagisa menatap rok abu-abu itu datar. Semua kalimatnya tercekat ditenggorokan. Nafasnya sesak. Jadi.. akhirnya.. akhirnya ia harus menunjukkan ini pada teman-temannya? Seberapa ingin Tuhan menjadikannya boneka untuk makhluk lainnya?

Kalau memang seperti itu, kenapa tak menjadi boneka saja? Kau tak perlu merasakan apapun, Nagisa.. kau hanya perlu melakukan apapun yang mereka perintahkan. Hidupmu akan lebih mudah.

Benarkah?

Tentu saja!

Dan gelas yang penuh itu tak lagi cukup menampung isinya. Namun sialnya, ia tak menumpahkannya.. tidak.. Nagisa justru membuat semuanya semakin berat untuk dirinya. Ia tak menumpahkan airnya. Ia justru membekukannya. Dan Nagisa akhirnya tersenyum. Pikirannya sudah tak tau ada dimana. Mati.. gelap..

"Aku tau." Gumamnya.

.

.

Karma menggeser pintu kelasnya dengan malas.

" Ah, Pagi Karma!" Suara Sugino terdengar nyaring. Karma tersenyum.

" Yo, Sugino!" Balasnya. Kemudian ia mengangkat alisnya saat melihat bangku Nagisa yang masih kosong. Tak biasanya ia lebih awal dari Nagisa. Tunggu.. ia datang terakhir. Jadi harusnya Nagisa sudah disana. Karma berjalan mendekati Sugino.

" Ne, Sugino.. apa Nagisa belum datang?" Tanya Karma. Sugino menggeleng.

" Belum. Kukira dia akan berangkat denganmu. Tapi melihat kau sudah disini dan sudah waktunya.."

KRIIIIIING

"Bel.. apa mungkin dia tidak masuk hari ini?" Gumam Sugino. Karma menatap bangku kosong itu. kemudian ia berjalan menuju bangkunya. Sebuah tentakel nampak muncul diambang pintu. Disusul sosok gurita berwajah manis dan ceria.

"Selamat Pagi! Nah, semuanya.. biarkan senseimu ini mengabsen selagi kalian memberikan salam manis untuk sensei." Kemudian kelas dipenuhi dengan suara peluru dan lemparan pisau BB.

"Nagisa-kun?" para murid tak mendengar suara Nagisa yang biasanya akan terdengar saat namanya disebutkan pada suku kata kedua dari namanya. Kemudian secara otomatis mereka menghentikan tembakannya.

"Ada yang tau dimana Nagisa-kun?" Tanya Koro sensei. Semua kepala menggeleng. Karma hanya menatap bangku Nagisa datar. Saat itulah pintu kelas bergeser. Semua mata menoleh dan melihat sosok cantik berambut biru tua. Koro sensei sudah lenyap dari pandangan

"Hmm? ada apa dengan kelas ini? kukira ini sudah jam sekolah. Kenapa anak-anak ini justru sibuk bermain?" Komentarnya saat melihat pemandangan kelas yang dipenuhi dengan peluru BB dan anak-anak yang memegang senapan dan pistol mainan ditangannya.

"Hh.. karena itulah aku bilang kau harus segera meninggalkan kelas ini, Nagisa-chan." Sang ibu menarik lengan anak satu-satunya. seketika terdengar suara terkesiap dan hampir seluruh mata membulat. Terkejut dengan apa yang mereka lihat. Disana, berdiri Nagisa Shiota. Ya, Nagisa teman mereka! Lengkap dengan seragam untuk murid perempuan, kaos kaki selutut dan rambut yang diurai dan dikesampingkan. Tak sedikit dari laki-laki dikelas itu yang memerah karena penampilan Nagisa. Bahkan Maehara yakin jika ia tak tau bahwa Nagisa adalah laki-laki, mungkin dia akan mengejar-ngejarnya. Satu-satunya makhluk yang terlihat terganggu adalah si rambut merah. Dia menatap Hiromi seakan-akan ia akan membunuhnya saat itu juga. Namun ketika ia melihat Nagisa – dengan tatapan kosong- tersenyum, Karma mengernyit heran.

"Maafkan aku. Terimakasih sudah mengantarku. Aku akan belajar dengan baik." Ucap Nagisa. Hiromi hanya bisa menatapnya tak suka dan berbalik meninggalkan kelas itu. kelas masih hening saat Nagisa melangkah memasuki kelas dengan sedikit bersusah payah. Koro sensei dalam kejapan mata kembali berada didepan kelas dan menatap Nagisa bingung.

"Nagisa-kun.."

"Ah, maaf sensei.. aku terlambat hari ini." Nagisa tersenyum. Kemudian kembali melangkah menuju bangkunya. Nagisa duduk dengan tenang. Kemudian Nagisa menatap senseinya bingung.

" Sensei, kau bisa melanjutkan pelajarannya. Maksudku, aku sudah sampai dibangkuku." Nagisa mengingatkan.

" Eh?" Koro sensei sadar dari pikirannya.

" Nagisa-kun, apa kau baik-baik saja?" Tanya Koro sensei. Pertanyaan yang juga sangat ingin ditanyakan oleh seisi kelas untuknya. Nagisa tersenyum.

" Um. Aku baik-baik saja, sensei. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku." Jawab Nagisa. Disebelahnya, Nakamura mengernyitkan matanya. Tak percaya dengan ucapan dan ekspresi Nagisa. Ayolah, ibunya sudah tak ada disana. Jadi kenapa ia masih berlagak seperti itu. dan lagi dia bisa mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga selama dia disekolah kalau dia mau. Nagisa tak pernah senang jika harus didandani dengan dandanan perempuan bukan? Dibelakang sana, Karma menatap punggung Nagisa tajam. Nagisa menjawab pertanyaan Koro sensei dengan senyuman. Tapi saat Koro sensei bertanya tadi, Karma bisa melihat ketegangan yang samar di tubuh Nagisa. Ada sesuatu yang tak beres sejak.

" Tidak, Nagisa-kun.. kau jelas sedang.."

"Koro sensei… Aku baik-baik saja." Potong Nagisa cepat. Koro sensei terdiam.

"Baiklah kalau kau bilang begitu. Tapi, sensei akan memberikan waktu untukmu mengganti pakaian dengan pakaian PE." Tawar Koro sensei. Nagisa tersenyum. Ia ingin melakukannya. Tapi.. sakit dikakinya baru saja mereda.

"U-um. Aku akan melakukannya nanti. Untuk saat ini.. aku akan memperhatikanmu dulu, Koro sensei." Jawab Nagisa. Koro sensei hanya bisa menghela nafas.

"Baiklah kalau kau pikir begitu."

"Nah, bagaimana kalau sensei lanjutkan mengabsennya?"

"Ah, benar. Sugaya-kun?" dan bunyi tembakan kembali memenuhi kelas.

-TBC

A/N: Selamat Pagi/siang/sore/malam semuanya ^^. Senang bisa upload cerita baru disini. Saya terharu XD. Maafkan amaya yang selalu membuat Nagisa menderita ya… maaf *sungkem. Di fiksi sebelumnya, Amaya sempat minta saran karena pengen bikin sequel Decision. Malahan amaya update cerita ini *pundung. Jujur aja selain cerita ini Amaya udah nulis banyak cerita KaruNagi lainnya di laptop dan masih ongoing. Dan setiap mau upload fic Mc lainnya, amaya mesti bingung ficmana yang mau dipublish XD. Jadi.. setelah pertimbangan besar, amaya pilih fic ini. semoga bisa menghibur.. ah, Kritik saran tetep diterima dengan tangan terbuka lebar kok… feel free!

Kemungkinan Nagisa bakalan tetep cowok. Jadi santai aja/apanya? Intinya… selamat membaca! Amaya masih punya banyak stok KaruNagi kok XD.

Jaa!